HUKUM SHOLAT DI ANTARA DUA TIANG MASJID, BAIK ITU SHOLAT SENDIRIAN, ATAU SEBAGAI IMAM ATAU MAKMUM
====
>> Download PDF
Disusun oleh: Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
Oktober
2020 M
====
*****
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
HUKUM
SHOLAT DI ANTARA DUA TIANG MASJID, BAIK ITU SHOLAT SENDIRIAN, ATAU SEBAGAI IMAM
ATAU MAKMUM
=====
NOTE:
dalil-dalilnya akan di sebutkan di akhir
===****===
YANG DISEPAKATI BOLEHNYA
Para ulama sepakat akan hukum bolehnya sholat diantara tiang-tiang, baik itu imam, makmum maupun munfarid (sholat sendirian), sepakat dibolehkannya itu ketika ada hajat yang menuntutnya, seperti sempitnya masjid, atau banyaknya jemaah hingga berdesak-desakkan atau banyaknya tiang di masjid.
Syeikh Ibnu Utsaimin, rahimahullah, berkata:
الصَّفُّ بَيْنَ
السَّوَارِي جَائِزٌ إذَا ضَاقَ الْمَسْجِدُ، حَكَاهُ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ
إجْمَاعًا، وَأَمَّا عِنْدَ السَّعَةِ فَفِيهِ خِلَافٌ.
Shaff
diantara tiang-tiang itu dibolehkan jika keadaan mesjidnya sempit, dan sebagian
para ulama meriwayatkannya Ijma’. Adapun jika keadaan masjidnya lapang, maka
ada perbedaan pendapat.
(Baca: Majmuu’ Fataawa wa
Rasaail Ibni ‘Utsaimin As-Su’aal / Kumpulan fatwa dan risalah Ibnu
Al-Utsaimin, Pertanyaan, Jilid 13, Kitaab Ahkaam Ash-Shufuuf).
===****===
YANG DIPERSELISIHKAN ANTARA MAKRUH & MUBAH
Para ulama berbeda pendapat
mengenai hukum shalat para makmum diantara pilar-pilar, ketika tidak ada hajat
yang menuntutnya, seperti kondisi masjidnya luas, banyak tempat dan tidak
berdesak-kan.
Singkatnya
ada tiga pendapat:
1].
Makruh.
2].
Mubah (boleh).
3].
Makruh bagi Shaff para makmum, tapi boleh bagi Imam dan orang yang sholat
sendirian.
****
PENDAPAT
PERTAMA: MAKRUH .
Imam
Turmudzi berkata:
وَقَدْ كَرِهَ
قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنْ يَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي. وَبِهِ يَقُولُ
أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ. وَقَدْ رَخَّصَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي ذَلِكَ.
Beberapa
ulama menganggap Makruh terhadap Shaff diantara tiang-tiang. Dan ini adalah
pendapat Imam Ahmad dan Ishaaq. Dan Sejumlah ulama lain nya telah merukhshoh
kan nya / membolehkannya dalam masalah ini.
[Baca: Al-Jaami' Ash-Shahiih 1/444,
'Aaridhatul Ahwadzi karya Al-Qadhi Abu Bakar Al-'Araby 2/27-28 dan Syarh Sunan
Abi Daud karya Al-'Ainy 3/223]
Ibn Muflih salah seorang ulama
Hanbali, rahimahullah berkata:
وَيُكْرَهُ
لِلْمَأْمُومِ الْوُقُوفُ بَيْنَ السَّوَارِي, قَالَ أَحْمَدُ: لِأَنَّهَا
تَقْطَعُ الصَّفّ"انتهى.
“Makruh
orang yang sholat berdiri di antara tiang-tiang Ahmad berkata: Karena itu
memutus shaff”. [Lihat Al-Furoo '(2/39)]
Kecuali jika ada hajat terhadap shaff
diantara tiang-tiang, dikarenakan jumlah jamaah yang shalatnya banyak, dan
sempitnya masjid, maka hal itu tidak dimakruhkan.
Al-Haafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya
Fathul Baari 3/65 berkata:
قَالَ المُحَبُّ
الطَّبَرِيُّ: كَرِهَ قَوْمُ الصَّفَّ بَيْنَ السَّوَارِي لِلنَّهْيِ الوَارِدِ
عَنْ ذَلِكَ، وَمَحَلُّ الكَّرَاهَةِ عِنْدَ عَدَمِ الضَّيْقِ، الحِكْمَةُ فِيهِ
إمَّا لَانِقْطَاعِ الصَّفِّ أَوْ لِأَنَّهُ مَوْضِعُ النِّعَالِ.
[Al-Muhib
Al-Thobari mengatakan bahwa sekelompok para ulama menganggap makruhnya shaff
diantara tiang-tiang karena adanya hadits yang melarangnya, dan makruhnya itu
bila masjidnya tidak sempit. Hikmah di dalam larangan tsb adalah karena
Shaffnya terputus atau karena itu adalah tempat sandal-sandal.
Al-Imam al-Qurthubi mengatakan:
رُوِى فِي سَبَبِ
كَرَاهَةِ ذَلِكَ أَنَّهُ مُصَلَّى الْجِنِّ الْمُؤْمِنِينَ.
Ada
riwayat yang menyatakan: sebab dimakruhkannya itu karena tempat sholatnya para
jin yang beriman". (di nukil dari Fathul Baari karya
Ibnu Hajar 3/65)
Syeikh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin
ditanya tentang hukum shalat diantara rukun dan tiang, dan beliau menjawab:
إذَا كَانَ
لِحَاجَةٍ فَلَا بَأْسَ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لِحَاجَةٍ فَإِنَّهُ مَكْرُوهٌ؛
لِأَنَّ الصَّحَابَةَ -رضي الله عنهم- كَانُوا يَتَّقُونَ ذَلِكَ
(Jika
ada hajat, maka tidaklah mengapa, dan jika bukan karena suatu hajat, maka itu
MAKRUH, karena para sahabat RA dulu takut akan hal itu)".
[Baca: Majmuu’ Fataawa wa
Rasaail Ibni ‘Utsaimin As-Su’aal / Kumpulan fatwa dan risalah Ibnu
Al-Utsaimin, Pertanyaan No. (389)].
Dan beliau syeikh Utsaimin juga
ditanya soal hukum terputusnya shaff oleh tiang-tiang masjid jika dalam kondisi
jamaah berdesakkan ? Dia menjawab dengan mengatakan:
"لا ريبَ أنَّ
الأَفْضَلَ في الصُّفُوفِ أَنْ تَكُونَ مُتَرَاصَّةً غَيْرَ مُتَبَاعِدَةٍ، هذا
هوَ السُّنَّةُ".
"Tidak
ada keraguan bahwa yang terbaik adalah Shaff-shaff yang berdekatan, tidak
berjauhan, ini adalah Sunnah". Baca: Majmuu’ Fataawa wa Rasaail Ibni
‘Utsaimin As-Su’aal / Kumpulan fatwa dan risalah Ibnu Al-Utsaimin,
Pertanyaan No. (389)
Dan Syeikh Ibnu Utsaimin, di
kesempatan lain berkata:
الصَّفُّ بَيْنَ
السَّوَارِي جَائِزٌ إذَا ضَاقَ الْمَسْجِدُ، حَكَاهُ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ إجْمَاعًا،
وَأَمَّا عِنْدَ السَّعَةِ فَفِيهِ خِلَافٌ، وَالصَّحِيحُ: أَنَّهُ مَنْهِيٌّ
عَنْهُ؛ لِأَنَّهُ يُؤَدِّي إلَى انْقِطَاعِ الصَّفِّ، لَا سِيمَا مَعَ عُرْضِ
السَّارِيَةِ.
Shaff
diantara tiang-tiang itu dibolehkan jika keadaan mesjidnya sempit, dan sebagian
para ulama meriwayatkannya Ijma’ (الإجماع). Adapun jika
keadaan masjidnya lapang, ada perbedaan pendapat, dan pendapat yang shahih
adalah dilarang, karena mengakibatkan terputusnya shaff, terutama dengan
lebarnya tiang. (Selesai)
(Lihat:
[Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin Jilid ke 13 Kitaab
Ahkaam Ash-Shufuuf])
Para ulama dari Komite Tetap untuk
Penerbitan Fatwa KSA (al-Lajnah ad-Daimah Lil Iftaa) berkata:
يُكْرَهُ
الْوُقُوفُ بَيْنَ السَّوَارِي إذَا قَطَعْنَ الصُّفُوفَ، إلَّا فِي حَالَةِ
ضَيْقِ الْمَسْجِدِ وَكَثْرَةِ الْمُصَلِّينَ.
Makruh
shalat berdiri di antara tiang-tiang jika itu memutus shaff-shaff, kecuali
dalam kondisi mesjidnya sempit dan banyak jamaah yang shalat. [Fatwa Komite
Tetap (5/295)].
Syeikh Bin
Baaz dalam edisi (Nur ‘ala Ad-Darb) ketika di tanya tentang hukum
shaff dalam shalat di antara tiang-tiang ?
Beliau
menjawab:
السنَّة أَنْ
تَسْتَقِيمَ الصُّفُوفُ مُتَصَلَّةً وَالْأَعْمِدَةُ خَلْفَهُمْ، تَكُونُ
الْأَعْمَدَةُ خَلْفَهُمْ وَالصَّفُّ يَكُونُ مُسْتَقِيمًا أَمَامَ الْأَعْمِدَةِ،
وَلَا تَقْطَعُ الصُّفُوفَ إلَّا عِنْدَ الضَّرُورَةِ، إذَا ازْدَحَمَ
الْمَسْجِدُ، وَضَاقَ الْمَسْجِدُ، وَصَفَّ النَّاسُ بَيْنَ السَّوَارِي؛ فَلَا
حُرُجَ لِلْحَاجَةِ، وَلِهَذَا قَالَ أَنَسٌ: إِنَّهُمْ كَانُوا يَتَّقُونَ
ذَلِكَ، يَتَّقُونَ الْوُقُوفَ بَيْنَ السَّوَارِي يَعْنِي: عِنْدَ عَدَمِ
الْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ.
فَالسُّنَّةُ أَنْ
يَتَقَدَّمَ الْمَأْمُومُونَ، وَتَكُونَ الْأَعْمِدَةُ خَلْفَهُمْ، وَلَا يَضُرُّ
لَوْ تَقَدَّمَ قَلِيلٌ مِنْ جِهَةِ الْعَمُودِ لِيَجْعَلَ خَلْفَهُ الْعَمُودَ،
لَكِنْ يَنْبَغِي لِلَّذِينَ بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ أَنْ يَتَقَدَّمُوا قَلِيلًا
حَتَّى يَسْتَقِيمَ الصَّفُّ، حَتَّى يَكُونَ الَّذِي خَلْفَهُ الْعَمُودُ
وَغَيْرُهُ سَوَاءً سَوَاءً مُسْتَقِيمِينَ فِي الصَّفِّ لَا يَتَقَدَّمُ أَحَدٌ
عَلَى أَحَدٍ. نَعَمْ.
"Yang
Sunnah adalah shaff-shaff itu harus lurus, nyambung dan tiang-tiang berada di
belakangnya, jadi posisi tiang-tiang itu di belakangnya dan baris harus lurus
di depan tiang-tiang tsb, dan jangan sampai tiang-tiang itu memutus shaff-shaff
kecuali jika ada hajat yaitu ketika masjid dalam kedaan padat berdesakan dan
masjid jadi sempit, lalu orang-orang berbaris di antara tiang-tiang, maka jika
dalam keadaan demikian itu tidak mengapa, itulah sebabnya Anas berkata: Dulu
mereka takut berdiri sholat diantara tiang-tiang, yakni ketika tidak ada hajat.
Jadi yang Sunnah adalah posisi para
makmum maju, dan posisi tiang berada di belakang mereka, dan tidak masalah jika
sedikit maju dari sisi tiang-tiang untuk membuat tiang-tiang di belakangnya,
akan tetapi para makmum yang berada di antara dua pilar harus maju sedikit
sampai baris lurus, sehingga yang di belakang tiang dan yang lain itu bisa
sejajar dan tidak ada lagi makmum yang saling mendahului barisan. Yess!”
(Selesai fatwa Bin Baaz).
-----
MOHON
PERHATIAN! Biar tidak gagal Faham
MAKRUHNYA
SHAFF DI ANTARA TIANG-TIANG ITU BUKAN BERARTI BATAL DAN TIDAK SAH SHOLATNYA,
AKAN TETAPI SHOLAT NYA TETAP SAH NAMUN MAKRUH.
Dan
adapun jika ada hajat untuk ber shaff antar tiang-tiang dikarenakan sempitnya
masjid dan banyaknya jamaah yang sholat, atau karena jika meninggalkan shaff
antar tiang akan mengakibatkan Shaff-shaff tidak tersambung, maka tidak ada
makruh shaff antar tiang.
Dan perkataan kelompok para ulama
ini, yaitu “tidak di makruhkan”, dapat arahkan pada kondisi ada hajat,
diantaranya karena masdjidnya sempit.
Untuk memperkuat hal tsb yaitu Anas
Bin Malik seperti dalam hadits dia atas yang diriwayatkan Al-Tirmidzi dengan
sanadnya dari Abd al-Hamid bin Mahmoud yang mengatakan:
صَلَّيْنَا خَلْفَ
أَمِيرٍ مِنَ الْأَمَرَاءِ فَاضْطَرَّنَا النَّاسُ فَصَلَّيْنَا بَيْنَ
السَّارِيتَيْنِ، فَلَمَّا صَلَّيْنَا قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: كُنَّا نَتَّقِي
هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.
"Kami
berdoa di belakang seorang amir umaroo, maka kami berdesak-desakkan dengan
orang-orang, dan kami terpaksa sholat di antara dua pilar, dan ketika kami
selesai sholat, Anas bin Malik berkata: Kami dulu pada masa Rasulullah ﷺ,
menghindari sholat diantara tiang-tiang”.
Dalam hadits ini Anas bin Malik ikut
sholat diantara tiang-tiang. Kalo seandainya tidak shah, maka tentunya beliau
tidak melakukannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka tidak
selayaknya siapapun orangnya dengan sembarangan berani menganggap batal shalat
seseorang tanpa adanya dalil yang sahih.
Jadi tidak setiap larangan yang
terkandung dalam syariat menunjukkan bahwa itu haram, karena banyak larangan
dalam syariah yang menunjukkan makruh tanjziih (الكَراهَةُ
التَّنْزِيهِيَّةُ).
Begitu juga Tidak setiap larangan
yang terdapat dalam syariah menunjukkan batalnya dan rusaknya ibadah tertentu.
*****
PENDAPAT
KEDUA : BOLEH (MUBAH).
Ibnu
Sayyidun Naas berkata:
وَرَخَّصَ فِيهِ
أَبُو حَنِيفَةَ وَمَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَابْنُ الْمَنْذِرِ قِيَاسًا عَلَى
الْإِمَامِ وَاَلْمُنْفَرِدُ قَالُوا: وَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ صَلَّى
فِي الْكَعْبَةِ بَيْنَ سَارِيتَيْنِ.
"Abu
Hanifah, Malik, Syafii dan Ibnul Mundzir membolehkan nya (shaff sholat para
makmum diantara tiang-tiang) di qiyaskan kepada sholatnya Imam dan sholatnya
munfarid/ sendirian. Mereka berkata: dan suangguh telah ada ketetapan yang
valid bahwa Nabi ﷺ sholat di dalam Ka’bah diantara dua
tiang".
(Di nukil oleh Asy-Syaukani dalam
kitabnya "Nailul Authar Syarh Muntaqal Akhbar" dan silahkan baca
juga: "Ghayatul Maram Syarh Mughni Dzawil Afham" 6/343 karya Yusuf
bin Abdul Haadi Al-Hanbali dan "Tuhfatul Ahwadzi" karya
Al-Mubarakfury).
Dan Yusuf bin Abdul Haadi Al-Hanbali
dalam kitabnya "Ghayatul Maram Syarh Mughni Dzawil Afham" 6/343
berkata:
وَكَذَلِكَ رَخَّصَ
جَمَاعَةٌ مِنَ الْفُقَهَاءِ فِي الصَّلَاةِ بَيْنَ السَّوَارِي فَقَدْ وَرَدَ
عَنِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ ذَلِكَ، وَرُخِّصَ فِيهِ ابْنُ
سِيرِينَ وَمَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ، وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ، وَابْنُ الْمَنْذِرِ.
Dan
begitu juga jemaah dari fuqaha telah membolehkan sholat di antara tiang-tiang,
diantaranya ada keterangan dari Imam Ahmad bahwa beliau TIDAK menghukuminya
MAKRUH. Begitu juga Ibnu Siiriin, Imam Malik, Imam Syafii, para ulama
Ash-haabur Ro’yi / madzhab Hanafi dan juga Ibnul Mundzir, mereka mengatakan
boleh".
Badruddin Al-‘Ainy dalam kitabnya
"‘Umdatul Qari" 4/286 berkata:
وَأَجَازَهُ
الْحَسَنُ وَابْنُ سِيرِينَ، وَكَانَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ، وَإِبْرَاهِيمُ
التَّيْمِيُّ، وَسُوَيْدُ بْنُ غَفْلَةَ، يَؤُمُّونَ قَوْمَهُمْ بَيْنَ
الْأَسَاطِينَ، وَهُوَ قَوْلُ الْكُوفِيِّينَ، وَقَالَ مَالِكٌ فِي
"الْمُدَوَّنَةِ": "لَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ بَيْنَهُمَا لِضَيْقِ
الْمَسْجِدِ". وَقَالَ ابْنُ حَبِيبٍ: "لَيْسَ النَّهْيُ عَنْ تَقْطِيعِ
الصُّفُوفِ إذَا ضَاقَ الْمَسْجِدُ، وَإِنَّمَا نَهَى عَنْهُ إذَا كَانَ
الْمَسْجِدُ وَاسِعًا".
"Dan
Al-Hassan dan Ibn Sirin membolehkannya (sholat diantara tiang-tiang). Sa’id bin
Jubeir, Ibrahim al-Taymi, dan Suwaid ibn Ghaflah dulu mengimami shalat kaumnya
di antara tiang-tiang, dan ini adalah pendapatnya para ulama Kufah.
Imam Malik berkata dalam kitabnya
al-Mudawwanah:"Tidak ada salahnya shalat di antara dua tiang karena
sempitnya masjid."
Ibnu Habib berkata: Larangan memutus
shaff itu bukan ketika kondisi masjid sempit, tapi dilarangnya itu jika
masjidnya besar dan luas". (Selesai perkataan al-‘Ainy).
Muhammad Bin Siiriin, dia itu
termasuk sahabat senior Anas bin Malik, namun dia mengatakan:
لَا يَرَى بَأْسًا
فِي الصَّلَاةِ بَيْنَ السَّوَارِي.
"Tidak
mengapa sholat diantara pilar-pilar".
(Di riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaybah dalam
Mushannafnya 1/222)
Begitu Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam
kitabnya al-Mushonnaf No. 7392 dengan sanad nya dari al-Hasan al-Bashri:
أَنَّهُ كَانَ لَا يَرَى
بَأْسًا بِالصَّفِّ بَيْنَ السَّوَارِي
Bahwa
dia berpendapat: "Tidak mengapa sholat diantara pilar-pilar".
Dia juga meriwayatkan dengan sanadnya:
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ
جُبَيْرٍ كَانَ يُؤَمُّهُمْ بَيْنَ سَارِيَتَيْنِ.
Bahwa
Sa`id bin Jubayr mengimami sholat mereka di antara dua pilar. [Baca kitab:
al-Mushonnaf karya Ibnu Abi Syaibah]
Al-Haafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya
Fathul Baari 3/65 berkata:
وَقَالَ
الرَّافِعِيُّ فِي شَرْحِ الْمُسْنَدِ: احْتَجَّ الْبُخَارِيُّ بِهَذَا الْحَدِيثِ
- أَيْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ بِلَالٍ - عَلَى أَنَّهُ لَا بَأْسَ
بِالصَّلَاةِ بَيْنَ السَّارِيتَيْنِ إذَا لَمْ يَكُنْ فِي جَمَاعَةٍ، وَأَشَارَ
أَنَّ الْأَوْلَى لِلْمُنْفَرِدِ أَنْ يُصَلِّيَ إلَى السَّارِيَةِ، وَمَعَ هَذِهِ
الْأَوْلِيَّةِ فَلَا كَرَاهَةَ فِي الْوُقُوفِ بَيْنَهُمَا - أَيْ لِلْمُنْفَرِدِ
- وَأَمَّا فِي الْجَمَاعَةِ فَالْوُقُوفُ بَيْنَ السَّارِيتَيْنِ كَالصَّلَاةِ
إلَى السَّارِيَةِ.
Al-Rafi'i
berkata dalam Sharh al-Musnad: Al-Bukhari berargumentasi dengan hadits ini -
yaitu hadits Ibn Umar dari Bilal - bahwa tidak ada salahnya shalat di antara
dua tiang jika dia tidak berjamaah. Dan dia mengisyaratkan bahwa seseorang yang
sholat sendirian (اَلْمُنْفَرِدُ) lebih baik shalatnya menghadap tiang dan
ini juga hanya keutamaan, maka tidak lah makruh jika dia berdiri di antara dua
tiang. - Artinya, untuk yang sholat sendirian -. Dan adapun dalam sholat
berjemaah, maka berdiri di antara dua pilar itu sama hukumnya seperti sholat
menghadap tiang". (Selesai nukilan Ibnu Hajar dari perkataan ar-Raafi’i)
Imam al-Ramli, pernah ditanya:
"هَلْ يُكْرَهُ
لِلْإِنْسَانِ أَنْ يُصَلِّيَ بَيْنَ عَمُودَيْنِ مِنْ أَعْمِدَةِ الْمَسْجِدِ؟ فَأَجَابَ:
بِأَنَّهُ لَا تُكْرَهُ الصَّلَاةُ الْمَذْكُورَةُ، سَوَاءٌ كَانَ الْمُصَلِّي مُنْفَرِدًا،
أَمْ إِمَامًا، وَكَذَا الْمَأْمُومُ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ مُنْفَرِدًا عَنِ الصَّفِّ."
“Apakah
makruh atas orang yang shalat di antara dua pilar dari pilar-pilar masjid? Ia
menjawab: Bahwa sholat tsb tidak lah makruh, baik dia itu sholat sendirian,
atau sebagai Imam, dan demikian juga sebagai Makmum, kecuali jika dia sendirian
terpisah dari shaff / barisan. (Baca: Fataawa Ar-Ramli 1/232)
****
PENDAPAT
KE 3:
MAKRUH BAGI
SHAFF MAKMUN, TAPI BOLEH BAGI IMAM DAN MUNFARID (sholat
sendirian).
Al-Imam
Asy-Syaukani dalam kitabnya"Nailul Authaar Syarh Muntaqa al-Akhbaar”
berkata:
قَالَ
الشَّوْكَانِيُّ حَدِيثُ قُرَّةَ لَيْسَ فِيهِ إِلَّا ذِكْرُ النَّهْيِ عَنِ
الصَّفِّ بَيْنَ السَّوَارِي وَلَمْ يَقُلْ كُنَّا نُنْهَى عَنِ الصَّلَاةِ بَيْنَ
السَّوَارِي فَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى التَّفْرِقَةِ بَيْنَ الْجَمَاعَةِ وَاَلْمُنْفَرِدُ
وَلَكِنَّ حَدِيثَ أَنَسٍ الَّذِي أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ فِيهِ النَّهْيُ عَنِ
الصَّلَاةِ مُطْلَقًا فَيُحْمَلُ الْمُطْلَقُ عَلَى الْمُقَيَّدِ وَيَدُلُّ عَلَى
ذَلِكَ صَلَاتُهُ ﷺ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَيَكُونُ النَّهْيُ عَلَى هَذَا
مُخْتَصًّا بِصَلَاةِ الْمُؤْتَمِّينَ دُونَ صَلَاةِ الْإِمَامِ وَاَلْمُنْفَرِدُ
وَهَذَا أَحْسَنُ مَا يُقَالُ. وَأَمَّا قِيَاسُ الْمُؤْتَمِّينَ عَلَى الْإِمَامِ
وَاَلْمُنْفَرِدُ فَفَاسِدُ الِاعْتِبَارِ لِمُصَادَمَتِهِ لِأَحَادِيثِ الْبَابِ
انْتَهَى
Hadits
Qurroh di dalamnya tiada lain kecuali hanya menyebutkan larangan pada shaff
antar tiang-tiang, dan tidak mengatakan: "Dulu kami dilaranng sholat di
antara tiang-tiang” maka ini adalah dalil yang membedakan antara sholat
berjamaah dan sholat sendirian, akan tetapi hadits Anas yang diriwayatkan oleh
al-Haakim di dalamnya terdapat larangan shalat secara muthlak, maka dengan
demikan yang muthlaq harus di arahkan kepada yang Muqoyyad. Dan dalil yang
menunjukkan hal tsb adalah sholat nya Nabi ﷺ diantara
dua tiang, maka larangan tsb khusus kepada para makmum, bukan pada sholat nya
imam dan makmum. Dan ini perkataan yang terbaik. Dan adapun qiyas / analogi
para makmum kepada sholatnya Imam dan shalat nya munfarid, maka itu i’tibar
yang rusak (فَاسِدُ
الِاعْتِبَارِ) karena bertabrakan dengan hadits-hadits
yang ada dalam bab ini.
====
DALIL PENDAPAT PERTAMA:
MAKRUH BAGI
IMAM, MUNFARID DAN MAKMUM.
MOHON DI
BACA DENGAN TELITI, BIAR TIDAK GAGAL FAHAM !
Dari Muawiyah bin Qurrah dari ayahnya
radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan :
كُنَّا نُنْهَى
أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَنُطْرَدُ
عَنْهَا طَرْدًا
“Dulu,
pada zaman Rasulullah ﷺ, kami dilarang membuat shaf di antara
tiang-tiang, dan kami jauhi tiang-tiang itu.”
[HR Ibnu Majah, no. 1002; Ibnu
Khuzaimah, no. 1567; Ibnu Hibban, no. 2219; al Hakim 1/218. Dihasankan oleh
Syaikh al Albani di dalam Tsamar Mustathab, hlm. 410; Silsilah ash Shahihah,
no. 335; dan dihasankan pula oleh Syuaib al-Arnauth].
Dalam riwayat lain, dari Abdul Hamid
bin Mahmud – seorang tabi’in –:
كُنَّا مَعَ أَنَسٍ
فَصَلَّيْنَا مَعَ أَمِيرٍ مِنْ الْأُمَرَاءِ فَدَفَعُونَا حَتَّى قُمْنَا
وَصَلَّيْنَا بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَجَعَلَ أَنَسٌ يَتَأَخَّرُ وَقَالَ قَدْ
كُنَّا نَتَّقِي هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ
Kami
dahulu bersama Anas bin Malik, lalu kami shalat di belakang seorang gubernur.
Lalu mereka (makmum) mendorong kami sehingga kami berdiri dan shalat di antara
dua tiang. Anas mulai mundur dan mengatakan,
‘Kami dahulu pada zaman Rasulullah ﷺ menjauhi
ini (shalat jamaah di antara dua tiang)’
[HR Abu Dawud, no. 673; Tirmidzi, no.
229; Ahmad 3/131; al Hakim 1/210, 218; an Nasa-i 2/93, dan ini lafazh Imam
Nasa-i. Dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Tsamar Mustathab, hlm. 410;
juga sebelumnya oleh al Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari 1/458]
Menurut para ulama yang berpendapat
Makruh, mereka mengatakan:
"Hadits-hadits tsb tidak menunjukkan
keharaman dan tidak menunjukkan tidak shahnya sholat seseorang diantara
tiang-tiang, melainkan hanya Makruh saja hukum nya, karena dalam hadits ini
Anas bin Malik sendiri ikut sholat diantara tiang-tiang. Kalo seandainya tidak
shah, maka tentunya beliau tidak akan melakukannya.
Hukum makruhnya ini berlaku pada
sholatnya Imam, munfarid dan makmum".
===
BANTAHAN-BANTAHAN:
----
Bantahan
Pertama:
Pendapat
ini di bantah oleh Al-Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya"Nailul Authaar
Syarh Muntakal Akhbaar”, beliau berkata:
حَدِيثُ قُرَّةَ
لَيْسَ فِيهِ إِلَّا ذِكْرُ النَّهْيِ عَنِ الصَّفِّ بَيْنَ السَّوَارِي وَلَمْ
يَقُلْ كُنَّا نُنْهَى عَنِ الصَّلَاةِ بَيْنَ السَّوَارِي فَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى
التَّفْرِقَةِ بَيْنَ الْجَمَاعَةِ وَاَلْمُنْفَرِدُ وَلَكِنَّ حَدِيثَ أَنَسٍ
الَّذِي أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ فِيهِ النَّهْيُ عَنِ الصَّلَاةِ مُطْلَقًا
فَيُحْمَلُ الْمُطْلَقُ عَلَى الْمُقَيَّدِ وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ صَلَاتُهُ ﷺ
بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَيَكُونُ النَّهْيُ عَلَى هَذَا مُخْتَصًّا بِصَلَاةِ
الْمُؤْتَمِّينَ دُونَ صَلَاةِ الْإِمَامِ وَاَلْمُنْفَرِدُ وَهَذَا أَحْسَنُ مَا
يُقَالُ. وَأَمَّا قِيَاسُ الْمُؤْتَمِّينَ عَلَى الْإِمَامِ وَاَلْمُنْفَرِدُ
فَفَاسِدُ الِاعْتِبَارِ لِمُصَادَمَتِهِ لِأَحَادِيثِ الْبَابِ.
Hadits
Qurroh tsb diatas di dalamnya tiada lain kecuali hanya menyebutkan larangan
shaff antara tiang-tiang, dan tidak mengatakan: "Dulu kami dilaranng
sholat di antara tiang-tiang” maka ini adalah dalil yang membedakan antara
sholat berjamaah dan sholat sendirian, akan tetapi hadits Anas yang
diriwayatkan oleh al-Haakim di dalamnya terdapat larangan shalat secara
muthlak, maka dengan demikan yang muthlaq harus di arahkan kepada yang
Muqoyyad. Dan dalil yang menunjukkan hal tsb adalah sholat nya Nabi ﷺ,
beliau pernah sholat diantara dua tiang, maka larangan tsb khusus kepada para
makmum, bukan pada sholat nya imam dan makmum. Dan ini perkataan yang terbaik.
Dan adapun qiyas / analogi para makmum kepada sholatnya Imam dan shalat nya
munfarid, maka itu i’tibar yang rusak (فَاسِدُ الِاعْتِبَارِ)
karena bertabrakan dengan hadits-hadits yang ada dalam bab ini.
-----
Bantahan
Kedua:
Yang
paling aneh adalah dengan murid-murid dan sahabat-sahabat senior Anas bin
Malik, seperti: Muhammad bin Siiriin, al-Hasan al-Bashry dan Sa’id bin Jubeir,
mereka mengatakan boleh, tidak makruh. Yaitu sbb:
A.
MUHAMMAD BIN SIIRIIN beliau mengatakan:
لَا يَرَى بَأْسًا فِي
الصَّلَاةِ بَيْنَ السَّوَارِي
"Tidak
mengapa sholat diantara pilar-pilar".
(Di
riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaybah dalam Mushannafnya 1/222)
Note:
Muhammad Bin Siiriin, belaiu selain murid Anas bin Malik, beliau juga murid
para sahabat Nabi ﷺ lainnya, diantaranya: Zaid bin
Thabit, Abu Hurairah, Imran bin Al-Hussain, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Al-Zubairdan Abdullah bin Omar bin Al-Khattab. Hisham bin Hassan
berkata:"Muhammad mengenali tiga puluh sahabat."
Beliau adalah Tabi’i senior, imam
dalam ilmu tafsir, hadits, fiqih dan takwil mimpi. Beliau sangat terkemuka
dalam kezuhudan, waro’ dan Birrul waalidain. wafat pada tahun 110 H, wafatnya
100 hari setelah wafatnya al-Hasan al-Bashri. Beliau wafat dalam usia 80 tahun
lebih.
B.
AL-HASAN AL-BASHRY.
Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitabnya al-Mushonnaf No. 7392 dengan sanad nya
dari al-Hasan al-Bashry:
أَنَّهُ كَانَ لَا
يَرَى بَأْسًا بِالصَّفِّ بَيْنَ السَّوَارِي
Bahwa
dia berpendapat: "Tidak mengapa sholat diantara pilar-pilar".
SIAPA
ITU HASAN AL-BASHRY ?
Sekilas
tentang Al-Hassan bin Yasar Al-Basri (21 H - 110 H) salah seorang murid dan
sahabat Anas bin Malik:
Beliau adalah seorang imam, hakim,
dan ulama dari para Tabi’i senior dan salah satu tokoh paling terkemuka di era
awal Islam. Dia tinggal di Basra, dan sangat berwibawa, jadi dia biasa keluar
masuk ke dalam gubernur, memerintahkan dan melarang mereka.
Anas bin Malik ditanyai tentang suatu
masalah dan dia berkata:"Tanyakan pada Guru kami Al Hassan. ” Mereka
berkata:"Wahai Abu Hamzah, kami meminta Anda, Anda berkata: Tanya Al
Hassan ?” Dia berkata:
"سَلُوا
مَوْلَانَا الْحَسَنَ فَإِنَّهُ سَمِعَ وَسَمِعْنَا فَحَفِظَ وَنَسِينَا."
"Tanya
Mawlana Al-Hassan, karena dia mendengar dan kami juga mendengar kami, Tapi dia
hafal, dan kami lupa."Dia juga berkata:"Saya iri terhadap orang-orang
Basra dengan dua Syeikh ini, Al-Hasan Al-Basri dan Muhammad bin Sirin."
Dan Qatadah berkata:
" وَمَا
جَالَسْتُ رَجُلاً فَقِيهًا إلَّا رَأَيْتُ فَضْلَ الْحَسَنِ عَلَيْهِ. "
"Dan
aku tidak sekali-kali duduk dengan seorang ahli fiqih, kecuali aku melihat
keunggulan al-Hassan atas ahli fiqih yang lainnya."
Al-Hassan sangat disegani terlebih
dahulu oleh para ulama sebelum masyarakat umum.
Beliau berguru kepada sejumlah besar
dari kalangan para sahabat, diantaranya: Anas bin Malik, Umar bin Khoththoob,
Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ibnu ‘Abbass,
Zubair bin ‘Awaam.
C.
SA’IID BIN JUBAIR:
Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanadnya dari Said bin Jubair murid Sahabat
Abdullah bin Abbaas:
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ
جُبَيْرٍ كَانَ يَؤُمُّهُمْ بَيْنَ سَارِيَتَيْنِ.
Bahwa
Sa`id bin Jubayr mengimami sholat mereka di antara dua pilar.
[Baca kitab: al-Mushonnaf karya Ibnu
Abi Syaibah]
SIAPA
SAID BIN JUBAIR ?
Beliau
al-Imam al-Hafiz, al-Muqri, Ahli Tafsir, yang mati Syahid, Abu Muhammad, dan
dikatakan: Abu Abdullah al-Asadi al-Wali, al-Kufi, Saeed bin Jabir al-Asadi
(46-95 H), seorang tabi’i, yang saleh dan seorang ulama.
Beliau belajar pada Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Omar, dan Umml Mu’miniin A’isya -radhiyallaahu ‘anha- di
Madinah.
Beliau tinggal di Kufah dan
menyebarkan ilmu di sana, dan dia adalah salah satu ulama dari kalangan
tabi’iin, beliau menjadi imam dan guru bagi masyarakat Kuufah.
Beliau meriwayatkan hadits dan
lainnya dari:
Ibnu Abbas, Anas bin Malik, A’isha,
Abdullah bin Umar, Abu Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah Abdullah bin Mughal, Uday
bin Hatim, Abu Musa al-Ash'ari, dan Abu Masoud al-Badri, Ibnu al-Zubayr, dan
al-Dhahak bin Qais.
Dia adalah salah satu ulama
terkemuka, dan dia belajar Al-Qur'an dari Ibn Abbas. Ibnu Abbas sering menyuruh
Sa`id bin Jubayr berfatwa, padahal Ibnu Abbas hadir, dan ketika orang-orang
Kufah meminta fatwa kepada Ibnu Abbas, maka beliau sering berkata kepada
mereka: Bukankah diantara kalian ada Ibnu Umm al-Dhamma? Maksudnya, Saeed bin
Jubair,
Dan Saeed bin Jubair adalah sosok
yang banyak beribadah, beliau setiap tahunnya menunaikan haji sekali dan
menunaikan umrah sekali, dan rajin sholat malam dan puasa, dan selalu
mengkhatamkan Al-Qur'an dalam waktu kurang dari tiga hari.
****
DALIL
PENDAPAT KE DUA:
YANG
MEMBOLEHKAN SHAFF SHOLAT DIANTARA DUA TIANG.
1].
Mimbar tempat khutbah Nabi ﷺ di
Masjid Nabawi memutus shaff pertama. Mimbar tempat khutbah lebih besar dari
pada tiang.
2]. Nabi ﷺ pernah
sholat diantara dua tiang dalam Ka’bah seperti
yang diriwayatkan Imam Bukhori (No. 1167) dan Muslim (No. 1329) dalam
shahihnya, Dari Abdullah bin Umar, dia berkata:
دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ الْبَيْتَ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ وَبِلَالٌ وَعُثْمَانُ بْنُ طَلْحَةَ،
فَأَغْلَقُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ، فَلَمَّا فَتَحُوا الْبَابَ كُنْتُ أَوَّلَ
دَاخِلٍ، فَلَقِيتُ بِلَالًا فَسَأَلْتُهُ: هَلْ صَلَّى فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ؟
قَالَ: نَعَمْ، بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ الْيَمَانِيَّيْنِ.
Rasulullah ﷺ masuk
ke Baitullah beserta Usamah bin Zaid, Bilal dan Utsman bin Thalha, maka mereka
menutup pintu atas mereka. Ketika mereka membuka pintu, saya orang pertama yang
masuk, dan saya bertemu Bilal dan bertanya kepadanya: Apakah Rasulullah ﷺ sholat
? Dia berkata: Ya, di antara dua pilar Yamani
Dalam lafadz lain:
أُتِيَ ابنُ عُمَرَ
فقِيلَ له: هذا رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ دَخَلَ الكَعْبَةَ،
فَقالَ ابنُ عُمَرَ: فأقْبَلْتُ والنبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قدْ خَرَجَ
وأَجِدُ بلَالًا قَائِمًا بيْنَ البَابَيْنِ، فَسَأَلْتُ بلَالًا، فَقُلتُ:
أصَلَّى النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في الكَعْبَةِ؟ قالَ: نَعَمْ،
رَكْعَتَيْنِ، بيْنَ السَّارِيَتَيْنِ اللَّتَيْنِ علَى يَسَارِهِ إذَا دَخَلْتَ،
ثُمَّ خَرَجَ، فَصَلَّى في وجْهِ الكَعْبَةِ رَكْعَتَيْنِ
Artinya:
Di datangkanlah Ibnu Umar, lalu dikatakan kepadanya: Ini Rasulullah ﷺ masuk
Ka'bah. Lalu Ibn 'Umar berkata: Maka aku menghadapnya, dan saat itu Nabi ﷺ keluar
dan aku mendapati Bilal sedang berdiri di antara dua pintu, maka akupun
bertanya kepada Bilal, lalu aku berkata: Apakah Nabi ﷺ sholat
di dalam Kabah? Dia berkata: Ya, dua rakaat di antara dua pilar di sebelah
kirinya jika Anda masuk, lalu dia keluar, dan dia berdoa di depan Ka'bah dua
rokaat. (HR. Bukhori No. 1167 dan Muslim No. 1329).
3]. Qiyas /
analogi shaff sholat berjemaah dengan sholat munfarid dan sholatnya imam.
Karena sama-sama sholat.
4].
Perkataan yang membolehkan dari murid-murid dan sahabat-sahabat senior Anas bin
Malik perawi hadits larangan tsb.
Diantara
mereka adalah : Muhammad bin Siiriin, al-Hasan al-Bashry
dan Sa’id bin Jubeir, mereka mengatakan boleh, tidak makruh.
Berikut ini pernyataan mereka:
A.
MUHAMMAD BIN SIIRIIN beliau mengatakan:
لَا يَرَى بَأْسًا فِي
الصَّلَاةِ بَيْنَ السَّوَارِي
"Tidak
mengapa sholat diantara pilar-pilar".
(Di riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaybah dalam
Mushannafnya 1/222)
B.
AL-HASAN AL-BASHRY.
Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitabnya al-Mushonnaf No. 7392 dengan sanad nya
dari al-Hasan al-Bashry:
أَنَّهُ كَانَ لَا
يَرَى بَأْسًا بِالصَّفِّ بَيْنَ السَّوَارِي
Bahwa
dia berpendapat: "Tidak mengapa SHAFF sholat diantara pilar-pilar".
C.
SA’IID BIN JUBAIR:
Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanadnya dari Said bin Jubair murid Sahabat Abdullah
bin Abbaas:
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ
جُبَيْرٍ كَانَ يَؤُمُّهُمْ بَيْنَ سَارِيَتَيْنِ.
Bahwa
Sa`id bin Jubayr mengimami sholat mereka di antara dua pilar.
[baca kitab: al-Mushonnaf karya Ibnu Abi Syaibah]
5]. Seperti yang di katakan Imam
ar-Raafi’i: bahwa larangan shalat diantara tiang-tiang itu hanya sebatas
keutamaan (الأَوْلَوِيَّة),
maka tidak lah makruh jika seseorang berdiri sholatnya di antara dua tiang.
demikian juga dalam sholat berjemaah, maka berdiri di antara dua pilar itu sama
hukumnya seperti sholat menghadap tiang. (Dinukil oleh Al-Haafidz Ibnu Hajar
dalam kitabnya Fathul Baari 3/65).
Bisa jadi hikmah dan tujuannya agar
tidak mengganggu lalu lintas orang atau antar tiang itu tempat meletakkan
sandal atau barang bawaan.
Seperti yang dikatakan oleh al-Muhibb
ath-Thobari:
الحِكْمَةُ فِيهِ
إمَّا لَانْقِطَاعِ الصَّفِّ أَوْ لِأَنَّهُ مَوْضِعُ النِّعَالِ..
[Hikmah
di dalam larangan tsb adalah karena Shaffnya terputus atau karena itu adalah
tempat sandal-sandal]. (Di nukil oleh Al-Haafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya
Fathul Baari 3/65).
Ada beberapa hadits yang menyatakan
bahwa shaff antar tiang-tiang itu MAKRUH, antara lain: -
Apa yang telah diriwayatkan
Al-Tirmidzi dengan sanadnya dari Abd al-Hamid bin Mahmoud yang mengatakan:
(صَلَّيْنَا خَلْفَ
أَمِيرٍ مِنَ الْأَمَرَاءِ فَاضْطَرَّنَا النَّاسُ فَصَلَّيْنَا بَيْنَ
السَّارِيتَيْنِ، فَلَمَّا صَلَّيْنَا قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: كُنَّا نَتَّقِي
هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ).
وَفِي الْبَابِ
عَنْ قَرَّةَ بْنِ إِيَاسٍ الْمَزْنِيِّ. قَالَ أَبُو عِيسَى: حَدِيثُ أَنَسٍ
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
“Kami
berdoa di belakang seorang amir umaroo, maka kami berdesak-desakkan dengan
orang-orang, dan kami terpaksa sholat di antara dua pilar, dan ketika kami
selesai sholat, Anas bin Malik berkata: Kami dulu pada masa Rasulullah ﷺ,
menghindari sholat di antara tiang”.
Dan ada hadits lain yang semisal ini,
yaitu hadits Qurrah bin Iyyaas al-Muzany.
Imam Turmudzy berkata: "Hadits
Anas Hasan Shahih".
[Baca: Al-Jami' Ash-Shahih 1/444,
'Aridhah Al-Ahwadzi karya Al-Qadhi Abu Bakar Al-'Arabi 2/27-28 dan Syarh Sunan
Abi Dawud karya Al-'Aini 3/223]
Dari Muawiyah bin Qurra, dari
ayahnya, dia berkata:
[كُنَّا نَنْهَى
أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَنُطْرَدَ
عَنْهَا طَرْدًا]
[Kami
dulu dilarang bershaff di antara pilar-pilar pada masa Rasulullah ﷺ,
dan kami pun benar-benar diusir darinya]. Diriawayatkan oleh Ibnu Majah, Ibnu
Khuzaimah dan al-Hakim dan di shahihkannya, serta disetujui oleh ad-Dzahabi.
Para ulama telah mengambil dari
hadits-hadits ini makruhnya shaff antara tiang-tiang jika tidak ada hajat
seprti sempit dan sejenisnya.
Dimohon agar hati-hati dalam menshare
fatwa yang memberatkan umat, apalagi menimbulkan kegaduhan.
---
Di bawah bimbingan Abu Haitsam Fakhry.
0 Komentar