Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM NYEPI DAN I'TIKAF DI TEMPAT KRAMAT, POHON KRAMAT DAN KUBURAN KRAMAT

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

I’tikaf adalah salah satu bagian dari pada bentuk ibadah dalam Islam, sebagaimana ibadah lainnya yang menghendaki dalil syariat secara eksplisit, i’tikaf juga memiliki syarat dan tempat untuk dilakukan.

Di masyarakat kita, seringkali terjadi bias antara i’tikaf dan menyepi atau mungkin bersemedi. Padahal perbedaan di antaranya adalah sangat jelas.

Menyepi dan bersemedi, keduanya lekat sekali dengan tempat-tempat keramat, di mana bagi sebagian masyarakat kita, tempat-tempat keramat baik berupa pohon atau kuburan, sangatlah mendapat tempat spesial dalam banyak ritual, adat, dan kepercayaan.

Sebagai negara dengan kemajemukan agama, adat, dan kepercayaan, tentu Indonesia harus tetap rukun dengan menjunjung nilai-nilai toleransi. Sah-sah saja, agama dan kepercayaan selain Islam untuk menjalankan bentuk ibadah dan ritual mereka dengan bersepi-sepi di tempat-tempat keramat, baik kuburan seram maupun di bawah pohon angker.

Akan tetapi jika menyepi diri di tempat-tempat tersebut kemudian dianalogikan atau dicampur-adukkan dengan i’tikaaf dalam Islam, maka hal tersebut sebaiknya diluruskan.

Agama Kristen, misalnya, ternyata ditemui fakta dalam ayat-ayat pada kitab suci mereka berikut ini yang jutru menyebut ritual menyepi di tempat-tempat keramat sebagai perbuatan orang-orang yang terbakar oleh nafsu.

Pohon Kramat dalam kitab INJIL (BIBLE)


[Yes ; 1:29] “Sungguh, kamu akan mendapat malu a karena pohon-pohon keramat b yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman c dewa yang kamu pilih “.

[Yes 57:5] “hai orang-orang yang terbakar oleh hawa nafsu dekat pohon-pohon keramat, z di bawah setiap pohon yang rimbun, a hai orang-orang yang menyembelih anak-anak b di lembah-lembah, di dalam celah-celah bukit batu”.

Demkianlah dalam agama Kristen. Dalam agama kita sendiri, bagaimana Islam memandang perbuatan menyepi di tempat-tempat keramat? Mari kita perhatikan beberapa hal di bawah ini:

DEFINISI I'TIKAF:


Yang di maksud dengan Nyepi atau I'tikaf di sini adalah berdiam diri di sebuah tempat sebagai bentuk pengabdian dan kepatuhan kepada yang ghaib atau karena mengharapkan sesuatu darinya.

Definisi I'tikaf dalam Madzhab Syafii adalah: berdiam dirinya seorang muslim atau muslimah yang sehat akalnya dalam kondisi suci dari hadats besar di dalam masjid karena Allah SWT ".
 

HUKUM I'TIKAF


Ibadah I'tikaf hukumnya sunnah muakkadah (Sunnah yang di tekankan). Dan terdiri dari empat rukun:

1. Berdiam diri


Sedikitnya seukuran Thuma'ninah dalam shalat, maka jika seseorang bernadzar I'tikaf maka wajib atasnya berdiam diri di masjid seukuran Thuma'ninah dalam shalat, akan tetapi di sunnahkan beri'tikaf seharian karena Rosulullah SAW dan para sahabatnya dalam beritikaf tidak pernah kurang dari sehari.

Dan di anjurkan setiap masuk masjid berniat I'tikaf di dalamnya.

Apakah disyaratkan berpuasa dalam beri'tikaf ?

Madzhab Syafii tidak mensyaratkan harus berpuasa dalam beritikaf, lain halnya dengan madzhab Hanafi yang mensyaratkannya, maka menurutnya minimal waktu I'tikaf di sesuaikan dengan masa waktu puasa.

Maka dalam madzhab Syafii ada dua macam I'tikaf: I'tikaf dengan berpuasa dan I'tikaf tanpa puasa.
Sementara madzhab Hanafi hanya ada satu macam I'tikaf yaitu I'tikaf harus dengan berpuasa.

2. Beniat untuk I'tikaf semenjak awal, sama seperti shalat.


3. Orang yang beritikaf harus seorang muslim berakal dan dalam kondisi halal, tidak sedang junub, haidl dan nifas.


4. Tempat I'tikaf

Yaitu di masjid, maka tidak sah di selain masjid, termasuk I'tikaf di musholla yang telah di sediakan di rumah-rumah, karena yang seperti itu tidak bisa di katakan masjid secara hakikat, maka tidak sah I'tikaf di dalam musholla –musholla tsb.

Bolehkah I'tikaf di masjid yang tidak digunakan sholat Jum'at?


Menurut madzhab Syafii semua masjid boleh untuk beri'tikaf, namun yang lebih utama di masjid jami', kecuali mesjid yang di rumah-rumah maka tidak boleh beri'tikaf di dalamnya.
Berbeda dengan madzhab Imam Az-Zuhry yang berpendapat tidak boleh beri'tikaf di selain masjid jami'. Pendapat ini sesuai dengan yang di isyaratkan oleh Imam Syafii dalam qaul qadimnya.

Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas SAW bahwa beliau menyatakan:

إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.


“Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah. Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal”.

Selain I'tikaf ada juga ibadah yang mirip denganya yaitu Wuquf dan Mabit. Ibadah Wuquf dan Mabit ini hanya boleh di lakukan oleh orang yang sedang melaksanakan ibadah haji di waktu tertentu dan di tempat tertentu.

Selain yang di sebutkan di atas tidak boleh melakukan ibadah nyepi atau berdiam diri di sebuah tempat di waktu tertentu dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah, apalagi jika di tujukan kepada selain Allah SWT.

IBADAH NYEPI DAN I'TIKAF DALAM AGAMA PENYEMBAH BERHALA


Bentuk ibadah utama yang banyak di lakukan kaum musyrikin dan agama-agama berhala lainnya semenjak dahulu adalah melakukan i'tikaf atau nyepi sebagai ujud kebaktian, kepatuhan dan kesabaran dalam mengharapkan sesuatu dari berhala yang mereka kultuskan.

I'tikaf kaum Nabi Nuh AS terhadap kuburan orang-orang shaleh. Allah SWT berfirman tentang mereka:

" وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا. وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا ".


“Dan mereka berkata: Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu selain kesesatan” . (QS. Nuh: 23).  

Telah ada ketetapan riwayat dalam sahih Bukhori no. 4920, serta dalam kitab-kitab tafsir, kitab kisah-kisah para nabi dan lainnya dari Ibnu Abbas dan lainnya dari ulama salaf, mereka berkata tentang tafsir ayat di atas:

هَذِهِ أَسْمَاءُ قَوْمٍ صَالِحِينَ كَانُوا فِي قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا مَاتُوا عَكَفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُم ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ، وَأَنَّ هَذِهِ الْأَصْنَامَ بِعَيْنِهَا صَارَتْ إِلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ، ذَكَرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَبِيلَةً قَبِيلَةً.


"Nama-nama tsb adalah orang-orang shaleh dari kaum Nuh alaihissalam, ketika orang-orang itu mati, mereka melakukan i'tikaf (nyepi) terhadap kuburan-kuburannya, lalu mereka menggambar rupa-rupa mereka, kemudian lama kelamaan mereka menyembahnya. Dan berhala-berhala itu kemudian tersebar ke kabilah-kabilah Arab".

Ibnu Abbas RA dengan terperinci menyebutkan kabilah-kabilah tsb satu persatu ".

(Lihat: Majmu Fatawa karya Syeikh Ibnu Taymiyah 14/363, Syarah Aqidah Thohawiyah 1/14 dan Juhud Ulama hanafiyah fi Ibtholil 'aqooidil Quburiyah 1/408).

Firman Allah SWT tentang kaumnya Nabi Ibrahim yang melakukan ritual itikaf di tempat-tempat berhala mereka:

{ إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ } [الأنبياء: 52].


(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beri’tikaf untuknya?” (QS. Al-Anbiyaa: 52)

Firman Allah SWT tentang i'tikaf sebagian kaum Nabi Musa  terhadap berhala:

" وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ " (139)


"Dan Kami seberangkan Bani Israel ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang sedang beri'tikaf kepada berhala-berhala mereka, Bani Israil berkata: " Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). Musa menjawab: Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Sesungguhnya mereka itu akan di hancurkan kepercayaan yang di anutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan ". (QS. Al-A'raf: 138-139).

I'tikaf kaum musyrikin arab jahiliyah terhadap berhala-berhala mereka sebagai bentuk penghormatan dan ibadah kepadanya, Allah SWT berfirman:

"أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى ".


Artinya: “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza. dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?”. (QS. An-Najm: 19-21).

Imam Bukhory no. 4859, Ibnu Jarir ath-Thobary dalam tafsirnya 22/523, Ibnu Humeid, Ibnu Mandah, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Katsir dalam tafsirnya 7/455 menyebutkan tentang tafsir Al-Laata dari Ibnu 'Abbas RA:

« أنه كان رجلا يَلُتُّ للحجيج في الجاهلية السويق، فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه ».


"Dulunya dia adalah seorang penumbuk Sawiq (Tepung) untuk jemaah haji, maka ketika dia meninggal mereka ber i'tikaf (nyepi) di kuburannya, lalu mereka menyembahnya".

Tafsir ini di riwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 7/455 dari Robi' bin Anas. Dan begitu juga di riwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsirnya 22/523 dengan sanadnya dari Mujahid.

Begitu juga mereka - yakni kaum musyrikin arab Jahiliyah – melakukan ritual nyepi dan beri’tikaf di berhala Uzza, yaitu berhala yang berbentuk 3 pohon kramat.

Al-Azraqi menyebutkan bahwa: “ Orang-orang arab ketika sudah selesai haji dan thawaf mereka tidak langsung bertahalul, sampai mendatangi Uzza. Mereka berthawaf mengelilinginya dan bertahalul di sisinya, serta berdiam diri (I’TIKAF alias NYEPI) selama sehari di sampingnya. Orang-orang kabilah Khuza’ah, Quraisy dan Bani Kinanah seluruhnya mengagungkan Uzza bersama kabilah Khuza’ah dan seluruh kabilah Mudhor”. (Al-Azraqi: Akhbaru Makkah: 1/126-127).

Dan mereka juga punya kebiasaan i'tikaf (nyepi) di pesarean yang terdapat pohon kramat di sekitarnya sebagai bentuk ibadah, pengabdian dan harapan, seperti dalam hadits berikut ini.

Dari Abi waqid al-Laytsy berkata:

خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى حينين ونحن حديثو عهد بجاهلية ، وقد كانت لكفار قريش ومن سواهم من العرب شجرة عظيمة يقال لها: ذات أنواط يأتونها كل عام ، فيعلقون بها أسلحتهم ، ويريحون تحتها ، ويعكفون عليها يوما ، فرأينا ونحن نسير مع رسول الله صلى الله عليه وسلم سدرة خضراء عظيمة فتنادينا من جنبات الطريق فقلنا: يا رسول الله اجعل لنا ذات أنواط فقال: « الله أكبر قلتم والذي نفس محمد بيده كما قال قوم موسى: "اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ" الآية ، لتركبن سنن من كان قبلكم".


Kami telah keluar bersama Rosulullah SAW ke Hunain (untuk berperang), sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan (baru masuk Islam). Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa, yang di sebut " DZATU ANWATH ". Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun, maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tsb, dan mereka beristirahat di bawahnya sambil BERI’TIKAF (NYEPI) kepadanya selama satu hari. Pada saat kami melintas bersama Rosulullah SAW dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar, maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan, dan kami berkata:

" Ya Rosulullah, bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH ",

Maka beliau terperanjat seraya berkata: " Allahu Akbar !! kalian telah mengatakan nya, demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya, persis seperti yang di katakan kaum Musa:


 ( (Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka (orang-orang kafir) memiliki sesembahan-sesembahan ….))

Kemudian beliau SAW bersabda: " Sungguh kalian benar-benar akan menapak tilasi jejak-jejak (sunah-sunah) umat sebelum kalian ". (HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3290. Imam Thurmudzi berkata: " Ini hadits Hasan Sahih)

KESIMPULANNYA


Ibadah Nyepi atau I'tikaf, wukuf dan Mabit hanya boleh di amalkan karena Allah  dan harus mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh syariat yang Allah turunkan kepada Rosulullahصلى الله عليه وسلم. I'tikaf hanya disyriatkan di masjid-masjid, wukuf hanya di Arafah bagi orang yang berhaji di waktu tertentu, begitu juga mabit di Muzdalifah dan Mina. Selain dari pada itu tidak boleh mengamalkannya, meskipun karena Allah. Dan hukumnya syirik jika ditujukan kepada selain Allah SWT.

Tidak boleh beri'tikaf di tempat-tempat shalat yang di sediakan di rumah-rumah, seperti yang di riwayatkan Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 dengan sanadnya dari Ibnu Abbas RA bahwa beliau berkata:

إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.


" Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah. Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal ".

Dan kalau kita telusuri dan kita perhatiakan nash-nash tentang ziarah kubur yang di lakukan dan diperintahkan oleh Nabi SAW, kemudian diamalkan oleh para sahabatnya, maka akan kita temukan bahwa cara berziarah mereka ke kuburan, mereka melakukannya dengan sangat singkat, simple dan sederhana, cukup dengan memberi salam kemudian memanjatkan doa kepada Allah untuk dirinya dan penghuni kubur dengan doa yang sangat simpel seperti dalam hadits-hadits yang telah di sebutkan di atas. Yang demikian itu sengaja beliau lakukan, begitu juga para sahabatnya agar tidak menyerupai ibadah i'tikaf (nyepi) di kuburan, seperti yang biasa dilakukan kaum musyrikin.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,

قبر إبراهيم الخليل: لم يكن في الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان من يأتيه للصلاة عنده، ولا الدعاء ولا كانوا يقصدونه للزيارة أصلا


“Para sahabat dan para tabi’in (para pengikut sahabat) dengan baik, tidak ada yang mendatangi makam Nabi Ibrahim untuk shalat dan berdoa di sisinya, dan sama sekali mereka tidak pula bersengaja untuk mengunjunginya.” (Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, 2: 823)

Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, beliau berkata,

لا يجوز للمسلم تتبع آثار الأنبياء ليصلي فيها أو ليبني عليها مساجد ؛ لأن ذلك من وسائل الشرك ، ولهذا كان عمر رضي الله عنه ينهى الناس عن ذلك ويقول: (إنما هلك من كان قبلكم بتتبعهم آثار أنبيائهم) ، وقطع رضي الله عنه الشجرة التي في الحديبية التي بويع النبي صلى الله عليه وسلم تحتها ؛ لما رأى بعض الناس يذهبون إليها ويصلون تحتها ؛ حسما لوسائل الشرك ، وتحذيرا للأمة من البدع


“Tidak boleh atas setiap muslim melakukan napak tilas jejak peninggalan para Nabi dengan tujuan untuk shalat di tempat tersebut atau membangun masjid di atasnya, karena hal itu adalah sarana menuju kemusyrikan. Oleh karena itu, ‘Umar bin Khaththab RA melarang manusia untuk melakukan hal itu dengan mengatakan:

"Sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian adalah karena mereka napak tilas peninggalan para Nabi mereka.”

'Umar juga menebang pohon, yang Nabi SAW berbaiat di bawah pohon tersebut, ketika beliau melihat sebagian manusia sengaja pergi ke sana dan shalat di bawahnya. Hal ini adalah dalam rangka memangkas sarana menuju syirik dan memperingatkan umat dari (bahaya) bid’ah.” (Majmu’ Fataawa Ibnu Baaz, 8: 323)


 


Posting Komentar

0 Komentar