Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SHAHIH KAH HADITS KEUTAMAN SHOLAT MEMAKAI SORBAN?

SHAHIH KAH HADITS KEUTAMAN SHOLAT MEMAKAI SORBAN ?

Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

====

===

DAFTAR ISI :

  • HADITS-HADITS KEUTAMAAN SHALAT DENGAN MEMAKAI SORBAN :
  • HARUSKAH PAKE SORBAN ITU DENGAN CARA TERTENTU ?
  • APAKAH DISUNNAHKAN KETIKA SHALAT MEMAKAI PECI ATAU PENUTUP KEPALA LAINNYA?
  • HUKUM MEMAKAI PAKAIAN ADAT SETEMPAT :

====

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

===***=== 

HADITS-HADITS KEUTAMAAN SHALAT DENGAN MEMAKAI SORBAN :

===

HADITS PERTAMA :

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rosulullah bersbada :

"صَلَاةُ تَطَوُّعٍ أَوْ فَرِيضَةٍ بِعِمَامَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ صَلَاةً بِلَا عِمَامَةٍ، وَجُمُعَةٌ بِعِمَامَةٍ تَعْدِلُ سَبْعِينَ جُمُعَةً بِلَا عِمَامَةٍ"

Sholat sunnah atau sholat fardlu pakai sorban setara dengan sholat dua puluh lima tanpa sorban, dan sholat Jum’atan pake sorban setara dengan tujuh puluh sholat Jum’at tanpa Sorban “.

Hadits ini dimasukkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam kitabnya “تاريخ دمشق” (37/355) dan al-Dailami dalam “مسند الفردوس” (2/108), dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu.

Al-Sakhawi berkata dalam “المقاصد الحسنة” (466): “Itu tidak ada ketetapan”.

Dan Al-Mubarakfoury berkata dalam “Tuhfat Al-Ahwadhi” (5/339):

«قال المُناويُّ: قال ابنُ حجرٍ: موضوعٌ، وكذلك قال الشوكانيُّ في كتابه: «الفوائد المجموعة في الأحاديث الموضوعة»، وفي الباب رواياتٌ أخرى ذَكَرَها الشوكانيُّ وغيرُه في موضوعاتهم»،

“Al-Munaawi berkata : Ibn Hajar berkata : Itu hadits Palsu. Begitu juga yang dikatakan Al-Syawkaani dalam kitabnya : " الفوائد المجموعة في الأحاديث الموضوعة " dan dalam bab tersebut terdapat riwayat-riwayat lain yang disebutkan oleh al-Syawkaani dan lainnya dalam kitab-kitab mereka yang isinya  tentang kumpulan hadits-hadits palsu “. ( Kutipan Selesai )

Syeikh Al-Albani berkata dalam “ ضعيف الجامع” (3520) dan" الضعيفة "(127) : " Palsu '".

===

HADITS KE DUA :

Di riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi bersabda :

"الصَّلَاةُ فِي العِمَامَةِ تَعْدِلُ عَشَرَةَ آلَافِ حَسَنَةٍ"

“Sholat pake sorban setara dengan sepuluh ribu amal kebajikan”

Hadits ini diriwayatkan oleh Aban Ibn Abi ‘Ayyash , sementara dia itu dituduh berdusta dengan mengatas namakan riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu .

Dan Hadits ini di hukumi sebagai hadits Palsu oleh : as-Sakhowi dlm “المقاصد الحسنة” (423), dan Al-Shawkani dalam “الفوائد المجموعة '” (188), dan Ibnu Iraaq dalam “تنزيه الشريعة المرفوعة” (2/124) , dan Ali Al-Qaari dalam “المصنوع في معرفة الحديث الموضوع” (118), dan al-Albani dalam “السلسلة الضعيفة” (129)

===

HADITS KE TIGA :

Diriwayatkan dari Jabir ibn 'Abdullah radhiyallahu ‘anhu . Dia mengatakan bahwa Nabi bersabda :

( رَكْعَتَانِ بِعِمامَةٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلا عِمامَةٍ )

"Dua raka'at yang dipersembahkan dalam serban lebih baik dari tujuh puluh raka'at. tanpa sorban. ”

( HR. ad-Daylami dalam “مسند الفردوس” 2/265, no. 3233. Dalam “الجامع الكبير” (no. 14441), Imam as-Sayuuti menghubungkannya dengan Abu Na'im. Tetapi kami tidak dapat menemukannya.

Al-Mannawi rahimahullah berkata :

رَوَاهُ عَنْهُ أَيْضًا أَبُو نُعَيْمٍ - وَمِنْ طَرِيقِهِ وَعَنْهُ تَلَقَّاهُ الدَّيْلَمِيُّ - ثُمَّ إِنَّ فِيهِ طَارِقَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَوْرَدَهُ الذَّهَبِيُّ فِي الضُّعَفَاءِ وَقَالَ: قَالَ النَّسَائِيُّ: لَيْسَ بِقَوِيٍّ. عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ: ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ فِي الضُّعَفَاءِ وَقَالَ الْحَاكِمُ: سَيِّئُ الْحِفْظِ" اِنْتَهَى بِاخْتِصَارٍ.

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ: ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ فِي الضُّعَفَاءِ وَقَالَ الْحَاكِمُ: سَيِّئُ الْحِفْظِ" اِنْتَهَى بِاخْتِصَارٍ".

Abu Nu’aim juga meriwayatkan darinya - dan itu adalah melalui dia dan darinya ad-Daylami menerimanya - apalagi isnadnya (rantai perawi) termasuk Thariq ibn 'Abdur Rahman, yang dimasukkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab “الضعفاء” dan dia berkata : an-Nasai berkata : “Dia tidak kuat “.

Dan itu diriwayatkan dari Muhammad ibn 'Ajlan : bahwa Imam al-Bukhari memasukkannya  dalam kitab “الضعفاء” . Al-Hakim berkata: “ Dia memiliki ingatan yang buruk “. Kutipan berakhir. ( Baca : “فيض القدير” 4/49 )

Berdasarkan hal ini, hadits tersebut adalah dha’if jiddan (sangat lemah) dan tidak dibolehkan untuk meriwayatkannya tanpa menyatakan bahwa itu hadits dha'if dengan tujuan untuk memperingatkan terhadap kedha’ifannya. Dengan demikian para ulama memutuskan bahwa hadits ini harus ditolak dan tidak diterima .

As-Sakhawi rahimahullah berkata : “لا يثبت” Itu tidak ada ketetapan. ( Baca : المقاصد الحسن hal.406 ).

Syeikh al-Albani rahimahullah berkata : “ موضوع / Palsu ”. ( Baca “السلسلة الضعيفة” no. 128, 5699

Syekh Bin Baaz rahimahullah berkata :

"هٰذَا خَبَرٌ لَا أَصْلَ لَهُ، مَوْضُوعٌ مَكْذُوبٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَا أَصْلَ لِذٰلِكَ" اِنْتَهَى.

"Ini adalah hadits yang tidak ada asalnya , itu palsu dan dusta diatas namakann kepada Nabi “.

Kutipan berakhir : http://www.binbaz.org.sa/mat/11590

Asy-Syeikh Ibnu 'Utsaimiin rahimahullah berkata :

"هٰذَا الْحَدِيثُ حَدِيثٌ بَاطِلٌ مَوْضُوعٌ مَكْذُوبٌ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ، وَالْعِمَامَةُ - كَغَيْرِهَا مِنَ الْأَلْبِسَةِ - تَتْبَعُ عَادَاتِ النَّاسِ، فَإِنْ كُنْتَ فِي أُنَاسٍ اعْتَادُوا لُبْسَ الْعِمَامَةِ فَالْبَسْهَا، وَإِذَا كُنْتَ فِي أُنَاسٍ لَا يَعْتَادُونَ لُبْسَ الْعِمَامَةِ وَإِنَّمَا يَلْبَسُونَ الْغُتْرَةَ أَوْ يَبْقَوْنَ بِلَا شَيْءٍ يَسْتُرُ رُؤُوسَهُمْ فَافْعَلْ كَمَا يَفْعَلُونَ" اِنْتَهَى.

“Hadits ini adalah hadits Bathil , palsu dan dusta diatas namakann kepada Rosulullah . Sorban itu – sama seperti pakaian lainnya - mengikuti pada adat kebiasaan masyarakat. Jika Anda termasuk orang yang biasa memakai serban, maka kenakanlah ! . Jika Anda termasuk di antara orang-orang yang tidak biasa memakai serban - melainkan mereka memakai ghutrah (sejenis sorban orang Arab) atau membiarkan kepala mereka tidak tertutup, maka lakukanlah apa yang mereka lakukan “. Kutipan berakhir. Di kutip dari “فتاوى نور على الدرب”.

http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_6894.shtml

===

HADITS KE EMPAT :

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas bahwa Nabi bersabda :

" عَلَيْكُمْ بِالْعَمَائِمِ فَإِنَّهَا سِيمَا المَلائِكَة وَأَرْخُوْهَا خلفَ ظُهُوْرِكُمْ "

Pakailah kalian sorban, karena itu adalah cira khas para malaikat, dan landaikanlah di belakang punggung kalian .

Syeikh al-Mubarofury dalam kitabnya “كتاب تحفة الأحوذي “ Bab “باب ما جاء في كراهية خاتم الذهب” 339 berkata :

"أخرجه بن عَدِيٍّ وَالْبَيْهَقِيُّ فِي الْخُلَاصَةِ وَهُوَ مَوْضُوعٌ . وَقَالَ فِي اللَّآلِئِ لَا يَصِحُّ وَقَالَ لَهُ طَرِيقٌ آخر عن بن عَبَّاسٍ أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ".

Itu dimasukkan oleh Ibn Uday dan al-Bayhaqi dalam kitabnya “الْخُلَاصَةِ”: Hadits itu adalah Palsu '. Dan dia berkata dalam kitab اللآليء المصنوعة : “ itu tidak shahih “, dan dia berkata : Baginya terdapat jalur riwayat lain dari Ibnu Abbaas radhiyallahu ‘anhu , yang oleh al-Hakim di masukkannya dlam kitab “ al-Mustadrak. ( Kutipan Berakhir )

Wallaahu a’lam

===***===

HARUSKAH PAKE SORBAN ITU DENGAN CARA TERTENTU ?

Sepengetahuan penulis : tidak di batasi cara pemakaian Sorban.  Karena pake sorban itu salah satu adat kebiasaan bangsa arab sejak dahulu . Dan Nabi ketika mengutus para da’i nya ke manca negara , beliau tidak menyuruhnya merubah tradisi model berpakaian bangsa tertentu , kecuali :

1]. Perintah menutup aurat .

2]. Melarang berpakaian yang menyerupai pakaian tradisi khusus kaum musyrikin seperti pakaian Pendeta , Pastur dan biarawati .

3]. Melarang pakaian Syuhroh ( pakaian yang menjadikannya pusat perhatian ).

Nabi memakai pakaian apa adanya yang mudah didapat . Berikut ini keterangan fatwa para ulama Islam-web :

"وَبِالْجُمْلَةِ فَإِنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمْ يَتَقَيَّدْ فِي اللِّبَاسِ بِشَكْلٍ أَوْ لَوْنٍ مُعَيَّنٍ، فَكَانَ يَلْبَسُ مَا تَيَسَّرَ مِنْ لِبَاسِ أَهْلِ زَمَانِهِ، وَمِنْ ذٰلِكَ الْعِمَامَةُ، فَرُبَّمَا لَبِسَ عِمَامَةً سَوْدَاءَ أَوْ صَفْرَاءَ.. أَوْ لَبِسَ الْقَلَنْسُوَةَ وَرُبَّمَا جَمَعَهُمَا فَيَجْعَلُ الْقَلَنْسُوَةَ تَحْتَ الْعِمَامَةِ".

“Singkatnya, Nabi tidak membatasi dirinya untuk berpakaian dalam bentuk atau warna tertentu, jadi dia mengenakan pakaian apa pun dari orang-orang pada masanya, termasuk sorban .

Mungkin dia memakai sorban berwarna hitam atau kuning ... atau dia memakai topi ( peci ), dan mungkin dia menggabungkannya dan meletakkan Pecinya itu di bawah sorban “.

===***===

APAKAH DISUNNAHKAN KETIKA SHALAT MEMAKAI PECI ATAU PENUTUP KEPALA LAINNYA?

Komite Tetap al-Lajnah ad-Daimah Saudi Arabia, pernah ditanya dengan pertanyaan berikut:

Pertanyaan :

هَلْ صَحِيحٌ أَنَّ تَغْطِيَةَ الرَّأْسِ، كَلُبْسِ الطَّاقِيَّةِ، كُوفِيَّةٍ مَثَلًا: سُنَّةٌ، وَلَا سِيَّمَا عِنْدَ أَدَاءِ الصَّلَاةِ؟

Apakah benar bahwa menutup kepala, seperti memakai peci atau kufi misalnya, termasuk sunnah, khususnya ketika melaksanakan shalat?

Mereka menjawab :

"تَغْطِيَةُ الرَّجُلِ رَأْسَهُ فِي الصَّلَاةِ لَيْسَتْ مِنْ سُنَنِهَا" .

“Menutup kepala bagi laki-laki dalam shalat bukan termasuk sunnah shalat.”

[Selesai dari *Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah* (6/174). Jawaban ini ditandatangani oleh: Abdul Aziz bin Baz, Abdurrazzaq ‘Afifi, Abdullah bin Ghudayyan, dan Abdullah bin Qa’ud].

Dan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

"سَتْرُ الرَّأْسِ فِي الصَّلَاةِ لَيْسَ بِوَاجِبٍ، وَلَكِنْ إِذَا كُنْتَ فِي بَلَدٍ يَعْتَادُ أَهْلُهُ أَنْ يَلْبَسُوا هٰذَا، وَيَكُونُ ذٰلِكَ مِنْ تَمَامِ لِبَاسِهِمْ: فَإِنَّهُ يَنْبَغِي أَنْ تَلْبَسَهُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: (يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ).

فَإِذَا كَانَ مِنَ الزِّينَةِ أَنْ يَضَعَ الإِنْسَانُ عَلَى رَأْسِهِ شَيْئًا مِنْ عِمَامَةٍ أَوْ غُتْرَةٍ أَوْ طَاقِيَّةٍ، فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَلْبَسَهُ حَالَ الصَّلَاةِ.

أَمَّا إِذَا كَانَ فِي بَلَدٍ لَا يَعْتَادُونَ ذٰلِكَ، وَلَيْسَ مِنْ زِينَتِهِمْ، فَلْيَبْقَ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ".

“Menutup kepala ketika shalat bukanlah wajib. Namun, jika engkau berada di negeri yang penduduknya terbiasa memakai penutup kepala, dan itu merupakan bagian dari pakaian yang sempurna, maka sebaiknya engkau memakainya. Karena Allah Ta’ala berfirman:

‘Wahai anak-anak Adam, pakailah perhiasan kalian di setiap masjid.’ (QS. Al-A’raf: 31).

Jika termasuk perhiasan (penampilan yang baik) bagi seseorang untuk meletakkan sesuatu di kepalanya, baik sorban, ghutrah, atau peci, maka disunnahkan baginya untuk memakainya ketika shalat.

Namun jika berada di negeri yang tidak terbiasa melakukan hal tersebut dan itu bukan termasuk perhiasan mereka, maka biarkan saja sebagaimana adanya.”

[Selesai dari *Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin* (12/294)].

===***===

HUKUM ADAT KEBIASAAN:

DEFINISI ADAT :

Asy-Syathibi mengatakan :

إنَّ العَادِيَاتِ مِنْ حَيْثُ هِيَ عاديةٌ لا بِدْعَةَ فيها، ومِنْ حَيْثُ يُتعبَّد بها أو تُوْضَع وضْعَ التعبُّد تَدْخُلها البِدْعةُ.

“Dan sungguh adat istiadat dari sisi ia adat, tidak ada bid’ah di dalamnya. Tapi dari sisi ia dijadikan/diposisikan sebagai ibadah, bisa ada bid’ah di dalamnya.” ( Lihat : Al-I’tisham, 2/98)

Dalam qaidah lain di katakan :

"الأَصْلُ فِي العَادَاتِ الإِبَاحَةُ مَا لَمْ يُوجَدْ مَانِعٌ"

“Hukum Asal dalam adat kebiasaan adalah Ibahah ( boleh ) selama tidak ada dalil yang melarang “.

Yang di maksud dengan “العَادَاتِ “ di sini adalah :

"مَا لاَ يَتَقَرَّبُ بِه الإنْسَانُ ، ويَتَعَبَّدُ بِه".

“ Apa saja yang tidak dijadikan oleh manusia sebagai amalan untuk mendekatkan diri kepada sesuatu . Dan tidak pula dijadikan untuk beribadah dengannya kepada sesuatu tsb “.

JANGAN SEMBARANGAN MENENTUKAN HUKUM SYA’RI, TERUTAMA HUKUM HARAM :

Sembarangan dalam menentukan hukum sangat beresiko bagi dirinya dan bagi umat Islam pada umumnya . Dari Sa’d ibn Abu Waqash : Bahwa Nabi beliau berkata:

إِنَّ أَعْظَمَ المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

Sesungguhnya (seseorang dari) kaum Muslim yang paling besar dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut diharamkan karena pertanyaannya. ( HR. Bukhory no. 6745 )

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda :

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ ".

 Artinya : “ Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. (Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337)

Dari Abi Tsa’labah Jurtsum ibn Nasyir al-Khusyanii radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah , Beliau bersabda :

"إنَّ اللَّهَ تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا، وَحَدَّ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا"

“Allah Subhanah telah menetapkan sejumlah kewajiban, maka janganlah kalian sia-siakan. Allah telah menetapkan batasan-batasan haram , maka jangan kalian melampaui batasnya . Allah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian melanggarnya .

Dan Allah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat dan kasih sayang bagi kalian, bukan karena lupa- maka jangan kalian cari-cari Tentang hukumnya .” 

(HR. Ad-Daaruquthni 4/184 daan lainnya . Di Hasankan oleh Imam Nawawi dalam Riyadlush Sholihin (574) dan Arba’in an-Nawaawiyah . Dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya ketika mentafsiri surat al-Maidah ayat 101 ).

****

HUKUM MEMAKAI PAKAIAN ADAT SETEMPAT :

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga pernah menjelaskan tentang mengikuti sunnah Nabi dalam berpakaian.

Di dalam pembahasan tersebut terdapat pertanyaan:

Apakah yang dianggap sesuai dengan sunnah Nabi itu memakai gamis atau jubah karena Rasulullah memakainya? Ataukah memakai baju sesuai dengan baju kaum muslimin karena Rasulullah memakai gamis dan jubah karena menjadi baju keumuman kaum muslimin saat itu?

Jawaban:

Yang sesuai dengan syariat adalah memakai baju yang menjadi keumuman kaum muslimin. Beliau berkata:

وَالدَّلِيلُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ الصَّحَابَةَ لَمَّا فَتَحُوا الْأَمْصَارَ كَانَ كُلٌّ مِنْهُمْ يَأْكُلُ مَنْ قُوتِ بَلَدِهِ وَيَلْبَسُ مِنْ لِبَاسِ بَلَدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَقْصِدَ أَقْوَاتَ الْمَدِينَةِ وَلِبَاسَهَا وَلَوْ كَانَ هَذَا الثَّانِي هُوَ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِمْ لَكَانُوا أَوْلَى بِاخْتِيَارِ الْأَفْضَلِ

Dalil atas demikian adalah bahwa para sahabat Nabi ketika menaklukkan negeri-negeri (sehingga wilayah Islam menjadi luas, pen.) maka masing-masing dari mereka mengkonsumsi makanan negerinya dan berpakaian dengan pakaian negerinya tanpa berkeinginan (untuk mendatangkan) makanan dan pakaian Madinah. Seandainya yang kedua ini (yakni berpakaian dan mengkonsumsi makanan kota Madinah, pen) itu lebih utama menurut mereka maka mereka akan memilih yang lebih utama.” (Majmu’ al-Fatawa: 22/325).

Demikian pula menurut al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah. Beliau menguatkan bahwa yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah memakai baju yang sesuai dengan baju kaum muslimin. Ini karena Rasulullah kadang-kadang memakai jubah, kadang-kadang memakai gamis, baju wol dan sebagainya tergantung keadaan kaum muslimin saat itu.

Beliau menyatakan:

وَالصَّوَابُ أَنَّ أَفْضَلَ الطُّرُقِ طَرِيقُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي سَنَّهَا، وَأَمَرَ بِهَا، وَرَغَّبَ فِيهَا، وَدَاوَمَ عَلَيْهَا، وَهِيَ أَنَّ هَدْيَهُ فِي اللِّبَاسِ: أَنْ يَلْبَسَ مَا تَيَسَّرَ مِنَ اللِّبَاسِ، مِنَ الصُّوفِ تَارَةً، وَالْقُطْنِ تَارَةً، وَالْكِتَّانِ تَارَةً. وَلَبِسَ الْبُرُودَ الْيَمَانِيَّةَ، وَالْبُرْدَ الأَخْضَرَ، وَلَبِسَ الْجُبَّةَ، وَالْقَبَاءَ، وَالْقَمِيصَ، وَالسِّرَاوِيلَ، وَالإِزَارَ، وَالرِّدَاءَ، وَالْخُفَّ، وَالنَّعْلَ، وَأَرْخَى الذُّؤَابَةَ مِنْ خَلْفِهِ تَارَةً، وَتَرَكَهَا تَارَةً.....

Dan yang benar adalah bahwa jalan yang paling utama adalah jalan Rasulullah yang mana beliau telah men-sunnahkannya, memerintahkannya, mendorong kepadanya, dan merutinkannya. Yaitu bahwa petunjuk beliau dalam masalah pakaian adalah memakai pakaian yang mudah didapat (karena banyak dipakai oleh kaum muslimin saat itu, pen), kadang-kadang memakai baju wol, kadang-kadang katun, kadang-kadang kapas, memakai baju selempang bergaris dari Yaman, baju selempang bergaris hijau, memakai jubah, baju luar (mantel), gamis, sirwal (celana), sarung, rida’ (selendang), sepatu khuf, sandal dan kadang-kadang mengulurkan kuncir imamahnya dan kadang-kadang tidak.” (Zaadul Ma’ad: 1/143).

Pendapat inilah yang benar, yaitu bahwa Rasulullah memakai gamis atau jubah karena sesuai dengan keadaan masyarakat beliau. Begitu pula beliau juga memakai baju wol karena sesuai dengan keadaan masyarakat ketika itu.

Di antara dalilnya adalah hadits Anas bin Malik radliyallahu anhu dalam kisah Dhimam bin Tsa’labah radliyallahu anhu:

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي الْمَسْجِدِ دَخَلَ رَجُلٌ عَلَى جَمَلٍ فَأَنَاخَهُ فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ عَقَلَهُ ثُمَّ قَالَ لَهُمْ أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ وَالنَّبِيُّ ﷺ مُتَّكِئٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ فَقُلْنَا هَذَا الرَّجُلُ الْأَبْيَضُ الْمُتَّكِئُ.. (إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ).

Suatu ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi di masjid. Masuklah seorang laki-laki di atas unta. Kemudian ia merundukkan unta itu dan mengikatnya. Kemudian ia bertanya:

“Yang manakah di antara kalian yang bernama Muhammad?”.

Sedangkan Nabi duduk bersandar di antara mereka (para sahabat). Maka kami jawab:

“Ini lelaki (berkulit) putih yang bersandar..dst.” (HR. Al-Bukhari: 61, Abu Dawud: 411, an-Nasai: 2065 dan Ibnu Majah: 1392).

Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah menjelaskan hadits di atas:

وَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لِتَوَاضُعِهِ لَا يُعْرَفُ، فَإِذَا كَانَ بَيْنَ أَصْحَابِهِ الَّذِي لَا يَعْرِفُهُ لَا يُمَيِّزُهُ.. (إِلَى آخِرِهِ)

Adalah beliau karena sifat tawadhu’nya, tidak dikenal (oleh orang yang belum pernah tahu, pen). Jika beliau berada di antara sahabat beliau, maka beliau tidak bisa dikenal dan dibedakan..dst.” (Syarh Sunan Abi Dawud: 3/297).

Tidak dikenalnya beliau -oleh orang-orang yang belum pernah bertemu- ini menunjukkan bahwa beliau memakai pakaian yang tidak menonjol di antara sahabat beliau. Sehingga apa yang beliau pakai juga dipakai oleh para sahabat beliau. Jika mereka memakai gamis, maka beliau pun memakainya. Jika mereka memakai sarung dan selendang (rida’), maka beliau pun memakainya.

  


Posting Komentar

0 Komentar