Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM ANAK MUMAYYIZ BELUM BALIGH MENJADI IMAM SHALAT BAGI ORANG DEWASA

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM ANAK MUMAYYIZ 
MENJADI IMAM BAGI SESAMA MUMAYYIZ :

Dalam ilmu fikih, makna anak mumayyiz adalah: "Usia di mana anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan dirinya".

Para ulama ahli fiqih telah sepakat bahwa anak kecil yang mumayyiz sah hukum nya menjadi imam shalat bagi sesama anak kecil Mumayyiz . [ Lihat : Al-Mausuu'ah al-Fiqhiyyah 6/203-204] 

--------

HUKUM ANAK MUMAYYIZ 
MENJADI IMAM BAGI ORANG DEWASA :

Hukum anak kecil laki-laki yang sudah mumayyiz tapi belum baligh menjadi Imam sholat Sunnah atau Sholat Fardhu, sementara para makmumnya adalah orang-orang yang sudah baligh?

*****

PERTAMA: SEBAGAI IMAM SHOLAT SUNNAH

Telah terjadi perbedaan pendapat tentang hukum anak belum baligh menjadi imam sholat sunnah, seperti sholat tarawih atau qiyamullail atau sholat Gerhana.

ADA DUA PENDAPAT:

PENDAPAT PERTAMA:

Boleh dan Shah anak kecil mumayyiz belum baligh menjadi Imam sholat Sunnah bagi orang dewasa.

Ini adalah pendapat Mayoritas Para Ulama, diantaranya: Madzhab Maliki, Madzhab Syafi'i, Madzhab Hanbali dan sebagian dari para ulama Madzhab Hanafi.

DALIL :

KE 1 : Ibnu Abi Dunya berkata: 

Telah menceritakan kepada kami Syuja', ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hasyim, ia berkata: Telah memberitakan kepada kami Yunus bin Ubaid, dari Ibnu Sirin :

«‌أَنَّ ‌عَائِشَةَ ‌كَانَتْ ‌تَأْمُرُ ‌غُلَامًا ‌لَهَا ‌فَيُصَلِّي فِي رَمَضَانَ، يَقْرَأُ فِي الْمُصْحَفِ»

Bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha biasa memerintahkan seorang anak untuk menjadi imam shalat di bulan Ramadhan dengan membaca dari mushaf. [ Lihat : Fadho’il Ramadhan karya Ibnu Abi ad-Dunya hal. 87 no. 57].

KE 2 : Imam Baihaqi berkata :

Telah mengkabarkan kepada kami Abu Abdullah Al-Hussein bin Muhammad bin Fanjowaih Al-Dainuri, telah menceritakan kepada kami Al-Fudhail bin Al-Fadhl Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Hamzah bin Husein bin Umar Al-Baghdadi, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas bin Abdullah At- Tarqufi , telah menceritakan kepada kami Hafash bin Umar Al-'Adani telah menceritakan kepada kami Al-Hakam bin Abbaan dari Ikrimah yang mengatakan : 

Aisyah radhiyallahu 'anha, berkata:

"كُنّا نَأخُذ الصِّبْيانَ مِنَ الْكُتَّابِ لِيَقُومُوا ( ن : لِيَؤُمُّوْا ) بِنا في شَهْرِ رَمَضَانَ فَنَعْمَلُ لَهُمُ الْقُلَيَّةَ وَالْخُشْكَنَانَجِ"

" Kami biasa mengambil anak-anak kecil dari al-Kuttaab [madrasah / sekolahan] agar mereka mendirikan sholat dan salah satunya menjadi imam shalat berjemaah bersama kami di bulan Ramadhan, lalu kami membuatkan makanan untuk mereka Al-Qulaiyah dan Al-Khasyaknanj ". [ Sunan al-Baihaqi 2/495]

Dan dalam Riwayat al-Marruuzy

"فَنَعْمَلُ لَهُمُ الْقُلَيَّةَ وَالْخُشْكَارِ، وَهُوَ خُبْزُ السَّمْرَاءِ"

Lalu kami membuatkan makanan untuk mereka Al-Qulaiyah dan khasykar, yaitu roti as-Samraa' [ kue cokelat ] . [Sunan al-Baihaqi 2/495]

Syeikh 'Athiyyah Saalim dalam kitab التراويح أكثر من ألف عام berkata : 

"فَهُوَ نَصٌّ عَلَى إِقَامَةِ التَّرَاوِيحِ بِإِمَامَةِ الصِّبْيَانِ. وَقَطْعًا لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ"

"Ini adalah dalil / Nash tentang bolehnya mendirikan shalat Tarawih dengan imamnya anak-anak kecil laki-laki. Dan tentu saja itu belum pernah terjadi pada masa Nabi SAW ".

ARTI KATA :

Arti Kue Al-Qulaiyah

"الْقُلَيَّةَ مَرَقَةٌ تُتَّخذُ منْ لَحْمِ الجَزَرِ وأكْبادِهَا"

"Al-Qulaiyah adalah kuah kaldu yang terbuat dari daging , wortel dan hati." 

Arti Roti Al-Khasyaknanj :

"وَأَمَّا خُشْكَنَانِجُ فَهُوَ مُعَرَّبٌ مِنْ خُشْكِ نَانَكَ وَهُوَ خُبْزٌ يُعْمَلُ مِنْ دَقِيقِ الْبُرِّ وَيُعَجَّنُ بِزَيْتِ السِّمْسِمِ"

Adapun Khasyaknanj , itu di Arabisasi dari Khashk Naanak, yaitu : roti yang terbuat dari tepung terigu dan diremas dengan minyak wijen. [ Lihat Kamus محيط أعظم dalam bahasa Persia ]

ASAL USUL tradisi MAKAN-MAKAN KUE DAN SEMISALNYA USAI SHALAT TARAWIH :

Dalam atsar diatas terdapat keterangan bahwa sejak zaman para sahabat sudah ada bagi-bagi makanan setelah shalat Tarwawih . Itu yang dikenal di kita dengan istilah JABURAN dan BREKAT .

PENDAPAT KEDUA:

Tidak boleh dan tidak shah. Ini adalah Pilihan madzhab Hanafi.

[Lihat al-Mawsuu'ah al-Fiqhiyyah (6/203-204)]

*****

KEDUA: SEBAGAI IMAM SHOLAT FARDLU

Telah terjadi perbedaan pendapat antar para ulama tentang hukum sah dan tidaknya seorang anak mumayyiz yang belum baligh menjadi imam shalat fatdhu bagi makmum yang dewasa . 

Ada dua pendapat :

PENDAPAT PERTAMA:

Boleh dan Shah anak kecil mumayyiz belum baligh menjadi Imam sholat FARDHU bagi orang dewasa.
 
Ini adalah pendapat Madzhab Syafi'i. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalaani berkata:

"وَإِلَى صِحَّة إِمَامَة الصَّبِيّ ذَهَبَ الْحَسَن الْبَصْرِيّ وَالشَّافِعِيّ وَإِسْحَاق ، وَكَرِهَهَا مَالِك وَالثَّوْرَيْ ، وَعَنْ أَبِي حَنِيفَة وَأَحْمَد رِوَايَتَانِ، وَالْمَشْهُور عَنْهُمَا الْإِجْزَاء فِي النَّوَافِل دُونَ الْفَرَائِض".

Pendapat Tentang shahnya anak kecil menjadi imam adalah madzhabnya Hasan Al-Bashri, Imam As-Syafii, dan Ishaq bin Rahawiah.

Sementara Imam Malik dan Ats-Tsauri memakruhkannya.

Dan ada dua riwayat dari Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Salah satunya adalah boleh dan shah. Sementara riwayat yang masyhur dari keduanya (Abu Hanifah dan Imam Ahmad) adalah anak kecil shah menjadi imam untuk shalat sunnah, tapi tidak untuk shalat fardhu.

(Fathul Bari karya Ibnu Hajar 2/186. Dan lihat pula al-Umm karya Imam Syafi'i 1/193]

PENDAPAT KEDUA:

Tidak boleh dan tidak shah anak belum Baligh menjadi imam shalat Fardhu. Ini adalah Pendapat jumhur ulama: Madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.

[Lihat al-Mawsuu'ah al-Fiqhiyyah (6/203-204)]

DALIL PENDAPAT PERTAMA :
PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN
-------

DALIL PERTAMA:

Hadits 'Amr bin Salamah rodhiyallahu 'anhu. Ada beberapa riwayat . Yaitu sbb :

KE 1: RIWAYAT BUKHORI:

Dari 'Amr bin Salamah rodhiyallahu 'anhu, dalam sebuah hadits yang panjang, 'Amr berkata:

فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ جِئْتُكُمْ وَاللَّهِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا فَقَالَ:

"صَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا ، وَصَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا. فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا".

فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنْ الرُّكْبَانِ فَقَدَّمُونِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ ، وَكَانَتْ عَلَيَّ بُرْدَةٌ كُنْتُ إِذَا سَجَدْتُ تَقَلَّصَتْ عَنِّي.

فَقَالَتْ امْرَأَةٌ مِنْ الْحَيِّ: " أَلَا تُغَطُّوا عَنَّا اسْتَ قَارِئِكُمْ ".

فَاشْتَرَوْا فَقَطَعُوا لِي قَمِيصًا فَمَا فَرِحْتُ بِشَيْءٍ فَرَحِي بِذَلِكَ الْقَمِيصِ

Ketika ayahku datang, dia berkata: "Demi Allah, sungguh aku baru saja menemui Nabi SAW dan beliau sabdakan:

"Shalatlah kalian sedemikian, di waktu sedemikian. Jika waktu shalat tiba, hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan, dan yang mengimami kalian adalah orang yang banyak hapalan al-Qurannya ".

Lantas mereka saling mencermati, dan tak ada yang lebih banyak hapalan al Qurannya selain diriku disebabkan aku sering bertemu dengan para pengendara [yang lewat dan belajar al-Quran dari mereka PEN.], maka kemudian mereka menyuruhku maju (memimpin shalat di depan mereka), padahal umurku ketika itu baru enam atau tujuh tahun.

Ketika itu [ketika menjadi Imam] aku memakai kain apabila aku bersujud, kain itu tersingkap dariku. Maka salah seorang wanita kampung mengajukan saran ;

"Tidak sebaiknya kalian tutup dubur ahli-ahli qira'ah kalian?"

Maka mereka langsung membeli dan memotong gamis untukku, sehingga tak ada yang menandingi kegembiraanku daripada kegembiraanku terhadap gamis itu.

[HR. Bukhori no. 3963].

KE 2: RIWAYAT ABU DAUD:

Dari 'Amr bin Salamah rodhiyallahu 'anhu, dia berkata:

كنَّا بحاضرٍ يمرُّ بنا النَّاسُ إذا أتَوا النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فَكانوا إذا رجعوا مرُّوا بنا فأخبرونا أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ قالَ كذا وَكذا وَكنتُ غلامًا حافِظًا فحفظتُ من ذلِكَ قرآنًا كثيرًا فانطلقَ أبي وافدًا إلى رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ في نفرٍ من قومِهِ فعلَّمَهمُ الصَّلاةَ فقالَ يؤمُّكم أقرؤُكم وَكنتُ أقرأَهم لما كنتُ أحفظُ فقدَّموني فَكنتُ أؤمُّهم وعليَّ بُردةٌ لي صغيرةٌ صَفراءُ فَكنتُ إذا سجَدتُ تَكشَّفت عنِّي فقالتِ امرَأةٌ منَ النِّساءِ واروا عنَّا عورةَ قارئِكم فاشتَروا لي قميصًا عمانيًّا فما فرِحتُ بشيءٍ بعدَ الإسلامِ فرحي بِهِ فَكنتُ أؤمُّهُم وأنا ابنُ سبعِ سنينَ أو ثمانِ سنينَ

Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi saw di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah saw bersabda demikian dan demikian.

Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat al-Qur’an dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku pergi menghadap Rasulullah saw bersama kaumnya, dan beliau SAW mengajari mereka tata cara shalat. Beliau SAW bersabda:

يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ

((Yang menjadi imam kalian adalah yang paling banyak hafalan al-Qurannya))

Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal, sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Aku pun mengimami mereka dengan memakai pakaian ku yang kecil yang berwarna kuning. Ketika aku sujud, tersingkap auratku, sehingga ada seorang wanita berkomentar:

وَارُوا عَنَّا عَوْرَةَ قَارِئِكُمْ

(Kalian tutupilah aurat imam [Qori'] kalian).

Kemudian mereka membelikan baju Omaniyah untukku. Tidak ada yang lebih menggembirakan bagiku setelah Islam, melebihi baju itu.

Ketika aku mengimami mereka, saat itu aku berusia 7 tahun atau 8 tahun.

[HR. Abu Daud No. 585. Di shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].

KE 3: RIWAYAT AN-NASAA'I:

Dari 'Amr bin Salamah rodhiyallahu 'anhu, dia berkata:

 لمَّا رجعَ قَومي مِن عِندِ النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، قالوا: إنَّهُ قالَ : " ليؤمَّكُم أكثرُكُم قِراءةً للقُرآنِ ". قالَ : فدَعَوني فعلَّموني الرُّكوعَ والسُّجودَ فَكُنتُ أصلِّي بِهِم وَكانَت عليَّ بُردَةٌ مَفتوقةٌ فَكانوا يَقولونَ لأبي ألا تُغطِّي عنَّا استَ ابنِكَ ؟ !

Ketika kaumku pulang kembali dari Nabi SAW, mereka berkata: sesungguhnya beliau SAW bersabda:

"Pilihlah Imam kalian itu orang yang banyak hafalan Al-Qur'annya diantara kalian "

Lalu mereka datang dan mengajari aku cara rukuk dan sujud, dan akupun sholat bersama mereka menjadi imam, dan saat itu aku memakai pakaian yang robek. Maka orang-orang berkata kepada ayahku:

" Tidakkah sebaiknya kamu tutupi pantat anak mu dari kami!"
[HR. Nasaa'i no. 776. Di shahihkan oleh al-Albaani dalam shahih Nasaa'i no. 766 dan di shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij Musykil al-Atsar no. 3964]

DALIL KE DUA:

Hadits dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda,

إِذَا كَانُوا ثَلاثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ

Jika mereka berjumlah tiga orang, hendaknya salah satu jadi imam. Dan yang paling berhak jadi imam adalah yang paling banyak hafalannya. (HR. Muslim 1077).

DALIL KE TIGA:

Hadits dari Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda:

يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ وَأَقْدَمُهُمْ قِرَاءَةً فَإِنْ كَانَتْ قِرَاءَتُهُمْ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِى الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا وَلاَ تَؤُمَّنَّ الرَّجُلَ فِى أَهْلِهِ وَلاَ فِى سُلْطَانِهِ وَلاَ تَجْلِسْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَكَ أَوْ بِإِذْنِهِ

Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan al-Quran-nya dan paling sempurna bacaannya. Jika bacaan al-Quran-nya sama, maka yang berhak jadi imam adalah yang paling duluan hijrah. Jika hijrahnya sama, maka yang paling berhak jadi imam adalah yang paling tua usianya. Dan janganlah seseorang mengimami di wilayah orang lain, kecuali dengan izinnya. (HR. Muslim 1566 & Abu Daud 582).

FIQIH HADITS:

Nabi SAW menjelaskan bahwa yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling banyak hafalan al-Qur'an-nya, dan ini termasuk orang dewasa dan anak laki-laki lecil yang mumayyiz. Karena terkadang ada anak kecil ini lebih banyak hafalan al-Quran-nya dari pada orang dewasa

Al-Hafidz bin Hajar berkata:

"وَفِي الْحَدِيث حُجَّة لِلشَّافِعِيَّةِ فِي إِمَامَة الصَّبِيّ الْمُمَيِّز فِي الْفَرِيضَة، وَهِيَ خِلَافِيَّة مَشْهُورَة وَلَمْ يُنْصِف مَنْ قَالَ إِنَّهُمْ فَعَلُوا ذَلِكَ بِاجْتِهَادِهِمْ، وَلَمْ يَطَّلِع النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ لِأَنَّهَا شَهَادَة نَفْي، وَلِأَنَّ زَمَن الْوَحْي لَا يَقَع التَّقْرِير فِيهِ عَلَى مَا لَا يَجُوز " انتهى.

“Dan dalam hadits ini terdapat argumentasi bagi Madzhab Syafi'iyyah dalam hal shahnya imam anak laki-laki kecil yang mumayyiz dalam shalat Fardhu.

Dan ini adalah masalah khilafiyah yang masyhur.

Dan tidaklah bijak jika ada orang yang berkata: bahwa mereka [Amr bin Salamah dan para sahabat lainnya] telah melakukannya itu berdasarkan ijtihad mereka dengan alasan bahwa Nabi SAW tidak melihatnya ; karena itu adalah kesaksian dalam bentuk penyangkalan, dan karena saat itu pada masa-masa wahyu masih turun, maka tidak mungkin taqrir / penetapan hukum tsb jatuh pada yang tidak diperbolehkan ".

[Yakni: Jika anak kecil mumayyiz belum baligh itu tidak boleh menjadi imam orang dewasa, maka tentunya akan turun wahyu yang melarangnya ; karena saat itu adalah masa-masa turun wahyu. Dan nyatanya tidak ada wahyu yang turun kepada Nabi SAW yang melarangnya PEN].

Syekh Bin Baaz, semoga Allah merahmatinya, berkata:

" لا بأس بإمامة الصبي إذا كان قد أكمل سبع سنين أو أكثر وهو يحسن الصلاة ؛ لأنه ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم ما يدل على ذلك ، ولكن الأفضل أن يختار الأقرأ من الجماعة ، فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة ، فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة ، فإن كانوا في الهجرة سواء فأكبرهم سنا ، كما صح ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم " انتهى.

Tidak mengapa seorang anak kecil laki-laki menjadi imam sholat jika dia telah sempurna berusia tujuh tahun atau lebih dan dia bagus sholatnya, karena hal itu telah ada ketetapan dari Nabi SAW yang menunjukkan akan kebolehannya.

Tetapi yang lebih baik adalah memilih qori yang terbaik bacaanya dari jemaah. Jika mereka sama dalam bacaan, maka pilihlah yang paling berilmu tentang sunnah, dan jika mereka sama dalam sunnah, maka pilihlah yang paling dahulu berhijrah [masuk Islam] di antara mereka, dan jika mereka sama dalam berhijrah, maka yang paling tua di antara mereka dalam usia.

Seperti yang terdapat dalam hadits shahih dari Nabi SAW. [Selesai].

[Lihat: Majmu’ Fatawa Bin Baaz” (30/166), dan lihat: Fatawa al-Lajnah ad-Daaimah (7/389)].

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:

"تصح إمامة الصبي بمن هو أكبر منه سناً, لكن إن كان الذي هو أكبر سناً منه قد بلغ فإن المشهور في المذهب أنها لا تصح إمامة الصبي به في الفرض خاصة, والصحيح جواز ذلك, وصحته في الفرض والنفل, ويدل لذلك حديث عمرو بن سلمة الجرمي " انتهى. "

Shah hukum anak kecil laki-laki menjadi imam bagi orang yang lebih tua darinya, tetapi jika makmum yang lebih tua darinya itu telah mencapai usia baligh ; maka pendapat yang masyhur dalam mazhab adalah bahwa tidak sah anak kecil laki-laki menjadi imam dalam shalat FARDHU secara khusus, namun PENDAPAT YANG SHAHIH adalah bahwa itu boleh, dan bahwa itu shah baik menjadi imam sholat fardhu maupun sholat sunnah.

Dan dalil untuk itu adalah hadits Amr bin Salamah al-Jarmiy. [Baca: Fatawaa wa Rasaa'il Ibnu Utsaimin (81/15)].

DALIL PENDAPAT KEDUA: 
PENDAPAT YANG MENGATAKAN BAHWA IMAM ANAK KECIL BELUM BALIGH ITU TIDAK BOLEH DAN TIDAK SHAH.

DALIL KE SATU:

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Nabi SAW bersabda ',

إنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا, وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, فَقُولُوا: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا ، وَإِذَا صَلَّى جَالِساً فَصَلُّوا جُلُوساً أَجْمَعُونَ.

"Sesungguhnya imam itu diangkat agar diikuti. Karena itu, janganlah kalian menyelisihinya!

Jika dia bertakbir, hendaknya kalian bertakbir. Jika ia rukuk, hendaknya kalian rukuk. Jika ia mengucapkan, "Sami'allāhu Liman Ḥamidahu," (Allah mendengar orang yang memuji-Nya), ucapkanlah oleh kalian, "Rabbanā Walakal Ḥamdu," (Ya Tuhan kami, segala pujian hanya milik-Mu).

Jika ia sujud, sujudlah kalian semua. Jika ia salat sambil duduk, hendaknya kalian semua salat sambil duduk. [Hadits Muttafaq Alaihi].

FIQIH HADITS:

Bahwa sholat 5 waktu bagi orang dewasa adalah Fardhu, sementara bagi anak kecil adalah Sunnah. Maka orang yang sholat fardhu tidak boleh bermakmum kepada yang sholat sunnah.

DALIL KEDUA:

Dari Ali bin Abi Thalib (RA) bahwa Nabi SAW bersabda:

((رُفِع القَلمُ عن ثلاثةٍ: عن النَّائمِ حتَّى يستيقظَ، وعن الصَّبي حتَّى يحتلِمَ، وعن المجنونِ حتَّى يَعقِلَ))

"Pena diangkat (kewajiban tidak diberlakukan) terhadap tiga (golongan), terhadap dari orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga balig, dari orang gila hingga sadar (berakal)." (HR. At-Turmudzi no. 1423, Abu Daud, 4403 dan Ibnu Majah, 2041. Di Shahihkan al-Albaani)

FIQIH HADITS:

Mereka berkata: Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- menyatakan bahwa pena diangkat dari anak laki-laki hinggai dia baligh, maka tidak shah sholat dengan cara bermakmum di belakang orang yang diangkat penanya darinya karena dia itu sama seperti orang gila.

TARJIIH:

Pendapat yang rajih (lebih kuat) dalam hal ini adalah pendapat Imam As-Syafii, bahwa tidak dipersyaratkan imam shalat harus sudah berusia baligh. Anak kecil yang sudah tamyiz, memahami cara shalat yang benar, bisa jadi imam bagi makmum yang sudah baligh.

Wallaahu a'lam.



Posting Komentar

0 Komentar