Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK KETURUNAN

ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK KETURUNAN

---

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

----

----

Isa bin Maryam ‘alaihissalam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ الْعَبْدَ يَتَعَلَّمُ الْمِهْنَةَ يَسْتَغْنِي بِهَا عَنِ النَّاسِ، وَيَكْرَهُ الْعَبْدَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ يَتَّخِذُهُ مِهْنَةً»

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung mencintai seorang hamba yang mempelajari suatu keterampilan usaha (skill & keahlian) agar ia dapat mandiri ekonominya dan tidak bergantung kepada manusia.

Dan Allah membenci seorang hamba yang mempelajari ilmu agama lalu menjadikannya sebagai alat mencari sumber penghidupan.”

---

DAFTAR ISI :

  • KEUTAMAAN KERJA MENCARI RIZKI DAN HIDUP MANDIRI
  • TAKUTLAH MENINGGALKAN ANAK KETURUNAN DALAM KEADAAN LEMAH DAN TIDAK SEJAHTERA
  • HADITS ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK
  • DALIL ANJURAN MENGUTAMAKAN EKONOMI ANAK DAN KELUARGA TERDEKAT
  • ANJURAN HIDUP HEMAT DAN EKONOMIS
  • HADITS DAN ATSAR TENTANG ANJURAN HEMAT dan EKONOMIS
  • LARANGAN TABDZIR dan MURKA ALLAH SWT TERHADAP PENTABDZIR HARTA:

****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

===***===

KEUTAMAAN BEKERJA MENCARI RIZKI DAN HIDUP MANDIRI

[1] Dari Rofi’ bin Khodij -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang pekerjaan untuk mencari rizki yang paling baik:

يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: «عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ».

Wahai Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?

Beliau menjawab: “Pekerjaan seseorang dalam mencari rizki dengan tangannya sendiri (yakni : hasil jerih payah sendiri), dan setiap transaksi jual beli yang dilakukan dengan jujur.”

[Diriwayatkan oleh Ahmad (17265), al-Hakim 10/2, Ath-Thabrani dalam *Al-Awsath* (7918), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 4/554 no. 2308 dan Ibnu Abi Ad-Dunya dalam *Islah al-Mal* (309), dan lafaz ini milik mereka

Di nilai hasan lighoirihi oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Tahqiq al-Musnad 28/502 no. 17265].

[2] Dari Miqdam bin Ma’di Karib -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda :

«ما أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُودَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ».

“Tidak ada seorang pun yang pernah memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Dawud makan dari hasil kerja tangannya sendiri”. [HR. Bukhori no. 2072].

[3] Dari Malik bin Dinar, ia berkata:

قَرَأْتُ فِي التَّوْرَاةِ: «إِنَّ الَّذِي يَعْمَلُ بِيَدِهِ ، وَيَأْكُلُ ، طُوبَى لِمَحْيَاهُ وَمَمَاتِهِ»

Aku membaca dalam Taurat: “Sesungguhnya orang yang bekerja dengan tangannya sendiri lalu makan dari hasil kerjanya, berbahagialah kehidupannya dan kematiannya.” [Diriwayatkaan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Ishlah al-Maal hal. 94 no. 312]

[4] Dari Asy-Sya’bi, dari Sulaiman tentang firman Allah Ta’ala:

﴿يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا﴾

“Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan beramallah dengan amal saleh.” (Al-Mu’minun: 51).

Ia berkata:

«هُوَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ»

“Yang dimaksud adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri”.

[Diriwayatkaan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Ishlah al-Maal hal. 95 no. 313]

[5] Dari Syu’aib bin Harb, dari seorang syaikh gurunya, ia berkata: Isa bin Maryam ‘alaihissalam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ الْعَبْدَ يَتَعَلَّمُ الْمِهْنَةَ يَسْتَغْنِي بِهَا عَنِ النَّاسِ، وَيَكْرَهُ الْعَبْدَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ يَتَّخِذُهُ مِهْنَةً»

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung mencintai seorang hamba yang mempelajari suatu keterampilan usaha (skill & keahlian) agar ia dapat mandiri ekonominya dan tidak bergantung kepada manusia.

Dan Allah membenci seorang hamba yang mempelajari ilmu agama lalu menjadikannya sebagai alat mencari sumber penghidupan.”

[Diriwayatkaan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Ishlah al-Maal hal. 95 no. 316]

----

Agama Islam adalah agama kerja, agama kesungguhan dan ketekunan, serta agama usaha dan pencapaian. Islam bukanlah agama kemalasan atau kelemahan. Karena itu, Islam mendorong semangat untuk bekerja dengan penuh keberkahan agar seseorang dapat menjaga kehormatannya dari kehinaan meminta-minta dan dari kesulitan hidup.

Sebab itu pula, di antara perkara paling berat yang menimpa seorang hamba adalah ketika ia harus bergantung kepada manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Dikisahkan tentang Ibrahim bin Adham — seorang ahli ibadah dan termasuk orang saleh dari kalangan salaf umat ini, rahimahumullah jami‘an — :

«أَنَّهُ كَانَ فِي سَفِينَةٍ فَتَحَرَّكَتِ الرِّيَاحُ وَكَادَتِ السَّفِينَةُ أَنْ تَغْرَقَ، فَسَلِمَ اللهُ وَلَطَفَ، فَلَمَّا نَجَوْا مِنَ الْكُرْبَةِ قَالَ قَائِلُهُمْ: يَا إِبْرَاهِيمُ! أَلَمْ تَرَ إِلَى هَذِهِ الشِّدَّةِ؟ قَالَ: لَا وَاللهِ، إِنَّمَا الشِّدَّةُ الْحَاجَةُ إِلَى النَّاسِ».

“Bahwa suatu ketika ia berada di atas kapal. Lalu angin bertiup kencang hingga kapal hampir tenggelam. Namun Allah menyelamatkan dan memberi pertolongan.

Setelah mereka selamat dari bahaya itu, seseorang berkata kepadanya : “Wahai Ibrahim, tidakkah engkau melihat betapa berat ujian tadi?”

Ibrahim menjawab : “Tidak, demi Allah. Sesungguhnya kesulitan yang sebenarnya adalah ketika seseorang membutuhkan manusia (tidak mandiri).” [Dikutip dari “Durus Syeikh Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithy 22/2].

Syeikh Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithy berkata :

الشِّدَّةُ حَاجَةُ الإِنسَانِ إِلَى النَّاسِ، فَإِنَّهُ يُرِيقُ بِهَا مَاءَ وَجْهِهِ، وَيَذْهَبُ بِهَا كَرَامَتَهُ، وَيَنَالُ بِهَا شِدَّةَ الحَيَاةِ وَقَسْوَتَهَا، فَإِذَا فَتَحَ اللهُ عَلَى العَبْدِ أَبْوَابَ رَحْمَتِهِ، وَيَسَّرَ لَهُ مِنْ عَظِيمِ مَنَّتِهِ وَنِعْمَتِهِ، فَوَجَدَ كَسْبًا طَيِّبًا يُرِيقُ بِهِ عَرَقَهُ لِكَيْ يَحْصُلَ بِهِ طِيبَ رِزْقِهِ؛ فَهِيَ نِعْمَةٌ مِنَ اللهِ عَظِيمَةٌ.

Kesulitan sejati adalah ketika kehidupan seseorang tidak mandiri dan terus bergantung kepada manusia, karena dengan itu ia menumpahkan kehormatan dirinya, kehilangan martabatnya, dan merasakan kerasnya kehidupan. Maka apabila Allah membukakan pintu rahmat-Nya bagi seorang hamba, Dia memudahkan bagi hamba-Nya rezeki yang halal, dan memberinya kemampuan untuk bekerja keras dengan keringatnya sendiri demi mendapatkan rezeki yang baik, maka itu adalah nikmat Allah yang sangat besar. [Dikutip dari “Durus Syeikh Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithy 22/2].

===***===

TAKUTLAH MENINGGALKAN ANAK KETURUNAN DALAM KEADAAN LEMAH DAN TIDAK SEJAHTERA

Allah SWT berfirman tentang manfaat bagi waris :

﴿وَإِذا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُوا الْقُرْبى وَالْيَتامى وَالْمَساكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَعْرُوفاً. وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا﴾

" Dan apabila pada waktu pembagian warisan itu hadir kerabat, anak yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka dari [sebagian] harta itu (sekadamya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

Dan hendaklah takut orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.

Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang tepat [benar]” (Q.S An-Nisa: 8- 9)

Sebab Turun-nya ayat :

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 2/222 mengatakan:

"قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عباس : هَذَا فِي الرَّجُلِ يَحْضُره الْمَوْتُ، فَيَسْمَعُهُ الرَّجُلُ يُوصِي بِوَصِيَّةٍ تَضر بِوَرَثَتِهِ، فَأَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى الَّذِي يَسْمَعُهُ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ، وَيُوَفِّقَهُ وَيُسَدِّدَهُ لِلصَّوَابِ، وَلْيُنْظَرْ لِوَرَثَتِهِ كَمَا كَانَ يُحِبُّ أَنْ يُصْنَعَ بِوَرَثَتِهِ إِذَا خَشِيَ عَلَيْهِمُ الضَّيْعَةَ . وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ وَغَيْرُ وَاحِدٍ ".

“Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang sedang rnenjelang ajalnya, lalu kedengaran oleh seorang lelaki bahwa dia mengucapkan suatu wasiat yang menimbulkan mudarat terhadap ahli warisnya.

Maka Allah Swt. memerintahkan kepada orang yang mendengar wasiat tersebut. hendaknya ia bertakwa kepada Allah, membimbing si sakit serta meluruskannya ke jalan yang benar. Hendaknya si sakit memandang kepada keadaan para ahli warisnya.

Sebagaimana diwajibkan baginya berbuat sesuatu untuk ahli warisnya, bila dikhawatirkan mereka akan terlunta-lunta.

Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang”. [Selesai]

Tafsir Ayat Di Atas :

Menurut sebagian para ahli tafsir : kata " ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا  " pada ayat diatas mencakup makna yang luas. Kata “lemah” pada ayat di atas bisa dimaknai lemah dalam sisi aqidah, agama , ekonomi ,  sosial , keilmuan dan lainnya .

Maka dengan demikian dalam ayat di atas, Allah memerintahkan para orang tua untuk mempersiapkan generasi setelah mereka . Jangan sampai generasi–generasi di bawah mereka menjadi generasi yang lemah. 

Lemah di sini seperti yang di sebutkan diatas , maknanya sangat luas, karena memang yang dikehendaki Al-Quran dalam ayat tersebut adalah makna yang mutlak dan umum. Baik berkaitan dengan kelemahan aqidah, syariat, psikis, sosial, maupun ekonomi, dan lain sebagainya

Kelemahan sebuah generasi, tak lepas dari tanggung jawab generasi sebelumnya untuk mengentaskan penerusnya dari jurang kegelapan dan kegagalan. Karena hidup sejatinya adalah kematian, maka salah satu usaha untuk mempersiapkan kematian tersebut adalah dengan mempersiapkan pengganti yang tangguh.

Abdul Lathif Al-Khatib dalam Audhah Al-tafasir menyebutkan :

نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي الْأَوْصِيَاءِ، وَالْمَعْنَى: تَذَكَّرْ أَيُّهَا الْوَصِيُّ ذُرِّيَّتَكَ الضُّعَفَاءَ مِنْ بَعْدِكَ، وَكَيْفَ يَكُونُ حَالُهُمْ بَعْدَ مَوْتِكَ، وَعَامِلِ الْيَتَامَى الَّذِينَ وُكِّلَ إِلَيْكَ أَمْرُهُمْ وَتَرَبَّوْا فِي حِجْرِكَ، بِمِثْلِ مَا تُرِيدُ أَنْ يُعَامَلَ أَبْنَاؤُكَ بَعْدَ فَقْدِكَ.

 “Ayat ini diturunkan kepada para pelaksana / pengemban wasiat , dan artinya: Wahai pelaksana wasiat , ingatlah akan anak keturunanmu yang lemah. Dan bagaimana kelak keadaan mereka setelah kematianmu ?

Dan perlakukanlah pula para anak yatim yang dititipkan kepadamu. Didiklah mereka dalam asuhanmu . Samakan seperti halnya kamu berkeinginan dalam memperlakukan anak-anak mu setelah kehilanganmu".

===***===

HADITS ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK

Berikut ini ada sebuah hadits yang sangat tegas menganjurkan para orang tua sebelum meninggal untuk MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK.

Dari Sa'ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu berkata;

جَاءَ النَّبِيُّ ﷺ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا. قَالَ : «يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاء»َ.

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ. قَالَ: لَا . قُلْتُ : فَالشَّطْرُ. قَالَ : لَا . قُلْتُ : الثُّلُثُ.

قَالَ : «فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ».

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ

Nabi datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah darinya.

Beliau bersabda; "Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".

Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku".

Beliau bersabda: "Jangan".

Aku katakan: "Setengahnya"

Beliau bersabda: "Jangan".

Aku katakan lagi: "Sepertiganya".

Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.

Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.

Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.

Dan semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui dirimu atau memberikan madharat orang-orang yang lainnya".

Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. (HR. Bukhori No. 2537)

Coba perhatikan sabda Beliau : " Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka."

===***===

DALIL ANJURAN MENGUTAMAKAN EKONOMI ANAK DAN KELUARGA TERDEKAT

Allah SWT berfirman:

﴿ذَٰلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ﴾

Itulah (karunia) yang diberitahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”

Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri. [QS. Asy-Syuuroo: 23].

Dan Firman Allah SWT:

﴿وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا﴾

" Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros ". [QS. Al-Israa: 26].

Dari Hakim Bin Hizam radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi bersabda:

«الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ الله، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ الله».

“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.

Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya.

Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya (yakni tidak minta-minta) , maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup , maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” (HR. Buhkory no. 1338 , 1427 dan Muslim no. 1053)

Dari Abu Yazid , yaitu: Ma’an bin Yazid bin al-Akhnas radhiyallahu ‘anhu (Ia, ayahnya, dan kakeknya adalah termasuk golongan sahabat Rosululloh ). Dia berkata:

كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصمْتُهُ إِلَى رسولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: «لَكَ مَا نويْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ»

“Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar untuk sedekah, dinar-dinar tersebut ia letakkan di sisi seorang pria di masjid.

Lalu aku -Ma’an anak Yazid- datang dan mengambilnya, kemudian aku menemui ayahku dengan menunjukkan dinar-dinar tadi.

Ayahku berkata: “Demi Alloh, bukan engkau yang kuhendaki (tapi untuk sedekah) ”.

Lalu aku adukan pada Rosululloh , Beliaupun bersabda:

" Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid , sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an ”. [HR Bukhori no. 1422]

Maksudnya:

Perkataan: “Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid”: yaitu bahwa engkau wahai Yazid , telah memperoleh pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu-

Perkataan: “Sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an”: yaitu bahwa engkau wahai Ma’an boleh memiliki dinar-dinar tersebut, karena engkau putranya lebih berhak dari pada orang lain”.

SUBHANALLAH, DUA-DUANYA DIBENARKAN oleh Rosulullah , sejuk sekali didengarnya

Hadits ini mirip dengan hadits kisah Ibnu Masud dengan Istrinya -radhiyallahu ‘anhuma- berikut ini:

Dari Abu Sa'id Al Khurdri radhiyallahu ‘anh ;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَوَعَظَ النَّاسَ وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ فَقَالَ :

«أَيُّهَا النَّاسُ تَصَدَّقُوا فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ».

فَقَالَ : «يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ».

فَقُلْنَ : وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ.

قَالَ : «تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ».

ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ، فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ.

فَقَالَ : أَيُّ الزَّيَانِبِ. فَقِيلَ : امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ. قَالَ : نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا.

قَالَتْ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ.

فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : «صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ».

Artinya: Rasulullah keluar menuju lapangan tempat shalat untuk melaksanakan shalat 'Iedul Adhha atau 'Iedul Fithri. Setelah selesai Beliau memberi nasehat kepada manusia dan memerintahkan mereka untuk menunaikan zakat seraya bersabda:

"Wahai manusia, bershadaqahlah (berzakatlah) ".

Kemudian Beliau mendatangi jama'ah wanita lalu bersabda:

"Wahai kaum wanita, bershadaqahlah. Sungguh aku melihat kalian adalah yang paling banyak akan menjadi penghuni neraka".

Mereka bertanya: "Mengapa begitu, wahai Rasulullah?".

Beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat dan mengingkari pemberian (suami). Tidaklah aku melihat orang yang lebih kurang akal dan agamanya melebihi seorang dari kalian, wahai para wanita".

Kemudian Beliau mengakhiri khuthbahnya lalu pergi.

Sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu Mas'ud meminta izin kepada Beliau , lalu dikatakan kepada Beliau ; "Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab".

Beliau bertanya: "Zainab siapa?".

Dikatakan: "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud".

Beliau berkata : "Oh ya, persilakanlah dia".

Maka dia diizinkan kemudian berkata,: "Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq)”.

Maka Nabi bersabda: "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada mereka". (HR. Bukhori No. 1369)

===***===

ANJURAN HIDUP HEMAT DAN EKONOMIS

Allah SWT menyebutkan salah satu ciri dari ciri-ciri hamba Ar-Rahman adalah hemat dan tidak boros dalam membelanjakan hartanya. Begitu pula ketika bersedakah dan berinfaq.

Dalam surat al-Furqon , Allah SWT berfirman:

﴿وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67)﴾.

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. [QS. Al-Furqon: 67]

Ibnu Katsir dalam tafsirnya 6/123-124 berkata:

"أَيْ: لَيْسُوا بِمُبَذِّرِينَ في إِنْفَاقِهِمْ فَيَصْرِفُونَ فَوْقَ الْحَاجَةِ، وَلَا بُخَلَاءَ عَلَى أهْليهم فَيُقَصِّرُونَ فِي حَقِّهِمْ فَلَا يَكْفُونَهُمْ، بَلْ عَدْلا خِيَارًا، وَخَيْرُ الْأُمُورِ أَوْسَطُهَا، لَا هَذَا وَلَا هَذَا".

" Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi.

Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir ". [Selesai]

Dan dalam surat al-Isra , Allah SWT berfirman:

﴿وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا﴾

" Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. [QS. Al-Isra: 29].

Ibnu Katsir dalam tafsirnya 5/70 berkata:

"يَقُولُ تَعَالَى آمِرًا بِالِاقْتِصَادِ فِي الْعَيْشِ ذَامًّا لِلْبُخْلِ نَاهِيًا عَنِ السَّرَف".

"Allah Swt. memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) agar bersikap ekonomis dalam kehidupan, dan mencela sifat kikir; serta dalam waktu yang sama melarang sifat berlebihan". [Selesai].

Dan Allah SWT berfirman:

﴿يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ﴾

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. [QS. Al-A'raf: 31].

===***===

HADITS DAN ATSAR TENTANG ANJURAN HEMAT dan EKONOMIS

Pertama:

Dari Ibnu 'Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- bahwa Nabi bersabda:

«إن الهَدْيَ الصالحَ ، والسَمْتَ الصالحَ ، والاقتصادَ جزءٌ مِن خمسةِ وعشرين جزءًا مِن النُّبُوَّةِ».

Sesungguhnya jalan hidup yang shaleh, penampilan yang shaleh, dan hidup ekonomis adalah bagian dari dua puluh lima bagian dari kenabian.

[HR. Ahmad no. 2698 dan Abu Daud no. 4776. Di Hasankan oleh al-Albaani dlm Shahih Abi Daud no. 4776].

Kedua:
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi
bersabda:

«مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ رِفْقُهُ فِي مَعِيشَتِهِ».

“Seorang lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya”. [HR. Ahmad no. 20706]

Status Hadits :

Syeikh al-Albaani berkata:

ثُمَّ هُوَ مُنقَطِعٌ لِأَنَّ ضَمْرَةَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ كَمَا أَفَادَهُ الذَّهَبِيُّ.

" Kemudian sanadnya terputus karena Dhomroh tidak mendengar dari Abu al-Darda' sebagaimana yang dinyatakan al-Dhahabi tentang dirinya". [Lihat Dha'if al-Jaami' ash-Shaghiir 1/767 no. 5308].

Syeikh Muhammad Shaleh al-Munajjid berkata:

هَذَا الحَدِيثُ رُوِيَ مَرْفُوعًا، لَكِنَّهُ ضَعِيفٌ، وَهُوَ مَوْقُوفٌ مُحْتَمَلٌ لِلتَّحْسِينِ.

" Hadits ini diriwayatkan secara marfu' dari Nabi , akan tetapi lemah. Dan itu mauquf yang memungkinkan pada derajat Hasan ".

Adapun riwayat mauquf , yaitu:

Dari Salim bin Abi Al-Ja'ad bahwa seorang pria naik ke Abu Al-Darda' - ketika dia berada di kamarnya - dan dia memungut biji yang tercecer , maka Abu ad-Dardaa' berkata:

«مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ رِفْقُهُ فِي مَعِيشَتِهِ».

Seorang lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya.

Ketiga:

Dari Abdullah Bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:

«مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ»

“Seseorang yang berlaku ekonomis tidak akan miskin”. [HR. Ahmad no. 4269]

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah no. 26081, ath-Thabrani dalam al-Awsath no. 5251 dan lainya.

Maknanya :

أَيْ: مَا افْتَقَرَ مَنْ أَنْفَقَ قَصْدًا، وَلَمْ يُجَاوِزْهُ إِلَى الْإِسْرَافِ.

Artinya: Tidak akan menjadi miskin orang yang membelanjkan hartnya dengan cara yang ekonomis dan tidak melampaui batas hingga berbuat boros. Demikian penjelasan As-Sindi. [Dikutip dari hamisy Musnad Imam Ahmad Tahqiq Syu’aib al-Arna’uth 7/303]

Dan diriwayatkan pula dari Anas bin Malik bahwa Nabi bersabda:

«مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ، وَلَا نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ، وَلَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ»

“Tidak akan gagal orang yang beristikharah, tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah, dan tidak akan miskin orang yang hemat [ekonomis]”.

HR. Al-Tabarani dalam Al-Mu'jam Al-Awsat (6627), Al-Qudha'i dalam "Musnad Al-Shihab" (774), dan Al-Daylami dalam "Al-Firdaus" (6230). Riwayat ini dianyatakan Palsu oleh syeikh al-Albaani dalam as-Silsilah adh-Dhai'iifah no. 611.

Keempat:

Dari Hudzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah . pernah bersabda:

«مَا أَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْعِبَادَةِ»

Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan kaya , dan betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan faqir. Dan betapa baiknya sikap ekonomis [pertengahan] dalam [hal] Ibadah". [HR. Abu Bakr Al-Bazzaar dlam Musnadnya البحر الزخار no. 2584].

Di dalam sanadnya terdapat Ibrahim bin Muhammad Al Kindi , dia itu Hadits nya Munkar.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan hanya melalui hadis Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu.

Al-Haitsami berkata dalam kitab *al-Majma’* (10/252):

"رَوَاهُ الْبَزَّارُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ حَبِيبٍ، وَمُسْلِمٌ هَذَا لَمْ أَجِدْ مَنْ ذَكَرَهُ إِلَّا ابْنَ حِبَّانَ فِي تَرْجَمَةِ سَعِيدٍ الرَّاوِي عَنْهُ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ"

“Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Sa’id bin Hakim dari Muslim bin Habib. Muslim ini tidak aku temukan disebutkan oleh siapa pun kecuali oleh Ibnu Hibban dalam biografi Sa’id, perawi darinya, sedangkan perawi lainnya adalah orang-orang yang terpercaya.”

Kelima:

Umar bin Abdul Aziz pernah berkata:

«إِنَّ مِنْ أَحَبِّ الأَمْرِ إِلَى اللهِ - عَزَّ وَجَلَّ - القَصْدَ فِي الغِنَى، وَالعَفْوَ فِي المَقْدِرَةِ».

"Sesungguhnya Orang yang lebih dicintai oleh Allah - Yang Maha Kuasa - adalah hemat saat kaya dan memaafkan meski dia punya kuasa ."

[(Majmū Rasāil karya Ibnu Abī Dunyā, bagian *Iṣhlāḥ al-Māl*, 2/99 no. 329) dan (Mīzān al-ikmah karya Muammad al-Rīsyahrī, 3/2554)].

Keenam:

Dari Hasan al-Bashri beliau berkata:

«إِنَّ مِنْ عَلَامَةِ الْمُؤْمِنِ: قُوَّةً فِي دِينٍ، وَحَزْمًا فِي لِينٍ، وَإِيمَانًا فِي يَقِينٍ، وَحِلْمًا فِي عِلْمٍ، وَكَيْسًا فِي مَالٍ، وَإِعْطَاءً فِي حَقٍّ، وَقَصْدًا فِي غِنًى، وَتَجَمُّلًا فِي فَاقَةٍ، وَإِحْسَانًا فِي قُدْرَةٍ».

“Di antara ciri-ciri orang beriman adalah kuat dalam agamanya , teguh dalam kelembutan, imam dalam keyakinan, sabar dalam ilmu, pandai dalam mengelola harta , menunaikan hak , hemat ketika kaya , berprilaku indah dalam kemiskinan, berbuat baik meskipun punya kuasa ".

[(Majmu’ Rasa’il Ibnu Abi Dunya, Islahul Mal, jilid 2, halaman 100, nomor 335)]

===***===

LARANGAN TABDZIR dan MURKA ALLAH SWT TERHADAP PENTABDZIR HARTA:

Islam telah memerintahkan kepada umat-nya agar pandai mengatur keuangan dan agar tidak menghambur-hamburkan harta. Termasuk dalam berinfaq: Dalam Q.S Al-Isra’ ayat 26:

﴿وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا﴾

Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan ; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”

Allah murka kepada orang-orang yang sering membuang-buang hartanya. Karena sejatinya perilaku tabzir merupakan salah satu saudaranya syaithan.

Sebagaimana dalam Q.S Al-Isra’ ayat 27:

﴿إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا﴾

Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Dalam hadis dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ»

Sesungguhnya Allah membenci 3 hal untuk kalian:

[1] menyebarkan berita burung (katanya dan katanya).

[2] menyia-nyiakan harta.

[3] banyak bertanya.

(HR. Bukhari 1477 & Muslim 4582).

 

 

Posting Komentar

0 Komentar