HADITS “NUR MUHAMMAD ﷺ” ADALAH
PALSU DAN KHURAFAT BERKEMAS FILSAFAT, MENYESATKAN UMAT
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
====
Waspadalah terhadap dosa jariyah ! Yaitu : dosa orang yang menyampaikan suatu amalan buruk atau pemahaman sesat pada orang-orang, lalu mereka ikut-ikutan mengamalkannya, maka dia akan mendapatkan dosa yang sama yang akan terus mengalir hingga hari kiamat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَمِلَ بِهَا، كَانَ عَلَيْهِ وَزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
Barang siapa yang menetapkan suatu sunnah yang buruk lalu mengamalkannya, maka atasnya beban dosa dari perbuatannya itu dan dosa dari siapa pun yang ikut mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka. [HR. Muslim no. 1017 dan Ibnu Majah no. 203. Dan ini adalah lafadz Ibnu Majah ]
====
DAFTAR ISI :
- HADITS-HADITS “NUR MUHAMMAD ﷺ
- PARA ULAMA SUFI YANG MENYEBUTKAN HADITS-HADITS
NUR MUHAMMAD:
- PARA ULAMA HADITS YANG MENILAINYA PALSU HADITS
NUR MUHAMMAD ﷺ:
- HADITS NUR MUHAMMAD BERTENTANGAN DENGAN
AL-QUR’AN DAN HADITS SHAHIH
- PERNYATAAN SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH :
- PERNYATAAN SYEIKH YUSUF AL-QARADHAWI:
- FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH – SAUDI ARABIA :
- IDEOLOGI “NUR MUHAMMAD” ADALAH KHURAFAT
BERKEMAS FILSAFAT
- KHURAFAT-KHURAFAT SUFI TERKAIT NUR
MUHAMMAD ﷺ:
- PENGARUH FILSAFAT TERHADAP IDEOLOGI “NUR
MUHAMMAD”
- FILSAFAT PLATO TENTANG KETUHANAN DAN PROSES
TERBENTUK-NYA ALAM SEMESTA:
- BANTAHAN TERHADAP FILSAFAT MUTAWALLY
ASY-SYA’RAWI TENTANG “NUR MUHAMMAD”.
- KRITIKAN AL-ALBANI TERHADAP ASY-SYA’RAWI
*****
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيمِ
====****====
HADITS-HADITS
“NUR MUHAMMAD ﷺ:
===
HADITS KE SATU :
Rasulullah ﷺ bersabda :
«أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ تَعَالَى
نُورِي، أَنَا أَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ قَبْرٌ، آدَمُ وَمَنْ دُونَهُ تَحْتَ
لِوَائِي، أَنَا سَيِّدُ الْمُرْسَلِينَ وَلَا فَخْرَ».
"Pertama
yang diciptakan Allah Ta'ala adalah cahayaku (nur-ku), aku adalah orang pertama
yang akan bangkit dari kubur, Adam dan orang-orang di bawahku berada di bawah
panjiku, aku adalah pemimpin para rasul dan tidak ada kebanggaan." [
Baca: Tafsir an-Naisabury 1/407 karya Nidzomuddin an-Naysaaburi (w. 850 H)]
Abu
Syakiib Muhammad Taqiyuddin al-Hilali berkata:
(( وَأَمَّا الحَدِيثُ ( أَوَّلُ مَا خَلَقَ
اللَّهُ نُورِي ) فَقَدْ قَالَ السُّيُوطِيُّ فِي الحَاوِي ج 1 ص 325: لَيْسَ لَهُ
إِسْنَادٌ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ، قَالَ الغُمَارِيُّ فِي المُغِيرِ عَلَى الجَامِعِ
الصَّغِيرِ وَهُوَ حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ، لَوْ ذُكِرَ بِتَمَامِهِ لَمَا شَكَّ
الوَاقِفُ عَلَيْهِ فِي وَضْعِهِ وَبَقِيَّتُهُ تَقَعُ فِي نَحْوِ وَرَقَتَيْنِ
كَبِيرَتَيْنِ مُشْتَمِلَتَيْنِ عَلَى أَلْفَاظٍ رَكِيكَةٍ وَمَعَانٍ مُنْكَرَةٍ))
"Adapun
hadits 'Yang pertama kali diciptakan Allah adalah cahayaku,' As-Suyuti dalam
'al-Hawi' jilid 1 halaman 325 mengatakan: Tidak ada sanad yang bisa diandalkan.
Al-Ghumari dalam 'al-Mughir 'ala al-Jami' ash-Shaghir' menyebutkan bahwa ini
adalah hadits palsu. Jika disebutkan secara lengkap, tidak ada keraguan bagi
yang membacanya bahwa hadits ini palsu. Sisanya mencakup sekitar dua halaman
besar yang dipenuhi dengan ungkapan yang lemah dan makna yang buruk." [Baca
: Al-Hadiyyatul Haadiyah Ilaa ath-Tho’ifah at-Tijaniyah hal. 70].
Dan
Syeikh Abdul Hay al-Laknawi dalam *Al-Atsar al-Marfu'ah* (hal. 43) berkata:
"وَهُوَ حَدِيثٌ لَمْ يَثْبُتْ بِهَذَا
الْمَبْنَى".
'Ini
adalah hadits yang tidak terbukti dengan bangunan ini.'"
===
HADITS KE DUA :
Disebutkan
:
إِنَّهُ كَانَ نُوْرًا حَوْلَ
الْعَرْشِ فَقَالَ ﷺ: " يَا جِبْرِيْلُ: أَنَا كُنْتُ ذَلِكَ النُّورَ
"
Sesunggunya
dia (Muhammad) dulu adalah cahaya (Nur) yang ada di sekeliling Arsy. Kemudian
beliau ﷺ bersabda,
“Wahai Jibril, aku dulu adalah cahaya itu”
Abul
‘Abbas Ahmad al-Qasthalani dalam al-Mawahib al-Laduniyyah 1/46-47 berkata :
وَفِي «الدُّرِّ النَّظِيمِ فِي
مَوْلِدِ النَّبِيِّ الْكَرِيمِ» لِابْنِ طُغْرَ بَكِ الدِّمَشْقِيِّ التُّرْكِيِّ
(ت 670 ه): وَيُرْوَى أَنَّهُ لَمَّا خَلَقَ اللهُ تَعَالَى آدَمَ، أَلْهَمَهُ
أَنْ قَالَ: يَا رَبِّ، لِمَ كَنَّيْتَنِي أَبَا مُحَمَّدٍ؟ قَالَ اللهُ تَعَالَى:
يَا آدَمُ ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَرَأَى نُورَ مُحَمَّدٍ -صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي سُرَادِقِ الْعَرْشِ، فَقَالَ: يَا رَبِّ، مَا
هَذَا النُّورُ؟ قَالَ: هَذَا نُورُ نَبِيٍّ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ اسْمُهُ فِي السَّمَاءِ
أَحْمَدُ، وَفِي الْأَرْضِ مُحَمَّدٌ، لَوْلَاهُ مَا خَلَقْتُكَ وَلَا خَلَقْتُ
سَمَاءً وَلَا أَرْضًا.
Dan
dalam "Ad-Dur An-Nadziim fi Maulid An-Nabi Al-Karim" karya Ibnu
Tughrabek Ad-Dimasyqi At-Turki (w. 670 H) : diriwayatkan bahwa ketika Allah
Ta'ala menciptakan Adam, Dia mengilhamkan Adam untuk berkata: "Ya Rabb,
mengapa Engkau menjulukiku dengan sebutan 'Abu Muhammad'?"
Allah
Ta'ala menjawab: "Wahai Adam, angkatlah kepalamu."
Maka
Adam mengangkat kepalanya dan melihat "Nur (cahaya) Muhammad ﷺ" di
tiang Arsy.
Adam
bertanya: "Ya Rabb, nur (cahaya) apa ini?"
Allah
berfirman: "Ini adalah nur (cahaya) nabi dari keturunanmu, namanya di
langit adalah Ahmad dan di bumi adalah Muhammad. Tanpanya, Aku tidak akan
menciptakanmu, tidak pula menciptakan langit dan bumi."
Ibnu
Taimiyah berkata :
هَؤُلَاءِ الضُّلَّالُ يَتَوَهَّمُونَ
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ حِينَئِذٍ مَوْجُودًا وَأَنَّ ذَاتَهُ خُلِقَتْ قَبْلَ
الذَّوَاتِ، وَيَسْتَشْهِدُونَ عَلَى ذَلِكَ بِأَحَادِيثَ مُفْتَرَاةٍ مِثْلَ
حَدِيثٍ فِيهِ: "أَنَّهُ كَانَ نُورًا حَوْلَ الْعَرْشِ" فَقَالَ:
"يَا جِبْرِيلُ أَنَا كُنْتُ ذَلِكَ النُّورَ" ، وَيَدَّعِي أَحَدُهُمْ
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَحْفَظُ القُرْآنَ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَهُ بِهِ
جِبْرِيلُ
Mereka,
orang-orang sesat ini berkhayal bahwa Nabi ﷺ pada saat itu sudah ada, dan bahwa zat beliau
diciptakan sebelum zat lainnya. Mereka menggunakan hadits-hadits palsu sebagai
dalil, seperti hadits yang menyatakan bahwa :
"Nabi
adalah cahaya (nur) di sekitar Arsy", kemudian beliau berkata, "Wahai
Jibril, aku adalah cahaya (nur) itu."
Salah
seorang dari mereka bahkan mengklaim bahwa Nabi ﷺ sudah menghafal Al-Qur'an sebelum Jibril
membawakannya kepada beliau. [Lihat : al-Istighotsah fii ar-Radd ‘Ala al-Bakri
99-100].
DR.
Abdullah Dujain as-Sihli di Hamisy kitab al-Istighotsah hal. 100 berkata :
"حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ نَسَبَهُ بَعْضُ الجُهَلَاءِ
لِمُصَنَّفِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، وَلَمْ يَذْكُرْهُ فِي مُصَنَّفِهِ، وَلَا فِي
تَفْسِيرِهِ، وَلَمْ يَذْكُرْهُ المُصَنِّفُونَ فِي المَوْضُوعَاتِ سِوَى
العَلْجُونِيِّ فِي كَشْفِ الخَفَاءِ 1/ 265 - 266، مِمَّا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ
وُضِعَ مُتَأَخِّرًا مِنْ قِبَلِ ابْنِ عَرَبِي وَأَتْبَاعِهِ.
اُنْظُرْ: تَنْبِيهُ الحُذَّاقِ
عَلَى بُطْلَانِ مَا شَاعَ بَيْنَ الأَنَامِ فِي حَدِيثِ النُّورِ المَنْسُوبِ
لِمُصَنَّفِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، تَأْلِيفُ: أَحْمَد عَبْد القَادِرِ
الشِّنْقِيطِي ط. الثَّانِيَة 1402 دَارُ اليَقِينِ ص 6 وَمَا بَعْدَهَا".
“Hadits
maudhu' (palsu) ini dinisbatkan oleh sebagian orang-orang bodoh kepada kitab
"Mushannaf" karya Abdul Razzaq, padahal ia tidak menyebutkan hadits
tersebut dalam "Mushannaf"-nya, juga tidak dalam
"Tafsir"-nya. Para penyusun kitab hadits-hadits palsu (maudhu'at)
juga tidak menyebutkannya, kecuali Al-'Ajluni dalam "Kasyf al-Khafa"
(1/265-266), yang menunjukkan bahwa hadits ini dibuat belakangan oleh Ibnu
Arabi dan para pengikutnya.
Lihat:
"Tanbih al-Huddaq 'ala Buthlan ma Sya'a bayn al-Anam fi Hadits an-Nur
al-Mansub li Mushannaf Abdul Razzaq", karya Ahmad Abdul Qadir
Asy-Syinqithi, cetakan kedua 1402 H, Dar Al-Yaqin, hal. 6 dan seterusnya”.
Lihat
pula : As-Silsilah adh-Dha’îfah 1/474 karya al-Albaani].
===
HADITS KETIGA :
Dari
Jabir bin Abdullah radhiyallau ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda
kepada Jabir :
"أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ نُورَ
نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ"
"Yang
pertama kali diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir."
Lengkapnya
: Ismail bin Muhammad al-‘Ajluni (wafat 1162 H) dalam Kasyful Khofaa 1/26 no.
827 [Cet. Maktabah al-Qudsiy – Kairo] berkata:
رَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ
بِسَندِهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بِلَفْظِ قَالَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللهِ، بِأَبِي أَنتَ وَأُمِّي، أَخْبِرْنِي عَنْ أَوَّلِ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ
قَبْلَ الأَشْيَاءِ. قَالَ: يَا جَابِرُ، أَنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ قَبْلَ
الأَشْيَاءِ نُورَ نَبِيِّكَ مِنْ نُورِهِ، فَجَعَلَ ذَلِكَ النُّورَ يَدُورُ
بِالْقُدْرَةِ حَيْثُ شَاءَ اللهُ، وَلَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ لَوْحٌ
وَلَا قَلَمٌ وَلَا جَنَّةٌ وَلَا نَارٌ وَلَا مَلَكٌ وَلَا سَمَاءٌ وَلَا أَرْضٌ
وَلَا شَمْسٌ وَلَا قَمَرٌ وَلَا جِنِّيٌّ وَلَا إِنْسِيٌّ، فَلَمَّا أَرَادَ
اللهُ أَنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ قَسَمَ ذَلِكَ النُّورَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ،
فَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الأَوَّلِ الْقَلَمَ وَمِنَ الثَّانِي اللَّوْحَ وَمِنَ
الثَّالِثِ الْعَرْشَ، ثُمَّ قَسَمَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ
فَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الأَوَّلِ حَمَلَةَ الْعَرْشِ وَمِنَ الثَّانِي
الْكُرْسِيَّ وَمِنَ الثَّالِثِ بَاقِي الْمَلَائِكَةِ، ثُمَّ قَسَمَ الْجُزْءَ
الرَّابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ فَخَلَقَ مِنَ الأَوَّلِ السَّمَاوَاتِ وَمِنَ
الثَّانِي الْأَرْضِينَ وَمِنَ الثَّالِثِ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ، ثُمَّ قَسَمَ
الرَّابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ فَخَلَقَ مِنَ الأَوَّلِ نُورَ أَبْصَارِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمِنَ الثَّانِي نُورَ قُلُوبِهِمْ وَهِيَ الْمَعْرِفَةُ
بِاللَّهِ وَمِنَ الثَّالِثِ نُورَ إِنْسِهِمْ وَهُوَ التَّوحِيدُ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ – الْحَدِيثُ. كَمَا فِي
الْمَوَاهِبِ.
Diriwayatkan
oleh Abdur Razzaq dengan sanadnya dari Jabir bin Abdillah dengan lafadz:
"Aku
berkata: Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, kabarkan kepadaku tentang hal
pertama yang diciptakan Allah sebelum segala sesuatu."
Beliau
berkata, "Wahai Jabir, sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan sebelum
segala sesuatu cahaya nabimu dari cahaya-Nya. Allah menjadikan cahaya tersebut
berputar dengan kekuasaan-Nya sesuai kehendak-Nya.
Pada
waktu itu belum ada lauh, belum ada pena, belum ada surga, belum ada neraka,
belum ada malaikat, belum ada langit, belum ada bumi, belum ada matahari, belum
ada bulan, belum ada jin, dan belum ada manusia.
Ketika
Allah berkehendak menciptakan makhluk, Dia membagi cahaya tersebut menjadi
empat bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan pena, dari bagian kedua Dia
menciptakan lauh, dan dari bagian ketiga Dia menciptakan 'arsy.
Kemudian
Dia membagi bagian keempat menjadi empat bagian, dari bagian pertama Dia
menciptakan para pembawa 'arsy, dari bagian kedua Dia menciptakan kursi, dan
dari bagian ketiga Dia menciptakan para malaikat yang tersisa.
Kemudian
Dia membagi bagian keempat menjadi empat bagian, dari bagian pertama Dia
menciptakan langit, dari bagian kedua Dia menciptakan bumi, dan dari bagian
ketiga Dia menciptakan surga dan neraka.
Kemudian
Dia membagi bagian keempat menjadi empat bagian, dari bagian pertama Dia
menciptakan cahaya penglihatan orang-orang yang beriman, dari bagian kedua Dia
menciptakan cahaya hati mereka yang merupakan pengenalan kepada Allah, dan dari
bagian ketiga Dia menciptakan cahaya keakraban mereka yaitu tauhid 'Laa ilaha
illallah Muhammadur Rasulullah'." – (Hadits). Sebagaimana disebutkan
dalam kitab al-Mawaahib al-Laduniyyah”.
Lafadz
lain:
أَوَّلُ مَا
خَلَقَ الله تَعَالَى نُورَ مُحَمَّدٍ ﷺ
"Yang
pertama kali diciptakan Allah Ta'ala adalah cahaya Muhammad ﷺ".
Sebagaiamana
disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Asyraful Wasa’il Ilaa Fahmi
al-Masa’il hal. 36 :
وَرَوَى عَبْدُ الرَّزَّاقُ فِي
مُسْنَدِهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللهَ
خَلَقَ نُورَ مُحَمَّدٍ قَبْلَ الْأَشْيَاءِ مِنْ نُورِهِ، فَجَعَلَ ذَلِكَ
النُّورَ يَدُورُ بِالْقُدْرَةِ حَيْثُ شَاءَ اللهُ، وَلَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ
الْوَقْتِ لَوْحٌ وَلَا قَلَمٌ...» الْحَدِيثُ بِطُولِهِ.
Diriwayatkan
oleh Abdul Razzaq dalam Musnad-nya bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Sesungguhnya Allah menciptakan
cahaya Muhammad sebelum segala sesuatu dari cahaya-Nya. Kemudian Allah
menjadikan cahaya tersebut berputar dengan kekuasaan-Nya sesuai kehendak-Nya,
dan pada waktu itu belum ada Loh (Al-Lauh Al-Mahfuzh) dan belum ada Pena
(Al-Qalam)..." Hadits ini masih panjang”.
Di
sebutkan pula oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Haditsiyyah hal.
206.
Ahmad
bin Farid al-Maziidi berkata dalam hamisy Asyraful Wasa’il Ilaa Fahmi al-Masa’il
karya Ibnu Hajar al-Haitami hal. 36 :
الْحَدِيثُ غَيْرُ مَوْجُودٍ
بِالْمُصَنَّفِ لِعَبْدِ الرَّزَّاقِ، وَمُسْنَدُهُ مَفْقُودٌ فِيمَا أَعْلَمُ.
“Hadits
ini tidak ditemukan dalam kitab "Al-Mushannaf" karya Abdul Razzaq,
dan Musnad-nya hilang sejauh yang saya ketahui”.
DERAJAT HADITS :
Hadits
ini tidak diragukan lagi adalah PALSU, sebagaimana telah dinyatakan oleh para
ulama, diantaranya dinyatakan palsu oleh Syeikh Alawi Abdul Qodir
as-Saqqof dalam ad-Duror as-Saniyah.
----
HADITS KEEMPAT :
Rasulullah
ﷺ bersabda
:
خُلِقْتُ أَنَا وَعَلِيٌّ مِنْ نُورٍ،
وَكُنَّا عَلَى يَمِينِ الْعَرْشِ، قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ، ثُمَّ
خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ، فَانْقَلَبْنَا فِي أَصْلَابِ الرِّجَالِ، ثُمَّ جَعَلَنَا فِي
صُلْبِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، ثُمَّ شَقَّ أَسْمَاءَنَا مِنِ اسْمِهِ، فَاللَّهُ مَحْمُودٌ،
وَأَنَا مُحَمَّدٌ، وَاللَّهُ الْأَعْلَى، وَهَذَا عَلِيٌّ.
“Aku
dan Ali diciptakan dari cahaya, kami berada di sisi kanan Arsy sebelum Allah
menciptakan Adam selama dua ribu tahun. Kemudian Allah menciptakan Adam, lalu
kami berpindah dalam sulbi para lelaki. Kemudian Allah menjadikan kami berada
di sulbi Abdul Muththalib. Lalu Allah membagi nama kami dari nama-Nya, maka
Allah adalah Mahmud, aku adalah Muhammad, Allah adalah Al-A’la, dan ini adalah
Ali.”
Asy-Syaukani
berkata:
هُوَ مَوْضُوعٌ، وَضَعَهُ جَعْفَرُ
بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَلِيٍّ، وَكَانَ رَافِضِيًّا وَضَّاعًا.
Hadits
ini adalah hadits maudhu (palsu), yang memalsukannya adalah Ja’far bin Ahmad
bin Ali, dia seorang Syi’ah Rafidhah dan pendusta.
[Dikutip
dari ad-Dakhil Fi at-Tafsiir hal. 349, Dalil al-Waa’idz karya Syahatah Muhammad
Shaqar 2/34 dan Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyah 3/2042 no. 63323].
===
HADITS KELIMA :
Rasulullah
ﷺ bersabda
:
خَلَقَنِي اللَّهُ مِنْ نُورِهِ
وَخَلَقَ أَبَا بَكْرٍ مِنْ نُورِي...
Allah
menciptakan aku dari cahaya-Nya dan menciptakan Abu Bakar dari cahayaku...
Hadis
ini dinisbatkan oleh Ibnu ‘Iraq dalam kitab *Tanzih asy-Syari’ah* kepada Abu
Nu’aim, dan Abu Nu’aim berkata tentangnya:
هَذَا بَاطِلٌ
“Ini batil.”
Adz-Dzahabi
berkata dalam *al-Mizan*:
هَذَا كَذِبٌ، وَالْآفَةُ عِنْدِي
مِنْ أَحْمَدَ بْنِ يُوسُفَ الْمَسِيحِيِّ.
“Ini
dusta, dan menurutku hama-nya adalah Ahmad bin Yusuf al-Masihi.”
[Dikutip
dari Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyah 3/2042 no. 63323].
---
HADITS KEENAM :
Rasulullah
ﷺ bersabda
: Allah SWT berfirman :
لَمَّا أَرَدْتُ أَنْ أَخْلُقَ الْخَلْقَ
قَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ نُورِي، فَقُلْتُ لَهَا: كُونِي مُحَمَّدًا، ثُمَّ خَلَقْتُ
مِنْ نُورِ مُحَمَّدٍ كُلَّ الْأَشْيَاءِ.
“Ketika
Aku hendak menciptakan makhluk, Aku menggenggam segenggam dari cahaya-Ku, lalu
Aku berkata kepadanya: ‘Jadilah engkau Muhammad’. Kemudian Aku
menciptakan dari cahaya Muhammad segala sesuatu”.
[Lihat
: Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyah 3/1264 no. 9650].
PENULIS
KATAKAN :
Saya tidak menemukan hadits ini, baik dalam kitab-kitab hadits shahih maupun dalam kitab-kitab hadits dhaif dengan lafaz seperti ini.
Namun, terdapat hadits dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda :
" Ketika Adam melakukan kesalahan,
lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu dengan haq Muhammad agar
Kau ampuni diriku".
Lalu Allah
berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku
jadikan?"
Adam menjawab : "Ya
Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke
dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas
tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah Muhamadun rasulullah"
maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu
kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai".
Allah menjawab:"Benar
Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan
haqnya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan bukan karena Muhammad maka
tidaklah Aku menciptakanmu".
( HR. Al-Hakim di Mustadrok
2/615 , Ibnu Asakir di Tarikh Damaskus 2/323/2 dan al-Baihaqi di Dalail Nubuwah
5/488 ).
Adz-Dzahabi
menanggapi hadits ini dan berkata:
“Hadis
ini maudhu (palsu), dan dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam.” [Talkhis Mustadrok karya Adz-Dzahabi 2/615)]
Abu
Nu’aim dan Al-Hakim berkata tentangnya:
“Ia
(Abdurrahman bin Zaid bin Aslam) meriwayatkan dari ayahnya hadis-hadis maudhu
(palsu).” [Baca : Al-Madkhal ilaa Ma'rifatish Shahih Minas
Saqiim karya al-Hakim 1/154].
Al-Bukhari
dan An-Nasa’i telah mendhaifkannya. (Lihat : Mizanul
I'tidal 2/564)
Ibnu Hibban dalam
kitab Al-Majruhin 1/57 berkata :
" Dia telah memutar
balikkan hadits , dia sendiri awalnya orang yang tidak dikenal , dan mulai
dikenal ketika dia banyak meriwayatkan hadits dengan cara merubah-rubah hadits
mursal menjadi marfu' dan hadits mauquf menjadi musnad , maka sebagai
hukumannya harus ditinggalkan riwayatnya ".
Ibnul Jauzi berkata : "Para Ulama telah ber ijma' (sepakat ) akan kedha’ifannya".
(Lihat : Al-Mizan 2/534 ,
Tarikh Kabir karya Imam Bukhori 5/285 , Tarikh Shogir Karya Bukhori hal. 74 ,
At-Tahdzib 5/90 dan Tahdzibul Kamal 17/118 ) .
Dan
penulis kitab *Bulugh al-Amani fi ar-Radd ‘ala Miftah at-Tijani* menukil
bahwa Adz-Dzahabi, Ibnu Hajar, Ibnu Abdul Hadi, dan As-Sahaswani sepakat akan
kebatilan hadits ini.
[Lihat
: Lihat : Mizanul I'tidal 2/564, Qo'idah Jalilah fit Tawassul karya
Ibnu Taimiyah hal 69, Fatawa asy-Syabakah
al-Islamiyah 3/2042 no. 63323].
Dan Al-Albani juga mendhaifkannya dan menghukuminya sebagai hadits yang palsu dan bathil.[ Lihat: *Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah wal-Maudhu’ah* (1/450)].
-----
HADITS-HADITS DIATAS INI MIRIP DENGAN APA YANG ADA DI BIBLE (INJIL)
KRISTEN TENTANG YESUS :
Mari
kita bandingkan hadits Nur Muhammad ini dengan filsafat Injil (Bible) :
Dalam
Amsal 8:22-31 TB tentang Yesus (Nabi Isa alaihis salam) :
“TUHAN
telah menciptakan aku (Yesus) sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai
perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Sejak pada zaman purbakala aku
sudah dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada. Sebelum air samudera raya
ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air”.
Dan
dalam Yohanes ( 1:13,4 ) : Rasul Yohanes berkata :
"(
Yesus ) Pada awalnya adalah sebuah kalimat ( firman ) , dan kalimat itu telah
ada di sisi Allah, dan kalimat itu adalah Allah ... segala sesuatu tercipta
dengan-Nya, dan tanpa dengan-Nya tidak akan pernah tercipta , dan kalimat itu
menjadi jasad dan menyatu diantara kita , dan kami melihat keagungan-Nya
benar-benar agung ... ".
*****
PARA
ULAMA SUFI YANG MENYEBUTKAN HADITS-HADITS NUR MUHAMMAD:
Hadits-hadits
Nur Muhammad terkenal dalam kitab-kitab para ulama sufi. Di antara mereka yang
menyebutkannya adalah sbb :
Ke
1 : Abdul Karim al-Jayli dalam "al-Insan al-Kamil" hal. 13 dan 34.
Ke
2 : Ibnu Hajar al-Haitami dalam "al-Fatawa al-Haditsiyah" hal. 59-60.
Ke
3 : Umar al-Fuuti dalam "Rimah Hizb ar-Rahim" 1/493.
Ke
4 : Hussein Hassan ath-Thomaa’i at-Tijaani dalam "Aqwa al-Adillah wa
al-Burhan" hal. 5.
Ke
5 : Abdul Qadir al-‘Aidrus dalam "an-Nuur as-Safiir" hal. 22.**
====*****====
PARA
ULAMA HADITS YANG MENILAI PALSU-NYA HADITS NUR MUHAMMAD ﷺ:
Diantara
para ulama pakar hadits yang menghukumi kepalsuan hadits Nur Muhammad adalah
sebagai berikut :
Pertama
: Muhammad Jamil Zainu, dia
berkata :
فَهُوَ عِنْدَ أَهْلِ
الْحَدِيثِ مَكْذُوبٌ وَمَوْضُوعٌ وَبَاطِلٌ
Maka
menurut para ahli hadits, hadits tersebut dianggap "dusta (maudhu')" dan
"palsu" serta "bathil". [Lihat: Majmu’ah wa Rasaa’il at-Tawajihaat al-Ilamiyyah
3/458].
Kedua
: Abdul Hamid Handawi dalam
Hamisy kitab Kasyful Khofa 1/302 [cet. Al-Maktabah al-‘Ashriyyah] berkata :
هَذَا الْخَبَرُ مِنَ
الْأَبَاطِيلِ الْمَكْذُوبَةِ الَّتِي وَضَعَهَا الصُّوفِيَّةُ إِثْبَاتًا
لِعَقَائِدِهِمُ الْفَاسِدَةِ.
Hadits
ini termasuk kebohongan yang dibuat-buat oleh para sufi sebagai pembenaran
untuk akidah mereka yang rusak”.
Ketiga
: Abu Syakiib Taqiyuddin al-Hilaly berkata
:
أَنَّهُ مَوْضُوعٌ؛ لَا يَحِلُّ
أَنْ يُنْسَبَهُ أَحَدٌ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَّا مُقَرُونًا
بِبَيَانِ وَضْعِهِ.
"Bahwa
itu adalah hadits yang palsu; tidak boleh ada yang mengaitkannya dengan
Nabi ﷺ kecuali
disertai dengan penjelasan tentang kepalsuan-nya." [ al-Hadiyyatul Hadiyah
Ilaa ath-Thoifah at-Tijaniyyah hal. 80].
Dan
Taqiyuddin al-Hilali berkata pula :
(( وَأَمَّا الحَدِيثُ ( أَوَّلُ مَا خَلَقَ
اللَّهُ نُورِي ) فَقَدْ قَالَ السُّيُوطِيُّ فِي الحَاوِي ج 1 ص 325: لَيْسَ لَهُ
إِسْنَادٌ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ، قَالَ الغُمَارِيُّ فِي المُغِيرِ عَلَى الجَامِعِ
الصَّغِيرِ وَهُوَ حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ، لَوْ ذُكِرَ بِتَمَامِهِ لَمَا شَكَّ
الوَاقِفُ عَلَيْهِ فِي وَضْعِهِ وَبَقِيَّتُهُ تَقَعُ فِي نَحْوِ وَرَقَتَيْنِ
كَبِيرَتَيْنِ مُشْتَمِلَتَيْنِ عَلَى أَلْفَاظٍ رَكِيكَةٍ وَمَعَانٍ مُنْكَرَةٍ
))
"Adapun
hadits 'Yang pertama kali diciptakan Allah adalah cahayaku,' As-Suyuti dalam
'al-Hawi' jilid 1 halaman 325 mengatakan: Tidak ada sanad yang bisa diandalkan.
Al-Ghumari dalam 'al-Mughir 'ala al-Jami' al-Saghir' menyebutkan bahwa ini
adalah hadits palsu. Jika disebutkan secara lengkap, tidak ada keraguan bagi
yang membacanya bahwa hadits ini palsu. Sisanya mencakup sekitar dua halaman
besar yang dipenuhi dengan ungkapan yang lemah dan makna yang buruk."
[Al-Hadiyyatul Haadiyah hal. 70].
Keempat
: Muhammad Abdus Salam Khidhr asy-Syuqairi al-Hawaamidi berkata:
وَمَسْأَلَةُ خَلْقِ كُلِّ
شَيْءٍ مِنْ نُورِ النَّبِيِّ (ﷺ) الَّتِي جَعَلَهَا مَوْضُوعَ خُطْبَتِهِ
السَّخِيفَةِ قَدْ أَوْضَحَهَا وَبَيَّنَ بُطْلَانَ حَدِيثِهَا صَاحِبُ الْمَنَارِ
فِي الْمَجَلَّدِ الثَّامِنِ مِنْ صَفْحَةِ 865، فَقَدْ أَفَاضَ هُنَاكَ وَأَفَادَ
وَأَجَادَ، فَجَزَاهُ اللَّهُ عَنْ تَحْقِيقِ الْخَيْرِ خَيْرَ الْجَزَاءِ.
وَحَدِيثُ "أَوَّلُ مَا
خَلَقَ اللَّهُ نُورَ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ" أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ
وَلَا أَصْلَ لَهُ وَلَيْسَ فِيهِ تَعْظِيمٌ لِلنَّبِيِّ (ﷺ) بَلْ هُوَ مَثَارُ شُبُهَاتٍ
وَشُكُوكٍ فِي الدِّينِ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ
خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ}، قَالَ: {قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ
يُوحَى إِلَيَّ}، وَقَدْ قَالَ مُحَمَّدٌ بْنُ عُثْمَانَ الثَّقَفِيُّ
الْبَصْرِيُّ: وَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِنَّ عَبْدَ الرَّزَّاقِ
كَذَّابٌ أهـ.
بَلَاءٌ آخَر؛ وَشَرٌّ
مُسْتَطِيرٌ.
Dan
masalah penciptaan segala sesuatu dari cahaya Nabi (ﷺ) yang dijadikan sebagai topik khotbahnya
yang konyol telah dijelaskan dan dibuktikan kebohongannya oleh penulis Al-Manar
dalam jilid 8 halaman 865. Dia telah menguraikannya dengan baik dan bermanfaat,
semoga Allah membalasnya dengan balasan terbaik atas upayanya dalam
kebaikan.
Sedangkan
hadits "Yang pertama kali Allah ciptakan adalah cahaya Nabi-Mu, wahai
Jabir" diriwayatkan oleh Abdul Razak, dan tidak ada asalnya, serta tidak
ada dalam hadits tersebut yang menunjukkan pengagungan terhadap Nabi (ﷺ). Sebaliknya,
hadits tersebut menjadi sumber keraguan dan kebimbangan dalam agama.
Allah
berfirman: "Dan Muhammad tidak lain adalah seorang rasul; rasul-rasul
sebelumnya telah berlalu."
Dan
Allah juga berfirman: "Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku."
Dan
Muhammad bin Utsman Ats-Tsaqafi Al-Bashri berkata: "Demi Allah yang tiada
Tuhan selain Dia, sesungguhnya Abdul Razak adalah seorang pendusta."
Ini
adalah malapetaka lainnya; dan sebuah keburukan yang menyebar.
[Sumber
: As-Sunan wal Mubtadi’aat hal. 93].
Kelima : DR. Hisamuddin ‘Afaanah berkata :
"فَحَدِيثُ جَابِرٍ هَذَا المَنْسُوبُ
إِلَى عَبْدِ الرَّزَّاقِ مَوْضُوعٌ لَا أَصْلَ لَهُ وَقَدْ عَزَاهُ غَيْرُ
وَاحِدٍ إِلَى عَبْدِ الرَّزَّاقِ خَطَأً فَهُوَ غَيْرُ مَوْجُودٍ فِي مُصَنَّفِهِ
وَلَا جَامِعِهِ وَلَا تَفْسِيرِهِ. وَمِنَ الَّذِينَ نَسَبُوهُ إِلَى عَبْدِ
الرَّزَّاقِ ابْنُ العَرَبِيِّ الحَاتِمِيُّ فِي "تَلْقِيحِ الأَذْهَانِ"
وَالدِّيَارُ بَكْرِيٌّ فِي كِتَابِ "الخَمِيسِ فِي تَارِيخِ أَنْفَسِ
نَفِيسٍ" وَالعَجْلُونِيُّ فِي "كَشْفِ الخَفَاءِ" وَفِي
"الأَوَائِلِ العَجْلُونِيَّةِ" وَقَالَ السُّيُوطِيُّ فِي الحَاوِي فِي
الفَتَاوَى: أَمَّا حَدِيثُ أَوَّلِيَّةِ النُّورِ المُحَمَّدِيِّ فَلَا يُثْبَتُ.
وَقَدْ حَكَمَ الشَّيْخُ عَبْدُ اللهِ بْنُ الصِّدِّيقِ فِي رِسَالَةِ
"مُرْشِدِ الحَائِرِ لِبَيَانِ وَضْعِ حَدِيثِ جَابِرٍ" عَلَى هَذَا
الحَدِيثِ بِالوَضْعِ وَقَدْ سَبَقَهُ إِلَى ذَلِكَ أَخُوهُ أَحْمَدُ بْنُ
الصِّدِّيقِ فَلْيَتَنَبَّهْ إِلَى ذَلِكَ] شَرْحُ الزُّرْقَانِيِّ عَلَى
المَوَاهِبِ 1/89. وَذَكَرَ الشَّيْخُ الأَلْبَانِيُّ أَنَّهُ بَاطِلٌ.
السِّلْسِلَةُ الصَّحِيحَةُ 459 وَبَيَّنَ بُطْلَانَهُ الشَّيْخُ أَحْمَدُ
الشِّنْقِيطِيُّ فِي رِسَالَتِهِ بِعُنْوَانِ تَنْبِيهِ الحُذَّاقِ عَلَى بُطْلَانِ
مَا شَاعَ بَيْنَ الأَنَامِ مِنْ حَدِيثِ النُّورِ المَنْسُوبِ لِمُصَنَّفِ عَبْدِ
الرَّزَّاقِ".
Hadits
Jabir yang dinisbatkan kepada Abdul Razzaq adalah hadits maudhu' (palsu), dan
tidak ada asal-usulnya. Banyak ulama yang salah menisbatkannya kepada Abdul Razzaq.
Hadits tersebut tidak terdapat dalam "Mushannaf", "Jami'",
maupun "Tafsir" Abdul Razzaq. Di antara ulama yang menisbatkannya
kepada Abdul Razzaq adalah Ibnu Arabi Al-Hatimi dalam kitab "Talaqih
al-Adzhan", Al-Diyar Bakri dalam "Al-Khamis fi Tarikh Anfas
Nafis", dan Al-'Ajluni dalam "Kasyf al-Khafa" serta dalam
"Al-Awa'il Al-'Ajluniyah".
As-Suyuthi
dalam kitab "Al-Hawi" menyatakan bahwa hadits mengenai awal
penciptaan cahaya Muhammad tidak dapat dipastikan keabsahannya.
Syeikh
Abdullah bin Ash-Shiddiq dalam risalah "Murshid al-Ha'ir li Bayan Wad'
Hadits Jabir" telah menilai hadits ini sebagai hadits maudhu'. Sebelumnya,
saudaranya, Ahmad bin Ash-Shiddiq, juga telah menegaskan hal ini. Maka, hal ini
harus diperhatikan". [Penjelasan Az-Zarqani dalam "Syarh
al-Mawahib", jilid 1 halaman 89].
Syeikh
Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini batil dalam kitab "As-Silsilah
As-Shahihah" no. 459. Syeikh Ahmad Asy-Syinqithi juga menjelaskan
kebatilannya dalam risalahnya yang berjudul "Tanbih al-Huddaq 'ala Buthlan
ma Sya'a bayn al-Anam min Hadits an-Nur al-Mansub li Mushannaf Abdul
Razzaq". [ Lihat : Fataawaa DR. Hisam Afanah 18/101]
Keenam : Syeikh Nashiruddin al-Albaani rahimahullah Ta’ala :
Hadits
diatas dinyatakan sebagai hadits palsu oleh al-Albaani dalam adh-Dha’ifah
1/474.
Dan
Syeikh Al-Albani dalam "Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah" 1/820 no.
458 setelah menyebutkan hadits:
(( خُلِقَتِ المَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ
وَخُلِقَ إِبْلِيسُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ وَخُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ
مِمَّا قَدْ وُصِفَ لَكُمْ ))
"Para
malaikat diciptakan dari cahaya, dan Iblis diciptakan dari api yang
menyala-nyala, dan Adam ‘alaihis salam diciptakan dari apa yang telah
dijelaskan kepada kalian" [HR. Muslim 8/226].
Dia
berkata:
(( وَفِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى بُطْلَانِ
الحَدِيثِ المَشْهُور عَلَى أَلْسِنَةِ النَّاسِ: " أَوَّلُ مَا خَلَقَ
اللَّهُ نُورَ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ "، وَنَحْوِهِ مِنَ الأَحَادِيثِ
الَّتِي تَقُولُ بِأَنَّهُ ﷺ خُلِقَ مِنْ نُورٍ، فَإِنَّ هَذَا الحَدِيثَ دَلِيلٌ
وَاضِحٌ عَلَى أَنَّ المَلَائِكَةَ فَقَطْ هُمُ الَّذِينَ خُلِقُوا مِنْ نُورٍ،
دُونَ آدَمَ وَبَنِيهِ، فَتَنَبَّهْ وَلَا تَكُنْ مِنَ الغَافِلِينَ ))
"Ini
menunjukkan kebatilan hadits yang terkenal di kalangan masyarakat: 'Yang
pertama kali diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir,' dan hadits
serupa yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ diciptakan dari cahaya. Karena hadits ini jelas
menunjukkan bahwa hanya malaikat yang diciptakan dari cahaya, bukan Adam dan
keturunannya. Maka perhatikanlah dan janganlah menjadi orang yang lalai."
[Hadits No. 458].
Dan
Syeikh al-Albaani juga berkata :
الحَديثُ المَعروفُ: (أَوَّلُ مَا
خَلَقَ الله نُورُ نَبِيِّكَ يَا جَابِر!) فَنَقولُ: هَذا حَديثٌ لَيسَ لَهُ
أَصْلٌ في كُتُبِ الأُمَّهَاتِ السِّتِّ المَشْهُورَةِ، وَلَا السُّنَنِ
المَعْرُوفَةِ عِندَ أَهْلِ الحَدِيثِ، وَلَا غَيْرِهَا مِمَّا يَبْلُغُ المِئَاتِ
مِنَ الكُتُبِ، فَهَذَا الحَدِيثُ لَيسَ لَهُ أَصْلٌ إِلَّا في أَذْهَانِ
الجُهَّالِ، مِنَ الذِينَ اتَّخَذُوا مَدِيحَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ بِالحَقِّ وَبِالبَاطِلِ مِهْنَةً يَعِيشُونَ مِنْ وَرَائِهَا، فَلَا
يَجُوزُ عِندَ كَثِيرٍ مِنَ العُلَمَاءِ إِثْبَاتُ عَقِيدَةٍ بِحَدِيثٍ صَحِيحٍ،
وَإِنَّمَا يُشْتَرَطُونَ في إِثْبَاتِ العَقِيدَةِ بِأَنْ يَكُونَ الحَدِيثُ
مُتَوَاتِرًا، وَلَا يَكْفِي أَنْ يَكُونَ صَحِيحًا فَقَطْ، وَلَوْ كَانَ لَهُ
طَرِيقَانِ أَوْ ثَلَاثَةٌ، لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ جَاءَ مِنْ عِشْرِينَ
طَرِيقًا، أَي: عَن عِشْرِينَ صَحَابِيًّا؛ حَتَّى تَثْبُتَ العَقِيدَةُ بِذَلِكَ
الحَدِيثِ، وَنَحْنُ وَإِنْ كُنَّا لَا نَتَبَنَّى هَذَا الرَّأْيَ؛ لِأَنَّنَا
لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ مَا جَاءَنَا عَنِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ مِنْ عَقِيدَةٍ وَمَا جَاءَنَا عَنْهُ مِنْ حُكْمٍ، فَكُلُّ ذَلِكَ
يَجِبُ اتِّبَاعُهُ وَالِاسْتِسْلَامُ لَهُ، وَلَكِنَّنَا نَذْكُرُ بِأَنَّ
كَثِيرًا مِنَ العُلَمَاءِ لَمَّا اشْتَرَطُوا التَّوَاتُرَ في الحَدِيثِ الذِي
يُرَادُ إِثْبَاتُ العَقِيدَةِ بِهِ، مَا اشْتَرَطُوا ذَلِكَ إِلَّا حِرْصًا عَلَى
أَلَّا يَعْتَقِدَ المُسْلِمُ مَا قَدْ يَكُونُ وَهَمَ فِيهِ بَعْضُ الرُّوَاةِ،
فَمَعَ الأَسَفِ نَجِدُ جَمَاهِيرَ النَّاسِ اليَوْمَ يَعْتَقِدُونَ عَقَائِدَ
قَامَتْ عَلَى أَحَادِيثَ ضَعِيفَةٍ، بَلْ وَأَحَادِيثَ مَوْضُوعَةٍ، كَهَذَا
الحَدِيثِ: (أَوَّلُ مَا خَلَقَ الله نُورُ نَبِيِّكَ يَا جَابِر!)
لِذَلِكَ فَلَا يَجُوزُ لِلمُسْلِمِ أَنْ يَعْتَقِدَ مِثْلَ هَذِهِ العَقِيدَةِ،
لِعَدَمِ وُرُودِهَا في شَيْءٍ مِنَ الأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ.
Mengenai
hadits yang terkenal ini, yaitu hadits : "Yang pertama kali
diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir!", maka kami
katakan:
‘Hadits
ini tidak memiliki asal dalam enam kitab hadits induk yang terkenal, maupun
dalam sunah-sunah yang dikenal di kalangan ahli hadits, maupun dalam ratusan
kitab lainnya.
Jadi,
hadits ini tidak memiliki asal kecuali dalam pikiran orang-orang goblok yang
menganggap pujian dan sanjungan kepada Nabi ﷺ, baik yang benar maupun yang salah,
sebagai profesi (mata pencaharian) yang mereka bisa hidup dari situ.
Oleh
karena itu, banyak ulama tidak membenarkan penetapan akidah hanya sebatas
dengan hadits sahih saja, akan tetapi mereka mensyaratkan bahwa dalam penetapan
akidah, hadits tersebut harus mutawatir. Tidak cukup hanya dianggap sahih,
meskipun memiliki dua atau tiga jalur. Harus ada dari dua puluh jalur, yaitu
dari dua puluh sahabat, agar akidah dapat ditegakkan melalui hadits tersebut.
Meskipun
kami tidak mengadopsi pendapat ini, karena kami tidak membedakan antara apa
yang datang kepada kami dari Rasulullah ﷺ dalam hal akidah dan apa yang datang kepada kami
dalam hal hukum; semua itu harus diikuti dan diterima.
Namun,
kami ingin mengingatkan bahwa banyak ulama ketika mensyaratkan mutawatir pada
hadits yang ingin digunakan untuk menetapkan akidah, mereka tidak mengharuskan
itu kecuali sebagai bentuk kehati-hatian agar seorang Muslim tidak mempercayai
sesuatu yang mungkin salah di antara beberapa perawi.
Sayangnya,
saat ini banyak orang yang mempercayai akidah yang didasarkan pada
hadits-hadits lemah, bahkan hadits-hadits yang dipalsukan, seperti hadits
ini: "Pertama kali yang diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu,
wahai Jabir!". Oleh karena itu, tidak boleh seorang Muslim meyakini
akidah seperti ini, karena tidak ada dalil yang sah dari hadits yang benar.
[Duruus al-Albaani 4/3]
*****
PERNYATAAN PENULIS :
Penulis
katakan : Keyakinan bahwa Nabi ﷺ diciptakan dari cahaya atau yang dikenal dengan
"hakikat Muhammadiyah" bukanlah bagian dari akidah Ahlus Sunnah wal
Jamaah, melainkan berasal dari akidah Syiah Ismailiyah. Muhammad Ziyad
al-Taklah dalam kitabnya yang berharga *Majmu’ fi Kasyfi Haqiqati al-Juz’i
al-Mafqud* berkata:
وَهَذَا حَدِيثٌ بَاطِلٌ لَا
أَصْلَ لَهُ، لَعَنَ اللَّهُ وَاضِعَهُ، وَفِيهِ مَا هُوَ مُصَادِمٌ لِعِدَّةِ
نُصُوصٍ صَرِيحَةٍ فِي القُرْآنِ الكَرِيمِ وَالسُّنَّةِ الصَّحِيحَةِ فِي
الخَلْقِ وَغَيْرِهِ، وَلَيْسَ فِي شَيْءٍ مِنْ كُتُبِ الإِسْلَامِ مُسْنَدًا.
وَكَانَ مُبْتَدَأُ أَمْرِ
الحَدِيثِ عِنْدَ مُتَقَدِّمِي الإِسْمَاعِيلِيَّةِ البَاطِنِيَّةِ، فَفِي
كُتُبِهِمُ القَدِيمَةِ الكَثِيرُ مِنَ الأَحَادِيثِ المَكْذُوبَةِ فِي أَنَّ
النَّبِيَّ ﷺ وَعَلِيًّا مِنْ نُورِ اللَّهِ، وَأَنَّ الشِّيعَةَ (يَقْصِدُونَ
أَنْفُسَهُمْ) مِنْهُمَا.
"Ini
adalah hadits batil yang tidak memiliki asal-usul, semoga Allah melaknat orang
yang memalsukannya. Hadits ini bertentangan dengan beberapa nash yang jelas
dalam Al-Qur'an dan sunnah yang sahih terkait penciptaan dan hal-hal lainnya,
dan tidak ada dalam salah satu kitab Islam yang memiliki sanad."
Permulaan
penyebaran hadits ini terjadi pada kelompok awal Ismailiyah Bathiniyah. Dalam
kitab-kitab mereka yang lama, terdapat banyak hadits palsu yang menyatakan
bahwa Nabi ﷺ dan Ali berasal dari cahaya Allah, dan bahwa Syiah
(yang mereka maksud adalah diri mereka sendiri) berasal dari keduanya. (Lihat
*Usul al-Isma'iliyah* karya Dr. Sulaiman bin Abdullah as-Salluumi 2/459).
Di
antara yang menyebutkan sumber hadits yang mirip dengan ini adalah Ali bin
Muhammad bin al-Walid al-Ismaili al-Bathini (wafat 612 H) dalam kitabnya *Taaj
al-Aqa'id* (hal. 54, sebagaimana disebutkan dalam *Risalah al-‘Athaaya /رِسَالَةُ العَطَايَا*), tetapi dengan lafaz yang berbeda, yaitu:
"إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَنِي
وَعَلِيًّا نُورًا بَيْنَ يَدَيْ العَرْشِ، نُسَبِّحُ اللَّهَ وَنُقَدِّسُهُ
قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ، فَلَمَّا خَلَقَ آدَمَ أَسْكَنَنَا
فِي صُلْبِهِ، ثُمَّ نَقَلَنَا مِنْ صُلْبٍ طَيِّبٍ إِلَى بَاطِنٍ طَاهِرٍ، لَا
تَحْتَكُّ فِينَا عَاهَةٌ، حَتَّى أَسْكَنَنَا صُلْبَ إِبْرَاهِيمَ، ثُمَّ
نَقَلَنَا مِنَ الأَصْلَابِ الطَّاهِرَةِ إِلَى الأَرْحَامِ الزَّكِيَّةِ، لَا
يَمَسُّنَا عَارُ الجَاهِلِيَّةِ، حَتَّى أَسْكَنَنَا صُلْبَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ،
ثُمَّ افْتَرَقَ النُّورُ مِنْ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ثَلاثًا، ثُلُثَانِ فِي عَبْدِ
اللَّهِ، وَثُلُثٌ فِي أَبِي طَالِبٍ، فَخَرَجْتُ مِنْ ظَهْرِ عَبْدِ اللَّهِ،
وَخَرَجَ عَلِيٌّ مِنْ ظَهْرِ أَبِي طَالِبٍ، ثُمَّ اجْتَمَعَ النُّورُ مِنِّي
وَمِنْ عَلِيٍّ فِي فَاطِمَةَ، فَخَرَجَ مِنْهَا الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ، فَهُمَا
نُورَانِ مِنْ نُورِ رَبِّ الْعَالَمِينَ"!
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala menciptakan aku dan Ali sebagai cahaya di depan 'Arsy. Kami
bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya sebelum Allah menciptakan Adam selama
dua ribu tahun.
Ketika
Allah menciptakan Adam, Dia menempatkan kami di dalam sulbinya (tulang
rusuknya), kemudian memindahkan kami dari sulbi yang baik ke dalam rahim yang
suci, sehingga kami tidak terpengaruh oleh cacat apa pun, sampai Allah
menempatkan kami di sulbi Ibrahim.
Kemudian
Allah memindahkan kami dari sulbi-sulbi yang suci ke rahim-rahim yang bersih,
kami tidak terpengaruh oleh noda jahiliah, hingga Allah menempatkan kami di
sulbi Abdul Muttalib.
Kemudian
cahaya itu terbagi dari Abdul Muththalib menjadi tiga bagian, dua pertiga
berada di dalam Abdullah, dan sepertiga di dalam Abu Thalib.
Aku
muncul dari sulbi Abdullah, dan Ali muncul dari sulbi Abu Thalib. Lalu cahaya
itu bertemu dari diriku dan dari Ali pada Fatimah, kemudian lahirlah dari
Fatimah Hasan dan Husain. Mereka berdua adalah cahaya dari cahaya Tuhan semesta
alam!".
Kemudian,
hadits Bathiniyah (kebatinan) ini diterima oleh Ibnu Arabi al-Hatimi
al-Andalusi, penganut paham *Wahdatul Wujud* (wafat 638 H) —yang memiliki
pandangan Batiniyah dalam kepercayaan, sebagaimana disebutkan oleh muridnya
yang juga penduduk sekitarnya, Al-Hafidz Ibnu Masdi— dan dia menyebutkannya
dengan lafaz panjang dalam *Talqih al-Adzhaan / تَلْقِيحُ
الأَذْهَانِ *
(sebagaimana disebutkan dalam *Irsyad al-Haa’ir /إِرْشَادُ
الحَائِرِ*, dan
diriwayatkan oleh al-Himyari dari manuskrip *at-Talqiih* 128/أ), dan
dalam *Al-Futuhaat al-Makkiyah* (1/119, sebagaimana disebutkan dalam *Risalah
al-Athaaya*).
Abdullah
al-Ghumari dalam *Ishlah Abyat al-Burdah* (hal. 75) berkata:
"وَأَوَّلُ مَنْ شَهَرَ هَذَا الحَدِيثِ
ابْنُ الْعَرَبِيِّ الْحَاتِمِيُّ، فَلَا أَدْرِي عَمَّنْ تَلَقَّاهُ! وَهُوَ
ثِقَةٌ، فَلَا بُدَّ أَنْ أَحَدَ الْمُتَصَوِّفَةِ الْمُتَزَهِّدِينَ
وَضَعَهُ".
"Orang
pertama yang mempopulerkan hadits ini adalah Ibnu Arabi al-Hatimi. Saya tidak
tahu dari siapa dia menerimanya, padahal dia seorang yang tepercaya. Jadi,
kemungkinan besar salah satu sufi yang penuh zuhud telah memalsukannya."
Kemudian,
hadits ini menyebar dalam kitab-kitab tasawuf, syiah, dan siirah yang datang
lebih belakangan tanpa sanad, tentu saja!
Yang
paling parah, salah satu dari orang-orang belakangan yang tidak memiliki
penguasaan ilmu hadits, dia melakukan kesalahan dengan merujuknya dari riwayat
Imam Abdur Razak.
Abu
Utsman dalam artikelnya "الِاسْتِدْلَالُ بِحَدِيثِ أَوَّلِ
مَا خَلَقَ اللَّهُ نُورَ نَبِيِّكَ يَا جَابِرَ" berkata :
" وَأَقْدَمُ مَن وَقَفْتُ عَلَيْهِ
عَزَاهُ لَهُ: القَسْطَلَانِيُّ فِي الْمَوَاهِبِ اللَّدُنِّيَّةِ (1/46) -
بَيْنَمَا ذَكَرَ الْغُمَارِيُّ أَنَّ السُّيُوطِيَّ عَزَاهُ لَهُ فِي
الْخَصَائِصِ، وَلَمْ أَهْتَدِ لَهُ فِيهِ - وَسَوَاءً كَانَ هَذَا أَوْ ذَاكَ،
فَهُمَا تَوَفَّيَا فِي الْقَرْنِ الْعَاشِرِ، وَلَمْ يَذْكُرَا إِسْنَادَ عَبْدِ
الرَّزَّاقِ.
ثُمَّ جَاءَ الْعَجَلُونِيُّ
فِي الْقَرْنِ الثَّانِي عَشَرَ وَعَزَاهُ فِي كَشْفِ الْخَفَاءِ (1/311) وَفِي
الأَوَائِلِ الأَرْبَعِينَ (19) لِعَبْدِ الرَّزَّاقِ، وَنَصَّ فِي الْأَرْبَعِينَ
أَنَّهُ لَمْ يَقِفْ عَلَى إِسْنَادِهِ تَبَعًا لِلْقَسْطَلَانِيِّ؛ الَّذِي
ذَكَرَهُ بِلَا سَنَدٍ.
ثُمَّ تَنَاقَلَ
الْمُتَأَخِّرُونَ هَذَا الْعَزْوَ بَعْضُهُمْ مِن بَعْضٍ دُونَ نَظَرٍ وَلَا
تَحْقِيقٍ؛ حَتَّى وَصَلَ الْأَمْرُ إِلَى أَسَافِلِ الْمُجْرِمِينَ فَأَحَبُّوا
أَنْ يُلَفِّقُوا جُزْءًا يُدَسُّوهُ فِيهِ وَيَنْسِبُوهُ لِلْمُصَنِّفِ! فَكَانَ
ذَٰلِكَ قِصَّةَ ظُهُورِ مُصَنِّفِ الْحَمِيرِيِّ هَذَا، وَالْعِيَاذُ بِاللَّهِ
)) [ص 100 – 103]
Dan
orang paling awal yang saya temui menyebutkannya adalah Al-Qasthalani dalam
*Al-Mawahib al-Laduniyyah* (1/46) - sementara Al-Ghumari menyebutkan bahwa
Asy-Suyuthi merujuknya dalam *Al-Khashooish /الْخَصَائِصُ*, tetapi saya tidak menemukan referensi
tersebut di sana. Baik ini atau itu, keduanya meninggal pada abad kesepuluh,
dan tidak menyebutkan sanad Abdul Razak.
Kemudian,
Al-‘Ajluni datang pada abad kedua belas dan merujuknya dalam *Kasyful Khofa*
(1/311) dan dalam *Al-Awaa’il al-Arba'in* (19) kepada Abdul Razak, dan
menegaskan dalam *Al-Arba'in* bahwa ia tidak menemukan sanadnya, dia hanya
mengikuti jejak Al-Qasthalani; yang menyebutkannya tanpa sanad.
Kemudian,
orang-orang belakangan menyalin rujukan ini satu sama lain tanpa
mempertimbangkan atau menyelidiki; hingga sampai kepada golongan terendah dari
para penjahat yang ingin menyisipkan bagian yang mereka buat sendiri dan
mengaitkannya kepada penulis! Maka itulah kisah munculnya penulis Al-Himyari
ini, semoga Allah melindungi kita. [hal. 100–103]
====*****====
HADITS NUR MUHAMMAD BERTENTANGAN DENGAN AL-QUR’AN DAN HADITS SHAHIH.
Hadits
: "Nur Nabimu, Ya Jabir" adalah Hadits Palsu dan Dusta.
Ada
sebuah kaidah dalam Ilmu Hadits bahwa syarat sebuah hadits agar dapat dianggap
sahih adalah bahwa perawinya harus dari orang-orang yang adil dan dapat
dipercaya, dan tidak boleh ada penyimpangan atau cacat, serta hadits tersebut
tidak boleh bertentangan dengan ayat Al-Qur'an atau hadits yang disepakati
keshahihan-nya, dan tidak boleh ada kelemahan dalam bahasa Arabnya. Ini adalah
syarat untuk menetapkan bahwa hadits itu shahih.
Hadits
Jabir bertentangan dengan hadits shahih, di mana Rasulullah ﷺ bersabda:
« كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُن شَيءٌ غَيْرَهُ
وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ … »
"Allah
adalah telah ada dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, dan Arsy-Nya ada di
atas air…" (hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Al-Baihaqi, dan
lainnya).
Hadits
ini secara tegas menyatakan bahwa hanya Allah yang ada di masa awal dan tidak
ada selain-Nya, dan bahwa yang pertama kali diciptakan Allah adalah air, bukan Nur Muhammad.
Hadits
Nur Muhammad juga bertentangan dengan ayat al-Qur’an:
﴿ قُلْ إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِثلُكُمْ ﴾
"Katakanlah,
sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian" (QS. Al-Kahf, ayat 110).
Yang
berarti bahwa Rasulullah ﷺ diciptakan dari air mani kedua orang tuanya.
Dan
ayat berikut ini:
﴿ وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ
بَشَراً فَجَعَلَهُ نَسَباً وَصِهْراً وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيراً ﴾
"Dia
lah yang menciptakan manusia dari air, lalu menjadikannya bersaudara dan
menikah, dan Rabb-Mu adalah Maha Kuasa" (Surah Al-Furqan, ayat 54)
Ini
adalah bukti jelas bahwa manusia diciptakan dari air dan bahwa Rasulullah ﷺ adalah
seorang manusia.
Hadits
palsu, "Nur Nabimu, Ya Jabir," diriwayatkan oleh seseorang yang
bernama Al-Ajluni, yang bukan termasuk dalam para huffaadz hadits.
Para
ulama hadits telah memutuskan bahwa hadits ini adalah hadits yang dianggap
palsu dan dusta.
Al-Hafidz
As-Suyuthi memutuskan bahwa hadits ini tidak sahih. Dan Al-Hafidz Ahmad
Al-Ghumari Al-Maghribi, yang merupakan salah satu huffaadz hadits, berkata:
« هَذَا الْحَدِيثُ مَوْضُوعٌ وَجَدِيرٌ أَنْ
يَكُونَ مَوْضُوعًا لِأَنَّهُ مُخَالِفٌ لِلنَّصِّ الصَّحِيحِ وَلِأَنَّ فِيهِ
رَكَاكَةً وَالرَّسُولُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لَا يَتَكَلَّمُ
بِكَلَامٍ رَكِيكٍ ».
"Hadits
ini adalah hadits palsu. Dan pantas untuk dianggap sebagai hadits palsu karena
bertentangan dengan nash yang shahih dan karena adanya kelemahan dan kerendahan
dalam bahasanya, dan Rasulullah ﷺ tidak berbicara dengan kata-kata yang lemah dan
rendahan".
Kelemahan
tersebut terlihat jelas dari ungkapan yang mengatakan :
(أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ نُورُ نَبِيِّكَ
يَا جَابِرُ)
"Yang
pertama kali diciptakan Allah adalah Nur Nabimu, Ya Jabir."
Apa
artinya ini? Artinya, menurut anggapannya, bahwa yang pertama kali diciptakan
Allah adalah Nur Nabi. Kemudian dia berkata :
(خَلَقَهُ اللَّهُ مِنْ نُورِهِ قَبْلَ
الأَشْيَاءِ)
"Allah
menciptakannya dari Nur-Nya sebelum segala sesuatu,"
Dengan
demikian maknanya, menurut anggapannya, ada Nur yang diciptakan sebelum Nur
Muhammad sehingga dari Nur tersebut diciptakan Nur Muhammad. Karena jika (dari
Nur-Nya) dikembalikan kepada kepemilikan, yaitu bahwa ia diciptakan dari Nur
yang diciptakan Allah, maka itu berarti Nur Muhammad bukanlah yang pertama kali
diciptakan Allah, melainkan yang pertama kali diciptakan Allah adalah Nur yang
dijadikan sebagai Nur Muhammad. Ini merupakan penyangkalan terhadap kalimat
pertama "Yang pertama kali diciptakan Allah adalah Nur Nabimu, Ya
Jabir."
Jadi,
ini adalah kelemahan yang nyata yang tidak layak diucapkan oleh
Rasulullah ﷺ. Dan tidak layak bagi Rasulullah ﷺ untuk bertentangan dalam ucapannya, serta tidak
boleh dalam ucapan beliau yang bertentangan dengan Al-Qur'an. Dengan demikian,
hadits "Nur Nabimu, Ya Jabir" adalah hadits palsu dan dusta.
Hadits
:
"أَوَّلُ مَا خَلَقَ الله نُورُ
نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ، خَلَقَهُ الله مِن نُورِهِ قَبْلَ الأَشْيَاءِ"
"Pertama
yang diciptakan Allah adalah cahaya Nabi-mu, wahai Jabir, Allah menciptakannya
dari cahaya-Nya sebelum segala sesuatu"
Ini
adalah ungkapan yang lemah dan rendahan (رَكِيكٌ،
وَالرَّكَاكَةُ).
Kelemahan ungkapan ini, menurut para ahli hadits, adalah tanda bahwa hadits
tersebut palsu, karena Rasulullah ﷺ tidak pernah berbicara dengan kata-kata yang lemah
dan rendahan maknanya.
Ungkapan lemah dan rendahan dalam hadits ini terletak pada kalimat pertama: "Yang pertama diciptakan Allah adalah cahaya Nabi-mu".
Ungkapan ini menjadikan cahaya
Nabi sebagai yang pertama di antara seluruh dunia dan makhluk secara mutlak.
Selanjutnya,
kalimat : "Allah menciptakannya dari cahaya-Nya sebelum segala
sesuatu" jika dianggap bahwa makna "dari cahaya-Nya" adalah
cahaya yang diciptakan oleh Allah, dengan tambahan bahwa ini adalah tambahan
kepemilikan dan bukan tambahan sifat kepada yang disifatkan, maka makna yang
terkandung adalah bahwa yang pertama dari makhluk adalah cahaya Allah tersebut, bukan
cahaya Muhammad ﷺ.
Ini
bertentangan dengan kalimat pertama, karena kalimat pertama menunjukkan bahwa
cahaya Muhammad adalah yang pertama di antara seluruh makhluk secara mutlak,
sedangkan kalimat "Allah menciptakannya dari cahaya-Nya sebelum segala
sesuatu" menunjukkan bahwa yang pertama dari makhluk adalah cahaya yang
diciptakan dari cahaya Muhammad, yang datang setelah cahaya Allah tersebut ada.
Adapun
jika dianggap bahwa tambahan "dari cahaya-Nya" adalah tambahan sifat
kepada yang disifatkan, maka maknanya adalah bahwa Muhammad adalah bagian dari
sifat Allah. Ini adalah pernyataan yang menunjukkan bahwa Allah terdiri dari bagian-bagian. Dan
Allah Ta'ala Maha Suci dari segala bentuk pembagian, penyusunan, dan
penguraian, serta ini adalah kekufuran (yakni pernyataan adanya bagian-bagian
bagi Allah).
Dalam
hal ini, jika diartikan demikian, akan ada pernyataan bahwa Allah
terpecah-pecah, yang bertentangan dengan konsep tauhid, karena Allah adalah
satu dalam zat dan sifat-Nya. Dengan demikian, sifat-Nya bukanlah sifat bagi
selain-Nya, melainkan sifat-Nya adalah tetap bagi-Nya, dan tidak menjadi asal muasal bagi yang lainnya, sebagaimana telah dijelaskan oleh para ahli tauhid dalam
karya-karya kitab mereka.
Kemudian,
hadits ini bertentangan dengan dua hadits sahih. Salah satunya adalah hadits
Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Hibban, di mana Abu Hurairah
berkata:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ
إِنِّي إِذَا رَأَيْتُكَ طَابَتْ نَفْسِي وَقَرَّتْ عَيْنِي فَأَنَبِئْنِي عَنْ
كُلِّ شَيْءٍ. قَالَ: « إِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ مِنَ الْمَاءِ».
"Saya
bertanya, wahai Rasulullah, ketika saya melihatmu, jiwaku merasa tenang dan
mataku merasa puas, maka beritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu."
Rasulullah ﷺ menjawab, "Sesungguhnya Allah menciptakan
segala sesuatu dari air."
[Diriwayatkan
oleh Ahmad (7932) dengan lafaz tersebut, dan oleh Al-Bazzar (9547) secara
ringkas, serta oleh Ibnu Hibban (2559) dengan sedikit perbedaan. Di hukumi
shahih oleh Ibnu Hibban dan Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad].
Pertanyaan
Abu Hurairah tentang asal mula dunia yang diciptakan dari apa ?
Rasulullah ﷺ menjawab bahwa itu adalah air. Hadits ini sahih.
Hadits
lainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok anak-anak sahabat dari
ayah-ayah mereka, dari Rasulullah ﷺ:
« إِنَّ اللّهَ تَعَالَى لَمْ يَخْلُقْ
شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاء »
"Sesungguhnya
Allah tidak menciptakan sesuatu pun sebelum air."
Hadits
ini disebutkan oleh Al-Hafizh Ibn Hajar sebagai hadits yang sahih atau hasan
dalam Syarah Sahih Bukhari, dalam kitab Tauhid ketika menyebutkan hadits:
« كَانَ اللّهُ وَلَمْ يَكُن شَيْءٌ غَيْرُهُ
وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء »
"Allah
ada dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya, dan Arsy-Nya berada di atas
air."
Hadits
ini dapat dianggap sebagai hadits ketiga yang menunjukkan bahwa air adalah asal
mula segala sesuatu.
Selanjutnya,
keutamaan bukanlah pada urutan keberadaan, yaitu keberadaan makhluk yang satu
lebih dahulu dari yang lain, tetapi keutamaan itu adalah karena pilihan Allah.
Meskipun air memiliki status sebagai yang pertama, tidak dapat dikatakan bahwa
ia adalah makhluk yang paling utama. Adapun Rasulullah ﷺ adalah
makhluk yang paling utama tanpa harus menjadi yang pertama dalam penciptaan,
baik dari segi fisiknya maupun cahaya-Nya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
Al-Busiri:
فَمَبْلَغُ الْعِلْمِ فِيهِ
أَنَّهُ بَشَرٌ *** وَأَنَّهُ خَيْرُ خَلْقِ اللَّهِ كُلَّهُمْ
"Sebatas pengetahuan tentangnya adalah bahwa
ia adalah seorang manusia. *** Dan ia adalah makhluk terbaik di antara seluruh
ciptaan Allah."
Dan
terkait dengan hadits yang dibicarakan ini, adalah apa yang diucapkan oleh
sebagian muadzin di tanah Syam setelah adzan dengan suara keras :
"الصَّلاةُ والسَّلامُ عَلَيْكَ يا
أَوَّلَ خَلْقِ اللهِ وَيا خَاتَمَ رُسُلِ اللهِ".
"Shalawat
dan salam atasmu, wahai yang pertama diciptakan Allah dan wahai yang terakhir
dari para rasul Allah."
Jika
saja mereka mengatakan :
"الصَّلاةُ والسَّلامُ عَلَيْكَ يا
خَاتَمَ رُسُلِ اللهِ"
"Shalawat
dan salam atasmu, wahai yang terakhir dari para rasul Allah", maka ini
adalah yang benar.
Dan
di antara yang bathil yang bertentangan dengan nash Al-Qur'an dan hadits adalah
ucapan sebagian penyanyi gambus Mesir :
"رَبِّي خَلَقَ طَهَ مِن
نُّور"
"Tuhanku
menciptakan Thoha dari cahaya".
Ini
tidak benar ; karena ini jelas bertentangan dengan firman Allah :
﴿ قُلْ إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِثلُكُمْ ﴾
"Katakanlah
(wahai Muhammad), sesungguhnya aku adalah manusia , sama seperti kalian"
[Surat Al-Kahf Ayat 110]
Serta
firman-Nya :
﴿ وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ
بَشَراً فَجَعَلَهُ نَسَباً وَصِهْراً وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيراً ﴾
"Dan
Dia-lah yang menciptakan dari air seorang manusia, lalu Dia menjadikannya berkeluarga
dan bersaudara. Dan Tuhanmu Maha Kuasa" [Surat Al-Furqan Ayat 54].
*****
PERNYATAAN SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH :
Syeikhul
Islam Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya:
Apakah Nabi ﷺ diciptakan dari cahaya?
Ia
menjawab:
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُلِقَ مِمَّا يُخْلَقُ مِنْهُ الْبَشَرُ؛ وَلَمْ
يُخْلَقْ أَحَدٌ مِنْ الْبَشَرِ مِنْ نُورٍ؛ بَلْ قَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: ﴿إنَّ
اللَّهَ خَلَقَ الْمَلَائِكَةَ مِنْ نُورٍ؛ وَخَلَقَ إبْلِيسَ مِنْ مَارِجٍ مِنْ
نَارٍ؛ وَخَلَقَ آدَمَ مِمَّا وَصَفَ لَكُمْ﴾ وَلَيْسَ تَفْضِيلُ بَعْضِ
الْمَخْلُوقَاتِ عَلَى بَعْضٍ بِاعْتِبَارِ مَا خُلِقَتْ مِنْهُ فَقَطْ؛ بَلْ قَدْ
يُخْلَقُ الْمُؤْمِنُ مِنْ كَافِرٍ؛ وَالْكَافِرُ مِنْ مُؤْمِنٍ؛ كَابْنِ نُوحٍ
مِنْهُ وَكَإِبْرَاهِيمَ مِنْ آزَرَ؛ وَآدَمُ خَلَقَهُ اللَّهُ مِنْ طِينٍ:
فَلَمَّا سَوَّاهُ؛ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ؛ وَأَسْجَدَ لَهُ الْمَلَائِكَةَ؛
وَفَضَّلَهُ عَلَيْهِمْ بِتَعْلِيمِهِ أَسْمَاءَ كُلِّ شَيْءٍ وَبِأَنْ خَلَقَهُ
بِيَدَيْهِ؛ وَبِغَيْرِ ذَلِكَ. فَهُوَ وَصَالِحُو ذُرِّيَّتِهِ أَفْضَلُ مِنْ
الْمَلَائِكَةِ؛ وَإِنْ كَانَ هَؤُلَاءِ مَخْلُوقِينَ مِنْ طِينٍ؛ وَهَؤُلَاءِ
مِنْ نُورٍ.
وَإِنَّمَا يَظْهَرُ فَضْلُهُمْ
إذَا دَخَلُوا دَارَ الْقَرَارِ: ﴿وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ
كُلِّ بَابٍ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ﴾
وَالْآدَمِيُّ خُلِقَ مِنْ
نُطْفَةٍ؛ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ؛ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ انْتَقَلَ مَنْ صِغَرٍ
إلَى كِبَرٍ ثُمَّ مِنْ دَارٍ إلَى دَارٍ فَلَا يَظْهَرُ فَضْلُهُ وَهُوَ فِي
ابْتِدَاءِ أَحْوَالِهِ؛ وَإِنَّمَا يَظْهَرُ فَضْلُهُ عِنْدَ كَمَالِ
أَحْوَالِهِ؛ بِخِلَافِ الْمَلَكِ الَّذِي تَشَابَهَ أَوَّلُ أَمْرِهِ وَآخِرِهِ
....
وَسَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ هُوَ
مُحَمَّدٌ - صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - آدَمَ فَمَنْ دُونَهُ
تَحْتَ لِوَائِهِ - قَالَ صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ﴿إنِّي
عِنْدَ اللَّهِ لَمَكْتُوبٌ خَاتَمُ النَّبِيِّينَ وَإِنَّ آدَمَ لَمُنْجَدِلٌ فِي
طِينَتِهِ﴾ أَيْ كُتِبَتْ نُبُوَّتِي وَأُظْهِرَتْ لَمَّا خُلِقَ آدَمَ قَبْلَ
نَفْخِ الرُّوحِ فِيهِ كَمَا يَكْتُبُ اللَّهُ رِزْقَ الْعَبْدِ وَأَجَلَهُ
وَعَمَلَهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ إذَا خُلِقَ الْجَنِينُ قَبْلَ نَفْخِ الرُّوحِ
فِيهِ …
وَأَمَّا إذَا حَصَلَ فِي
ذَلِكَ غُلُوٌّ مِنْ جِنْسِ غُلُوِّ النَّصَارَى بِإِشْرَاكِ بَعْضِ
الْمَخْلُوقَاتِ فِي شَيْءٍ مِنْ الرُّبُوبِيَّةِ كَانَ ذَلِكَ مَرْدُودًا غَيْرَ
مَقْبُولٍ؛ فَقَدْ صَحَّ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ:
﴿لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ
النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا: عَبْدُ
اللَّهِ وَرَسُولُهُ﴾ [متفق عليه، «البخاري» برقم(3445) و«مسلم» برقم
(1691) ].
وَقَدْ قَالَ تَعَالَى. ﴿يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ
إلَّا الْحَقَّ إنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ
وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إنَّمَا اللَّهُ
إلَهٌ وَاحِدٌ﴾
وَاَللَّهُ قَدْ جَعَلَ لَهُ
حَقًّا لَا يُشْرِكُهُ فِيهِ مَخْلُوقٌ فَلَا تَصْلُحُ الْعِبَادَةُ إلَّا لَهُ
وَلَا الدُّعَاءُ إلَّا لَهُ وَلَا التَّوَكُّلُ إلَّا عَلَيْهِ وَلَا الرَّغْبَةُ
إلَّا إلَيْهِ وَلَا الرَّهْبَةُ إلَّا مِنْهُ وَلَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا
مِنْهُ إلَّا إلَيْهِ وَلَا يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إلَّا هُوَ وَلَا يُذْهِبُ
السَّيِّئَاتِ إلَّا هُوَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِهِ
﴿وَلَا تَنفَعُ الشَّفَاعَةُ
عِندَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ﴾ [سبأ:23].
﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِنْدَهُ إلَّا بِإِذْنِهِ﴾ .
﴿إنْ كُلُّ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا﴾
﴿لَقَدْ أَحْصَاهُمْ
وَعَدَّهُمْ عَدًّا﴾
﴿وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَرْدًا﴾
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَائِزُونَ﴾
فَجَعَلَ الطَّاعَةَ لِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ وَجَعَلَ الْخَشْيَةَ وَالتَّقْوَى لِلَّهِ وَحْدَهُ وَكَذَلِكَ فِي
قَوْلِهِ:
﴿وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا
آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ
مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إنَّا إلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ﴾
فَالْإِيتَاءُ لِلَّهِ
وَالرَّسُولِ. وَأَمَّا التَّوَكُّلُ فَعَلَى اللَّهِ وَحْدَهُ وَالرَّغْبَةُ إلَى
اللَّهِ وَحْدَهُ". انتهىٰ من «مجموع فتاوىٰ شيخ الإسلام» (11/94-99) بتصرف.
"Nabi ﷺ diciptakan
dari apa yang diciptakan dari manusia, dan tidak ada seorang pun dari manusia
yang diciptakan dari cahaya.
Bahkan,
telah ada ketetapan dalam hadits sahih dari Nabi ﷺ bahwa ia berkata:
«إنَّ اللهَ خَلَقَ المَلائِكَةَ مِن نُورٍ،
وَخَلَقَ إِبْلِيسَ مِن مَارِجٍ مِن نَارٍ، وَخَلَقَ آدَمَ مِمَّا وَصَفَ لَكُمْ»
'Sesungguhnya
Allah menciptakan para malaikat dari cahaya, dan menciptakan Iblis dari api
yang sangat panas, dan menciptakan Adam dari apa yang telah dijelaskan kepada
kalian.'
Dan
tidak ada keutamaan sebagian makhluk atas sebagian yang lain hanya berdasarkan
apa yang diciptakan darinya; tetapi bisa jadi orang beriman diciptakan dari
orang kafir, dan orang kafir diciptakan dari orang beriman, seperti putra Nuh,
dan seperti Ibrahim dari Azar. Adam diciptakan Allah dari tanah, kemudian
ketika Dia menyempurnakannya, Dia meniupkan ruh-Nya ke dalamnya, dan para
malaikat sujud kepadanya, dan Dia mengutamakannya atas mereka dengan
mengajarinya nama-nama segala sesuatu, dan dengan menciptakannya dengan
tangan-Nya, dan hal-hal lainnya.
Oleh
karena itu, ia dan keturunan yang saleh lebih baik daripada para malaikat,
meskipun yang ini diciptakan dari tanah, dan yang itu diciptakan dari cahaya...
Dan keutamaan mereka akan tampak ketika mereka memasuki tempat kembali.
Allah
berfirman: 'Dan para malaikat masuk menemui mereka dari setiap pintu, Salamun
‘alaikum bima sabartum fani'ma ‘uqba ad-dar.' [QS. Ar-Ra'd : 23-24].
Dan
manusia diciptakan dari air mani, kemudian dari segumpal daging, kemudian dari
segumpal darah, lalu berpindah dari kecil menjadi besar, kemudian dari satu
tempat ke tempat yang lain, jadi keutamaannya tidak tampak ketika ia masih
dalam tahap awal, tetapi keutamaannya akan tampak ketika ia mencapai tahap
kesempurnaan, berbeda dengan malaikat yang awal dan akhirnya serupa..."
Dan
penghulu anak-anak Adam adalah Muhammad ﷺ. Adam dan yang selainnya berada di bawah
panjinya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya
aku di sisi Allah telah tertulis sebagai penutup para nabi, sementara Adam masih
terbaring dalam tanah liatnya." Artinya, kenabianku telah tertulis dan
ditetapkan ketika Adam diciptakan, sebelum ditiupkan ruh kepadanya, sebagaimana
Allah menuliskan rezeki, ajal, amal perbuatan, dan apakah seseorang akan celaka
atau bahagia ketika janin diciptakan, sebelum ditiupkan ruh kepadanya...
Dan
adapun jika terjadi sikap berlebihan seperti berlebihannya kaum Nasrani yang
menjadikan sebagian makhluk sebagai sekutu dalam hal rububiyah, maka hal itu
tertolak dan tidak diterima. Karena telah shahih dari Rasulullah ﷺ bahwa
beliau bersabda:
"Jangan
kalian menyanjungku seperti kaum Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku
hanyalah hamba, maka katakanlah: 'Hamba Allah dan Rasul-Nya'" (Muttafaqun
'Alaih, diriwayatkan oleh Bukhari nomor 3445 dan Muslim nomor 1691).
Dan
Allah berfirman:
"Wahai
Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra
Maryam, hanyalah Rasul Allah dan (tercipta dari) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (diciptakan dengan) ruh dari-Nya. Maka
berimanlah kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan janganlah kalian mengatakan
'tiga'. Berhentilah, itu lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya Allah adalah
Tuhan yang Maha Esa" (QS. An-Nisa' [4]: 171).
Allah
telah memberikan hak kepada-Nya yang tidak boleh disekutukan oleh makhluk mana
pun. Ibadah hanya untuk-Nya, doa hanya untuk-Nya, tawakal hanya kepada-Nya,
harapan hanya kepada-Nya, rasa takut hanya kepada-Nya, dan tidak ada tempat
berlindung dan keselamatan kecuali kepada-Nya. Tidak ada yang membawa kebaikan
kecuali Dia, tidak ada yang menghapus keburukan kecuali Dia, dan tidak ada daya
dan kekuatan kecuali dengan-Nya.
Allah
Ta’ala berfirman : "Dan tidak berguna syafaat di sisi-Nya kecuali bagi
orang yang Dia izinkan" (QS. Saba' [34]: 23).
Dan
Allah Ta’ala berfirman : "Siapa yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya
tanpa izin-Nya?" (QS. Al-Baqarah [2]: 255).
Dan
Allah Ta’ala berfirman : "Tiada seorang pun di langit dan di bumi kecuali
akan datang kepada Tuhan yang Maha Pengasih sebagai hamba" (QS. Maryam
[19]: 93).
Dan
Allah Ta’ala berfirman : "Sesungguhnya Dia telah menghitung mereka dan
menghitung mereka dengan hitungan yang teliti" (QS. Maryam [19]:
94).
Dan
Allah Ta’ala berfirman : "Dan setiap dari mereka akan datang kepada-Nya
pada hari kiamat dalam keadaan sendiri-sendiri" (QS. Maryam [19]:
95).
Dan
Allah Ta’ala berfirman: "Barang siapa yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung" (QS. An-Nur [24]: 52).
Maka
Allah menjadikan ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya, serta rasa takut dan takwa
hanya untuk Allah semata.
Demikian
pula dalam firman-Nya: "Dan jika mereka ridha dengan apa yang diberikan
Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, serta berkata, 'Cukuplah Allah bagi kami,
Dia akan memberikan kepada kami dari karunia-Nya dan Rasul-Nya. Sesungguhnya
kami hanya berharap kepada Allah'" (QS. At-Taubah [9]: 59).
Maka
pemberian adalah dari Allah dan Rasul-Nya, tetapi tawakal hanya kepada Allah
saja, dan harapan hanya kepada Allah semata."
(Selesai
kutipan dari *Majmu' Fatawa Syeikhul Islam* 11/94-99 dengan penyesuaian).
******
PERNYATAAN SYEIKH YUSUF AL-QARADHAWI:
===
PERTANYAAN:
هَلْ صَحِيحٌ أَنَّ النَّبِيَّ
عَلَيْهِ السَّلَامُ أَوَّلُ خَلْقِ اللهِ؟ وَأَنَّهُ خُلِقَ مِنْ نُورٍ؟ نَرْجُو
رَأْيَكُمْ مُؤَيَّدًا بِالأَدِلَّةِ مِنَ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ.
Apakah
benar bahwa Nabi ﷺ adalah makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah?
Dan apakah beliau diciptakan dari cahaya? Kami mohon pendapat Anda yang
didukung dengan dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah.
"JAWABAN SYEIKH AL-QARADHAWI"
بِسْمِ اللهِ، وَالحَمْدُ للهِ،
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ رَسُولِ اللهِ، وَبَعْدُ:
المَعْرُوفُ أَنَّ الأَحَادِيثَ
الَّتِي جَاءَتْ تُعْلِنُ أَنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ كَذَا أَوْ كَذَا… إلَخ لَمْ
يَصِحَّ مِنْهَا حَدِيثٌ وَاحِدٌ كَمَا قَرَّرَ عُلَمَاءُ السُّنَّةِ… وَلِذَلِكَ
نَجِدُ بَعْضَهَا يُنَاقِضُ بَعْضًا، فَحَدِيثٌ يَقُولُ: إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ
اللهُ القَلَمُ… وَحَدِيثٌ ثَانٍ: أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ العَقْلُ… وَشَاعَ
بَيْنَ العَامَّةِ مِمَّا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ مِنْ قِصَصِ المَوَالِدِ
المَعْرُوفَةِ أَنَّ اللهَ قَبَضَ قَبْضَةً مِنْ نُورِهِ، وَقَالَ لَهَا: كُونِي
مُحَمَّدًا، فَكَانَتْ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ، وَمِنْهَا خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ… إلَخ. وَمِنْ هَذَا شَاعَ قَوْلُهُمْ: "الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَيْكَ يَا أَوَّلَ خَلْقِ اللهِ" حَتَّىٰ أَلْصَقَهَا بَعْضُهُمْ
بِالأَذَانِ الشَّرْعِيِّ كَأَنَّهَا جُزْءٌ مِنْهُ.
وَهَذَا كَلاَمٌ لَمْ يَصِحَّ
بِهِ نَقْلٌ، وَلاَ يُقِرُّهُ عَقْلٌ، وَلاَ يَنْتَصِرُ لَهُ دِينٌ، وَلاَ
تَنْهَضُ بِهِ دُنْيَا..
فَأَوَّلِيَّتُهُ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ لِخَلْقِ اللهِ لَمْ تَثْبُتْ، وَلَوْ ثَبَتَتْ مَا كَانَ لَهَا أَثَرٌ
فِي أَفْضَلِيَّتِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ وَمَكَانِهِ عِنْدَ اللهِ،
وَحِينَمَا مَدَحَهُ اللهُ تَعَالَىٰ فِي كِتَابِهِ مَدَحَهُ بِمِنَاطِ الفَضْلِ
الحَقِيقِيِّ فَقَالَ: ﴿وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ﴾ (القلم: 4).
وَالثَّابِتُ بِالتَّوَاتُرِ
أَنَّ نَبِيَّنَا عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ الهَاشِمِيُّ القُرَشِيُّ المَوْلُودُ مِنْ
أَبَوَيْهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ وَآمِنَةَ بِنْتِ وَهْبٍ
بِمَكَّةَ فِي عَامِ الفِيلِ، وُلِدَ كَمَا يُولَدُ البَشَرُ، وَنَشَأَ كَمَا
يَنْشَأُ البَشَرُ، وَبُعِثَ كَمَا يُبْعَثُ مَنْ قَبْلَهُ أَنْبِيَاءٌ
وَمُرْسَلُونَ، فَلَمْ يَكُنْ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ، وَعَاشَ مَا عَاشَ ثُمَّ
اخْتَارَهُ اللهُ إِلَيْهِ ﴿إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ﴾ (الزمر: 30)،
وَسَيُسْأَلُ يَوْمَ القِيَامَةِ كَمَا يُسْأَلُ المُرْسَلُونَ: ﴿يَوْمَ يَجْمَعُ
اللهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ قَالُواْ لاَ عِلْمَ لَنَا إِنَّكَ
أَنْتَ عَلاَّمُ الغُيُوبِ﴾ (المائدة: 109).
وَلَقَدْ أَكَّدَ القُرْآنُ
بَشَرِيَّةَ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ فِي غَيْرِ مَوْضِعٍ، وَأَمَرَهُ اللهُ
أَنْ يُبَلِّغَ ذَلِكَ لِلنَّاسِ فِي أَكْثَرَ مِنْ سُورَةٍ: ﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا
بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ﴾ (الكهف: 110)، ﴿قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ
كُنتُ إِلَّا بَشَرًا رَّسُولًا﴾ (الإسراء: 93)، فَهُوَ بَشَرٌ مِثْلُ سَائِرِ
النَّاسِ لا يَمْتَازُ إِلَّا بِالوَحْيِ وَالرِّسَالَةِ.
وَأَكَّدَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَعْنَى بَشَرِيَّتِهِ وَعُبُودِيَّتِهِ لِلهِ، وَحَذَّرَ
مِنِ اتِّبَاعِ سُنَنِ مَنْ قَبْلَنَا مِنْ أَهْلِ الأَدْيَانِ فِي التَّقْدِيسِ
وَالإِطْرَاءِ: "لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَىٰ عِيسَىٰ بْنَ
مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ" (رَوَاهُ
البُخَارِيُّ).
وَإِذَا كَانَ النَّبِيُّ
العَظِيمُ بَشَرًا كَالْبَشَرِ، فَلَيْسَ مَخْلُوقًا مِنْ نُورٍ، وَلَا مِنْ
ذَهَبٍ، وَإِنَّمَا خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ
وَالتَّرَائِبِ. هَذَا مِنْ حَيْثُ المَادَّةِ الَّتِي خُلِقَ مِنْهَا مُحَمَّدٌ
عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ.
أَمَّا مِنْ حَيْثُ رِسَالَتِهِ
وَهُدَاهُ فَهُوَ نُورٌ مِنَ اللهِ، وَسِرَاجٌ وَهَّاجٌ؛ أَعْلَنَ ذَلِكَ
القُرْآنُ فَقَالَ يُخَاطِبُهُ: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ
شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا * وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا
مُنِيرًا﴾ (الأحزاب: 45-46)، وَقَالَ يُخَاطِبُ أَهْلَ الكِتَابِ: ﴿قَدْ جَاءَكُم
مِّنَ اللهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ﴾ (المائدة: 15) فَالنُّورُ فِي الآيَةِ هُوَ
رَسُولُ اللهِ، كَمَا أَنَّ القُرْآنَ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَيْهِ نُورٌ، قَالَ
تَعَالَىٰ: ﴿فَآمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَالنُّورِ الَّذِي أَنزَلْنَا﴾
(التغابن: 8)، ﴿وَأَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا﴾ (النِّسَاء: 174)،
وَقَدْ حَدَّدَ اللهُ وَظِيفَتَهُ بِقَوْلِهِ: ﴿لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ﴾ (إِبْرَاهِيمَ: 1).
وَقَدْ كَانَ دُعَاؤُهُ
عَلَيْهِ السَّلَامُ: "اللَّهُمَّ اجْعَلْ لِي فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي
سَمْعِي نُورًا، وَفِي بَصَرِي نُورًا، وَفِي لَحْمِي نُورًا، وَفِي عَظْمِي
نُورًا، وَفِي شَعْرِي نُورًا، وَعَنْ يَمِينِي نُورًا، وَعَنْ شِمَالِي نُورًا…
وَمِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي..) الحَدِيثُ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مِنْ
حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ) فَهُوَ نَبِيُّ النُّورِ وَرَسُولُ الهِدَايَةِ،
جَعَلَنَا اللهُ مِنَ المُهْتَدِينَ بِنُورِهِ المُتَّبِعِينَ لِسُنَّتِهِ،
آمِينَ.
Dengan
menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas
Rasulullah ﷺ, dan setelahnya:
Diketahui
bahwa hadits-hadits yang menyebutkan bahwa makhluk pertama yang diciptakan
adalah ini atau itu, tidak ada satu pun yang sahih, sebagaimana ditegaskan oleh
para ulama Ahlus Sunnah. Oleh karena itu, kita menemukan beberapa di antaranya
saling bertentangan. Misalnya, ada hadits yang menyebutkan bahwa makhluk
pertama yang diciptakan oleh Allah adalah pena. Sedangkan hadits lain
menyebutkan bahwa yang pertama diciptakan Allah adalah akal.
Telah
tersebar di kalangan masyarakat umum melalui kisah-kisah maulid yang terkenal
bahwa Allah mengambil segenggam cahaya-Nya dan berkata kepadanya, “Jadilah
engkau Muhammad,” lalu jadilah Muhammad sebagai makhluk pertama yang diciptakan
oleh Allah, dan dari cahaya itu Allah menciptakan langit dan bumi, dan
seterusnya. Dari sinilah tersebar ungkapan mereka: “Shalawat dan salam atasmu,
wahai makhluk pertama Allah,” yang bahkan dijadikan bagian dari adzan oleh
sebagian orang, seakan-akan itu adalah bagian dari syariat adzan.
Ini
adalah pernyataan yang tidak ada sumber sahih yang mendukungnya, tidak dapat
diterima oleh akal, tidak dibenarkan oleh agama, dan tidak didukung oleh dunia
nyata.
Klaim
bahwa Rasulullah ﷺ adalah makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah
tidak terbukti shahih. Dan sekalipun terbukti shahih, hal itu tidak
mempengaruhi kedudukan dan keutamaan beliau di sisi Allah. Ketika Allah memuji
Rasulullah ﷺ dalam Al-Qur'an, Dia memujinya berdasarkan
keutamaan yang sebenarnya, yaitu melalui firman-Nya:
“Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak yang agung.”
(QS. Al-Qalam: 4).
Yang
telah terbukti secara mutawatir adalah bahwa Nabi kita ﷺ adalah
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, keturunan Hasyim dari suku Quraisy,
yang dilahirkan dari kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah
binti Wahb di Mekah pada Tahun Gajah. Beliau dilahirkan sebagaimana manusia
lainnya, tumbuh sebagaimana manusia lainnya, dan diutus sebagaimana nabi dan
rasul sebelumnya diutus. Beliau bukanlah pengecualian dari para rasul, hidup
selama yang Allah tentukan, lalu Allah memanggilnya, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya
engkau akan mati dan sesungguhnya mereka juga akan mati.” (QS. Az-Zumar: 30).
Beliau
juga akan ditanya pada hari kiamat sebagaimana para rasul lainnya, sebagaimana
firman Allah:
“Pada
hari ketika Allah mengumpulkan para rasul, lalu Dia berfirman, ‘Apa jawaban
yang kalian terima (dari umat-umat kalian)?’ Mereka berkata, ‘Kami tidak
memiliki pengetahuan (tentang hal itu); sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha
Mengetahui segala yang gaib.’” (QS. Al-Maidah: 109).
Al-Qur'an menegaskan kemanusiaan Muhammad ﷺ di beberapa ayat, dan Allah memerintahkan beliau ﷺ untuk menyampaikan hal ini kepada manusia dalam lebih dari satu surah:
"Katakanlah:
Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan
kepadaku". (QS. Al-Kahfi: 110),
"Katakanlah:
Mahasuci Tuhanku, apakah aku ini selain manusia yang menjadi rasul?". (QS.
Al-Isra': 93).
Jadi,
beliau adalah manusia seperti manusia lainnya, yang membedakannya hanyalah
wahyu dan risalah.
Dan
Nabi ﷺ sendiri
menegaskan bahwa dirinya adalah manusia sama seperti manusia lainnya dan
dirinya sebagai hamba Allah, serta memperingatkan agar tidak mengikuti
cara-cara umat terdahulu dalam hal pengagungan dan pujian yang berlebihan pada
dirinya .
Beliau ﷺ bersabda:
"Janganlah kalian memujiku sebagaimana kaum Nasrani memuji Isa putra
Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (HR.
Al-Bukhari).
Jika
Nabi yang mulia ini adalah manusia seperti manusia lainnya, maka beliau tidak
diciptakan dari cahaya, tidak pula dari emas, melainkan diciptakan dari air
mani yang terpancar, yang keluar dari antara tulang belakang dan tulang dada.
Ini adalah dari segi bahan yang digunakan untuk menciptakan Nabi Muhammad ﷺ.
Adapun
dari segi risalah dan petunjuknya, beliau adalah cahaya dari Allah dan pelita
yang bersinar terang. Al-Qur'an menegaskan hal ini saat menyapanya:
"Wahai
Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira,
pemberi peringatan, dan penyeru kepada Allah dengan izin-Nya serta sebagai
pelita yang menerangi". (QS. Al-Ahzab: 45-46).
Dan
khithob yang disampaikan kepada Ahli Kitab, Allah berfirman: "Sesungguhnya
telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan." (QS.
Al-Maidah: 15).
Cahaya
dalam ayat ini adalah Rasulullah ﷺ, sebagaimana Al-Qur'an yang diturunkan
kepada beliau juga disebut sebagai cahaya.
Allah
berfirman: "Maka berimanlah kalian kepada Allah, Rasul-Nya, dan cahaya
yang telah Kami turunkan." (QS. At-Taghabun: 8).
Dan
"Kami turunkan kepada kalian cahaya yang jelas." (QS. An-Nisa': 174).
Allah
juga menetapkan tugasnya dengan firman-Nya: "Agar engkau mengeluarkan
manusia dari kegelapan menuju cahaya." (QS. Ibrahim: 1).
Doa
Nabi ﷺ adalah:
"Ya
Allah, jadikanlah dalam hatiku cahaya, di pendengaranku cahaya, di
penglihatanku cahaya, di dagingku cahaya, di tulangku cahaya, di rambutku
cahaya, di sebelah kananku cahaya, di sebelah kiriku cahaya... dan di hadapanku
dan di belakangku cahaya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu
Abbas).
Beliau
adalah Nabi cahaya dan Rasul petunjuk. Semoga Allah menjadikan kita termasuk
orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan cahayanya dan mengikuti sunnahnya,
amin”.
*****
FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH – SAUDI ARABIA :
=====
"هَلْ خُلِقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِن نُورٍ؟".
Apakah Nabi ﷺ Diciptakan Dari Cahaya?
-----
TANYA JAWAB KE SATU:
PERTANYAAN
:
قَرَأْتُ فِي كِتَابَيْنِ أَنَّ
النَّبِيَّ الْمُصْطَفَى كَانَ أَوَّلَ مَنْ خَلَقَ اللَّهُ وَقَدْ خَلَقَهُ
اللَّهُ مِن نُورٍ وَكَانَ هُوَ السَّبَبَ الْوَحِيدَ الَّذِي خَلَقَ اللَّهُ
بَقِيَّةَ الْخَلْقِ لِأَجْلِهِ. أَنَا غَيْرُ مُتَأَكِّدٍ مِنْ هَذَا فَأَرْجُو
أَنْ تُوَضِّحَ وَشُكْرًا.
Saya
membaca dari dua kitab bahwa Nabi Al-Musthafa adalah orang yang pertama kali
diciptakan oleh Allah. Allah telah menciptakannya dari cahaya dan menjadi
satu-satunya sebab diciptakannya makhluk-makhluk lain. Saya tidak yakin tentang
hal ini, maka saya harapkan penjelasan anda - terimakasih
JAWABAN
:
الحمد لله. وَرَدَ
مِثْلُ هَذَا السُّؤَالِ عَلَى اللَّجْنَةِ الدَّائِمَةِ لِلِإِفْتَاءِ وَهَذَا
نَصُّهُ:
السُّؤَالُ: إِنَّ جُلَّ
النَّاسِ يَعْتَقِدُونَ أَنَّ الْأَشْيَاءَ خُلِقَتْ مِن نُورِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّ نُورَهُ خُلِقَ مِن نُورِ اللَّهِ وَيَرْوُونَ:
"أَنَا نُورُ اللَّهِ وَكُلُّ شَيْءٍ مِن نُورِي" وَيَرْوُونَ أَيْضًا:
"أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ نُورُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ" فَهَلْ لِذَٰلِكَ مِن أَصْلٍ؟
وَيَرْوُونَ: "أَنَا
عَرَبٌ بِلَا عَيْنٍ أَي رَبٍّ أَنَا أَحْمَدُ بِلَا مِيمٍ أَي أَحَدٍ"
فَهَلْ لِذَٰلِكَ مِن أَصْلٍ؟
الْجَوَابُ:
الحمد لله . وَصَفَ الرَّسُولُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنَّهُ نُورٌ مِن نُورِ اللَّهِ إِنْ
أُرِيدَ بِهِ أَنَّهُ نُورٌ ذَاتِيٌّ مِن نُورِ اللَّهِ فَهُوَ مُخَالِفٌ
لِلْقُرْآنِ الدَّالِّ عَلَى بَشَرِيَّتِهِ، وَإِنْ أُرِيدَ بِهِ أَنَّهُ نُورٌ
بِاعْتِبَارِ مَا جَاءَ بِهِ مِنَ الْوَحْيِ الَّذِي صَارَ سَبَبًا لِهُدَى مَن
شَاءَ مِنَ الْخَلْقِ فَهَذَا صَحِيحٌ.
وَقَدْ صَدَرَ مِنَ اللَّجْنَةِ
فَتْوًى فِي ذَٰلِكَ هَذَا نَصُّهَا: لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نُورٌ هُوَ نُورُ الرِّسَالَةِ وَالْهَدَايَةِ الَّتِي هَدَى اللَّهُ
بِهَا بَصَائِرَ مَن شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ، وَلَا شَكَّ أَنَّ نُورَ الرِّسَالَةِ
وَالْهَدَايَةِ مِنَ اللَّهِ. قَالَ تَعَالَى:
"وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ
أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِن وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ
رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ وَكَذَلِكَ
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِّن أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ
وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَن نَشَاءُ مِنْ
عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ صِرَاطِ اللَّهِ
الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ أَلَا إِلَى اللَّهِ
تَصِيرُ الْأُمُورُ" سُورَةُ الشُّورَى الآيَةُ 73،
وَلَيْسَ هَذَا النُّورُ
مُكْتَسَبًا مِنْ خَاتَمِ الْأَوْلِيَاءِ كَمَا يَزْعُمُ بَعْضُ الْمُلَاحِدَةِ،
أَمَّا جِسْمُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ دَمٌ وَلَحْمٌ وَعَظْمٌ
.. إِلَخ، خُلِقَ مِنْ أَبٍ وَأُمٍّ وَلَمْ يَسْبِقْ لَهُ خَلْقٌ قَبْلَ
وِلَادَتِهِ وَمَا يُرَوَى أَنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ نُورَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ أَنَّ اللَّهَ قَبَضَ قَبْضَةً مِنْ نُورِ
وَجْهِهِ وَأَنَّ هَذِهِ الْقَبْضَةَ هِيَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا فَتَقَاطَرَتْ فِيهَا قَطَرَاتٌ فَخُلِقَ مِنْ كُلِّ
قَطْرَةٍ نَبِيٌّ أَوْ خُلِقَ الْخَلْقُ كُلُّهُ مِن نُورِهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَذَا وَأَمْثَالُهُ لَمْ يَصِحَّ مِنْهُ شَيْءٌ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمِنْ خِلَالِ الْفَتْوَى السَّابِقَةِ
يَظْهَرُ أَنَّهُ اعتِقَادٌ بَاطِلٌ.
وَأَمَّا مَا يُرَوَى:
"أَنَا عَرَبٌ بِلَا عَيْنٍ" فَلَا أَسَاسَ لَهُ مِنَ الصَّحَّةِ
وَهَكَذَا: "أَنَا أَحْمَدُ" بِلَا مِيمٍ.
وَصِفَةُ الرُّبُوبِيَّةِ
وَالِانْفِرَادُ مِنَ الصِّفَاتِ الْمُخَصَّصَةِ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُوَصَفَ أَحَدٌ مِنَ الْخَلْقِ بِأَنَّهُ الرَّبُّ وَلَا
أَنَّهُ أَحَدٌ عَلَى الْإِطْلَاقِ، فَهَذِهِ الصِّفَاتُ مِنِ اخْتِصَاصِ اللَّهِ
سُبْحَانَهُ وَلَا يُوَصَفُ بِهَا الرُّسُلُ وَلَا غَيْرُهُمْ مِنَ
الْبَشَرِ.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ
لِلْبُحُوثِ الْعِلْمِيَّةِ وَالإِفْتَاءِ. فَتَاوى اللَّجْنَةِ الدَّائِمَةِ 1/310
Alhamdulillah.
Pernah ada pertanyaan seperti ini yang ditujukan kepada Lajna Da'imah Lil Ifta,
berikut petikannya.
Pertanyaan :"Sesungguhnya banyak orang yang
meyakini bahwa segala sesuatu diciptakan dari Nur (cahaya) Muhammad ﷺ, dan
cahayanya diciptakan dari cahaya Allah. Mereka meriwayatkan (satu hadits):
"Aku
adalah cahaya Allah dan segala sesuatu berasal dari cahayaku."
Mereka
pun meriwayatkan hadits:
"Aku
adalah 'arab tanpa huruf 'ain, maksudnya Rab. Dan aku adalah ahnmad tanpa huruf
mim maksudnya ahad." Apakah riwayat ini ada asalnya ?
Jawaban : Alhamdulillah, segala puji bagi Allah.
Rasulullah ﷺ telah menerangkan tentang sifat dirinya bahwa dia
adalah cahaya dari cahaya Allah. Kalau maksud perkataan itu adalah bahwa dia
cahaya ayang berupa zat dari cahaya Allah, maka ini menyimpang dari Al-Quran
yang menunjukan kemanusiaan beliau. Tapi apabila maksudnya bahwa dia adalah
cahaya dalam arti ajaran yang dibawanya berupa wahyu menjadi sebab ditunjukinya
orang-orang yang Allah kehendaki dari kalangan makhluknya, maka ini benar.
Ada
fatwa dari Lajnah tentang hal itu sebagai berikut : Nabi ﷺ mempunyai
cahaya yaitu cahaya risalah dan hidayah. Allah memberikan hidayah dengan cahaya
itu oarang-orang yang dikehendaki dari kalangan hamba-hamba-Nya. Tidaklah diragukan
lagi bahwa cahaya risalah dan hidayah adalah dari Allah. Allah berfirman:
"Dan
tidak ada dari seorang manusiapun bahwa Allah akan berbicara kepadanya, kecuali
dengan perantaraan wahyu atau dibelakang hijab atau dengan mengutus seorang
utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan izinnya apa-apa yang dikehendakinya.
Sesungguhnya dia maha tinggi dan maha bijaksana.
Dan
demikianlah kami wahyukan kepadamu ruh (Al-Quran) dari perintah kami.
Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah kitab (Al-Quran) itu dan apakah iman
itu, akan tetapi kami jadikan dia sebagai nur (cahaya). Kami memberi petunjuk
dengan cahaya itu orang-orang yang kami kehendaki dari kalangan hamba-hamba
kami.
Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu
jalan Allah, yang kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang
ada di bumi. Ingatlah kepada Allahlah kembali segala urusan." (Q.S.
Asy-Syura : 51-53).
Nur
(cahaya) yang dimaksud disini bukanlah hasil usaha dari penutup para wali (Nabi
Muhammad ﷺ) sebagaimana yang diduga oleh orang-orang sesat. Adapun jasad
Nabi ﷺ maka
dia terdiri dari darah, daging, tulang dan seterusnya.
Beliau
diciptakan melalui seorang bapak dan ibu. Adapun apa yang diriwayatkan bahwa
yang pertama diciptakan Allah adalah nur (cahaya) Nabi ﷺ, atau
bahwa Allah mencabut sebagian dari cahaya wajahnya, dan bagian cahaya yang
dicabut ini adalah Muhammad ﷺ, lalu Allah memandang kepada cahaya itu
kemudian meneteslah beberapa tetesan, lalu diciptakanlah dari setiap tetesan
itu seorang nabi, atau diciptakanlah seluruh makhluk dari cahaya Nabi ﷺ.
Maka
riwayat ini dan yang semisalnya tidak benar dari Nabi ﷺ sedikitpun.
Dari
fatwa tadi jelaslah bahwa hal tersebut merupakan keyakinan yang bathil.
Adapun
apa yang diriwayatkan bahwa "aku adalah 'arab tanpa huruf 'ain," maka
ini tidak ada dasar sama sekali. Demikian pula "aku ahmad tanpa huruf
mim." Sifat Rububiyah dan keesaan sifat-sifat yang dikhususkan untuk
Allah, tidak boleh disifatkan kepada seorangpun dari kalangan makhluk-Nya bahwa
dia rab atau dia ahad secara mutlak. Maka sifat-sifat ini merupakan sifat-sifat
yang dikhususkan bagi Allah dan tidak boleh disifatkan kepada para rasul, atau
manusia lainnya.
Dan
semoga shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan
para shahabatnya.
(Lajnah
Da'imah lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta / Fatawa Lajnah Da'imah : 1/310).
=====
TANYA JAWAB KEDUA
PERTANYAAN
:
هَلْ يُقَالُ أَنَّ اللَّهَ
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لِأَجْلِ خَلْقِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا مَعْنَى "لَوْلَاكَ لَمَا خَلَقَ
الْأَفْلَاكَ" هَلْ هَذَا حَدِيثٌ أَصْلًا هَلْ صَحِيحٌ أَمْ لَا؟ بَيِّن
لَنَا حَقيقَتَهُ؟
Bolehkah
dikatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi karena penciptaan Nabi ﷺ. dan
apakah arti "seandainya bukan karenamu (Muhammad) maka tidaklah diciptakan
bintang-bintang." Apakah hadits ini ada asalnya? apakah shahih atau tidak
? terangkanlah hakikat hal ini kepada kami !
JAWABAN
:
الحمد لله . لَمْ تُخْلَقِ
السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ مِنْ أَجْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ
خُلِقَ لِمَا ذَكَرَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ:
"اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ
يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا".
أَمَّا الْحَدِيثُ الْمَذْكُورُ
فَهُوَ مُكَذَّبٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَسَاسَ
لَهُ مِنَ الصَّحَّةِ.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ
لِلْبُحُوثِ الْعِلْمِيَّةِ وَالإِفْتَاءِ.
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah. Langit dan bumi tidaklah diciptakan karena nabi
Muhammad ﷺ bahkan mereka diciptakan sebagaimana yang
diterangkan Allah dalam firman-Nya:
"Allah
yang menciptakan tujuh langit dan menciptakan bumi seperti itu, yang perintah
Allah turun antara keduanya agar kalian mengetahui bahwa Allah maha kuasa atas
segala sesuatu dan ilmu Allah meliputi segala sesuatu."
Adapun
hadits yang disebutkan tadi maka itu hadits dusta atas nama Rasul ﷺ yang
tidak ada dasar kebenarannya sama sekali. Dan semoga shalawat dan salam
terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, para shahabatnya dan keluarganya.
(Lajnah
Da'imah lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta / Fatawa Lajnah Da'imah : 1/312)
==****===
IDEOLOGI “NUR MUHAMMAD” ADALAH KHURAFAT BERKEMAS FILSAFAT
Keyakinan
dan perkara ghaib apa saja yang tidak bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang
shahih, maka itu hanya spekulasi atau imajinasi, yang dalam bahasa Antropologi
disebut dengan mitos (myth), dan dalam bahasa Islam disebut dengan takhayyul
(hayalan) atau khurafat (cerita yang sumbernya tidak jelas).
Agar
keyakianan khurafat ini nampak syar’i dibuatkanlah hadits palsu, lalu agar
nampak logis dan memukau serta menarik, maka dikemas-lah dengan filsafat.
Mari
kita bandingkan dengan filsafat Injil (Bible) dalam Amsal 8:22-31 TB tentang
nabi Isa alaihis salam :
“TUHAN
telah menciptakan aku (Yesus) sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai
perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Sudah pada zaman purbakala aku
dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada. Sebelum air samudera raya ada,
aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air”.
Jadi
Fix bahwa cerita cerita Nur Muhammad itu di ambil dari kitabnya orang kristen.
Bukan hadist dari Rosululloh.
Puncak
dari keyakinan sesat yang timbul sebagai konsekuensi dari hadits nur Muhmaad
tersebut adalah keyakinan wihdatul wujud, yaitu keyakinan
bahwasanya Dzat Allah bersatu dengan semua makhluk-Nya. Mereka
mengatakan bahwa Muhammad ﷺ diciptakan dari cahaya Allah,
kemudian dari cahayanya ﷺ diciptakanlah seluruh makhluk selainnya. Jadi, semua
makhluk pada hakikatnya adalah berasal dari cahaya Allah Ta’ala. Keyakinan
ini (wihdatul wujud) sangat jelas kebatilannya. Bahkan, para ulama menyebutkan
bahwa keyakinan orang Nasrani tentang tuhannya lebih baik dari keyakinan
tersebut, karena Nasrani hanya mengatakan bahwa Dzat Allah menyatu
dengan Isa ‘alaihis salam. Maha Suci Allah dari apa-apa yang mereka katakan.
(lihat Muasuu’atur radd ‘ala shufiyyah)
===
PERNYATAAN
SYEIKH BIN BAAZ :
Syeikh
Bin Bâz rahimahullah berkata tentang aqidah Nur Muhammad :
“Sehubungan
dengan perkataan sebagian manusia dan AHLI KHURAFAT, serta kalangan
Sufi bahwa ‘beliau (Nabi Muhammad ﷺ ) diciptakan dari cahaya’ atau ‘yang
pertama kali diciptakan adalah cahaya Muhammad ﷺ , ini semua kabar (riwayat) yang tidak ada
asalnya, seluruhnya kebatilan, merupakan berita palsu yang tidak ada dasarnya
(sama sekali) sebagaimana telah disebutkan di muka”.
Beliau
rahimahullah juga mengatakan :
“(Pernyataan)
bahwa dunia diciptakan karena (Nabi) Muhammad ﷺ, kalau tidak ada Muhammad ﷺ maka
dunia tidak akan pernah ada, juga tidak akan diciptakan makhluk (lainnya), ini
merupakan kebatilan, tidak ada asalnya, ini perkataan yang rusak. Allâh Azza wa
Jalla menciptakan dunia agar Dia k dikenal, diketahui dan diibadahi (oleh
makhluk, manusia). Allâh Azza wa Jalla menciptakan dunia dan seluruh makhluk
agar dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya, kekuasaan dan ilmu-Nya,
agar ibadahi, tidak ada sekutu bagi-nya, bukan karena (Nabi) Muhammad ﷺ, (Nabi)
Nuh Alaihissalam, ataupun (Nabi) Isa Alaihissallam maupun karena nabi lainnya.
Allâh menciptakan seluruh makhluk agar mereka beribadah kepada-Nya. Allâh
berfirman:
*****
KHURAFAT-KHURAFAT
SUFI TERKAIT NUR MUHAMMAD ﷺ:
Berikut
ini adalah beberapa informasi terkait Nur Muhammad:
[1]
Nur Muhammad adalah istilah yang merujuk pada cahaya yang Allah ciptakan
sebelum menciptakan apapun.
[2]
Nur Muhammad dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Quran yang dimaknai sebagai Nabi
Muhammad ﷺ diibaratkan sebagai cahaya.
[3]
Ahli teolog Muqatil pada abad ke enam masehi pertama kali memperkenalkan ayat
cahaya tersebut yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad ﷺ.
[4]
Dalam tradisi Sufisme, Nur Muhammad bersumber dari Allah dan bersifat
"qadim".
[5]
Naskah “Nur Muhammad” dibacakan setiap bulan, biasanya tanggal 27 bulan Rajab,
yakni acara peringatan Isra' dan Mi'raj.
[6]
Allah membagi Nur Muhammad menjadi empat bagian, yaitu Lauhul Mahfud, Qalam, Arasyi,
dan terakhir untuk menciptakan Nabi Muhammad.
[7]
Jika Nabi Muhammad mati, maka mati hanyalah sebatas tubuh, namun hakekat nūr
Muḥammad
masih tetap hidup.
===****===
PENGARUH FILSAFAT TERHADAP IDEOLOGI “NUR MUHAMMAD”
R.A
Nicholshon mengumumkan bahwasannya Tuhan adalah Pencipta dunia, tetapi ia tidak
lagi memerintah dunia dalam arti langsung. la bersifat transenden mutlak, dan
karena gerakan dari lapisan-lapisan langit tidak sesuai. dengan kesatuannya,
maka fungsi itu ditugaskan kepada seorang yang memerintah lapisan-lapisan itu,
yaitu Muta. Muta tidak identik dengan Tuhan, karenanya ia harus seorang
ciptaan, mewakili jiwa arketip dari Muhammad, manusia luhur yang diciptakan
sesuai dengan bayangan Tuhan, dianggap sebagai suatu daya kosmik tempat bergantung
tata susunan dan pemeliharaan alam semesta.
Ketika
kita menilik konsep Nur Muhammad dalam kajian filsafat Yunani mereka mengagap
melalui berbagai jalur, masuk ke dalam pembentuk pemikiran Islam. Pengaruh
Helenistik yang paling menonjol adalah dalam bidang filsafat. Para filsuf di
zaman Islam juga menghadapi isu-isu teologis seperti permasalahan zat Tuhan dan
sifat-sifat-Nya, teori kenabian, etika dan berbagai permasalahan mengenai
hubungan filsafat dan wahyu.
Terkait
dengan asal-usul Nur Muhammad, ada yang berpendapat bahwa konsep ini bersumber
dari mitos Manichean tentang penciptaan. Dimana menurut mereka, Sang Pencipta
lantaran adanya penyerangan dari prinsip kejahatan (dimana dualisme menganggap
prinsip kejahatan ini adalah absolut sebagaimana absolutnya Tuhan), menciptakan
alam dan menjadikan "diri" Tuhan sendiri sebagai bagian dari partikel
cahaya yang kemudian terhambur menjadi ciptaan, dalam rangka mencari
perlindungan dari serangan prinsip kejahatan tersebut, yang merupakan sisi lain
dari Yang Absolut.
Menurut
paham Manicheanisme, cahaya ini merupakan Tuhan sendiri yang dibebaskan dan
dipertahankan melalui "Elect" (yakni orang-orang yang membebaskan
cahaya yang terpenjara didalam sifat dan diri mereka melawan penyelamatan
universal oleh kalangan "Knower" pada akhir zaman).
Bagi
kalangan dualis, bahwa konsep cahaya ini mengandung pengertian yang paling luas
dan paling dalam, dan bahkan merupakan pengertian yang asli, ia dibawa ke dalam
Islam ketika dualisme mengambil bentuk Islamnya sebagaimana yang dikembangkan
oleh gerakan Syi'ah Tujuh."
Sepanjang
sejarahnya, pembahasan Nur Muhammad pasti berkaitan dengan pembicaraan tentang
kejadian atau penciptaan alam semesta.
Dalam
kaitan ini, sangat boleh jadi Nur Muhammad dapat "dipersentuhkan"
dengan teori Plotinus tentang asal-usul alam semesta. Alam dipandang sebagai
wujud yang dihasilkan atau dipancarkan dari hakikat kesejatian Tuhan secara
kekal.
Alam
tidak lagi di-pandang sebagai suatu wujud yang diciptakan dari materi yang ada
sejak semula; kekal bersama-sama dengan Tuhan (sebagaimana pandangan Plato).
Alam juga tidal lagi dipandang sebagai wujud keseluruhan dan kesempurnaannya
kekal bersama-sama dengan Tuhan (sebagaimana Aristoteles)."
Filsafat
helenik memiliki pengaruh yang sangat menonjol bagi pembentukan tradisi
kefilsafatan Islam, juga menghadirkan sebuah warisan yang merefleksikan
realitas metafisika, dunia fisik dan keberadaan manusia.
Ini
sangat berdampak pada ketidak murnian dalam pemikiran ideologi Islam dan
tasawuf. Dan ini juga merupakan tantangan fundamental terhadap wahyu al-Qur'an
sebagai sumber kebenaran yang paling komplit dan tidak mungkin salah.
Oleh
sebab itu tidaklah mengherankan jika ada dua versi tentang Nur Muhammad dalam
pandangan para pengusungnya, apakah Nur Muhammad itu makhluk pertama ciptaan
Allah, atau ia adalah bagian dari Nur Allah, yang Qodim tanpa permulaan dan
kekal abadi ?.
Konsep
Ideologi yang menyatakan bahwa Nur Muhammad sebagai wujud yang dihasilkan atau
dipancarkan dari Nur Ilahi Yang Qodim dan Kekal, ini bersumber dari Filsafat
Plato (teori emanasi plotinus atau al-Faidh = الْفَيْضُ) dan ini sangat mirip dengan ungkapan yang
ada dalam Injil (Bible) Yohana ( 1:13,4 ) : Rasul Yohana berkata :
"(YESUS)
Pada awalnya adalah sebuah kalimat (FIRMAN), dan kalimat itu telah ada di sisi
Allah, dan kalimat itu adalah Allah ".
******
CONTOH DAMPAK NEGATIF FILSAFAT PADA IDEOLOGI “NUR MUHAMMAD” :
===
Contoh pertama : dampak negatif dari Filsafat Yunani .
Penafsiran
Nur Muhmmad versi Yûsuf Ismâil an-Nabhâni salah satu tokoh
sufi pembela ideologi nur Muhammad, penafsirannya ada kesamaan persis
dengan teori emanasi plotinus (Platonisme) dari Yunani yang di kenal dengan
konsep pelimpah ruahan (al-faidh) atau pancaran Ilahi, yakni terbentuknya alam
semesta itu dihasilkan atau dipancarkan dari hakikat Ilahi Yang Qodim dan
Kekal, yang seakan-akan seperti akibat proses banjir yang terus meluap dan
melimpah, bukan karena proses penciptaan atau diciptakan. Luapan dan limpahan
tersebut terus berkembang, lalu membentuk dan memunculkan alam semesta.
Yûsuf
Ismâil an-Nabhâni menjelaskan makna istilah Nur Muhammad dengan
berkata :
“Ketahuilah,
bahwasannya tatkala kehendak al-Haq (Allâh) berhubungan dengan penciptaan para
makhluk-Nya, Allâh Azza wa Jalla telah menampakkan haqiqat Muhammad dari
cahaya-cahaya-Nya, kemudian dengan sebabnya tersingkaplah seluruh alam dari
atas hingga bawahnya …….kemudian terpancarlah darinya sumber ruh-ruh, sedangkan
dia (Muhammad) merupakan jenis (ruh) yang paling tinggi di atas segala jenis
dan sebagai induk terbesar bagi seluruh makhluk yang ada.” [Al-Anwâr
al-Muhammadiyyah hlm. 9 ]
Sementara
teori emanasi plotinus (Platonisme) yang di kenal dengan proses pelimpah ruahan
(al-faidh), mengatakan :
“Sesungguhnya
wujud yang pertama kali ada adalah Allah , lalu Allah mengamati Dzat-Nya , maka
Dia menjadi berakal , sadar dan mengetahui akan keberadaan diri-Nya , pada saat
itulah muncul satu ujud lain yaitu Akal , dan akal ini adalah bentuk gambaran
Allah, akan tetapi dia bukan Allah .
Dan
Akal ini kembali mengamati dirinya, maka muncullah ujud lain yaitu Jiwa
Universal yang memenuhi Alam semesta .
Dan
Jiwa Universal ini kembali mengamati dalam Akal Pertamanya , maka bermunculan
darinya wujud-wujud lain yaitu Jiwa-Jiwa gugusan planet dan
bintang …. kemunculan-kemunculan wujud-wujud itu terus berlanjut ,
maka muncul pula wujud-wujud lain yang lebih sedikit mirip dengan Akal Pertama
yang absolut (yang lepas dari unsur benda) dan lebih banyak berhubungan dengan
sesuatu yang bisa di rasakan, sehingga setelah itu muncullah benda yang pertama
kali ada ( الْهَيُولَى ) , dan ia adalah tingkatan-tingkatan kemunculan
yang paling terendah (أَدْنَى دَرَكَاتِ الْفَيْضُ) , karena ia adalah benda mutlaq ( tanpa
batas ) yang kaca balau dan sama sekali tidak berbentuk .
Demikian
lah konsep Plato tentang kemunculan (الْفَيْضُ) , dan sesungguhnya konsep tsb tiada lain
kecuali penyama rataan dan pensejajaran antara konsep riwayat agama-agama
tentang terbentuknya Alam dan konsep filsafat , dan khususnya konsep
Aristoteles.
(Baca
: Al-Harokaatul Bathiniyah fil 'Alamil Islami karya DR. Muhammad Ahmad
Al-Khothiib hal. 38).
Dari
konsep dan keyakinan ini maka lahirlah ideologi bahwa alam itu qodim alias
tidak ada permulaannya, sama dengan Allah SWT .
Dan
dari konsep ini lahir pula ideologi wihdatul wajud bahwa Allah SWT menyatu
dengan alam semesta. Maka muncullah Fir’aun yang mengatakan : Aku adalah tuhan
kalian yang maha tinggi”.
====
Contoh kedua : dampak negatif dari Filsafat dalam Bible, kitab umat Kristen :**
Makna Nur Muhammad versi selain dari Yûsuf
Ismâil an-Nabhâni, yaitu : bahwa penciptaan alam semesta berawal dari Nur
Muhmmad, sebagaimana dalam hadits palsu yang telah disebutkan diatas :
Yaitu
hadits Jabir bin Abdillah radhiyallhu ‘anhu, dia berkata :
"Aku
berkata: Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, kabarkan kepadaku tentang hal
pertama yang diciptakan Allah sebelum segala sesuatu."
Beliau
berkata, "Wahai Jabir, sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan sebelum
segala sesuatu cahaya nabimu dari cahaya-Nya. Allah menjadikan cahaya tersebut
berputar dengan kekuasaan-Nya sesuai kehendak-Nya.
Pada
waktu itu belum ada lauh, belum ada pena, belum ada surga, belum ada neraka,
belum ada malaikat, belum ada langit, belum ada bumi, belum ada matahari, belum
ada bulan, belum ada jin, dan belum ada manusia.
Ketika
Allah berkehendak menciptakan makhluk, Dia membagi cahaya tersebut menjadi
empat bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan pena, dari bagian kedua Dia
menciptakan lauh, dan dari bagian ketiga Dia menciptakan 'arsy.
Kemudian
Dia membagi bagian keempat menjadi empat bagian, dari bagian pertama Dia
menciptakan para pembawa 'arsy, dari bagian kedua Dia menciptakan kursi, dan
dari bagian ketiga Dia menciptakan para malaikat yang tersisa.
Kemudian
Dia membagi bagian keempat menjadi empat bagian, dari bagian pertama Dia
menciptakan langit, dari bagian kedua Dia menciptakan bumi, dan dari bagian
ketiga Dia menciptakan surga dan neraka.
Kemudian
Dia membagi bagian keempat menjadi empat bagian, dari bagian pertama Dia
menciptakan cahaya penglihatan orang-orang yang beriman, dari bagian kedua Dia
menciptakan cahaya hati mereka yang merupakan pengenalan kepada Allah, dan dari
bagian ketiga Dia menciptakan cahaya keakraban mereka yaitu tauhid 'Laa ilaha
illallah Muhammadur Rasulullah'." – (Hadits)
Hadits
ini sangat mirip dengan filsafat Injil (Bible) dalam Amsal 8:22-31 TB tentang
Nabi Isa alaihis salam, yaitu :
“TUHAN
telah menciptakan aku (YESUS) sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai
perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Sudah pada zaman purbakala aku dibentuk,
pada mula pertama, sebelum bumi ada. Sebelum air samudera raya ada, aku telah
lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air”.
===
Contoh ketiga : dampak negatif dari Filsafat dalam Bible, kitab umat Kristen :
Ungkapan hadits Qudsi Palsu : “ Kalau bukan karena
Nur Muhammad, maka kami tidak akan menciptakan alam semesti”.
Ungkapan ini sebagaimana yang di sebutkan dalam
"Ad-Dur An-Nadziim fi Maulid An-Nabi Al-Karim" karya Ibnu Tughrabek
Ad-Dimasyqi At-Turki (w. 670 H), diriwayatkan :
“Bahwa
ketika Allah Ta'ala menciptakan Adam, Dia mengilhamkan Adam untuk berkata:
"Ya Rabb, mengapa Engkau menjulukiku dengan sebutan 'Abu Muhammad'?"
Allah
Ta'ala menjawab: "Wahai Adam, angkatlah kepalamu." Maka Adam
mengangkat kepalanya dan melihat Nur (cahaya) Muhammad ﷺ di
tiang Arsy.
Adam
bertanya: "Ya Rabb, nur (cahaya) apa ini?"
Allah
berfirman: "Ini adalah nur (cahaya) nabi dari keturunanmu, namanya di
langit adalah Ahmad dan di bumi adalah Muhammad. Tanpa Nur-nya, Aku tidak akan
menciptakanmu, tidak pula menciptakan langit dan bumi." [al-Mawahib
al-Laduniyyah 1/46-47].
Ungkapan
diatas ini mirip dengan yang terdapat dalam Injil Yohana ( 1:13,4 ) : Rasul
Yohana berkata :
" (
Yesus ) Pada awalnya adalah sebuah kalimat ( firman ) , dan kalimat itu telah
ada di sisi Allah , dan kalimat itu adalah Allah ... segala sesuatu tercipta
dengan-Nya , dan tanpa dengan-Nya tidak akan pernah tercipta , dan kalimat itu
menjadi jasad dan menyatu diantara kita , dan kami melihat keagungan-Nya
benar-benar agung ... ".
Pertama
: Yohanes ( 1:13,4 ) : Rasul Yohanes berkata :
"
( Yesus ) Pada awalnya adalah sebuah kalimat ( firman ) , dan kalimat itu telah
ada di sisi Allah, dan kalimat itu adalah Allah ... segala sesuatu tercipta
dengan-Nya , dan tanpa dengan-Nya tidak akan pernah tercipta , dan kalimat itu
menjadi jasad dan menyatu diantara kita , dan kami melihat keagungan-Nya
benar-benar agung ... ".
Kedua
: Yohanes 8:58
"Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."
Ketiga
: Yohanes 17:5
"Oleh
sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang
Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada."
Keempat
: Yohanes 17:24
"Ya
Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama
dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang
kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi
Aku sebelum dunia dijadikan."
Maksud
ungkapan Yesus tersebut:
Benar,
Yesus sudah ada sebelum Abraham jadi.
Benar,
Yesus sudah ada sebelum dunia dijadikan.
Bahkan,
Yesus sudah ada sebelum Tuhan menciptakan atau menjadikan apa pun.
Bukan
hal yang diragukan lagi akan kepalsuan ayat-ayat Injil ini, apalagi bersumber
dari Injil riwayat Yohanes , Injil yang sangat berbahaya , satu-satu nya Injil
yang mengandung banyak paragraf-paragraf yang dengan jelas menyatakan ketuhanan
nabi Isa ‘alaihis salam. Para uskup abad kedua banyak yang mengingkari
penisbatan Injil ini kepada Yohanes Al-Hawaary, termasuk diantaranya Arinius
murid Bulikarib murid Yohanes Al-Hawaary. Bulikarib tidak pernah mendengar
bahwa Injil itu dari gurunya Yohanes , kalau seandainya itu benar pasti dia
mengakuinya, dan muridnya juga Arinius pasti akan mendengarnya dan
menyampaikannya .
Perlu
di waspadai bahwa kata-kata dalam Injil Yohana ( 1:13,4 ) diatas , yaitu: Rasul
Yohana berkata :
"
... segala sesuatu tercipta dengan-Nya ( Yesus ) , dan tanpa dengan-Nya tidak
akan pernah tercipta ...".
Perkataan
Yohana ini sangat mirip dengan perkataan palsu yang di nisbatkan kepada sabda
Nabi Muhammad ﷺ oleh sebagian umat Islam , yaitu seperti berikut
ini :
Diantaranya
hadist qudsi , Allah Azza wa Jalla berfirman :
{ لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ
}
Artinya
: “ Kalau bukan kerana engkau (Muhammad) Aku tidak menciptakan tata
surya ”.
Tentang
kedustaan hadits qudsi ini As-Syaukani menyebutkan di dlm "al-Fawa'id
al-Majmu'ah fi al-Ahadith al-Maudhu'ah" (hal. 326) , beliau mengatakan
:
Telah
berkata ash-Shon'aani : Maudhu' (hadith ini palsu).
Berkata
al-Albani di dalam "al-Silsilah adh-Dho'iifah" (282) : Maudhu'
(hadith ini palsu) .
Dan
diantaranya lagi apa yang diriwayatkan al-Hakim dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma :
(( أَوْحَى اللهُ إلَى عِيْسَى عليه
السلام : يَا عِيْسَى آمِنْ بِمُحَمَّدٍ ، وَأْمُرْ مَنْ أَدْرَكَهُ مِنْ
أُمَّتِكَ أَنْ يُؤْمِنُوْا بِهِ ، فَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ ،
ولولا محمدٌ ما خَلقتُ الجنةَ والنارَ ، وَلَقَدْ خَلقتُ العَرْشَ علَى الماءِ
فاضْطَرَبَ فكَتَبْتُ عَلَيْهِ : لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهً مُحَمَّدٌ رسولُ اللهِ ،
فَسَكَنَ )) .
Allah
mewahyukan kepada 'Isa alaihis salam. : Wahai 'Isa berimanlah kepada Muhammad,
dan arahkanlah kepada umatmu semua supaya beriman dengannya (Muhammad). Kalau
bukanlah kerena Muhammad tidak aku ciptakan Adam, dan kalaulah bukan karena
Muhammad aku tidak ciptakan Syurga dan Neraka, dan telah aku ciptakan 'Arasy
itu di atas air, dia bergetar maka Aku tuliskan di atasnya : Laa ilaha illallah
Muhammadur rasulullah. maka ia menjadi tenang, diam dan tidak bergetar
lagi.
Berkata
al-Hakim : Shohih Isnadnya !! namun dikritik oleh adz-Dzahabi dengan mengatakan
: “ Aku percaya hadist ini Palsu karena adanya perawi yang bernama Sa'id “.
Yang
di maksud Said di sini adalah : Sa'id bin 'Aruubah ( beliau bersendirian
meriwayatkan hadith ini), dan telah diriwayatkannya dari 'Amru bin Aus
al-Ansori dan dia didapati telah memalsukan hadith ini. Az-Zahabi telah
menyebut tentangnya di dlm "al-Mizan", katanya : Dia mendatangkan
khabar yg mungkar, dan katanya : Aku percaya khabar itu palsu dan disetujui
oleh al-Hafidz Ibn Hajar di dalam "al-Lisan"
Syeikh
al-Albani (tentang hadith di atas) berkata di dalam "as-Silsilah
ad-Dho'iifah" no. (280) : “ Tidak ada asalnya “.
Dan
ditanyakan kepada Syeikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah
rahimaullah :
Apakah
hadith yg di sebutkan oleh sebahagian manusia : Kalaulah bukan karena engkau
(Muhammad), tidak Allah ciptakan 'Arasy, Kursi, bumi, langit, matahari, bulan
dan selainnya, apakah hadits ini shoheh atau tidak ?
Maka
jawab beliau (Ibnu Taimiyyah) :
“
Nabi Muhammad ﷺ, beliau adalah Sayyid (tuan) anak cucu Adam, dan ciptaan Allah
yang paling utama dan yg paling mulia, dan dikarenakan ini lalu sebagian orang
berkata :
Sesungguhnya
Allah menciptakan alam karenanya, atau (mereka berkata) Kalau bukan karenanya
(Muhammad), maka Allah tidak menciptakan 'Arasy, Kursi, langit, bumi, matahari
dan bulan.
Akan
tetapi ungkapan ini bukan hadith dari Nabi ﷺ, bukan hadist yang shohih, bukan juga yang
dho’if. Dan tidak seorang pun di kalangan ahli Ilmu yg menyebutnya sebagai
hadith dari Nabi ﷺ, bahkan tidak juga diketahui dari sahabat bahkan itu adalah
perkataan yang tidak diketahui siapakah yang mengatakannya ?. (Baca : Majmu'
al-Fatawa 11/86-96)
Konsep
Nur Muhammad ini sebetulnya dampak dari aqidah al-hulul wal-ittihad yang
mereka yakini. Makna Al-hulul wal-ittihad, yakni keyakinan bahwa
Allah SWT menyatu dengan makhluknya alias Manunggaling Kawula Ing Gusti alias
Lir Kadio Keris Mlebu Ing Werongkone.
*****
FILSAFAT PLATO TENTANG KETUHANAN DAN PROSES TERBENTUK-NYA ALAM SEMESTA:
Berikut
ini ringkasan filsafat Plato Yunani tentang ketuhanan dan proses terbentuknya
alam semesta:
KE
1: Konsep ketuhanan tentang Allah .
Menurut
pandangan Plato : Allah adalah sesuatu yang keberadaanya sangat absolut , luas
, tidak bisa di sifati atau dia tidak bisa di batasi dengan sifat , karena Dia
adalah di atas kemampuan daya nalar .
KE
2 : Al-Faidl [الْفَيْضُ = pelimpahan] dan Al-'Aalam [العَالَم] (
proses terbentuk-nya Alam semesta).
Plato
telah di hadapkan pada sebuah problem tentang awal permulaan terbentuk-nya Alam
Semesta .
Dia
berpandangan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa alam itu qodim (tidak ada
permulaannya dan tidak ada yang menciptakannya) - seperti yang dikatakan oleh
Aristoteles – akan mengantarkan pada kekafiran . Sementara orang yang
mengatakan bahwa alam itu makhluk (yang di ciptakan) - seperti yang terdapat
dalam riwayat-riwayat agama-agama – , yang demikian itu berlawanan
dengan teori filsafat .
Maka
Plato berkehendak menciptakan sebuah madzhab baru yang memadukan dua pendapat
tadi agar tidak menimbulkan gejolak pada tokoh-tokoh agamawan dan nampak tidak
bertabrakan dengan teori filsafat .
Maka
Plato membangun sebuah konsep tentang proses adanya alam semesta ( الْفَيْضُ ) setelah keluar dari lingkaran teori filsafat masuk ke dalam
ruang lingkup konsep agama , lantas dia berkata : Sesungguhnya wujud yang
pertama kali ada adalah Allah, lalu Allah mengamati Dzat-Nya, maka Dia menjadi
berakal, sadar dan mengetahui akan keberadaan diri-Nya , pada saat itulah
muncul satu ujud lain yaitu Akal, dan akal ini adalah bentuk gambaran Allah,
akan tetapi dia bukan Allah .
Dan
Akal ini kembali mengamati dirinya, maka muncullah ujud lain yaitu Jiwa
Universal yang memenuhi Alam semesta .
Dan
Jiwa Universal ini kembali mengamati dalam Akal Pertamanya, maka bermunculan
darinya wujud-wujud lain yaitu Jiwa-Jiwa gugusan planet dan
bintang …. kemunculan-kemunculan wujud-wujud itu terus berlanjut ,
maka muncul pula wujud-wujud lain yang lebih sedikit mirip dengan Akal Pertama
yang absolut (yang lepas dari unsur benda) dan lebih banyak berhubungan dengan
sesuatu yang bisa di rasakan, sehingga setelah itu muncullah benda yang pertama
kali ada ( الْهَيُولَى ), dan ia adalah tingkatan-tingkatan
kemunculan yang paling terendah (أَدْنَى
دَرَكَاتِ الْفَيْضُ), karena
ia adalah benda mutlaq (tanpa batas) yang kaca balau dan sama sekali tidak
berbentuk .
Demikian
lah konsep Plato tentang kemunculan (الْفَيْضُ), dan sesungguhnya konsep tsb tiada lain
kecuali penyama rataan dan pensejajaran antara konsep riwayat agama-agama
tentang penciptaan Alam dan konsep filsafat , dan khususnya konsep Aristoteles.
(Baca
: Al-Harokaatul Bathiniyah fil 'Alamil Islami karya DR. Muhammad Ahmad
Al-Khothiib hal. 38).
KE
3 : JIWA :
Jiwa
Universal (yaitu jiwa yang muncul dari Akal Pertama , dan akal pertama ini
adalah akal yang keluar langsung dari Allah) memenuhi seluruh alam semesta dan
di tugaskan untuk melaksanakan semua aktifitas-Nya , dan JIWA UNIVERSAL ini
nampak pada setiap wujud yang hidup. Adapun kaitan JIWA UNIVERSAL terhadap
JIWA-JIWA BAGIAN atau CABANG (jiwa-jiwa manusia, tumbuh-tumbuhan dan binatang)
maka Plato telah memberikan perumpamaan padanya dengan mengatakan : Umpamanya
JIWA UNIVERSAL itu di ibaratkan cahaya Matahari yang menyinari beberapa kamar ,
maka dalam setiap kamar terdapat bagian dari cahaya Matahari itu sendiri , akan
tetapi dia bukanlah Cahaya Matahari secara keseluruhan .
KE
4 : HUBUNGAN JIWA-JIWA CABANG DENGAN JASAD-JASADNYA .
Menurut
Plato hubungan jiwa-jiwa bagian atau cabang dengan jasad-jasadnya merujuk
kepada turunnya jiwa dari alam yang tinggi ke jasad-jasad yang ada di bumi .
Ketika jiwa itu menyatu dengan jasad manusia , maka jiwa itu berbaur dengan
keburukan-keburukan dan aib-aib yang banyak macamnya yang datang dari sisi
pertemuannya dengan benda tadi . Dan jiwa itu akan selalu berusaha agar kembali
ke tempat sumber asalnya , maka jika jiwa itu mampu mengendalikan diri dengan
berprilaku baik dan berakhlak sempurna , dia bisa kembali ke tempatnya semula
di alam arwah yang tinggi.
Namun
jika sebaliknya , dia akan mulai lagi dengan lembaran baru pada jasad manusia
lainnya atau jasad binatang atau jasad makhluk langit , hingga betul-betul suci
bersih dan sempurna , serta layak untuk kembali ke alam asalnya .
KE
5 : PENCAHAYAAN DAN KEMAKRIFATAN :
Yaitu
mengalirnya kemakrifatan terhadap jiwa dari alam atas yang tinggi dengan
sendirinya , tanpa jiwa itu sendiri yang mencari dan menuntutnya . Makrifat ini
adalah bentuk makrifat yang sahih dan benar. (Baca : Tarikhul Fikril 'Aroby
karya DR. Umar Faroukh hal. 132 – 134).
Murid-murid
Plato dan para pendukung madzhabnya seperti Climent dan Ariganus , mereka semua
memiliki pengaruh yang betul-betul nyata di dalam menyebarkan dan mengembangkan
pemikiran-pemikiran Platonisme Moderen kepada aqidah-aqidah umat-umat lainnya
seperti : Shabi'ah , Tsanawisme , Manawisme dan lainnya .
Mereka-mereka
ini di kenal dengan sebutan :
AHLI MAKRIFAT ( أَهْلُ
الْعِرْفَانِ )
Atau
ORANG-ORANG MAKRIFAT DAN GHONAUSHISME (الْعِرْفَانِيُّونَ وَالْغُنُوصِيُّونَ)
Nama
ini juga telah menjadi sebutan populer bagi sebuah madzhab yang telah menyebar
pada abad kedua dan abad ketiga Masehi , yaitu sebuah madzhab yang mengajarkan
: ilmu pengetahuan tentang rahasia-rahasia agama . Mereka mengajarkan bahwa
seorang yang makrifat tidak akan pernah puas dan menerima syariat agama yang
dhahir dan nampak , melainkan harus menyelami ke dalam bathinnya agar bisa
makrifat ( mengetahui ) rahasia – rahasia nya . ( Baca : Al-Mu'jamul Falsafi ,
karya DR. Jamil Shaliiba 2/72 ).
Madzhab
Filsafat ini telah menyertai pertumbuhan agama Kristen, dan telah sampai pada
puncak kejayaannya pada abad ke tiga Masehi . ( Baca : Tarikhul Fikril 'Aroby
hal. 132 – 134).
Dan
Madzhab Filsafat ini juga memiliki pengaruh yang kongkrit pada aliran-aliran
kepercayaan yang begitu banyak, termasuk pada sekte-sekte dalam Kristen dan
para agamawannya, terutama pada orang-orang yang sengaja berkedok dengan agama
Kristen seperti sekte Marquisme para pengikut Marqus. ( Baca : Al-Fihrist karya
Ibnun Nadiim hal. 474 ).
Meskipun
Gereja Kristiani telah berusaha memerangi dan melakukan konfrontasi terhadap
madzhab ini serta membeberkan akan kesesatan pemikiran-pemikirannya, namun
justru agama Kristen ini malah kembali mengambil dan mengadopsi banyak sekali
unsur-unsur ajaran Ghonaushisme (Makrifat) , bahkan para peneliti yang memiliki
keinginan kuat untuk memisahkan hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme mereka
sendiri tidak mampu mengingkari akan adanya beberapa sabda-sabda Yesus sendiri,
begitu pula dalam riwayat-riwayat yang terdapat di dalam Injil yang berada di
tangan mereka , yang mungkin di terapkan padanya takwil-takwil Simbolik dan
rumusan (Romzi) yang bisa mendekatkan hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme
(Makrifat). Dan hal yang tidak di ragukan lagi adalah unsur-unsur Ghonaushisme
ini nampak banyak sekali di ketemukan pada perkataan-perkataan Paulus dan
lainnya dari kalangan para pendahulu agamawan Kristen . ( Baca : Tarikhul
Fikril 'Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 143 ).
Salah
satu bukti yang menunjukkan pengaruh Ghonaushisme (kemakrifatan) yang sangat
kuat terhadap Kristen yaitu adanya suatu system atau konsep Ghonaushisme yang
telah menjadi ketetapan, yang mana konsep ini belum pernah ada dalam tabiat
ajaran Kristen ketika pertama hadir dan tumbuh di benua Asia, sehingga ajaran
Kristen ini menjadi berubah setelah adanya sebagian orang-orang Ghonaushisme
(Aliran Makrifat) berkata kepada orang-orang Kristen :
"
Pembebasan itu tidak akan bisa sempurna kecuali dengan methode ilmu Al-Hikmah ,
dan methode ini terdapat tiga martabat :
Pertama : Martabat para Ahli Makrifat dan
pembebasannya dengan ilmu Al-Hikmah .
Yang
kedua :
Martabat orang-orang beriman dan pembebasannya dengan keimanan .
Yang
ketiga : martabat orang-orang bodoh
, mereka itu adalah orang-orang yang binasa yang bisa dipastikan” . (Baca :
Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shaliiba 2/76).
====****====
BANTAHAN TERHADAP FILSAFAT MUTAWALLY ASY-SYA’RAWI TENTANG “NUR MUHAMMAD”
Syeikh
Muhammad Mutawally Asy-Sya'rawi, salah satu ulama shufi kontemporer Mesir,
pembela Ideologi dan keyakinan Nur muhammad ﷺ.
Hingga
sekarang masih ada banyak orang yang membenarkan hadits : "Semua benda
diciptakan dari cahaya Muhammad ﷺ!". Lalu mereka menjadikannya sebagai
bagian dari akidah dan keyakinan.
Keyakinan
bahwa Allah menciptakan cahaya Nabi ﷺ terlebih dahulu, dan dari cahayanya segala sesuatu
diciptakan, adalah keyakinan yang batil dan tidak memiliki dasar dalil yang
shahih.
Yang
mengherankan adalah bahwa pernyataan seperti ini diutarakan oleh seorang tokoh
terkenal dari Mesir, yaitu Syeikh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam
kitabnya:
«أَنْتَ تَسْأَلُ وَالإِسْلَامُ يُجِيبُ؟»
*"Anda Bertanya, Islam Menjawab?"*
Di
bawah judul:
«النُّورُ الْمُحَمَّدِيُّ وَبِدَايَةُ
الْخَلِيقَةِ».
*"Cahaya Muhammad dan Permulaan
Penciptaan"*
Disebutkan
di dalamnya:
«س: وَرَدَ فِي الحَدِيثِ أَنَّ جَابِرَ بْنَ
عَبْدِ اللهِ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ ﷺ: مَا أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ؟ فَقَالَ:
نُورُ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ، فَكَيْفَ يَتَّفِقُ هَذَا الحَدِيثُ مَعَ أَنَّ
أَوَّلَ المَخْلُوقِينَ آدَمُ وَهُوَ مِنْ طِينٍ؟
ج: مِنَ الكَمَالِ المُطْلَقِ
وَمِنَ الطَّبِيعِيِّ أَنْ يَكُونَ البَدْءُ بِخَلْقِ العَلَى ثُمَّ مِنْهُ
الأَدْنَى، وَلَيْسَ مِنَ المَعْقُولِ أَنْ تُخْلَقَ المَادَّةُ الطِّينِيَّةُ
أَوَّلًا، ثُمَّ يُخْلَقَ مِنْهَا مُحَمَّدٌ؛ لِأَنَّ أَعْلَى شَيْءٍ فِي الإِنسَانِ:
الرُّسُلُ: مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، إِذَنْ لَا يَصِحُّ أَنْ تُخْلَقَ
المَادَّةُ ثُمَّ يُخْلَقَ مِنْهَا مُحَمَّدٌ، لَابُدَّ أَنْ يَكُونَ النُّورُ
المُحَمَّدِيُّ هُوَ الَّذِي وُجِدَ أَوَّلًا، وَمِنَ النُّورِ المُحَمَّدِيِّ
نَشَأَتِ الأَشْيَاءُ، وَيَكُونُ حَدِيثُ جَابِرٍ صَادِقًا، وَهَذَا هُوَ،
العِلْمُ يُؤَكِّدُ تِلْكَ المَعَانِي، فَالنُّورُ هُوَ البِدَايَةُ ثُمَّ
عُمِلَتْ مِنْهُ المَادِّيَّاتُ» انْتَهَى ص(38).
**Pertanyaan:**
"Disebutkan
dalam hadits bahwa Jabir bin Abdullah bertanya kepada Rasulullah ﷺ: 'Apa
yang pertama kali diciptakan oleh Allah?' Beliau menjawab: 'Cahaya Nabimu,
wahai Jabir.' Bagaimana hadits ini sesuai dengan fakta bahwa makhluk pertama
yang diciptakan adalah Adam, yang terbuat dari tanah?"
**Jawaban:**
"Dari
kesempurnaan mutlak dan secara alami, penciptaan dimulai dari yang tertinggi,
lalu darinya diciptakan yang lebih rendah. Tidak masuk akal jika materi tanah
diciptakan terlebih dahulu, kemudian dari sana diciptakan Muhammad; karena yang
paling tinggi dalam diri manusia adalah para rasul, yaitu Muhammad bin
Abdullah. Maka, tidak mungkin materi diciptakan dulu, lalu darinya diciptakan
Muhammad. Cahaya Muhammad haruslah yang pertama kali ada, dan dari cahaya
Muhammadiah segala sesuatu muncul. Dengan demikian, hadits Jabir adalah shahih
dan benar, dan ilmu pengetahuan mendukung makna-makna tersebut, karena cahaya
adalah permulaan, kemudian dari cahaya muncullah hal-hal materi." [selesai
di halaman 38].
****
KRITIKAN DAN BANTAHAN TERHADAP ASY- SYA’RAWI :
BANTAHAN PERTAMA:
Pernyataan
Asy-Sya’rawi bertentangan dengan nash Al-Qur'an, yaitu firman Allah Ta'ala
tentang penciptaan Adam, manusia pertama:
﴿ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِّن طِينٍ ﴾
"Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.'" (Surah Shaad: 71).
Dan
firman-Nya:
﴿ هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ
ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ﴾
"Dialah
yang menciptakan kalian dari tanah, kemudian dari setetes air mani."
(Surah Ghafir: 67).
Ibnu
Jarir ath-Thabari rahimahullah ta'ala berkata:
«خَلَقَ أَبَاكُمْ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ، ثُمَّ
خَلَقَكُمْ مِنْ نُطْفَةٍ».
"Allah
menciptakan bapak kalian, Adam, dari tanah, kemudian menciptakan kalian dari
nuthfah (setetes air mani)."
Pernyataan
Asy-Sya’rawi juga bertentangan dengan hadits Rasulullah ﷺ:
«كُلُّكُمْ بَنُو آدَمَ، وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ
تُرَابٍ»
"Kalian
semua adalah anak cucu Adam, dan Adam diciptakan dari tanah."
Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam *Shahih al-Jami'* no.
4444.
BANTAHAN KEDUA:
Asy-Sya’rawi
berfilsafat dengan mengatakan:
«وَمِنَ الطَّبِيعِيِّ أَنْ يَكُونَ البَدْءُ
بِخَلْقِ الأَعْلَى، ثُمَّ نَأْخُذَ مِنْهُ الأَدْنَى»
"Secara
alami, penciptaan dimulai dengan yang tertinggi, lalu diambil yang lebih rendah
darinya."
Namun,
Al-Qur'an membantah filsafat ini ketika Iblis menolak sujud:
﴿قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي
مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ﴾
"Iblis
berkata, 'Aku lebih baik darinya (Adam); Engkau menciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'" (Surah Shaad: 76).
Ibnu
Katsir rahimahullah ta'ala (4/43) berkata:
«ادَّعَى أَنَّهُ خَيْرٌ مِنْ آدَمَ،
فَإِنَّهُ مَخْلُوقٌ مِنْ نَارٍ، وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ طِينٍ، وَالنَّارُ خَيْرٌ
مِنَ الطِّينِ».
"Iblis
mengklaim bahwa dirinya lebih baik dari Adam, karena dia diciptakan dari api,
sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Api lebih baik dari tanah."
Dan
ath-Thabari rahimahullah ta'ala berkata:
«قَالَ إِبْلِيسُ لِرَبِّهِ: لِمَ أَسْجُدْ
لِآدَمَ؛ لِأَنِّي أَشْرَفُ مِنْهُ! لِأَنَّكَ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ، وَخَلَقْتَ
آدَمَ مِنْ طِينٍ، وَالنَّارُ تَأْكُلُ الطِّينَ وَتُحْرِقُهُ، فَالنَّارُ خَيْرٌ
مِنْهُ، وَأَنَا خَيْرٌ مِنْهُ». انتهى.
"Iblis
berkata kepada Tuhannya: 'Aku tidak sujud kepada Adam, karena aku lebih mulia
darinya! Engkau menciptakanku dari api, sedangkan Engkau menciptakan Adam dari
tanah. Api memakan dan membakar tanah, jadi api lebih baik darinya, dan aku
lebih baik darinya.'"
Secara logika:
Bahwa
materi tanah diciptakan terlebih dahulu, kemudian dari tanah itu Muhammad ﷺ diciptakan
setelahnya. Materi diciptakan terlebih dahulu, yaitu tanah yang darinya Adam
diciptakan. Muhammad ﷺ adalah keturunan dan anak cucu Adam, sebagaimana
yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ sendiri ketika beliau bersabda:
«أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ»
"Aku
adalah pemimpin anak cucu Adam." Diriwayatkan oleh Muslim.
BANTAHAN KETIGA:
Asy-Sya’rawi
berkata:
«لَابُدَّ أَنْ يَكُونَ النُّورُ
الْمُحَمَّدِيُّ هُوَ الَّذِي وُجِدَ أَوَّلًا»
"Pasti
dan tidak boleh tidak bahwa cahaya Muhammad adalah yang pertama kali ada."
Pernyataan
asy-Sya’rawi ini tidak memiliki dalil (bukti), bahkan terbukti dalam Al-Qur'an
bahwa manusia pertama adalah Adam, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
dan dari makhluk setelah 'Arsy adalah pena. Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ»
"Sesungguhnya
yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena." [Diriwayatkan oleh
al-Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh al-Albani].
Cahaya
Muhammad tidak memiliki eksistensi baik dalam nash maupun akal:
Al-Qur'an
memerintahkan Rasul-Nya untuk berkata kepada manusia:
﴿ قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ
يُوحَىٰ إِلَيَّ ﴾
"Katakanlah:
'Sesungguhnya aku ini adalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan
kepadaku.'" (Surah al-Kahf: 110).
Dan
Rasulullah ﷺ berkata:
«إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ»
"Sesungguhnya
aku adalah seorang manusia seperti kalian."
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam *Shahih al-Jami'*
no. 2337.
Hal
yang sudah maklum bahwa Muhammad ﷺ dilahirkan dari dua orang tua, yaitu Abdullah dan
Aminah binti Wahb, dan dilahirkan seperti kelahiran manusia biasa, dibesarkan
oleh kakeknya, kemudian oleh pamannya Abu Talib.
Telah
terbukti bahwa makhluk pertama dari kalangan manusia adalah Adam, dan dari
makhluk lainnya adalah pena. Dengan demikian, ini menjadi bantahan yang jelas
bagi mereka yang mengatakan bahwa Muhammad ﷺ adalah makhluk pertama Allah; karena itu
bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadits sahih yang telah disebutkan
sebelumnya.
Namun,
terdapat sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Rasul ﷺ tercatat
di sisi Allah sebagai penutup para nabi sebelum penciptaan Adam, yaitu sabda
beliau:
«إِنِّي عِندَ اللهِ مَكْتُوبٌ خَاتَمُ
النَّبِيِّينَ، وَإِنَّ آدَمَ لَمُنْجَدِلٌ فِي طِينَتِهِ»
"Sesungguhnya
di sisi Allah, aku tercatat sebagai penutup para nabi, dan Adam berada dalam
keadaan terbenam dalam tanah liatnya."
Diperkuat
oleh al-Hakim, disepakati oleh al-Dzahabi, dan dinyatakan shahih oleh
al-Albani.
(Makna
:
(لَمُنْجَدِل: لَمُلْقًى عَلَى الْأَرْضِ)،
فَالْحَدِيثُ يَقُولُ «مَكْتُوبٌ» وَلَمْ يَقُلْ «مَخْلُوقٌ»
"dalam
keadaan terbenam": dalam posisi tergeletak di tanah). Hadits ini
menyatakan "tertulis" dan bukan "diciptakan."
Begitu
pula sabda beliau ﷺ:
«كُنتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ
وَالْجَسَدِ»
"Aku
adalah nabi ketika Adam antara ruh dan tubuh." [Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam *al-Sunnah* dan dinyatakan shahih oleh al-Albani].
Sedangkan
hadits:
«كُنتُ أَوَّلَ النَّبِيِّينَ فِي الْخَلْقِ
وَآخِرَهُمْ فِي الْبَعْثِ»
"Aku
adalah yang pertama dari para nabi dalam penciptaan dan yang terakhir dalam
kebangkitan".
Ini
adalah hadits yang lemah menurut al-Hafidh Ibn Katsir, al-'Allamah al-Manawi,
dan Syeikh al-Albani.
Hadits
ini bertentangan dengan Al-Qur'an, hadits-hadits shahih sebelumnya, serta
bertentangan dengan logika dan kenyataan; karena tidak ada seorang pun dari
manusia yang lahir sebelum Adam.
BANTAHAN KE EMPAT:
Asy-Sya’rawi
berkata:
«وَمِنَ النُّورِ الْمُحَمَّدِيِّ خُلِقَتِ
الْأَشْيَاءُ»
"Dan
dari cahaya Muhammad terciptalah segala sesuatu."
Makna
“segala sesuatu” ini mencakup Adam, Iblis, manusia, jin, hewan, serangga,
kuman, dan lainnya.
Pernyataan
ini bertentangan dengan apa yang disebutkan dalam Al-Qur'an, bahwa Adam
diciptakan dari tanah liat, Iblis dari api, dan manusia diciptakan dari nuthfah
(setetes air mani).
Pernyataan
Asy-Sya’rawi ini juga bertentangan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
«خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ
وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ»
"Malaikat
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa
yang telah dijelaskan kepada kalian." [HR. Muslim 8/226]
Pernyataan
ini juga bertentangan dengan logika, realitas, dan kenyataan; karena manusia
dan hewan diciptakan melalui proses reproduksi dan perkembangbiakan. Jika kuman
yang merugikan dan serangga yang berbahaya diciptakan dari cahaya
Muhammad ﷺ, mengapa kita harus membunuhnya? Padahal kita diperintahkan
untuk membunuhnya, seperti ular, ular berbisa, lalat, nyamuk, dan tokek, karena
bahaya yang ditimbulkan oleh mereka.
BANTAHAN KE LIMA:
Asy-Sya’rawi
berkata:
«وَيَكُونُ حَدِيثُ جَابِرٍ صَادِقًا وَهُوَ:
أَوَّلُ مَا خَلَقَ نُورُ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ»
"Dan
hadits Jabir adalah benar, yaitu: 'Yang pertama kali diciptakan adalah cahaya
nabimu, wahai Jabir.'"
Hadits
ini adalah dusta yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ, dan apa
yang dikatakan Asy-Sya’rawi adalah tidak benar ; karena hal ini bertentangan
dengan Al-Qur'an yang menyatakan bahwa manusia pertama adalah Adam, sementara
dari makhluk lain, yang pertama kali diciptakan adalah pena.
Muhammad ﷺ adalah
keturunan Adam, bukan diciptakan dari cahaya, melainkan seorang manusia seperti
kita sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an. Allah mengkhususkannya dengan
wahyu dan kenabian, dan manusia tidak melihatnya sebagai cahaya, melainkan
sebagai manusia biasa. Hadits yang dianggap benar dan shahih oleh Asy-Sya’rawi
adalah hadits dianggap palsu dan batil oleh para ahli.
Di
antara keyakinan yang batil adalah pernyataan bahwa Allah menciptakan sesuatu
dari cahaya-Nya. Pernyataan ini dikemukakan oleh sebagian kaum sufi, dan
ditegaskan oleh Asy-Sya’rawi dalam bukunya *Anta Tas'al wal Islam Yujib* di
mana ia berkata:
«فَإِذَا عَرَفْنَا بِأَنَّ اللهَ خَلَقَ
الْأَشْيَاءَ مِنْ نُورِهِ فَهَذَا صَحِيحٌ... فَعِنْدَمَا يَكُونُ الْحَقُّ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى خَلَقَ الْأَشْيَاءَ مِنْ نُورِهِ فَمَعْنَى هَذَا أَنَّ
شُعَاعَ نُورِهِ خُلِقَتْ مِنْهُ الْمَادِّيَّاتُ»
"Jika
kita mengetahui bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari cahaya-Nya, maka
hal ini benar... Ketika Sang Hak menciptakan segala sesuatu dari cahaya-Nya,
maka maknanya adalah bahwa dari pancaran cahaya-Nya, diciptakanlah benda-benda
fisik." (hlm. 40).
Saya
katakan: Pernyataan ini tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an, sunnah, ataupun
logika, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya... Hal ini membantah dan
membatalkan pernyataan Asy-Sya’rawi.
Selain
itu, pernyataan Asy-Sya’rawi juga kontradiktif, karena sebelumnya ia berkata
bahwa segala sesuatu diciptakan dari cahaya Muhammad, sementara di sini ia
mengatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari cahaya-Nya! Terdapat
perbedaan antara cahaya Muhammad dan cahaya Allah...
Berhati-hatilah
wahai saudaraku Muslim, semoga Allah memberi petunjuk kepadaku dan kepadamu,
terhadap keyakinan-keyakinan batil seperti ini yang disebutkan oleh kaum sufi.
(Dikutip
dari kitab "Arkan al-Islam wa al-Iman min al-Kitab wa al-Sunnah
al-Sahihah" karya Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu – pengajar di Dar
al-Hadits al-Khairiyah, Makkah al-Mukarramah, hlm. 97–103, dengan sedikit
ringkasan).
Sebagai
tambahan penjelasan, saya katakan:
Kaum
sufi seringkali berdendang tentang apa yang mereka sebut sebagai hakikat
Muhammad, yang mereka definisikan sebagai berikut :
«هِيَ الذَّاتُ مَعَ التَّعَيُّنِ
الْأَوَّلِ، وَلَهَا الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَهِيَ اسْمُ اللهِ الْأَعْظَمُ»
"Ia
adalah dzat dengan manifestasi pertama, yang memiliki Asmaul Husna, dan
merupakan nama Allah yang paling agung." (Rujukan: "Jami' al-Ushul fi
al-Awliya" oleh al-Kamashkhanli dan "al-Ta'rifat" oleh
al-Jurjani serta "Hadzihi Hiya al-Sufiyah", hlm. 74).
Al-Kamashkhanli
berkata:
«صُوَرُ الْحَقِّ هُوَ مُحَمَّدٌ،
لِتَحَقُّقِهِ بِالْحَقِيقَةِ الْأَحَدِيَّةِ وَالْوَاحِدِيَّةِ»
"Gambaran
kebenaran adalah Muhammad, karena realitasnya menyatu dengan hakikat
al-Ahadiyah dan al-Wahidiyah" ("Jami' al-Ushul", hlm. 107).
Ad-Damirdasyi
mengatakan:
«حَقِيقَةُ الْحَقَائِقِ هِيَ الْمَرْتَبَةُ
الْإِنْسَانِيَّةُ الْكَمَالِيَّةُ الْإِلٰهِـيَّةُ الْجَامِعَةُ لِسَائِرِ
الْمَرَاتِبِ كُلِّهَا، وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِحَضْرَةِ الْجَمْعِ،
وَبِأَحَدِيَّةِ الْجَمْعِ، وَبِهَا تَتِمُّ الدَّائِرَةُ، وَهِيَ أَوَّلُ
مَرْتَبَةٍ تَعَيَّنَتْ فِي غَيْبِ الذَّاتِ، وَهِيَ الْحَقِيقَةُ
الْمُحَمَّدِيَّةُ»
"Hakikat
dari segala hakikat adalah tingkatan manusia yang sempurna secara ilahiyah,
yang mencakup seluruh tingkatan, dan dinamakan dengan hadirat al-jam'
(himpunan), dengan Ahadiyat al-jam', dan dengannya lingkaran terselesaikan. Itu
adalah tingkatan pertama yang termanifestasi dalam kegaiban zat, dan itu adalah
hakikat Muhammad" . (Rujukan: "Ma'rifat al-Haqaiq" oleh Muhammad
ad-Damirdasyi dan kutipan dari "Hadzihi Hiya al-Sufiyah", hlm. 74).
Kaum
sufi juga mengklaim bahwa kedudukan Nabi kita Muhammad ﷺ sama
dengan kedudukan Allah! Dengarlah seorang sufi yang mengatakan:
«شَأْنُ مُحَمَّدٍ فِي جَمِيعِ
تَصَرُّفَاتِهِ شَأْنُ اللهِ، فَمَا فِي الْوُجُودِ إِلَّا مُحَمَّدٌ».
"Kedudukan
Muhammad dalam semua tindakannya adalah kedudukan Allah, tidak ada di alam
semesta ini selain Muhammad."
Dia
juga berkata:
«وَلَمَّا كَانَتْ بَشَرِيَّتُهُ ﷺ نُورًا
مَحْضًا… وَهَذَا النُّورُ الْمُحَمَّدِيُّ، هُوَ الْمَعْنِيُّ بِرُوحِ اللهِ
الْمَنْفُوخِ فِي آدَمَ فَرُوحُ اللهِ نُورُ مُحَمَّدٍ»
"Dan
karena kemanusiaan Muhammad ﷺ adalah cahaya murni... cahaya ini, yaitu cahaya
Muhammad, adalah yang dimaksud dengan Ruh Allah yang ditiupkan ke dalam Adam,
maka Ruh Allah adalah cahaya Muhammad." (Rujukan: "An-Nafahat
al-Qudsiyah" karya al-Baytar, hlm. 9,13, dan kutipan dari "Hadhihi
Hiya al-Sufiyah", hlm. 77).
Ad-Dabbagh
berkata:
«اِعْلَمْ أَنَّ أَنْوَارَ الْكَائِنَاتِ
كُلَّهَا مِنْ عَرْشٍ وَفَرْشٍ وَسَمَاوَاتٍ وَأَرَضِينَ، وَجَنَّاتٍ وَحُجُبٍ،
وَمَا فَوْقَهَا، وَمَا تَحْتَهَا إِذَا جُمِعَتْ كُلُّهَا، وُجِدَتْ بَعْضًا مِنْ
نُورِ النَّبِيِّ، وَأَنَّ مَجْمُوعَ نُورِهِ لَوْ وُضِعَ عَلَى الْعَرْشِ،
لَذَابَ»
"Ketahuilah
bahwa seluruh cahaya dari makhluk, mulai dari arasy, karpet, langit, bumi,
surga, hijab, dan apa yang di atasnya serta di bawahnya, jika dikumpulkan
semuanya, hanya merupakan sebagian dari cahaya Nabi. Dan jika seluruh cahayanya
diletakkan di atas arasy, maka arasy itu akan meleleh." (Rujukan:
"Al-Ibriz", 2/84). Dan masih banyak yang serupa, lihat "Hadhihi
Hiya al-Sufiyah", hlm. 87.
At-Tijāni
mengatakan:
«لَمّا خُلِقَ النُّورُ المُحَمَّدِيُّ،
جَمَعَ فِي هَذَا النُّورِ المُحَمَّدِيِّ جَمِيعَ أَرْوَاحِ الأَنْبِيَاءِ
وَالأَوْلِيَاءِ جَمِيعًا، جَمْعًا أَحَدِيًّا»
"Ketika
cahaya Muhammad diciptakan, di dalam cahaya Muhammad ini, semua ruh para nabi
dan wali dikumpulkan dengan satu pengumpulan yang tunggal." (Ar-Rimāh
karya ‘Umar bin Sa‘īd, hlm. 14, dan "Hadzihi Hiyā aṣh-Ṣhūfiyyah"
hlm. 87).
Dan
al-Halwānī dalam
qasidahnya "Al-Mustajīrah," seakan-akan berbicara kepada Rasulullah ﷺ:
أَنْشَأَكَ نُورًا سَاطِعًا
قَبْلَ الوَرَى *** فَرْدًا لِفَرْدٍ وَالبَرِيَّةُ فِي العَدَمِ
ثُمَّ اسْتَمَدَّ جَمِيعَ
مَخْلُوقَاتِهِ *** مِنْ نُورِكَ السَّامِي فَيَا عِظْمَ الكَرَمِ
فَلِذَا إِلَيْكَ الخَلْقُ
تَفْزَعُ كُلُّهُمْ *** فِي هَذِهِ الدُّنْيَا وَفِي اليَوْمِ الأَهَمِّ
وَإِذَا دَهَتْهُمْ كُرْبَةٌ
فَرَّجْتَهَا .... ".
Engkau diciptakan sebagai cahaya yang bersinar
sebelum makhluk *** Tunggal bagi tunggal, sementara seluruh makhluk
masih dalam ketiadaan
Kemudian semua makhluk-Nya meminjam *** dari
cahayamu yang tinggi, wahai betapa besar kemurahan
Oleh karena itu kepada engkaulah semua makhluk
berlindung *** Di dunia ini dan pada hari yang paling penting (hari kiamat)
Dan jika mereka tertimpa kesulitan, engkau
menghilangkannya .... “.
Dan
Allah Ta'ala berfirman:
﴿ وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن
سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ ﴾
"Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sari pati tanah."
Dan
Muhammad ﷺ adalah seorang manusia; jika tidak, silakan mereka
datang dengan sifat lain untuknya!
Rasulullah ﷺ sendiri
berkata:
«خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِن نُورٍ…»
الْحَدِيثُ
"Para
malaikat diciptakan dari cahaya..."
Dalam
hadits tersebut, Rasul ﷺ berbicara tentang cahaya dan dari apa ia
diciptakan, tetapi tidak menyebutkan bahwa ia diciptakan dari cahaya seperti
yang disebutkan tentang malaikat.
Ia
berbicara tentang Adam, bapak pertama umat manusia, tentang penciptaannya, dan
bahwa ia diciptakan dari apa yang telah disebutkan kepada kalian dalam
Al-Qur'an - maksudnya: dari tanah liat yang lengket - dan Muhammad ﷺ adalah
anak dari Adam, lalu kepada siapa hakikat Muhammadiyah sufi itu terikat?!!
Dalam
kitab Allah al-Qur’an terdapat satu ayat yang dapat meruntuhkan semua yang
dipuja oleh para sufi dari doktrin yang mereka bangun untuk mitos dan khurafat
ini, yaitu firman-Nya kepada Nabi ﷺ:
﴿ لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ … ﴾
"Tidak
ada hak bagimu atas perkara ini..." [QS. Ali Imran : 128]
Dan
renungkan firman-Nya:
﴿ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا
أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ
وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُّبِينٌ ﴾
"Aku
bukan hal baru di antara para rasul dan aku tidak tahu apa yang akan dilakukan
padaku dan tidak juga pada kalian. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan
kepadaku dan aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang jelas." [QS.
Al-Ahqaf : 9]
Apakah
para sufi mengakui semua rasul seperti mereka mengakui Muhammad ﷺ, karena
ia bukan "hal baru di antara para rasul"?
Dan
renungkan firman-Nya kepada Nabi ﷺ:
﴿ قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا
وَلَا رَشَدًا 21 قُلْ إِنِّي لَن يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ
مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا ﴾
"Katakanlah,
'Sesungguhnya aku tidak memiliki kekuasaan untuk mendatangkan kemudharatan atau
petunjuk untuk kalian. Katakanlah, 'Sesungguhnya tidak ada yang dapat
menyelamatkan aku dari Allah dan aku tidak akan menemukan tempat berlindung
selain Dia.'"
Inilah
petunjuk Al-Qur'an, maka bandingkanlah dengan apa yang direkayasa oleh para
sufi dari kebohongan seputar cahaya Muhammad yang diciptakan dari segala
sesuatu!! (Baca : Hadzihi Hiyāṣ-Ṣūfiyyah karya Sheikh Abdul Rahman Al-Wakil, hlm.
87-88).
*****
KRITIKAN AL-ALBANI TERHADAP ASY-SYA’RAWI
Di Kutip dari Mawsu’ah al-Albaani Fil ‘Aqidah
3/816-817:
الشَّيْخ: فِي سُورْيَا
مَوْجُود، وَفِي الْأُرْدُنِّ مَوْجُود يَقُول: "أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ
نُورُ نَبِيِّكَ يَا جَابِر"، مَا سَمِعْتَ هَذَا الْحَدِيثَ عِنْدَكَ؟
مُدَاخَلَة: هَذَا سَمِعْتُهُ
مِنَ الشَّعْرَاوِي.
الشَّيْخ: هه، أَتَتْ …
يَقُولُونَ: - عَلَى رِجْلَيْهَا -، رَأَيْتَ؟! وَهَذَا مِنْ أَبْطَلِ الْبَاطِلِ،
كَيْفَ خَلَقَ اللهُ مُحَمَّدًا مِنْ نُورِهِ، وَأَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ
الْقَلَمَ وَالْحَدِيثُ صَحِيحٌ كَمَا ذَكَرْتُهُ آنِفًا: «أَوَّلُ مَا خَلَقَ
اللهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ، قَالَ: مَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: مَا هُوَ
كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ» بَعْدَ ذَلِكَ نَحْنُ نَعْرِفُ … الرَّسُولَ
أَنَّهُ مُحَمَّدٌ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَهَكَذَا،
وَبَعْدَ ذَلِكَ يَنْقَطِعُ السَّنَدُ أَوِ النَّسَبُ، لَكِنْ هُوَ عَلَى كُلِّ
حَالٍ جَدُّهُ الْأَوَّلُ مَنْ هُوَ؟ آدَمُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ؛
لِأَنَّهُ كُلُّكُمْ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ:
«كُلُّكُمْ مِنْ آدَمَ وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ» كَيْفَ إِذًا مُحَمَّدٌ وَبَيْنَهُ
وَبَيْنَ آدَمَ، اللهُ أَعْلَمُ كَمْ جَدًّا، ثُمَّ هُوَ قَبْلَ هَؤُلَاءِ خُلِقَ
مِنْ نُورٍ، هَذِهِ تُرِيدُ إِيمَانًا .. تُرِيدُ مِخًّا كَبِيرًا لَا وُجُودَ
لَهُ فِي هَذَا الْكَوْنِ، أَنَّهُ يُؤْمِنُ بِمِثْلِ هَذِهِ الْخُرَافَاتِ.
أَمَّا عَامَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَبَعْضُ الْخَاصَّةِ مِنْهُمْ وَأَنْ تُشَاهِدَ
وَمِنْهُمْ الشَّيْخُ الشَّعْرَاوِي يُؤْمِنُ بِهَذِهِ الْخُرَافَةِ.
هَذَا حَدِيثٌ لَا هُوَ فِي
الْبُخَارِيِّ وَلَا فِي مُسْلِمٍ وَلَا فِي السُّنَنِ الْأَرْبَعَةِ وَلَا
الْأَرْبَعِينَ وَلَا الْأَرْبَعِمِائَةِ لَا أَصْلَ لِهَذَا الْحَدِيثِ
إِطْلَاقًا إِلَّا إِذَا صَحَّ التَّعْبِيرُ فِي أَمْخَاخِ الْمُخَرِّفِينَ، هَذَا
لَهُ وُجُودٌ هُنَاكَ فَقَطْ، هَذَا مَا هُوَ الْإِسْلَامُ؟
الْإِسْلَامُ قَالَ اللهُ قَالَ
رَسُولُهُ … قَالَ الصَّحَابَةُ لَيْسَ بِالتَّمْوِيهِ إِلَى آخِرِ مَا
قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ رَحِمَهُ اللهُ.
"رِحْلَةُ النُّورِ"
(40أ/00:00:00)
Syekh al-Albani
berkata : Di Suriah ada, di Yordania juga ada yang berkata: "Awal
ciptaan Allah adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir." Apakah kamu pernah
mendengar hadits ini di tempatmu?
Penyela berkata :
Saya pernah mendengar ini dari Asy-Sya’rawi.
Syekh al-Albani
menjawab :
Hah,
lihatlah... mereka berkata, "ini sudah jelas terlihat," dan ini
adalah kebatilan yang paling batil. Bagaimana mungkin Allah menciptakan
Muhammad dari cahayanya, padahal ciptaan pertama Allah adalah pena, dan hadits
yang sahih telah menyebutkan seperti yang saya sebutkan sebelumnya: "Awal
ciptaan Allah adalah pena. Kemudian Allah berkata kepadanya: 'Tulislah!' Pena
bertanya: 'Apa yang harus saya tulis?' Allah berkata: 'Tulislah apa yang akan
terjadi hingga hari kiamat.'"
Setelah
itu, kita tahu bahwa Rasulullah ﷺ adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib,
dan begitu seterusnya. Setelah itu, silsilah atau nasabnya berhenti, tapi
bagaimanapun, kakek pertamanya siapa? Adam 'alaihis salam. Karena semuanya,
seperti yang beliau ﷺ katakan dalam hadits yang sahih: "Kalian semua
berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah."
Jadi,
bagaimana mungkin Muhammad, di antara keturunannya yang banyak dari Adam,
tiba-tiba diciptakan dari cahaya? Ini memerlukan keyakinan besar... perlu otak
besar yang tidak ada di dunia ini untuk mempercayai hal-hal seperti ini. Namun,
sayangnya, banyak umat Islam, bahkan beberapa di antara orang-orang tertentu,
seperti yang kamu lihat, termasuk Asy-Sya’rawi, mempercayai dongeng ini.
Hadits
ini tidak ada dalam kitab Sahih Bukhari, tidak dalam Sahih Muslim, tidak dalam
Sunan empat, tidak dalam empat puluh, tidak dalam empat ratus, hadits ini tidak
memiliki asal sama sekali kecuali jika diizinkan untuk dikatakan bahwa ini
hanya ada dalam pikiran para pendongeng. Hadits ini hanya ada di sana saja,
bukan bagian dari Islam.
Islam
adalah berpegang kepada : "Allah berfirman, Rasulullah ﷺ bersabda,
para sahabat berkata... bukan dengan tipu muslihat," sebagaimana yang
diungkapkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam salah satu ungkapannya.
[Sumber
: "Rihlatun-Nur" (40A/00:00:00)].
Selanjutnya
disebutkan pula dalam Mawsu’ah al-Albaani 3/817:
[282] هَلِ الرَّسُولُ - صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ - نُورٌ؟!
[قَالَ الإِمَامُ]: "[رَدَدْنَا] قَوْلَ
مَنْ قَالَ: بِأَنَّ الرَّسُولَ عَلَيْهِ السَّلَامُ نُورٌ، وَأَبْطَلْنَا هَذَا
القَوْلَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: {قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى
إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ} (الكهف: 110) فَهُوَ عَلَيْهِ
السَّلَامُ كَالْبَشَرِ تَمَامًا، خُلِقَ كَمَا خُلِقَ البَشَرُ، يَعْنِي:
حَمَلَتْ فِيهِ أُمُّهُ كَمَا تَحْمِلُ كُلُّ الأُمَّهَاتِ تِسْعَةَ أَشْهُرٍ،
وَوَضَعَتْهُ كَمَا تَضَعُ كُلُّ أُمٍّ وَلَدَهَا، سِوَى أَنَّهَا رَأَتْ فِي
المَنَامِ أَنَّهَا خَرَجَ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ لَهَا الشَّامَ، أَوْ بُصْرَى
الشَّامِ، هَذَا صَحِيحٌ كَرُؤْيَا كَمَنَامٍ، فَعَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
كَانَ كَمَا تَعْلَمُونَ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ وَيَمْرَضُ، وَيُجْرَحُ وَ .. وَ ..
إِلَى آخِرِهِ، فَهُوَ بَشَرٌ لَا يَخْتَلِفُ عَنْهُمْ إِطْلَاقًا إِلَّا بِمَا
اصْطَفَاهُ اللهُ مِنَ الوَحْيِ وَالنُّبُوَّةِ وَالرِّسَالَةِ".
"الهُدَى وَالنُّور"
(322/ 29: 01: 00).
[282]
Apakah Rasulullah ﷺ adalah cahaya?
[Imam al-Albaani berkata]:
Kami
telah membantah pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ adalah
cahaya, dan kami telah membatalkan pendapat ini dengan firman Allah:
*"Katakanlah,
sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa
sesungguhnya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa"* (QS. Al-Kahf: 110).
Jadi,
beliau ﷺ adalah
manusia sepenuhnya, diciptakan sebagaimana manusia lainnya diciptakan. Artinya,
ibunya mengandungnya seperti setiap ibu lainnya selama sembilan bulan, dan
melahirkannya seperti setiap ibu melahirkan anaknya, kecuali bahwa dia melihat
dalam mimpi bahwa dari dirinya keluar cahaya yang menerangi Syam atau Busra
Syam. Ini adalah shahih dan benar sebagai mimpi, sebagai penglihatan
dalam tidur.
Maka
Rasulullah ﷺ, sebagaimana kalian ketahui, makan dan minum, sakit, terluka,
dan seterusnya. Jadi, beliau adalah manusia yang tidak berbeda sama sekali
kecuali dengan apa yang Allah pilihkan baginya berupa wahyu, kenabian, dan
risalah.
"Al-Huda
wa An-Nur" (322/29:01:00).
====
PERNYATAAN IBNU ASH-SHOLAH (Wafat 643 H) TENTANG FILSAFAT
Di
antara fatwa-fatwa al-Hafidz al-Muhaddits Ibnu ash-Sholah, beliau pernah
ditanya tentang orang yang menyibukkan diri dengan ilmu manṭiq
(logika) dan filsafat, maka beliau menjawab:
الفَلْسَفَةُ أُسُّ السَّفَهِ
وَالانحَلَالِ، وَمَادَةُ الحيرَة وَالضَّلَالِ، وَمثَارُ الزَّيْغ
وَالزَّنْدَقَة، وَمَنْ تَفلسَفَ عَمِيَتْ بَصِيْرتُهُ عَنْ مَحَاسِن الشرِيعَة
المُؤيّدَة بِالبرَاهينِ، وَمَنْ تَلبَّس بِهَا قَارَنَهُ الخِذلَانُ
وَالحِرمَانُ، وَاسْتحوذَ عَلَيْهِ الشَّيْطَانُ، وَأَظلم قَلْبُه عَنْ نُبُوَّةِ
مُحَمَّدٍ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-
"Filsafat
adalah pokok dari kebodohan dan kerusakan, sumber dari kebingungan dan
kesesatan, serta pangkal dari penyimpangan dan zindik (kekafiran tersembunyi). Barang
siapa yang berfilsafat, maka mata hatinya menjadi buta dari keindahan syariat
yang diperkuat dengan bukti-bukti. Barang siapa yang terlibat dengannya, akan
bersamanya kehinaan dan kerugian, dikuasai oleh setan, dan hatinya menjadi
gelap terhadap kenabian Muhammad ﷺ."
Hingga
pada perkataan beliau:
وَاسْتعمَالُ الاصطلَاحَاتِ
المنطقيَّةِ فِي مبَاحثِ الأَحكَامِ الشَّرْعِيَّةِ مِنَ المنكرَاتِ
المُسْتبشعَةِ، وَالرقَاعَاتِ المُسْتحدثَةِ، وَلَيْسَ بِالأَحكَامِ
الشَّرْعِيَّةِ - وَللهِ الحَمْدُ - افْتِقَارٌ إِلَى المنطقِ أَصلاً، هُوَ
قعَاقعُ قَدْ أَغنَى الله عَنْهَا كُلَّ صَحِيْحِ الذِّهْنِ، فَالوَاجِبُ عَلَى
السُّلْطَانِ - أَعزَّهُ اللهُ - أَنْ يَدفَعَ عَنِ المُسْلِمِيْنَ شَرَّ
هَؤُلَاءِ المشَائِيم، وَيُخْرِجَهُم مِنَ المدَارسِ وَيُبعدَهُم
"Penggunaan
istilah-istilah ilmu manthiq (logika) dalam pembahasan hukum-hukum syariat
termasuk perkara yang mungkar dan tercela, serta merupakan kebodohan yang baru
muncul. Syariat —dan segala puji bagi Allah— sama sekali tidak membutuhkan
logika. Itu hanyalah suara kosong yang telah Allah cukupkan darinya orang-orang
yang sehat akalnya.
Maka
wajib atas sultan —semoga Allah memuliakannya— untuk melindungi kaum muslimin
dari kejahatan orang-orang sial ini, mengeluarkan mereka dari
madrasah-madrasah, dan menjauhkan mereka."
[Lihat
: Adab al-Mufti wa Al-Mustafti karya Ibnu ash-Sholah hal. 16. Dan di kutip oleh
karya adz-Dzahabi dalam Siyar al-A’lam an-Nubalaa 23/143 (Cet. Ar-Risalah)].
0 Komentar