HUKUM BERDOA SETELAH SHALAT
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
-----
-----
DAFTAR ISI:
- PEMBAHASAN PERTAMA: PERKATAAN PARA ULAMA YANG
MEMBOLEHKAN DOA SETELAH SHALAT.
- PEMBAHASAN KEDUA: PARA ULAMA HADITS YANG MENULIS "BAB BERDOA SETELAH SHALAT" DALAM KITAB-NYA
- ULAMA HADITS PERTAMA: IMAM BUKHORI:
- ULAMA HADITS KEDUA: IMAM MUSLIM
- ULAMA HADITS KETIGA: IBNU HIBBAAN DALAM SHAHIHNYA:
- ULAMA HADITS KEEMPAT: IMAM IBNU MAAJAH DALAM SUNAN-NYA:
- ULAMA HADITS KELIMA: IMAM AN-NASAA'I DALAM SUNAN-NYA:
- PEMBAHASAN KETIGA:
DALIL LAIN YANG MENUNJUKKAN DI SYARIATKANNYA BERDOA SETELAH SHALAT
- DZIKIR ADALAH BAGIAN DARI DOA, DAN DOA BAGIAN DARI DZIKIR, YAITU MENGINGAT ALLAH DAN BERHARAP KEPADANYA.
- DALIL DZIKIR DAN DO’A BERSAMA SETELAH SHALAT DAN LAINNYA :
- PEMBAHASAN KEEMPAT: PARA ULAMA YANG MEMBID'AHKAN BERDO'A SETELAH SHOLAT
- DALIL PENDAPAT YANG MELARANG DUDUK LAMA SETELAH SHALAT FARDHU UNTUK BERDZIKIR DAN BERDO'A. SERTA BANTAHANNYA:
*****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Artikel ini sengaja saya
tulis dengan tujuan untuk dijadikan perbandingan dengan apa yang disampaikan oleh
sebagian para da’i di You Tube yang membid’ahkan berdoa setelah selesai shalat
atau setalah salam. Namun yang sangat disyangkan oleh penulis adalah ada
sebagian dari mereka sambil mentertawakan orang-orang yang berdoa setelah
shalat.
PEMBAHASAN PERTAMA:
PARA ULAMA YANG MEMBOLEHKAN BERDOA SETELAH SHALAT
Al-'Allaamah Muhammad Ali Adam al-Ityubi mengatakan
dalam kitabnya "Syarah Sunan al-Nasa'i" (15/385 No.: 1347):
قَدْ تُلْخَّص مِمَّا ذُكِرَ
مِنَ الْأَدِلَّةِ أَنَّ الدُّعَاءَ عَقِبَ الصَّلَاةِ ثَابِتٌ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ
قَوْلًا وَفِعْلًا، فَلَا يَسْعَ أَحَدًا إِنْكَارُهُ ..... .
وَالْحَاصِلُ أَنَّ الذِّكْرَ
وَالدُّعَاءَ بَعْدَ السَّلَامِ مِنَ الصَّلَاةِ مَشْرُوعٌ، كَمَا هُوَ مَذْهَبُ
الْبُخَارِيِّ وَالنَّسَائِيِّ، وَقَدْ تَقَدَّمَ فِي كَلَامِ الْحَافِظِ ابْنِ
رَجَبٍ: أَنَّهُ مَذْهَبُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ، بَلْ نَقَلَ أَنْ أَصْحَابَ
أَحْمَدَ وَأَصْحَابَ الشَّافِعِيِّ اسْتَحَبُّوا الدُّعَاءَ عَقِبَ الصَّلَوَاتِ،
وَذَكَرَهُ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ اتِّفَاقًا. انْتَهَى.
Dapat diringkas dari dalil-dalil yang telah
disebutkan bahwa doa setelah shalat itu telah ada ketetapan yang shahih datang
dari Nabi ﷺ, baik
ucapan maupun perbuatan, dan tidak ada celah bagi seorang pun untuk bisa
mengingkarinya.
Intinya adalah bahwa dzikir dan doa setelah salam
itu disyariatkan, sebagaimana dalam madzhab Imam Al-Bukhari dan madzhab Imam
An-Nasa'i.
Dan seperti yang telah disebutkan dalam perkataan
Al-Hafidz Ibnu Rajab bahwa berdoa setelah salam itu adalah madzhab Imam Ahmad.
Bahkan, diriwayatkan bahwa para sahabat imam Ahmad
dan para sahabat Imam asy-Syafi'i menganggap Mustahabb berdoa setelah shalat,
dan sebagian para ulama madzhab Syafi'i menyebutkan bahwa itu telah menjadi
kesepakatan " . [ SELESAI ]
****
AL-MUHADDITS SYEIKH AL-MUBAAROKFUURI
Syaikh Abul 'Ala Abdurrahman Al Mubarakfuri
Rahimahullah mengatakan dalam kitabnya syarah Sunan at-Tirmidzi:
لاَ رَيْبَ فِي ثُبُوتِ
الدُّعَاءِ بَعْدَ الْانْصِرَافِ مِنَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ قَوْلًا وَفِعْلًا. وَقَدْ ذَكَرَهُ الْحَافِظُ بِنُ الْقَيِّمِ أَيْضًا
فِي زَادِ الْمَعَادِ حَيْثُ قَالَ فِي فَصْلٍ: مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
يَقُولُ بَعْدَ انْصِرَافِهِ مِنَ الصَّلَاةِ مَا لَفْظُهُ:
وَقَدْ ذَكَرَ أَبُو حَاتِمٍ
فِي صَحِيحِهِ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ عِنْدَ إِنْصَرَافِهِ مِنْ
صَلَاتِهِ:
"اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي
الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي
جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي".
“Tidak ragu lagi, kepastian adanya berdoa setelah selesai shalat
wajib dari Rasulullah ﷺ baik secara ucapan atau perbuatan" (Tuhfah Al Ahwadzi,
2/197)
Al Hafizh Ibnul Qayyim telah menyebutkan juga dalam
Zaadul Ma’ad ketika dia berkata dalam pasal: Apa-apa Saja yang Rasulullah ﷺ Ucapkan
Setelah selesai shalat. Demikian bunyinya:
Abu Hatim [Yakni Ibnu Hibbaan] telah menyebutkan
dalam Shahih-nya, bahwa Nabi ﷺ berkata setelah selesai shalatnya:
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah
menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya …”
****
JUMHUR / MAYORITAS ULAMA
Dalam Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah disebutkan:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ
إِلَى أَنَّ مَا بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ مَوْطِنٌ مِنْ مَوَاطِنِ
إِجَابَةِ الدُّعَاءِ
“Pendapat MAYORITAS fuqaha adalah bahwa waktu
setelah shalat fardhu merupakan waktu di antara waktu-waktu dikabulkannya doa.”
(Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 39/227)
Dalam kitab yang sama juga disebutkan:
يُسْتَحَبُّ لِلإَمَامِ
وَالْمَأْمُومِينَ عَقِبَ الصَّلاَةِ ذِكْرُ اللَّهِ وَالدُّعَاءُ بِالأَدْعِيَةِ
الْمَأْثُورَةِ
“Disukai bagi imam dan makmum setelah selesai
shalat untuk berdzikir kepada Allah dan berdoa dengan doa-doa ma’tsur.”
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 6/214.
Wizaratul Awqaf wasy Syu’un Al Islamiyah)
****
IMAM MUJAAHID
Imam Mujahid (wafat 104 H) Rahimahullah dari
kalangan kibaar at-Taabi'iin berkata:
إِنَّ الصَّلَوَاتِ جُعِلَتْ
فِي خَيْرِ الأَوْقَاتِ فَعَلَيْكُمْ بِالدُّعَاءِ خَلْفَ الصَّلَوَاتِ
"Sesungguhnya pada shalat itu, dijadikan
sebagai waktu paling baik bagi kalian untuk berdoa, (yakni) setelah shalat.”
(Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 39/227)
****
IMAM ABU JA'FAR ASH-SHOODIQ
Abu Ja'far ath-Thobari meriwayatkan dari Imam
Ja’far bin Muhammad Ash-Shoodiq (wafat 80 H) -salah satu guru Imam Abu Hanifah
Rahimahullah (wafat 150 H)- berkata:
الدُّعَاءُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ
أَفْضَلُ مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ النَّافِلَةِ كَفَضْلِ الْمَكْتُوبَةِ عَلَى
النَّافِلَةِ.
“Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dibanding
berdoa setelah shalat nafilah, sebagaimana kelebihan shalat wajib atas shalat
nafilah.” (Liaht: Fathul Bari, 11/134)
****
FATWA LAJNAH AD-DAA'IMAH
Para ulama di Al Lajnah Ad-Daimah, kerajaan Arab
Saudi, juga menyatakan berdoa setelah shalat di benar adanya. Hanya saja mereka
menyatakan tanpa mengangkat kedua tangan. Mereka mengatakan:
أَمَّا الدُّعَاءُ بِدُونِ
ذَلِكَ فَلاَ بَأْسَ بِهِ، لِوُرُودِ بَعْضِ الأَحَادِيثِ فِي ذَلِكَ.
“Ada pun berdoa (setelah shalat) tanpa hal itu,
adalah tidak apa-apa, karena adanya sebagian hadits tentang itu”. (Fatawa Al
Lajnah Ad Daimah, 7/103)
****
FATWA SYEIKH BIN BAAZ
Syeikh Bin Baz rahimahullah berkata :
فَالْحَاصِلُ أَنَّ الدُّعَاءَ
فِي دَبْرِ الصَّلَاةِ أَمْرٌ مَشْرُوعٌ، وَأَفْضَلُهُ مَا كَانَ قَبْلَ
السَّلَامِ، وَإِنْ دَعَا بَعْدَ السَّلَامِ وَبَعْدَ الذِّكْرِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
نَفْسِهِ فَلاَ بَأْسَ.
" Maka kesimpulannya: Doa di dubur shalat
adalah perkara yang disyariatkan, dan yang lebih utamanya adalah sebelum salam.
Dan jika dia berdoa setelah salam dan setelah dzikir antara dia [Allah SWT] dan
dirinya sendiri, maka tidaklah mengapa ".
[SUMBER: Nurun 'ala ad-Darb ((حكم الدعاء دبر الصلوات المكتوبات))]
*****
HADITS ABU UMAMAH
Hadits Abu Umaamah radhiyallaahu anhu, ia berkata:
قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ: أيُّ
الدُّعَاءِ أَسْمعُ ؟ قَالَ: ((جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلواتِ الْمَكْتُوبَاتِ))
Dikatakan: ‘Wahai Rasulullah, waktu berdoa yang
manakah yang paling mustajab ?’.
Beliau ﷺ menjawab:
‘Pada sepertiga akhir malam dan pada dubur shalat-shalat yang diwajibkan”.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3499,
An-Nasaa’iy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 108 dan ‘Abdurrazzaaq dalam
Al-Mushannaf 2/424 no. 3948
Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi dan Al-Albaniy
dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy 3/441-442. Bahkan Al-Albaniy dalam Shahiih
At-Targhiib wat-Tarhiib no. 1648, beliau berkata: “Shahiih lighairihi”.
Berbeda dengan Az-Zaila’iy, dia berkata dalam
Nashbur-Raayah (2/235):
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثٌ
حَسَنٌ. وَرَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي مُصْنَّفِهِ. أَخْبَرَنَا ابْنُ
جَرِيجٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَابِطٍ بِهِ. قَالَ ابْنُ
الْقَطَّانِ فِي كِتَابِهِ: وَاعْلَمْ أَنَّ مَا يَرْوِيهِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ سَابِطٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، لَيْسَ بِمُتَّصِلٍ، وَإِنَّمَا هُوَ
مُنْقَطِعٌ، لَمْ يَسْمَعْ مِنْهُ.
“Telah berkata At-Tirmidziy: ‘Hadits hasan’. Diriwayatkan
pula oleh ‘Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya: Telah mengkhabarkan kepada kami
Ibnu Juraij: Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdurrahman bin Saabith, selanjutnya
sama dengan sanad At-Tirmidziy.
Ibnul-Qaththaan berkata dalam kitabnya:
‘Ketahuilah, bahwasannya apa yang diriwayatkan ‘Abdurrahmaan bin Saabith dari
Abu Umaamah tidak bersambung sanadnya (muttashil), namun terputus (munqathi’).
Ia tidak mendengar (hadits) dari Abu Umaamah”.
Al-Haafidz Ibnu hajar dalam Fathul Baari 11/133
berkata:
فَإِنْ قِيلَ: المُرَادُ
بِدُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ قُرْبَ آخِرِهَا وَهُوَ التَّشَهُّدُ، قُلْنَا قَدْ وَرَدَ
الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ، وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ
إجْمَاعًا، فَكَذَا هَذَا حَتَّى يُثْبِتَ مَا يُخَالِفُهُ.
Jika ada yang mengatakan: Bahwa yang dimaksud
dengan kata "دُبُر كلَّ صَلاةٍ" [dubur setiap shalat] itu menjelang
akhir shalat yaitu tasyahud ; Maka kami akan mengatakan: bahwa telah ada hadits
perintah untuk berdzikir pada setiap [دُبُرِ
كُلِّ صَلاةٍ], dan
yang dimaksud dengan itu adalah setelah salam sesuai Ijma'para ulama
".
Dan begitu pula yang dikatakan Syaikh Abdurrahman
Al Mubarkafuri Rahimahullah, beliau berkata:
قُلْت: قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ
بِالذِّكْرِ دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا
“Saya berkata: telah datang riwayat tentang dzikir
pada دُبُرَ الصَّلَاةِ [duburish shalah], dan yang dimaksud adalah setelah salam
menurut ijma’.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
===***===
PEMBAHASAN KEDUA:
PARA ULAMA HADITS YANG MENULIS "BAB BERDOA SETELAH
SHALAT" DALAM KITAB-NYA
****
ULAMA HADITS PERTAMA: IMAM BUKHORI
Dalam Masalah ini Imam al-Bukhari dalam Shahihnya
menuliskan sebuah BAB dalam Kitab Ad-Da'awaat [كتاب
الدعوات], yang
diberi judul:
[بَابُ الدُّعَاء بَعْدَ الصَّلاةِ]
[Bab: berdoa setelah sholat]
Lalu Imam Bukhori menyebutkan hadits-hadits yang
menguatkannya, diantaranya:
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘ahu-;
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ! قَالَ كَيْفَ
ذَاكَ؟ قَالُوا: صَلَّوْا كَمَا صَلَّيْنَا وَجَاهَدُوا كَمَا جَاهَدْنَا
وَأَنْفَقُوا مِنْ فُضُولِ أَمْوَالِهِمْ وَلَيْسَتْ لَنَا أَمْوَالٌ.
قَال: أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ
بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ
وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِه؟ِ
تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا،
وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا.
"Orang-orang berkata; 'Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya pergi dengan membawa derajat dan kenikmatan yang banyak.'
Beliau bertanya; 'Mengapa bisa seperti itu? '
Mereka menjawab; 'Mereka melakukan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka berjihad sebagaimana kami berjihad, dan mereka
memiliki kelebihan harta untuk bersedekah sedangkan kami tidak mempunyai harta
yang lebih untuk bersedekah.'
Maka beliau bersabda: 'Maukah kalian aku tunjukkan
pada suatu perkara, yang tidak akan menyamai orang sebelum kalian dan tidak
pula akan di dahului oleh orang-orang setelah kalian kecuali dan tidak akan
terjangkau kecuali oleh orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian
lakukan? 'Yaitu; kalian bertasbih seusai shalat sebanyak 10 kali, bertahmid
sebanyak 10 kali, bertakbir sebanyak 10 kali.'
[Shahih Bukhari no. 6329 dan Shahih Muslim no. 595]
Lalu Imam Bukhori meriwayatkan hadits al-Mughiirah
bin Syu'bah radhiyallaahu anhu:
أنَّ النَّبيَّ ﷺ كانَ يقولُ في
دبرِ كلِّ صلاةٍ مَكْتوبةٍ: " لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ,
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ
يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ ".
Bahwa Nabi ﷺ di akhir setiap Shalat Fardhu selalu
mengucapkan:
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah,
tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha
Berkuasa atas segala sesuatu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa
yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau
tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.”
(HR. Al-Bukhariy no. 7292 dan Muslim no. 414)
Dan kata “ad-Dubur” dalam hadits at-Tasbiih ini
hanya dimungkinkan dengan arti “setelah”.
===
PENJELASAN
AL-HAAFIDZ IBNU HAJAR
Tentang
[[BAB berdoa setelah shalat]] dalam shahih Bukhori.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari Sayarah
Shahih Bukhori11/134 berkata:
قَوْلُهُ: "بَابُ
الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ" أَيِّ المَكْتُوبَةِ، وَفِي هَذِهِ
التَّرْجَمَةِ رَدٌّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ الدُّعَاءَ بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا
يُشْرَعُ، مُتَمَسِّكًا بِالحَدِيثِ الَّذِي أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ مِنْ رِوَايَةِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الحَارِثِ عَنْ عَائِشَةَ كَانَ النَّبِيُّ ﷺ: "إِذَا
سَلَّمَ لَا يُثْبِتُ إِلَّا قَدَرَ مَا يَقُولُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ
وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ".
وَالجَوَابُ: أَنَّ المُرَادَ
بِالنَّفِيِّ الْمَذْكُورِ نَفْيُ اسْتِمْرَارِهِ جَالِسًا عَلَى هَيْئَتِهِ
قَبْلَ السَّلَامِ إلَّا بِقَدْرِ أَنْ يَقُولَ مَا ذُكِرَ، فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ
"كَانَ إِذَا صَلَّى أَقْبَلَ عَلَى أَصْحَابِهِ" فَيَحْمِلُ مَا وُرِدَ
مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ عَلَى أَنَّهُ كَانَ يَقُولُهُ بَعْدَ أَنْ
يَقْبَلَ بِوَجْهِهِ عَلَى أَصْحَابِهِ.
Perkataannya: "Bab Doa setelah shalat,"
yaitu shalat fardhu, dan judul bab ini merupakan bantahan terhadap orang [yakni:
Ibnu al-Qoyyim] yang mengklaim bahwa berdoa setelah shalat tidak disyariatkan,
dan dia berpegang dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari riwayat
Abdullah bin Al-Harits dari Aisyah:
كانَ رسولُ اللَّهِ ﷺ إذا
سلَّمَ لا يقعُدُ إلَّا مقدارَ ما يقولُ: اللَّهمَّ أنتَ السَّلامُ ، ومنْكَ
السَّلامُ، تبارَكتَ ذا الجلالِ والإِكرامِ
"Jika Rasulullah ﷺ telah selesai salam beliau tidak duduk
kecuali sekadar ucapan:
(Ya Allah, Engkau adalah keselamatan dan dari-Mu keselamatan
itu, Engkaulah pemberi berkah dan Dzat yang mempunyai keagungan dan
kemuliaan)."
Jawabannya:
Yang dimaksud dengan peniadaan tersebut adalah
peniadaan terhadap kesinambungan duduknya seperti sebelum salam, kecuali
lamanya duduk seperti itu seukuran mengucapkan bacaan yang disebutkan.
Telah ada ketetapan hadits bahwa “ketika beliau ﷺ sholat,
beliau bersegera menghadap ke arah para sahabatnya,” maka hadits-hadits yang
berkenaan dengan doa setelah sholat di arahkan bahwa beliau ﷺ
mengucapkannya ketika posisnya telah menghadapkan wajahnya ke arah para
sahabatnya ". [Selesai kutipan dari Ibnu Hajar]
Setelah itu al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip perkataan
Ibnu al-Qoyyim dari kitabnya "al-Hadyu an-Nabawi" yang melarang doa
setelah sholat, lalu al-Hafidz Ibnu Hajar membantahnya dengan menyebutkan
beberapa hadits. [Lihat: Fathul Baari 11/134 dan sesudahnya]
PENULIS KATAKAN : Yang di maksud al-Hafidz dengan hadist bahwa "
Nabi ﷺ
bersegera menghadap ke arah para sahabatnya setelah shalat " adalah sbb:
Hadits Samuroh bin Jundub –radhiyallahu’anhu -:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا
صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
“Nabi biasa sesudah mengimani sholat beliau
menghadap ke arah jama’ah”. (HR. Bukhori no. 845)
Dan hadits Barro’ bin Azib –radhiyallahu’anhu–
"
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ
رَسُولِ اللهِ ﷺ ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا
بِوَجْهِهِ. قالَ: فَسَمِعْتُهُ يقولُ: رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَومَ تَبْعَثُ
-أَوْ تَجْمَعُ- عِبَادَكَ.
Dahulu jika kami sholat di belakang Rasulullah ﷺ, kami
senang jika berada di shaff sisi kanan beliau. Supaya beliau menghadapkan
wajahnya kepada kami.
Dia [Barroo'] berkata: Maka aku mendengar beliau
[saat menghadap kami] mengucapkan:
“Wahai Tuhan-Ku, jauhkanlah aku dari azab-Mu pada
hari di mana engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.” (Hadis Riwayat Muslim, no.
709 dan1159)
===
KAPAN WAKTU IMAM MENGHADAP MAKMUM SETELAH SALAM ?
Sesaat setelah salam dan membaca dzikir setelah
sholat berikut ini: Pertama: istighfar 3x. Kedua: mengucapkan: Allahumma antas
salaam, wa minkas salam, tabaarokta ya dzal jalaali wal ikroom.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam "Zaadul
Ma’ad" berkata:
" كَانَ ﷺ إِذَا سَلَّمَ اسْتَغْفَرَ
ثَلَاثًا، وَقَالَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ،
تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، وَلَمْ يَمْكُثْ مُسْتَقْبِلَ
القِبْلَةِ إلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ ذَلِكَ ، بَلْ يُسْرِعُ الانْتِقَالَ إلَى
الْمَأْمُومِينَ ، وَكَانَ يَنْفَتِلُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ"
Nabi ﷺ biasa jika usai salam, beliau beristighfar
3x, kemudian membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ ،
وَمِنْكَ السَّلَامُ ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Allahumma antas salaam, wa minkas salam, tabaarokta
ya dzal jalaali wal ikroom.
Artinya: “Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan
dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan
kemuliaan.” (HR. Muslim no. 591)
Beliau ﷺ tidak tetap berada pada posisi duduk menghadap
kiblat (setelah salam, PEN) kecuali selama beliau ﷺ membaca dzikir di atas. Bahkan beliau ﷺ selalu
segera berpindah ke barisan makmum. Beliau terkadang menghadap makmum dengan
memutar ke sisi kanan atau terkadang ke sisi kiri.
(Selesai perkataan Ibnu al-Qoyyim. Baca: Zaadul
Ma’ad 1/295)
[Dan Silahkan Baca: Artikel penulis yang berjudul “HUKUM
IMAM MENGHADAP PARA MAKMUM SETELAH SALAM di Blog KAJIAN NIDA AL-ISLAM”].
====
SISI PENDALILAN DARI HADITS YANG DISEBUT IMAM BUKHORY
Sisi pendalilan Imam Bukhori dari hadits-hadits
yang beliau sebutkan. Al-Haafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari 11/134:
" وَمُنَاسَبَةُ هَذِهِ التَّرْجَمَةِ
لَهُمَا (أَيِّ الْعُنْوَانِ الَّذِي وَضَعَهُ الْبُخَارِيُّ لِهَذَا الْبَابِ)
أَنَّ الذَّاكِرَ يَحْصُلُ لَهُ مَا يَحْصُلُ لِلدَّاعِي إذَا شَغَلَهُ الذِّكْرُ
عَنِ الطَّلَبِ كَمَا فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
رَفَعَهُ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ شَغَلَهُ ذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي
أُعْطِيتَهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ" أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ
بِسَنَدٍ لَيِّنٍ. وَحَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ بِلَفْظٍ: "مَنْ شَغَلَهُ
الْقُرْآنُ وَذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي" الْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ
التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ".
Relevansi nama BAB ini bagi kedua hadits diatas
(yaitu Judul yang diberikan Al-Bukhari untuk BAB ini) adalah bahwa orang yang
dzikir mendapatkan apa yang didapatkan oleh orang yang berdoa meskipun dzikir
itu telah mengalihkan perhatiannya dari doa. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhu, dari Nabi ﷺ:
يَقُوْل الله تعالى: مَنْ شَغَلَهُ
ذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ
“Allah Ta'ala berfirman: “Barangsiapa yang dirinya
disibukkan oleh dzikir kepadaku sehingga tidak ada waktu baginya untuk meminta
sesuatu kepada-ku, maka aku akan memberikan kepadanya perkara yang lebih baik
daripada apa yang ku-berikan kepada orang yang meminta.”
Al-Tabarani meriwayatkannya dengan SANAD yang
LAYYIN.
Dan hadits Abu Sa'iid, dengan kalimat:
مَن شَغَلَهُ الُقرُانُ عَن
ذَكرِي وَمَسْئلَتيِ......
‘Barang siapa yang dirinya disibukan oleh al Qur’an
daripada berdzikir kepada-Ku dan memohon kepada-Ku,
Hadis ini diriwayatakan oleh al-Tirmidzi dan
digolongkan sebagai hadits HASAN ". [Kata-kata Ibnu Hajar berakhir]
PENULIS KATAKAN:
Hadits ini selain dari Hadits Abu Sa'id Al-Khudri,
di riwayatkan pula dari Umar bin Al-Khattab, Jabir bin Abdullah, Hudzaifah dan
Anas radhiyallaahu anhum.
Adapun hadits Abu Sa'id: Diriwayatkan oleh
al-Tirmidzi (2926), dan al-Daarimi (3356), dan susunan katanya adalah:
Rasulullah ﷺ bersabda
يَقُولُ الرَبُ تَبَاَركَ
وَتَعَالى مَن شَغَلَهُ الُقرُانُ عَن ذَكرِي وَمَسْئلَتيِ اَعطَيتُه اَفضَلَ مَا
اُعطِي السْاَئِلينً وَفَضلُ كَلآمِ اللٌه عَلى سَائِرِ الكَلآمِ كَفَضلِ اللٌه
عَلى خَلقِه
“Allah berfirman: ‘Barang siapa yang dirinya
disibukan oleh al Qur’an daripada berdzikir kepada-Ku dan memohon kepada-Ku,
maka Aku berikan kepadanya sesuatu yang lebih utama daripada yang Aku berikan
kepada orang-orang yang memohon kepada-Ku dan keutamaan kalam Allah diatas
seluruh perkataan adalah seumpama keutamaan Allah atas makhluk-Nya.”
Adapun hadits Umar Ibn Al-Khattab: diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dalam “at-Taarikh” (2/115), Al-Tabarani dalam “ad-Do'aa'”
(1850), dan Al-Bayhaqi dalam “Asy-Syu 'ab" (567).
Adapun hadits Jabir diriwayatkan oleh al-Bayhaqi
dalam “Asy-Syu’ab” (568), dan Al-Quda’i dalam “Musnad Asy-Syihab” (584).
Dan adapun Hudzaifah: Diriwayatkan oleh Abu Naim
dalam “Al-Hilyah” (7/313)
Dan adapun hadits Anas bin Malik: Diriwayatkan oleh
Ibn Asaker dalam bukunya “Mu’jam” (527).
Dan adapun hadits Amr bin Murrah: Ibnu Abi Syaybah
meriwayatkannya dalam “Musannaf” (29273) dengan sanad mursal.
Hadits ini telah di dha'ifkan oleh Syekh Al-Albani,
semoga Allah merahmatinya, dalam “Al-Dha'iifah” (4989), dan para ulama
al-Lajnah ad-Daa'imah, seperti dalam “Fataawaa Al-Lajnah” (24/191), dan Syekh
Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, seperti dalam “Fataawa Nur 'ala
Al-Darb” (6/2).
Bahkan Ada sebagian para ulama yang berlebihan
dengan menilainya Paslu, seperti Ibn al-Jawzi, al-Dhahabi dan al-Shawkani.
[Lihat: “Al-Mawdhu'aat” oleh Ibn al-Jawzi (2/165), dan at-Talkhiish oleh
al-Dhahabi (hal. 313), “ الفوائد المجموعة في الأحاديث
الموضوعة” oleh
asy-Syawkani (hal. 136).
****
ULAMA HADITS KEDUA: IMAM MUSLIM
DALAM SHAHIH MUSLIM DISEBUTKAN : HADITS DOA SEBELUM
SALAM DAN SESUDAH SALAM.
Imam Muslim meriwayatkan dua hadits panjang dalam
Shahihnya pada [KITAB Sholaatul Musaafiriin – BAB ad-Du'aa fii SholaatIl Laili
wa Qiyaamihi No. 201-(771) dan No. 202-(771) dari Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu
‘anhu):
Riwayat pertama: No. 201-(771) berdasarkan urutan nomor dari
[KITAB Sholaatul Musaafiriin], Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu ‘anhu- berkata:
ثُمَّ يَكُونُ مِنْ آخِرِ مَا يَقُولُ
بَيْنَ التَّشَهُّدِ وَالتَّسْلِيمِ: «اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا
أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ
أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ».
“Kemudian akhir bacaan yang beliau ﷺ baca di
antara tasyahhud dan salam adalah:
“Ya Allah, ampunilah (dosa) aku yang telah aku lakukan dan yang aku telah
tangguhkan. Dan apa yang telah aku rahsiakan serta apa yang telah aku zahirkan.
Dan apa yang telah aku bazirkan, sesungguhnya Engkau lebih mengetahuinya lebih
daripadaku. Engkau yang mendahulukan serta Engkau yang mengakhirkan. Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau.” [HR. Muslim No. 201-(771)]
Riwayat kedua : No. 201-(771. Imam Muslim berkata:
وَقَالَ: وَإِذَا سَلَّمَ،
قَالَ: « اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ.... » إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ.
وَلَمْ يَقُلْ بَيْنَ التَّشَهُّدِ وَالتَّسْلِيمِ
Dan dia [Ali bin Abi Thalib] berkata: Dan ketika
beliau ﷺ selesai mengucapkan salam, maka beliau ﷺ mengucapkan: " Ya Allah, ampunilah (dosa) aku yang telah
aku lakukan......" hingga akhir hadits.
Dan dia [Ali bin Abi Thalib] tidak
mengatakan " di antara tasyahhud dan salam ".
[Selesai perkataan Imam Muslim]
DR. Mahmud Ahmad az-Zain dalam "الدُّعَاءُ
بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَفْرُوضَةِ سُنَّةٌ أَمْ بِدْعَةٌ؟" berkata tentang dua riwayat Muslim diatas:
وَلَا يَصْحُ أَنْ يُقَالَ:
إِنَّ الرَّوَايَتَيْنِ مُتَعَارِضَتَانِ، تَحْتَاجَانِ إِلَى دَلِيلٍ يُرَجِّحُ
إِحْدَاهُمَا، لِأَنَّ التَّعَارُضَ الْمَضْرُ هُوَ الَّذِي لَا يُمْكِنُ مَعَهُ
الْعَمَلُ بِالرَّوَايَتَيْنِ جَمِيعًا، وَالْعَمَلُ هُنَا مُمْكِنٌ عَلَى
تَقْدِيرٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ ذَلِكَ حِينًا قَبْلَ السَّلَامِ
وَحِينًا بَعْدَهُ، أَوْ يَقُولُهُ فِيهِمَا.
Tidak benar jika dikatakan: bahwa kedua riwayat itu
bertentangan ; karena jika demikian masing-masing dua riwayat tsb membutuhkan
dalil untuk mantarjih salah satunya.
Dan pertentangan yang mudhorot itu adalah pertentangan yang tidak memungkinkan
untuk diamalkannya kedua riwayat tsb.
Sementara di sini memungkinkan untuk mengamalkan
keduanya ; berdasarkan penilaian bahwa Nabi ﷺ biasa membacakannya kadang-kadang sebelum
salam dan kadang-kadang sesudahnya, atau dia mengatakannya di keduanya.
****
ULAMA HADITS KE TIGA : IBNU HIBBAAN
Ibnu Hibban dalam Shahihnya 5/372 menulis BAB:
ذِكْرُ مَا يُسْتَحَبُّ
لِلْمَرْءِ أَنْ يَسْأَلَ اللَّهَ جَلَّ وَعَلَا فِي عُقَيْبِ الصَّلَاةِ
التَّفَضُّلَ عَلَيْهِ بِمَغْفِرَةِ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Penyebutan bacaan yang disunnahkan bagi seseorang
untuk berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, setelah selesai shalat agar Allah
memberikan ampunan atas dosa yang telah lewat.
Lalu Ibnu Hibbaan menyebutkan hadits berikut ini:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِذَا
فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا
قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ
وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدَّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أنت"
Ketika Nabi (ﷺ) selesai dari Sholat dan telah mengucapkan
salam, dia biasa membaca doa:
"Ya Allah, ampuni dosaku yang dulu dan yang
terakhir, apa yang saya rahasiakan dan apa yang saya lakukan secara
terang-terangan, dan yang aku lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau lebih
mengetahui dari pada aku, Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau.
[HR. Ibnu Hibbaan 5/372 no. 2025. Pentahqiqnya
mengatakan: Sanadnya Shahih sesuai syarat Shahih Muslim.
Itu diriwayatkan pula oleh al-Thayalisi (152),
Ahmad 1/94, 95 dan 103, Muslim 771 (202), dan Abu Daud 1509 dalam bab: بَابُ مَا يَقُولُ الرَّجُلُ إِذَا سَلَّمَ [Bab tentang apa yang dikatakan seorang
pria ketika selesai Salam], al-Tirmidzi "3422", Ibn al-Jarud
"79", Abu Awana 2/101, 102, al-Daraqutni 1/296, 297, dan al- Bayhaqi
di al-Sunan 2/32
Lalu Ibnu Hibbaan menyebutkan hadits berikut ini:
Dari Athoo bin Abi Marwan dari ayahnya:
أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ
بِالَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى أَنَّا نَجِدُ فِي الْكِتَابِ أَنَّ دَاوُدَ
النَّبِيَّ ﷺ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ: "
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي
الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي
جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
وَبِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا
أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ
الْجَدُّ"
“Bahwa Ka'ab bersumpah untuknya dengan menyebut Dzat yang
membelah laut untuk Musa: Bahwa Kami menemukan dalam al-Kitab: bahwa dulu Nabi
Daud ﷺ
senantiasa jika selesai dari sholat, dia mengucapkan doa:
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah
menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya,
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan
keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku
berlindung dengan-Mu dari-Mu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa
yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau
tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.”
[HR. Ibnu Hibban 5/373 no. 2026 dan an-Nasaai]
Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, Ibnu
Khuzaimah dalam shahihnya (745), dan dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam
Nataaij Al-Afkar (136).
Lalu Ibnu Hibbaan menyebutkan hadits berikut ini:
Dari Syuhaib radhiyallahu anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ
أَيَّامَ خَيْبَرَ يُحَرِّكُ شَفَتَيْهِ بِشَيْءٍ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ
فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُحَرِّكُ شَفَتَيْكَ بِشَيْءٍ مَا
كُنْتَ تَفْعَلُهُ فَمَا هَذَا الَّذِي تَقُولُ قَالَ ﷺ: "أَقُولُ اللَّهُمَّ
بِكَ أُحَاوِلُ وَبِكَ أُقَاتِلُ وبك أُصَاوِلُ
Bahwa Rasulullah ﷺ senantiasa menggerakkan bibirnya setelah
selesai shalat Fajar dengan mengucapkan sesuatu pada saat perang Khaibar.
Ditanyakan kepadanya: Wahai Rasulullah, engkau
menggerakkan kedua bibir engkau dengan suatu bacaan yang tidak biasa engkau
lakukan, lalu bacaan apa yang engkau ucapkan ?
Maka Nabi ﷺ menjawab: " Aku mengucapkan: Ya
Allah, dengan Mu aku berjuang, dan dengan Mu aku berperang, dan dengan Mu aku
menerjang ".
SANADNYA SHAHIH.
Diriwayatkan oleh Ahmad 4/322 dari Waki', 4/333.
Dan dari Affan bin Muslim16/6 dari Rauh.
Dan oleh ad-Daarimi 2/216 dari Hajjaj bin Minhaal.
Dan oleh ath--Thabarani “7318” Dari jalur Abu Umar
Adh-Dhoriir. Ke lima-limanya semuanya dari Hammad bin Salamah
****
ULAMA HADITS KEEMPAT : IMAM IBNU MAJAH
Imam Ibnu Majah dalam Sunan-Nya menuliskan sebuah
BAB, yang berjudul
بَابُ مَا يُقَال بَعد
التسْليْم
(BAB: Apa yang di ucapkan setelah salam).
Lalu Ibnu Majah menyebutkan beberapa hadits,
diantaranya berikut ini:
Dari Ummu Salamah berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ
يَقُولُ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ حِينَ يُسَلِّمُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
"Ketika salam dalam shalat SUBUH, Nabi ﷺ
mengucapkan;
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang
bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima). " (HR. Ibnu Majah no.
925, Ahmad no. 25506].
Dalam sanadnya ada perawi yang majhul, namun
dikuatkan oleh hadits Ath Thabarani dalam Ash Shaghir dgn sanad jayyid.
Di shahihkan sanadnya oleh al-Albaani dlam Misyakat
al-Mashaabiih 3/770. Dan Lihat pula Tamamul Minnah karya Syeikh al-Albaani hal.
233)
****
ULAMA HADITS KELIMA : IMAM AN-NASA'I
Al-Imam an-Nasaa'i dalam kitabnya Sunan an-Nasaa'i,
beliau menuliskan sebuah BAB yang berjudul:
بَابُ: نَوْعٌ آخَرُ مِنَ
الدُّعَاءِ عِنْدَ الِانْصِرَافِ مِنَ الصَّلَاةِ
Bab: Jenis lain dari doa ketika selesai dari shalat
Lalu an-Nasaa'i menyebutkan hadits: Dari Athoo bin
Abi Marwan dari ayahnya:
أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ
بِالَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى أَنَّا نَجِدُ فِي الْكِتَابِ أَنَّ دَاوُدَ
النَّبِيَّ ﷺ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ: "
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي
الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي
جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
وَبِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا
أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ
الْجَدُّ"
Bahwa Ka'ab bersumpah untuknya dengan menyebut Dzat
yang membelah laut untuk Musa: Bahwa Kami menemukan dalam al-Kitab: bahwa dulu
Nabi Daud ﷺ
senantiasa jika selesai dari sholat, dia mengucapkan doa:
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah
menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan
keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku
berlindung dengan-Mu dari-Mu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa
yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau
tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.”
[HR. an-Nasaai dalam Sunan an-Nasaa'i 3/73 no. 1346 dan dalam 'Amalul
Yaum wal Lailah no. 137]
Hadis ini dinilai SHAHIH oleh Ibnu Hibban dalam
Shahihnya 5/373 no. 2026 dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (745). Dan dinilai
HASAN oleh al-Haafidz Ibnu Hajar dalam Nataaij Al-Afkar (136).
Lalu an-Nasaa'i melanjutkan perkataannya tentang
hadits di atas dengan mengatakan:
وَحَدَّثَنِي كَعْبٌ، أَنَّ
صُهَيْبًا حَدَّثَهُ، أَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ كَانَ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ انْصِرَافِهِ
مِنْ صَلَاتِهِ
Dan Ka'b menceritakan kepadaku bahwa Syuhaib
menceritakan kepadanya bahwa: "Muhammad ﷺ senantiasa mengucapakan doa-doa diatas
pada saat selesai dari shalatnya.
===***===
PEMBAHASAN KETIGA:
DALIL LAIN YANG
MENUNJUKKAN DI SYARIATKANNYA BERDOA SETELAH SHALAT
Selain hadits-hadits yang telah disebutkan di atas,
berikut ini hadits-hadits dan dalil lainya yang menunjukkan di syariatkannya
berdoa setelah shalat:
----
DALIL KE 1:
Firman Allah SWT:
{ فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ. وَ اِلٰی
رَبِّكَ فَارۡغَبۡ }
[[Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu
urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap]]. [QS. Alam Nasyrah: 7-8]
TAFSIR AYAT:
Ibnu Jarir ath-Thobari dalam Tafsirnya mengutip
perkataan sebagian para ulama tentang tafsir ayat tsb, diantara nya:
مَعْنَاهُ: فَإِذَا فَرَغْتَ
مِنْ صَلَاتِكَ، فَانْصَبْ إِلَى رَبِّكَ فِي الدُّعَاءِ، وَسَلْهُ حَاجَاتِكَ.
"Maknanya: Jika Anda telah menyelesaikan
shalat Anda, maka fokuslah kepada Tuhan Anda dalam berdoa, dan mintalah
kepadanya untuk hajat-hajat anda ".
Lalu Ibnu Jarir ath-Thobari menyebutkan
riwayat-riwayat makna tsb dari Ibnu Abbaas, Mujaahid dan Qotaadah:
TAFSIR IBNU
ABBAS RADHIYALLAHU ‘ANHUMA :
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
سَعْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، قَالَ: حَدَّثَنِي عَمِي، قَالَ: حَدَّثَنِي
أَبِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: "فَإِذَا فَرَغْتَ
فَانْصَبْ" يَقُولُ: "فَإِذَا فَرَغْتَ مِمَّا فُرِضَ عَلَيْكَ مِنَ
الصَّلَاةِ فَسَلِ اللَّهَ، وَارْغَبْ إِلَيْهِ، وَانْصَبْ لَهُ".
Muhammad bin Saad memberitahuku, dia berkata:
Ayahku memberitahuku, dia berkata: Pamanku memberitahuku, dia berkata: Ayahku
memberitahuku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas tentang Firman Allah: [[Maka
apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), maka tetaplah bekerja
keras]] dia berkata:
"فَإِذَا فَرَغْتَ مِمَّا
فُرِضَ عَلَيْكَ مِنَ الصَّلَاةِ فَسَلِ اللَّهَ، وَارْغَبْ إِلَيْهِ، وَانْصَبْ
لَهُ".
Jika kamu telah menyelesaikan Shalat yang
diwajibkan padamu, maka memintalah kepada Allah, berharaplah kepada-Nya, dan
tetaplah berusaha keras memohon pada -Nya. [Tafsir ath-Thobari 24/490].
TAFSIR MUJAHID:
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
عَمْرو، قَالَ: ثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، قَالَ ثَنَا وَرَقَاءُ، جَمِيعًا عَنْ ابْنِ
أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَوْلُهُ: "فَإِذَا فَرَغْتَ
فَانْصَبْ". قَالَ: إذَا قُمْتَ إلَى الصَّلَاةِ فَانْصَبْ فِي حَاجَتِكَ
إلَى رَبِّكَ.
Muhammad bin Amr memberitahuku, dia berkata: Abu
Ashim memberi tahu kami, dia berkata kepada kami dan Warqa, semuanya, dari Ibn
Abi Najih, dari Mujahid tentang Firman Allah: [[Maka apabila engkau telah
selesai (dari sesuatu urusan), maka tetaplah bekerja keras]] dia berkata:
إذَا قُمْتَ إلَى الصَّلَاةِ
فَانْصَبْ فِي حَاجَتِكَ إلَى رَبِّكَ
"Jika Anda telah selesai shalat, maka fokuslah
berdoa kepada Tuhan Anda untuk hajat anda". [Tafsir ath-Thobari 24/490]
TAFSIR QOTADAH:
KE 1:
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنَا بَشَرٌ، قَالَ:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَوْلُهُ:
"إِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ * وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ" قَالَ:
أَمْرُهُ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ أَنْ يَبَالِغَ فِي دُعَائِهِ.
Bisyr memberi tahu kami, dia berkata: Yazid memberi
tahu kami, dia berkata: Sa'iid memberi tahu kami, dari Qatadah tentang Firman
Allah: [[Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), maka tetaplah
bekerja keras. Dan kepada Tuhan Engkau, berharaplah]]. Dia berkata:
أَمْرُهُ إِذَا فَرَغَ مِنْ
صَلَاتِهِ أَنْ يَبَالِغَ فِي دُعَائِهِ.
" Dia memerintahkannya, ketika dia selesai
shalat, untuk memperbanyak doanya. [Tafsir ath-Thobari 24/490]
KE 2:
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنَا ابْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى،
قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ قَتَادَةَ، فِي قَوْلِهِ: (فَإِذَا
فَرَغْتَ) مِنْ صَلَاتِكَ (فَانْصَبْ) فِي الدُّعَاءِ.
Ibnu Abdil-A'laa memberi tahu kami, dia berkata:
Ibnu Tsawr memberi tahu kami, dari Muammar, dari Qatadah tentang Firman Allah:
(فَإِذَا فَرَغْتَ) مِنْ صَلَاتِكَ
(فَانْصَبْ) فِي الدُّعَاءِ.
[[Maka apabila engkau telah selesai]] dari Shalat
mu, [[maka tetaplah bekerja keras]] dalam berdo'a ". [Tafsir ath-Thobari
24/490]
---
DALIL KE 2:
Hadits Barro’ bin Azib –radhiyallahu’anhu–, dia
berkata:
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ
رَسُولِ اللهِ ﷺ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا
بِوَجْهِهِ. قالَ: فَسَمِعْتُهُ يقولُ: «رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَومَ تَبْعَثُ
-أَوْ تَجْمَعُ- عِبَادَكَ».
Dahulu jika kami sholat di belakang Rasulullah ﷺ, kami
senang jika kami berada di shaff sisi kanan beliau. Supaya beliau menghadapkan
wajahnya kepada kami.
Dia berkata: Maka aku dengar beliau mengucapkan doa
[saat menghadap ke arah kami]:
“Wahai Tuhan-Ku, jauhkanlah aku dari azab-Mu pada
hari di mana engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.” (HR. Muslim, no. 709
dan1159)
----
DALIL KE 3:
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya No.
202-(771) dari Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu ‘anhu):
كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا اسْتَفْتَحَ
الصَّلَاةَ كَبَّرَ، ثُمَّ قَالَ: «وَجَّهْتُ وَجْهِي»، وَقَالَ: «وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ»،
وَقَالَ: وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ
مِنَ الرُّكُوعِ، قَالَ: «سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ»،
وَقَالَ: «وَصَوَّرَهُ فَأَحْسَنَ صُوَرَهُ»،
وَقَالَ: وَإِذَا سَلَّمَ،
قَالَ: «اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ
وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ
الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ»
Rasulullah ﷺ apabila memulai shalat, beliau bertakbir
lalu membaca doa iftitah: “Aku hadapkan wajahku (kepada Allah).” Dan
beliau juga membaca: “Dan aku adalah orang yang pertama berserah diri (dalam
agama Islam).”
Apabila beliau ﷺ mengangkat
kepalanya dari rukuk, beliau membaca: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya.
Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”
Beliau ﷺ juga
bersabda: “Dan Dia membentuknya (manusia) lalu memperindah bentuknya.”
Dan apabila beliau ﷺ selesai mengucapkan salam, beliau membaca do’a:
“Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah aku
lakukan dan yang akan aku lakukan, dosa yang aku sembunyikan dan yang aku
tampakkan, dosa yang berlebihan, dan dosa yang Engkau lebih mengetahui dariku.
Engkaulah yang Maha Mendahulukan dan Engkaulah yang Maha Mengakhirkan, tiada
tuhan selain Engkau”. [HR.
Muslim No. 202-(771)]
----
DALIL KE 4:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu,
dia berkata:
كانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إذا صَلَّى أَقْبَلَ
عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ، وَالذُّلِّ، وَالصَّغَارِ،
وَالْفَوَاحِشِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ».
“Apabila Rasulullah ﷺ selesai melaksanakan salat, beliau menghadapkan wajahnya kepada
kami, wajahnya seperti bulan purnama, lalu beliau mengucapkan:
‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan,
kemalasan, kepikunan, kehinaan, kerendahan, dan dari segala perbuatan keji,
baik yang tampak maupun yang tersembunyi.’”
[Diriwayatkan oleh Bukhari (4/28, 8/98), Muslim
(2079), Tirmidzi (no. 3572), Ahmad (3/113, 117, 208, 214; 4/371), Abu Dawud
(no. 1545), Hakim dalam *Al-Mustadrak* (1/530), dan Thabrani dalam *As-Shaghir*
(1/114).]
‘Alauddin Mughlathoy dalam Syarah Sunan Ibnu Majah
hal. 1576 berkata :
رَوَاهُ أَبُو نُعَيْمٍ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ
مِنْ حَدِيثِ يَحْيَى بنِ عُمَرَ الفَرَّاءِ، أَنْبَأَ أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ مُغِيرَةَ
عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْهُ.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dengan sanad yang
sahih dari hadis Yahya bin Umar Al-Farra’, dari Abu Al-Ahwash, dari
Mughirah, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah bin Mas’ud.
----
DALIL KE 5:
Hadits Tsauban Radliyallaahu 'anhu, dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ ﷺ إِذَا
اِنْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اِسْتَغْفَرَ اَللَّهَ ثَلَاثًا وَقَالَ: «اَللَّهُمَّ
أَنْتَ اَلسَّلَامُ وَمِنْكَ اَلسَّلَامُ. تَبَارَكْتَ يَا ذَا اَلْجَلَالِ
وَالْإِكْرَامِ»
Rasulullah ﷺ jika telah selesai dari sholatnya
beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah tiga kali dengan membaca:
(Artinya : Ya Allah Engkaulah keselamatan dan
dari-Mu jualah segala keselamatan. Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki
segala keagungan dan kemuliaan). [HR. Muslim. No. 591]
----
DALIL KE 6:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا
سَلَّمَ مِنَ الصَّلاَةِ قَالَ: «اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا
أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ
أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ».
Ketika Nabi (ﷺ) mengucapkan salam di akhir Sholat, dia
biasa membaca doa:
"Ya Allah, ampuni dosaku yang dulu dan yang
terakhir, apa yang saya rahasiakan dan apa yang saya lakukan secara
terang-terangan, dan yang aku lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau
lebih mengetahui dari pada aku, Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan,
tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau”.
[HR. Abu Daud no. 1509. Di shahihkan oleh
al-Albaani]
----
DALIL KE 7:
Dari Abu Ayyub - semoga Allah meridhoinya - yang
berkata:
مَا صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ
اللهِ ﷺ، وَأَنَا قَرِيبٌ مِنْهُ إِلَّا سَمِعْتُهُ يَقُولُ حِيْنَ يَنْصَرِفُ:
«اللهُمَّ اغْفِرْ لِي
خَطَايَايَ وَذُنُوبِي كُلَّهَا، اللهُمَّ أَنْعِشْنِي وَأَجِرْنِي، وَاهْدِنِي
لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ، فَإِنَّهُ لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا،
وَلَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
Tidak lah sekali-kali aku shalat di belakang
Rasulullah ﷺ dan aku
dekat dengan beliau kecuali aku mendengarnya berdo’a DI SETIAP BELIAU ﷺ SELESAI
SHALAT:
“Ya Allah ampunilah kesalahan-kesalahanku dan
dosa-dosa seluruhnya, Ya Allah berikanlah semangat kepadaku, cukupkanlah segala
kekuranganku dan tunjukanlah aku jalan untuk memperbaiki perbuatan dan
akhlakku, karena tidak ada yang bisa menunjukan kepada perbaikannya dan tidak
ada yang bisa menjauhkan kejelekannya melainkan Engkau”.
(HR. At-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Awsath 4/362 no.
4442 cet. Dar al-Haramain dan dalam al-Mu;jam ash-Shoghiir 1/365 no. 610 cet.
Dar Ammaar)
Al-Haitsami dalam Majma'az-Zawaaid 10/111
mengatakan: Sanadnya Jayyid [Baik]
Dan diriwayatkan pula oleh ath-Thabrani dalam
al-Mu'jam al-Kabiir no. 7982 dari hadits Abu Umamah radhiyallahu anhu.
Al-Haitsami dalam Majma'az-Zawaaid 10/112
mengatakan:
رِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ، غَيْرُ
الزُّبَيْرِ بْنِ خُرَيْقٍ وَهُوَ ثِقَةٌ
Para perawinya adalah para perawi ash-Shahih,
selain az-Zubair bin Khuraiq, dia itu Tsiqot [dipercaya].
Akan tetapi dalam kitab "at-Taqriib"
karya Ibnu Hajar dikatakan bahwa dia itu “hadits nya layyin [lunak]”, namun
dengannya menjadi penguat riwayat yang pertama, dan begitu juga haditrs pertama
hadits Abi Ayyub bisa menjadi penguat hadits Abu Umamh, yakni hadits yang kedua.
----
DALIL KE 8 :
Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu 'anhu, ia
berkata:
كانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَدْعُو بِهَذِهِ
الدَّعَوَاتِ كُلَّمَا سَلَّمَ: «اللَّهُمَّ، لَا تُخْزِنِي يَوْمَ القِيَامَةِ،
وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ الْبَأْسِ؛ فَإِنَّ مَنْ تُخْزِهِ يَوْمَ الْبَأْسِ فَقَدْ
أَخْزَيْتَهُ»
Rasulullah ﷺ biasa berdoa dengan doa-doa ini setiap kali selesai salam (dari
shalat):
“Ya Allah, janganlah Engkau mempermalukanku pada hari
kiamat, dan janganlah Engkau mempermalukanku pada hari peperangan, karena siapa
yang Engkau permalukan pada hari peperangan, sungguh Engkau telah
mempermalukannya.”
STATUS HADITS :
Di dalamnya sanadnya terdapat Ar-Rayan bin Al-Ja’d.
Abu Hatim berkata: “Ia dikenal di Ramla, haditsnya bisa ditulis.” Ibnu Hibban
menilainya tsiqah, namun keduanya tidak menyebutkan seorang perawi pun darinya
kecuali Isa bin Musa.
Adapun Isa bin Musa, ia adalah seorang yang jujur,
namun terkadang salah dan kadang melakukan tadlis. Ia banyak meriwayatkan hadits
dari orang-orang yang lemah, sebagaimana disebutkan dalam kitab *At-Taqrib*.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Bisyran dalam
*Al-Amali* (2/170/1281) melalui jalur As-Sari bin Yahya dari Ar-Rayan dengan
sanad yang sama.
Namun Ar-Rayan berbeda dalam riwayatnya, sebab
Abdullah bin Al-Mubarak meriwayatkannya dari Yahya bin Hassan dari seorang
laki-laki dari Bani Kinana, bahwa Nabi ﷺ biasa berdoa (lalu disebutkan doa tersebut).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad (4/234),
Ath-Thabrani dalam *Al-Kabir* (3/20/2524), dan Abu Nu’aim dalam *Ma’rifatush
Shahabah* (2/645/1722).
Aku (penulis) berkata: Sanadnya sahih, dan
ketidaktahuan terhadap nama sahabat tidak berpengaruh, karena seluruh sahabat
adalah orang-orang yang adil.
Al-Haitsami berkata dalam *Majma’ Az-Zawaid* (10/112):
"رَوَاهُ أَحْمَدُ
وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ".
“Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya
terpercaya.”
Namun ia terlewat menyebut bahwa hadits ini
juga diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang sesuai dengan syaratnya.
----
DALIL KE 9 :
Dari Atho bin Abu Marwan, dari ayahnya:
أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ بِاللَّهِ
الَّذِي فَرَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى، إِنَّا نَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ أَنَّ دَاوُدَ
نَبِيَّ اللَّهِ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ:
«اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِيَ الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةً،
وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوذُ يَعْنِي بِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ، وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْكَ، لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا
يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ».
قَالَ: وَحَدَّثَنِي كَعْبٌ أَنَّ صُهَيْبًا
حَدَّثَهُ أَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ كَانَ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنْ صَلَاتِهِ.
Bahwa Ka‘b bersumpah demi Allah yang telah membelah
laut untuk Musa, sesungguhnya kami mendapati dalam Taurat bahwa Dawud, Nabi
Allah, apabila selesai dari shalatnya, beliau berdoa:
“Ya Allah, perbaikilah agamaku yang telah Engkau
jadikan sebagai pelindungku, dan perbaikilah duniaku yang Engkau jadikan tempat
kehidupanku. Ya Allah, aku berlindung kepada keridaan-Mu dari kemurkaan-Mu, aku
berlindung kepada ampunan-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari
(azab)-Mu. Tidak ada yang dapat menahan apa yang Engkau berikan, tidak ada yang
dapat memberi apa yang Engkau tahan, dan tidak berguna bagi orang yang memiliki
kekayaan di hadapan-Mu kekayaannya.”
Ka‘b berkata: Telah menceritakan kepadaku bahwa
Shuhaib telah menceritakan kepadanya bahwa Muhammad ﷺ biasa mengucapkan doa tersebut
ketika beliau ﷺ selesai dari
shalatnya.
HR. An-Nasa’i dalam al-Kubra no. 1270 dan Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya no. 745.
STATUS HADITS : Sanadnya hasan.
Dinilai hasan oleh Abdul Qodir al-Arna’uth dalam
Tahqiq Jami’ al-Ushul karya Ibnu al-Atsir (hamisy 4/228)
Diriwayatkan pula oleh An-Nasa’i dalam kitab *‘Amal
Al-Yaum wa Al-Lailah* (no. 543) dengan sanadnya dari Abu Suhail bin Malik, dari
ayahnya :
أَنَّهُ كَانَ يَسْمَعُ قِرَاءَةَ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ وَهُوَ يُؤُمُّ النَّاسَ فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، مِنْ دَارِ
أَبِي جَهْمٍ، وَقَالَ كَعْبُ الأَحْبَارِ: وَالَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى، فَذَكَرَهُ.
“Bahwa ia biasa mendengar bacaan Umar bin Al-Khaththab
ketika mengimami manusia di masjid Rasulullah ﷺ dari rumah Abu Juhm. Dan Ka‘b Al-Ahbar berkata: Demi Dzat yang
membelah laut untuk Musa ...., lalu ia menyebutkan hadits tersebut”.
Dan diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam *‘Amal Al-Yaum
wa Al-Lailah* (no. 544) dan Ibnu Khuzaimah (no. 2565) dengan sanadnya dari
‘Atha’ bin Abi Marwan, dari ayahnya, bahwa Ka‘b telah menceritakan kepadanya,
lalu ia menyebutkan hadits tersebut.
Dan diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam *‘Amal Al-Yaum
wa Al-Lailah* (no. 545) dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Mughits, ia
berkata: Ka‘b telah berkata, lalu ia menyebutkan hadits tersebut.
-----
DALIL KE 10 :
Ibnu Abi Barzah Al-Aslami meriwayatkan dari ayahnya
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ
قَالَ - وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ فِي سَفَرٍ - رَفَعَ صَوْتَهُ حَتَّى يُسْمِعَ
أَصْحَابَهُ:
«اللَّهُمَّ أَصْلِحْ
لِي دِينِيَ الَّذِي جَعَلْتَهُ عِصْمَةَ أَمْرِي، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ
الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي». (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ)
«اللَّهُمَّ أَصْلِحْ
لِي آخِرَتِيَ الَّتِي جَعَلْتَ إِلَيْهَا مَرْجِعِي». (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ)
«اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْكَ». (ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ)
«اللَّهُمَّ لَا
مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ
مِنْكَ الْجَدُّ».
Rasulullah ﷺ apabila selesai melaksanakan shalat Subuh, beliau berdoa
–dan menurutku beliau mengucapkannya ketika sedang dalam perjalanan– dengan
suara yang keras hingga terdengar oleh para sahabatnya:
“Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang Engkau
jadikan sebagai penjaga urusanku. Ya Allah, perbaikilah untukku duniaku yang
Engkau jadikan tempat kehidupanku,” beliau mengucapkannya tiga kali.
“Ya Allah, perbaikilah untukku akhiratku yang Engkau
jadikan tempat kembaliku,” beliau mengucapkannya tiga kali.
“Ya Allah, aku berlindung dengan keridaan-Mu dari
kemurkaan-Mu. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari (siksaan)-Mu,” beliau
mengucapkannya tiga kali.
“Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan apa yang
Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau tahan, serta
tidak berguna kekayaan bagi pemiliknya di hadapan-Mu.”
STATUS HADITS :
Hadits ini memiliki sanad yang sangat lemah,
sebagaimana yang dikatakan Syu’iab al-Arna’uth dalam Takhrij al-Adzkar karya
an-Nawawi hal. 227 no. 643 dan oleh al-Albani dalam Tamamul Minnah hal. 231.
Aku (penulis) mengatakan: sanadnya sangat lemah,
karena Ishaq bin Yahya bin Thalhah telah ditinggalkan oleh sejumlah imam
hadits.
Namun Hadits ini memiliki syahid (penguat) dari hadits
Shuhaib radhiyallahu ‘anhu dengan redaksi serupa, yang diriwayatkan oleh
An-Nasa’i dalam *Al-Mujtaba* (733) dan *‘Amalul Yaum wal Lailah* (137 dan 445),
Ibnu Khuzaimah dalam *Shahih*-nya (745), Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam
Al-Kabir* (7298) dan *Ad-Du‘a* (653), serta Ibnu Hibban (2026), melalui jalur
Musa bin ‘Uqbah dari ‘Atha’ bin Abi Marwan dari ayahnya yang berkata:
حَدَّثَنِي كَعْبٌ أَنَّ صُهَيْبًا حَدَّثَهُ:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ كَانَ يَنْصَرِفُ بِهَذَا الدُّعَاءِ مِنْ صَلَاتِهِ وَذَكَرَهُ
“Kepada saya bercerita Ka‘b, bahwa Shuhaib
menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ berdoa dengan doa ini ketika selesai shalat.”
Aku (penulis) mengatakan: sanadnya lemah, karena Abu
Marwan tidak dikenal, sebagaimana dikatakan oleh An-Nasa’i.
Kesimpulannya: hadits ini lemah.
Catatan: sebagai doa mutlak (tanpa kaitan waktu dan
jumlah tertentu), doa ini juga disebutkan dalam hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Muslim dalam *Shahih*-nya (2720).
----
DALIL KE 11 :
Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Umair dan Abadah bin
Abi Lubabah, keduanya mendengar Warrad, penulis (sekretaris) Mughirah bin
Syu‘bah radhiyallahu ‘anhu, berkata: Mu‘awiyah bin Abi Sufyan menulis surat
kepada Mughirah bin Syu‘bah:
“Tulislah kepadaku sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah ﷺ yang beliau ucapkan setelah shalatnya.”
Maka Mughirah menulis kepadanya:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ فِي
دُبُرِ صَلَاتِهِ إِذَا قَضَاهَا: «لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ،
وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ»
“Aku mendengar Rasulullah ﷺ setelah shalat ketika
telah menyelesaikan shalat-nya mengucapkan:
‘Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan segala pujian,
di tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah,
tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat
memberi apa yang Engkau cegah, dan tidak berguna kekayaan dan kedudukan bagi
pemiliknya di hadapan-Mu.”
[Diriwayatkan oleh Muslim dalam *Shahih*-nya (593/138)
melalui jalur Sufyan dengan sanad yang sama.
Juga diriwayatkan oleh Bukhari (844 dan 6330) serta
Muslim (593) melalui berbagai jalur dari Warrad].
-----
DALIL KE 12 :
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu berkata:
مَا دَنَوْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
ﷺ فِي دُبُرِ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ وَلَا تَطَوُّعٍ، إِلَّا سَمِعْتُهُ يَقُولُ:
«اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِي ذُنُوبِي وَخَطَايَايَ كُلَّهَا، اللَّهُمَّ أَنْعِشْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَاهْدِنِي
لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ، إِنَّهُ لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا، وَلَا يَصْرِفُ
سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
“Tidaklah aku mendekat kepada Rasulullah ﷺ setelah shalat wajib (fardhu)
maupun shalat sunnah, kecuali aku mendengarnya berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah
dosaku dan semua kesalahanku. Ya Allah, angkatlah aku (dari kelemahan),
perbaikilah keadaanku, dan tunjukilah aku kepada amal serta akhlak yang baik,
karena tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepada yang baik maupun menolak
yang buruk kecuali Engkau.’”
Profesor Dr. Husamuddin bin Musa ‘Affanah dalam
*Fatawa Yas’alunak* (7/54) mengatakan:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَابْنُ السُّنِّيِّ،
وَجَوَّدَ إِسْنَادَهُ الْهَيْثَمِيُّ فِي "مَجْمَعِ الزَّوَائِدِ"
(١٠/١١١).
وَقَالَ الشَّيْخُ الْأَلْبَانِيُّ: حَسَنٌ،
انْظُرْ "صَحِيحُ الْجَامِعِ" (١٢٦٦).
وَقَالَ الْهَيْثَمِيُّ فِي "مَجْمَعِ
الزَّوَائِدِ" (١٠/١١١): "وَإِسْنَادُهُ جَيِّدٌ". وَقَالَ
(١٠/١٧٣): "رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ، وَرِجَالُهُ وُثِّقُوا".
وَبِالْجُمْلَةِ؛ فَالْحَدِيثُ حَسَنٌ
بِالطَّرِيقِ الثَّانِي، وَالشَّاهِدُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu
As-Sunni, dan Al-Haitsami dalam *Majma’ Az-Zawaid* (10/111) menilai sanadnya
baik.
Syaikh Al-Albani juga menilainya hasan dalam *Shahih
Al-Jami’* (no. 1266).
Al-Haitsami berkata dalam *Majma’ Az-Zawaid* (10/111):
“Sanadnya baik.”
Dan
pada (10/173) beliau berkata: “Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, dan para
perawinya terpercaya.”
Secara keseluruhan, hadits ini berstatus *hasan*
melalui jalur kedua, dengan penguat dari hadits Abu Ayyub Al-Anshari
radhiyallahu ‘anhu. Wallahu a‘lam.
Namun Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam *An-Nataij* (2/287)
berkata:
عَلِيُّ بْنُ يَزِيدَ مُتَّفَقٌ عَلَى
تَضْعِيفِهِ، وَمَدَارُ هَذَا الْحَدِيثِ عَلَيْهِ.
“Ali bin Yazid disepakati kelemahannya, dan jalur
hadits ini berporos padanya.”
Disebutkan dalam *Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah*
(65/363):
وَفِيهِ دَلَالَةٌ بَيِّنَةٌ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ
الدُّعَاءِ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَالنَّافِلَةِ.
“Hadits ini mengandung dalil yang jelas tentang
disyariatkannya berdoa setelah shalat wajib maupun sunnah.”
----
DALIL KE 13 :
Dari Muslim bin Abu Bakrah:
أَنَّهُ كَانَ سَمِعَ وَالِدَهُ
يَقُولُ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ: «اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ».
فَجَعَلْتُ أَدْعُو بِهِنَّ، فَقَالَ: يَا بُنَيَّ، أَنَّى عَلِمْتَ هَؤُلَاءِ
الْكَلِمَاتِ؟ قُلْتُ: يَا أَبَتِ، سَمِعْتُكَ تَدْعُو بِهِنَّ فِي دُبُرِ
الصَّلَاةِ، فَأَخَذْتُهُنَّ عَنْكَ. قَالَ: فَالْزَمْهُنَّ يَا بُنَيَّ، فَإِنَّ
نَبِيَّ اللهِ ﷺ كَانَ يَدْعُو بِهِنَّ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ.
“Bahwa ia pernah mendengar Ayahnya [Abu Bakrah radhiyallahu
‘anhu] mengucapkan setelah selesai shalat:
«اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ»
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran,
kefakiran dan siksa kubur) '.
Lalu aku berdoa dengan doa tersebut. Ayahku lalu
bertanya; "Wahai anakku, dari mana engkau belajar ucapan-ucapan itu?"
Aku menjawab; "Wahai ayahku, setiap selesai shalat aku mendengarmu membaca
itu, maka aku mengamalkan itu darimu!" Ayahku lalu berkata; "Wahai
anakku, amalkanlah selalu, sebab Nabi ﷺ selalu membaca doa itu setiap selesai
shalat."
[HR. An-Nasaa'i no. 5480] Di SHAHIH-kan
oleh al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i.
Lafadz lain: Muslim bin Abu Bakrah berkata:
كَانَ أَبِي يَقُولُ فِي دُبُرِ
الصَّلاَةِ : «اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ»،
فَكُنْتُ أَقُولُهُنَّ. فَقَالَ أَبِي: "أَىْ بُنَىَّ عَمَّنْ أَخَذْتَ
هَذَا؟". قُلْتُ: "عَنْكَ". قَالَ: "إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
كَانَ يَقُولُهُنَّ فِي دُبُرِ الصَّلاَةِ".
“Dulu ayahku senantiasa membaca pada dubur Shalat:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan
kepada-Mu daripada kekufuran, kefakiran, dan juga azab kubur.’
Maka aku pun membaca kesemuanya itu (di penghujung
solatku).
Maka bapaku bertanya kepadaku: ‘Wahai anakku, dari
siapakah engkau mengambil ini (yakni bacaan doa ini)?’
Aku menjawab: ‘Dari engkau.’
Maka bapaku berkata: ‘Sesungguhnya Rasulullah ﷺ
membacanya di dubur solat.’”
[HR. An-Nasaa'i no. 1346] Di SHAHIH-kan oleh
al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i.
MAKNA
DUBUR SHOLAT:
Yang dimaksud DUBUR SHOLAT di sini menurut
al-Haafidz Ibnu Hajar adalah setelah selesai Shalat [Fathul Baari 11/133].
Dan dalam ad-Duror As-Saniyyah di sebutkan:
وفي هذا الحديثِ يُخبِرُ
مُسلِمُ بنُ أبي بَكْرةَ: "أنَّه كان سمِعَ والِدَه يقولُ في دبُرِ
الصَّلاةِ"، أي: يَدعو بدعواتٍ عَقِبَ الانتهاءِ مِن صلاتِه، وقيل: المرادُ
بدبُرِ الصَّلاةِ: ما كان قبل السَّلامِ
Dalam hadits ini, Muslim bin Abi Bakra
menceritakan: “Dia mendengar ayahnya mengucapkan doa di dubur shalat,[[yaitu,
dia berdoa dengan doa-doa tsb setelah menyelesaikan sholatnya]].
Dan ada yang mengatakan: Yang dimaksud dubur shalat
adalah sebelum salam
Al-Haafidz Ibnu hajar dalam Fathul Baari 11/133
berkata:
فَإِنْ قِيلَ: الْمُرَادُ بِدُبُرِ
كُلِّ صَلَاةٍ قُرْبُ آخِرِهَا وَهُوَ التَّشَهُّدُ، قُلْنَا: قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ
بِالذِّكْرِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا،
فَكَذَا هَذَا حَتَّى يَثْبُتَ مَا يُخَالِفُهُ.
Jika ada yang mengatakan: Bahwa yang dimaksud
dengan kata "دُبُر كلَّ صَلاةٍ" [dubur setiap shalat] itu menjelang
akhir shalat yaitu tasyahud ; Maka kami akan mengatakan: bahwa telah ada hadits
perintah untuk berdzikir pada setiap [دُبُرِ
كُلِّ صَلاةٍ], dan
yang dimaksud dengan itu adalah setelah selesai shalat sesuai Ijma'para ulama
".
Dan begitu pula yang dikatakan Syaikh Abdurrahman
Al Mubarkafuri Rahimahullah, beliau berkata:
قُلْت: قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ
بِالذِّكْرِ دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا
“Saya berkata: telah datang riwayat tentang dzikir
pada دُبُرَ الصَّلَاةِ [duburish shalah], dan yang dimaksud adalah setelah salam
menurut ijma’.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
----
DALIL KE 14:
Dari Zaid Bin Arqam radhiyallahu anhu, ia berkata;
سَمِعْتُ رَسُولَ الله ﷺ
يَدْعُو فِي دُبُرِ كل صَلَاة يَقُولُ:
«اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ
كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدٌ أَنَّكَ الرَّبُّ، وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ،
اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ
وَرَسُولُكَ، اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدٌ أَنَّ
الْعِبَادَ كُلَّهُمُ إخْوَةٌ، اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ،
اجْعَلْنِي مُخْلَصًا لَكَ وَأهْلِي فِي كُلِّ سَاعَةٍ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ، ذَا الْجِلَالِ وَالْإِكْرَامِ اسْمَعْ وَاسْتَجِبْ، اللهُ
الْأَكْبَرُ الْأَكْبَرُ، اللهُ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، اللهُ
الْأَكْبَرُ الْأَكْبَرُ حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، اللهُ الْأَكْبَرُ
اللهُ الْأَكْبَرُ».
Aku mendengar Rasulullah ﷺ membaca do'a di dubur [belakang]
shalatnya: "
(Ya Allah, Rabb kami dan Rabb-nya segala
sesuatu, saya adalah saksi bahwa Muhammad adalah hamba-Mu dan Rasul-Mu. Wahai
Rabb kami dan Rabb-nya segala sesuatu, saya adalah saksi bahwa seluruh hamba
adalah saudara. Ya Allah, Rabb kami dan Rabb-nya segala sesuatu, jadikanlah aku
sebagai orang yang ikhlas kepada-Mu, keluargaku dalam setiap waktu untuk dunia
maupun akhirat, (Engkaulah Yang Maha) Kuasa dan Mulia, dengar dan
perkenankanlah. Allah Maha Besar. Yang Maha Besar adalah Allah, Cahaya langit
dan bumi. Allah Maha Besar, cukuplah Allah sebagai sebaik-baik tempat
berlindung. Allah Maha Besar)."
[HR. Ahmad (4/369), Abu Dawud (1508), dan al-Nasa'i
dalam “Amal al-Yawm wa al-Laila” (101), dan dalam “as-Sunan Al-Kubra” (9929),
Abu Ya'la dalam al-Musnad (7216), dan dalam "ad-Do'a" 668),
Al-Tabarani dalam “Al-Kabir” (5122), dan dalam “ad-Doa” (668), Ibn Al-Sunni
dalam “ 'Amal al-Yaum wa al-Lailah " (114), Al-Bayhaqi dalam “ Al-Asmaa
was Sifaat” (272) dan di "asy-Syu'ab " (613), dan dalam
"Al-Da`awaat Al-Kabir" (94), Al-Mizzii dalam “Tahdziib Al-Kamal”
(8/387-388), dan Al-Syajari dalam “Amaaliyah” (1/249) dari Mu`tamir bin
Suleiman Al-Taymi.
Dan Abu Ya'la (7217) dari Jarir bin Abdul Hamid
Al-Razi, keduanya dari Daud Ath-Thufawi Al-Bashri, dari Abu Muslim Al-Bajali,
dari Zaid bin Arqam dengan lafadz itu.
DERAJAT HADITS:
Namun hadits ini Dhaifkan sanadnya oleh al-Albaani
dalam Dhaif Abu Daud no. 1508 dan Syu'aib al-Arnaa'uth dalam Takhriij al-Musnad
no. 19293.
Asy-Syeikh Thooriq 'Aathif Hijaazy dalam takhrij
Hadits :
«اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ،
أَنَا شَهِيدٌ أَنَّكَ الرَّبُّ»
Dia berkata :
قُلْتُ: وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ،
ذَكَرَهُ دَاوُدُ الطُّفَاوِيُّ، ذُكِرَ فِي "الثِّقَاتِ" لِابْنِ حَبَّانَ.
وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: بَصْرِيٌّ يَتْرُكُ.
وَأَبُو مُسْلِمٍ البَجَلِيُّ
ذُكِرَهُ ابْنُ حَبَّانَ فِي "الثِّقَاتِ" أَيْضًا، وَتَرَجَّمَهُ
البُخَارِيُّ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ فِي كِتَابَيْهِمَا وَلَمْ يُذْكَرَا فِيهِ
جَرْحًا وَلَا تَعْدِيلًا، وَلَمْ يُذْكَرَا عَنْهُ رَاوٍ إِلَّا دَاوُدَ، فَهُوَ
مَجْهُولٌ كَمَا ذَكَرَ الذَّهَبِيُّ فِي "المِيزَانِ"، لَا يُعْرَفُ
وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Aku berkata: Sanadnya lemah. Dawud Ath-Thufawi
disebutkan oleh Ibn Hibban dalam “Al-Tsiqaat (kumpulan para perawi yang dipercaya).
Akan Tetapi Ad-Daaruquthni berkata: Bashri ini ditinggalkan haditsnya.
Dan Abu Muslim Al-Bajali disebutkan juga oleh Ibn
Hibban dalam “Al-Tsiqaat (kumpulan para perawi yang dipercaya), akan tetapi
Al-Bukhari dan Ibn Abi Hatim menyebutkan biografinya dalam dua kitab mereka,
dan mereka berdua tidak menyebutkan Jarh dan Ta'diil di dalamnya.
Dan mereka berdua tidak pernah menyebutkan perawi
darinya kecuali Dawud, maka dia itu Majhuul [tidak dikenal], karena al-Dhahabi
dalam "Al-Mizan" mengatakan: "tidak dikenal".
Wallaahu a'lam [Selesai]
----
DALIL KE 15:
Hadits Uqbah bin ‘Âmir radhiyallahu’anhu, dia
berkata,
“أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ أَقْرَأَ
بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ”.
“Rasulullah ﷺ memerintahkanku untuk membaca
al-mu’awwidzat (surat al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Nas)” setelah setiap shalat”.
HR. Abu Dawud (1523), Al-Tirmidzi (2903), dan
Al-Nasa'i dalam ((Al-Mujtaba)) (3/68). Dengan sedikit perbedaan. Di
Shahihkan al-Albaani dalam shahih Abu Daud no. 1523.
Makna الْمُعَوِّذَاتِ adalah surat-surat yang memberi
perlindungan dari Allah.
Dan makna الِاسْتِعَاذَةُ adalah mencari perlindungan, yaitu dengan memohon
perlindungan kepada Allah, dan memohon kepada Allah SWT adalah berdoa.
----
DALIL KE 16 :
Dari Abdullah bin Mas‘ud
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
الْحَيُّ الْقَيُّومُ، وَأَتُوبُ إِلَيْهِ، ثَلَاثًا، غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ، وَإِنْ
كَانَ فَارًّا مِنَ الزَّحْفِ»
“Barang siapa mengucapkan:
*Astaghfirullāhal-ladzī lā ilāha illā huwa al-ḥayyu al-qayyūmu wa atūbu ilaih*
(Artinya : Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertobat kepada-Nya), tiga kali, maka diampuni dosanya, sekalipun ia lari dari medan
perang.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani
dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (9/103) (8541), Ibnu Abi Syaibah dalam
al-Mushonnaf 6/57 no. 29450 dan oleh Al-Hakim dalam
*Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain* (1/692 no. 1884).
Al-Hakim berkata :
«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ
عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»
“Hadits ini sahih sesuai syarat dua syaikh (Al-Bukhari
dan Muslim), namun keduanya tidak meriwayatkannya.”
Di halaman lain 2/128 no. 2550 berkata :
«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ
عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»
“Hadits ini sahih menurut syarat Muslim, namun
keduanya tidak meriwayatkannya.” Dan ini disetujui oleh adz- Dzahabi dalam
at-Talkhish.
Dan dinyatakan
sahih oleh al-Hakim dan oleh Al-Albani dalam *Shahih At-Targhib*
no. 1623.
RIWAYAT KHUSUS SETELAH
SHALAT :
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ قَالَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا
إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ، وَإِنْ
فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ»
“Barang siapa mengucapkan setiap
selesai shalat:
*Astaghfirullāhal-ladzī lā ilāha
illā huwa al-ḥayyu
al-qayyūmu wa atūbu ilaih*
(Artinya : Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertobat kepada-Nya)
Maka diampuni dosanya,
sekalipun ia lari dari medan perang.”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani
dalam *Al-Mu‘jam Al-Awsath* (7/364 no. 7738),
Al-Khathib Al-Baghdadi dalam *Muwadlih Al-Awham* (2/309) dengan lafaz ini,
Ibnus Sunni dalam *‘Amal Al-Yaum wal-Lailah* (hal. 120 no. 137), dan Ibnu ‘Adiy dalam *Al-Kamil* (3/160) dengan lafaz yang sama, serta menambahkan: “tiga kali.”
Hadits ini dinilai lemah oleh
Al-Albani dalam *Dha‘if At-Targhib* no. 990.
Ath-Thabarani berkata :
لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُخْتَارِ، وَلَا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الْمُخْتَارِ إِلَّا عُمَرُ بْنُ فَرْقَدٍ، وَلَا عَنْ عُمَرَ بْنِ فَرْقَدٍ إِلَّا
عَلِيُّ بْنُ حُمَيْدٍ، تَفَرَّدَ بِهِ: يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ "
“Hadis ini tidak ada yang meriwayatkannya dari Abu
Ishaq kecuali oleh Abdullah bin Al-Mukhtar, dan tidak (pula) dari Abdullah
bin Al-Mukhtar kecuali oleh Umar bin Farqad, dan tidak dari Umar bin Farqad
kecuali oleh Ali bin Humaid. Yang meriwayatkannya secara tunggal adalah Ya‘qub
bin Ishaq.”
Al-Haitsami dalam al-Majma’ 10/104 no. 16934 berkata :
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الصَّغِيرِ
وَالْأَوْسَطِ، وَفِيهِ عُمَرُ بْنُ فَرْقَدٍ، وَهُوَ ضَعِيفٌ
“Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam
Ash-Shaghir* dan *Al-Mu‘jam Al-Awsath*, dan di dalam sanadnya terdapat Umar bin
Farqad, yang statusnya lemah.”
Ibnu ‘Adiy dalam al-Kamil 6/120 berkata :
وَلا أَعْرِفُ لِعُمَرَ بْنِ فَرْقَدٍ
غَيْرَ هَذَا مِنَ الْحَدِيثِ وَفِي حَدِيثِهِ نَظَرٌ
“Aku tidak mengetahui hadis lain yang diriwayatkan
oleh Umar bin Farqad selain hadis ini, dan pada hadisnya terdapat kelemahan.”
Saya katakan:
Abdullah bin Al-Mukhtar tidak meriwayatkannya secara
tunggal, karena ia diikuti oleh Al-Husain bin Dzikwan, dari Abu Ishaq
As-Sabi‘i, dari Al-Bara’ bin ‘Azib secara marfu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu As-Sunni dalam *Al-Yaum
wal-Lailah* (137), ia berkata: “Telah memberitakan kepada kami Abu Ya‘la, telah
menceritakan kepada kami ‘Amr bin Al-Hushain, telah menceritakan kepada kami
Sa‘d bin Rasyid, dari Al-Husain bin Dzikwan, dengan lafaz:
" مَنِ اسْتَغْفَرَ
اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَقَالَ: أَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ،
غَفَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ذُنُوبَهُ، وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ
"
“Barang siapa memohon ampun kepada Allah sebanyak
tiga kali setiap selesai shalat dengan mengucapkan: ‘Aku memohon ampun
kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri
Sendiri, dan aku bertobat kepada-Nya,’ maka Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Agung akan mengampuni dosa-dosanya, sekalipun ia pernah lari dari medan
perang.”
Sanadnya sangat lemah, dan ‘Amr bin Al-Hushain adalah
perawi yang rusak ( تَالِفٌ / tidak dapat dipercaya).
----
DALIL KE 17 :
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كانَ مَقامي بَيْنَ كَتِفَيِ النَّبِيِّ
ﷺ حتّى قُبِضَ، فَكانَ يَقولُ إذا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلاةِ: «اللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ
عُمُرِي آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِمَهُ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ
أَلْقَاكَ».
“Posisiku berada di antara kedua bahu Nabi ﷺ hingga beliau wafat. Beliau ﷺ biasa berdoa ketika selesai
dari shalat:
‘Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada bagian
akhirnya, sebaik-baik amalanku pada penutupnya, dan jadikanlah sebaik-baik
hariku adalah hari ketika aku bertemu dengan-Mu.’”
STATUS HADITS :
Hadits ini sangat lemah, karena memiliki beberapa
cacat:
Pertama: Shalih bin Abi Al-Aswad; Adz-Dzahabi berkata
dalam *Al-Mizan* (2/288): “Lemah.” Ia juga berkata dalam *Al-Mughni fi
Adh-Dhu‘afa* (1/302): “Haditsnya munkar.” Ibnu Hajar berkata dalam *Nataij
Al-Afkar* (2/293): “Tidak dapat dipercaya.”
Kedua: Abul Malik An-Nakha‘i (Abdul Malik An-Nakha‘i);
ditinggalkan haditsnya sebagaimana disebut dalam *At-Taqrib*.
Ketiga: Ali bin Zaid bin Jud‘an; lemah karena buruk
hafalannya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam
*Al-Mu‘jam Al-Awsath* (9/157/9411) – dan darinya juga Ibnu Hajar dalam *Nataij
Al-Afkar* (2/291–292) – melalui jalur Abu Bakr bin Abi An-Nadhr dari Abu
An-Nadhr, dari Abu Malik An-Nakha‘i, dari Abu Al-Muhajjal, dari keponakan Anas,
dari Anas.
Ath-Thabrani berkata:
"لَمْ يَرْوِهِ
عَنْ أَبِي الْمُحَجَّلِ إِلَّا أَبُو مَالِكٍ، وَلَا عَنْهُ إِلَّا أَبُو النَّضْرِ،
تَفَرَّدَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ".
“Tidak ada yang meriwayatkannya dari Abu Al-Muhajjal
kecuali Abu Malik, dan tidak ada yang meriwayatkannya darinya kecuali Abu
An-Nadhr; yang menyendirinya adalah Abu Bakr.”
Ibnu Hajar berkata:
"هُوَ أَبُو
بَكْرِ بْنُ النَّضْرِ بْنِ أَبِي النَّضْرِ نُسِبَ إِلَى جَدِّهِ، وَهُوَ مِنْ شُيُوخِ
مُسْلِمٍ، وَاسْمُ جَدِّهِ هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، وَهُوَ مِنْ رِجَالِ الصَّحِيحَيْنِ،
وَأَبُو الْمُحَجَّلِ اسْمُهُ رُدَيْنِيٌّ، وَاسْمُ أَبِيهِ مُرَّةُ، وَقِيلَ: مُخَلَّدَةُ،
وَثَّقَهُ يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ.
وَاسْمُ ابْنِ أَخِي أَنَسٍ حَفْصٌ
..... وَهُوَ مُوَثَّقٌ، وَالْهَيْثَمُ شَيْخُ الطَّبَرَانِيِّ مِنَ الْحُفَّاظِ، فَلَمْ
يَبْقَ فِي هَذَا السَّنَدِ إِلَّا أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ بِالِاتِّفَاقِ،
وَقَدِ اخْتُلِفَ عَلَيْهِ فِي شَيْخِهِ".
“Ia adalah Abu Bakr bin An-Nadhr bin Abi An-Nadhr yang
dinisbatkan kepada kakeknya. Ia termasuk guru Muslim, dan nama kakeknya adalah
Hasyim bin Al-Qasim, termasuk perawi *Ash-Shahihain*. Adapun Abu Al-Muhajjal
namanya Rudaini bin Murrah, ada juga yang mengatakan Mukhallad, dan ia dinilai
tsiqah oleh Yahya bin Ma‘in. Nama keponakan Anas adalah Hafsh … yang juga
dinilai tsiqah. Al-Haitsam, guru Ath-Thabrani, adalah salah satu ahli hadits
terpercaya. Maka yang tersisa dalam sanad ini hanyalah Abu Malik An-Nakha‘i,
dan ia lemah berdasarkan kesepakatan. Bahkan terjadi perbedaan padanya dalam
menyebut gurunya.”
Al-Haitsami berkata dalam *Majma‘ Az-Zawaid* (10/110):
"فِيهِ أَبُو
مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ".
“Dalam sanadnya terdapat Abu Malik An-Nakha‘i, dan ia
lemah.”
Aku (penulis) berkata: Sanadnya sangat lemah karena
Abu Malik An-Nakha‘i adalah perawi yang ditinggalkan, sebagaimana dalam
*At-Taqrib*.
Secara keseluruhan, hadits ini sangat lemah
karena bertumpu pada Abu Malik An-Nakha‘i yang ditinggalkan haditsnya, dan
dalam riwayatnya pun terdapat kerancuan: terkadang ia meriwayatkannya dari Abu
Al-Muhajjal dari keponakan Anas dari Anas, dan terkadang dari Ibnu Jud‘an dari
Anas.
----
DALIL KE 18 :
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
"ما مِنْ عَبْدٍ
بَسَطَ كَفَّيْهِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثُمَّ يَقُولُ:
«اللَّهُمَّ إِلٰهِي وَإِلٰهَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ،
وَإِلٰهَ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ - عَلَيْهِمُ السَّلَامُ - أَسْأَلُكَ
أَنْ تَسْتَجِيبَ دَعْوَتِي؛ فَإِنِّي مُضْطَرٌّ، وَتَعْصِمَنِي فِي دِينِي؛ فَإِنِّي
مُبْتَلًى، وَتَنَالَنِي بِرَحْمَتِكَ؛ فَإِنِّي مُذْنِبٌ، وَتَنْفِيَ عَنِّي الْفَقْرَ؛
فَإِنِّي مُتَمَسْكِنٌ»؛
إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ - عَزَّ وَجَلَّ - أَنْ لَا يَرُدَّ
يَدَيْهِ خَائِبَتَيْنِ."
“Tidaklah seorang hamba membentangkan kedua telapak
tangannya setiap selesai shalat kemudian mengucapkan:
-Ya Allah, Tuhanku dan Tuhan Ibrahim, Ishaq, dan
Ya‘qub, serta Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil ‘alaihimussalam, aku memohon
kepada-Mu agar Engkau mengabulkan doaku karena aku adalah orang yang sangat
membutuhkan-Mu; lindungilah aku dalam agamaku karena aku sedang diuji;
limpahkanlah rahmat-Mu kepadaku karena aku orang yang berdosa; dan jauhkanlah
dariku kemiskinan karena aku orang yang sangat membutuhkan;
melainkan menjadi hak atas Allah ‘azza wa jalla untuk tidak
menolak kedua tangannya dalam keadaan hampa.”
STATUS HADITS :
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu As-Sunni dalam kitab
*‘Amal Al-Yaum wal-Lailah* hal. 100 no. 138, dan oleh Ibnu Al-A’rabi dalam
*Al-Mu‘jam* (2/609) nomor 1204 melalui jalur Ishaq bin Khalid Al-Balsi dengan
sanad tersebut.
Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnu ‘Iraq dalam
*Tanzih Asy-Syari‘ah* (2/334) no. 55.
Serta oleh Ibnu ‘Asakir dalam *Tarikh Dimasyq*
(16/383) melalui jalur Ishaq bin Khalid bin Yazid Al-Asadi dengan sanad yang
sama.
Adapun Ad-Dailami menukilkannya secara mu‘allaq dalam
*Musnad Al-Firdaus* sebagaimana disebutkan dalam *Zahr Al-Firdaus* (13/209–210)
dari jalur Abu Asy-Syaikh dengan sanad yang sama.
Adz-Dzahabi berkata dalam *Al-Mizan* (2/631 no. 5112):
عَبدُ العَزِيزِ بْنُ عَبدِ الرَّحْمٰنِ
البَالِسِيُّ عَنْ خُصَيْفٍ؛ اتَّهَمَهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَضَرَبَ عَلَى حَدِيثِهِ،
وَقَالَ النَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُ: لَيْسَ بِثِقَةٍ، وَقَالَ ابْنُ حِبَّانَ: كَتَبْنَا
عَنْ عُمَرَ بْنِ سِنَانٍ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ خَالِدٍ عَنْهُ نُسْخَةً شَبِيهًا.
“Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Balsi meriwayatkan dari
Khushaif; dia dituduh berdusta oleh Imam Ahmad, dan Imam Ahmad mencoret hadits-haditsnya”
(lihat *Al-‘Ilal wa Ma‘rifat Ar-Rijal* 3/319 no. 5419). An-Nasa’i dalam
*Adh-Dhu‘afa wal-Matrukun* (hal. 168 no. 415) dan ulama lainnya berkata: “Ia
tidak terpercaya.” Ibnu Hibban dalam *Al-Majruhin* (2/121 no. 739) berkata:
“Kami menulis (mencatat) dari Umar bin Sinan dari Ishaq bin Khalid darinya
(yakni dari Abdul Aziz) sebuah kumpulan hadits yang serupa.”
Hadits ini sangat lemah karena terdapat beberapa
cacat:
Pertama, Khushaif al-Jazari adalah perawi yang lemah
dan tidak mendengar langsung dari Anas.
Kedua, Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Qurasyi adalah
perawi yang ditinggalkan (matruk), dan Imam Ahmad menuduhnya berdusta. Ibnu
‘Adi berkata dalam kitab *Al-Kamil* (3/942): “Ia meriwayatkan dari Khushaif
dari Anas dan selain Khushaif hadits-hadits yang batil.”
Ketiga, Ishaq al-Balsi adalah perawi munkar hadits,
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Adi.
DALIL KE 19:
DZIKIR
ADALAH BAGIAN DARI DOA, DAN DOA BAGIAN DARI DZIKIR, YAITU MENGINGAT ALLAH DAN
BERHARAP KEPADANYA.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
إِنَّ كُلَّ مَنْ صَنَفَ فِي
الأَذْكَارِ ذَكَرَ فِيهَا أَدْعِيَةَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَهَذَا يَعْنِي أَنَّ
الدُّعَاءَ ذِكْرٌ، فَحَيْثُ كَانَ الذِّكْرُ مَشْرُوعًا فَالدُّعَاءُ مَشْرُوعٌ
لأَنَّهُ جُزْءٌ مِنْهُ.
Bahwa setiap orang yang manyusun kitab tentang
dzikir-dzikir, mereka menyebutkan pula di dalamnya doa-doa Rasulullah ﷺ, dan ini
berarti bahwa doa itu adalah Dzikir, maka di mana dzikir itu disyariatkan, maka
doa juga syariatkan karena itu adalah bagian dari dzikir..". [Selesai]
Karena ketika Seorang Muslim mengucapkan dzikir,
dia mengharapkan ampunan dan pahala dari Allah SWT sebagaimana yang dijanjikan
oleh Nabi ﷺ dalam
sabdanya:
«مَنْ
سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ
ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ
وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ».
"Barangsiapa yang mengucapkan [subhanallah]
sebanyak 33 kali, [alhamdulillah] sebanyak 33 kali, [allahu akbar] sebanyak 33
kali PADA SETIAP DUBUR SHALAT.
Kemudian ia tambahkan:
[laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lahu
wahdahu laa syariika lahu, lahulmulku walhul hamdu wa huwa 'ala kulli syain
qadir]
Sehingga jumlahnya sempurna 100, maka diampuni
kesalahan-kesalahannya meskipun sebanyak buih lautan".
[[HR. Muslim (no. 939) dan Imam Ahmad (no
hadits:8478): dari Abu Hurairah]]
Jadi ada korelasi yaitu bahwa dzikir, meskipun itu
bukan doa secara terus terang – namun di dalamnya terdapat unsur permohonan
dengan cara pemaparan dan sindiran, seperti contohnya dalam ungkapan sabda Nabi
ﷺ:
«لاَ
مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا
الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ».
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa
yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau
tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.”
Maka yang dimaksud dengan ungkapan tsb adalah (artinya):
"Kami tidak berharap kepada siapa pun selain
pada Engkau", akan tetapi kami hanya berharap dari Engkau, maka berilah
kami ".
Dan ini sama seperti yang difirmankan Allah SWT:
{وَأَيُّوبَ
إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
(83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ
وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84)}
Artinya: “(Ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia
berdoa kepada Rabbnya, “(Wahai Rabbku), sungguh aku telah ditimpa penyakit
parah, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang. Maka
Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya padanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka),
sebagai suatu rahmat dari Kami dan untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
taat”. [QS. Al-Anbiyâ’ : 83-84].
Dalam ayat tsb Nabi Ayub ‘alaihis salam tidak
memintanya secara terus terang, melainkan dengan sindirian.
Karena dalam Firman-Nya [[Maka Kami kabulkan
doanya]] berarti dia telah berdoa. Padahal dia tidak mengucapkan
kata-kata doa di dalamnya secara terang-terangan, dia hanya menyebutkan bahwa
dirinya ditimpa penyakit parah, dan dia memuji Allah SWT, karena Dia lebih
Penyayang dari pada para Penyayang. Berarti yang demikian itu mengandung arti
" Tolong kasihanilah aku dan bebaskan lah dari penyakit yang
membehayakan-ku ini ".
Dan yang semisal ayat di atas adalah Firman-Nya
tentang doa Nabi Yunus alaihis salaam:
{فَنَادَى
فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ
الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ
نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)}
Artinya: “Pada kegelapan malam dalam perut ikan
di tengah laut Yunus berdoa, “Sesungguhnya tidak ada yang berhak disembah
kecuali Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang berbuat
zalim.
Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia
dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman”. [QS. Al-Anbiyâ’ : 87-88].
Dalam ayat tsb tidak ada kata-kata doa Nabi Yunus
alaihis salam.
Begitu pula dalam firman-Nya:
{وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ
فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ
أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ. قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ
عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ
إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ}
Artinya: " Dan Nuh berseru kepada Tuhannya
sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan
sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang
seadil-adilnya".
Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia
bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya
(perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon
kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku
memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan". [QS.
Huud: 45-46].
Dalam ayat tsb Nabi Nuh alaihis salam tidak
meminta. Namun Allah SWT menjawabnya dengan mengatakan: [[Janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya]].
Dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu disebutkan
bahw Rasulullah ﷺ, bersabda:
«أَفْضَلُ
الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الحَمْدُ لِلَّه»
“Dzikir yang Paling utama adalah kalimat [[لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ / Tiada Tuhan Selain Allah]].
Dan Kalimat Do’a yang paling utama adalah ucapan [[اَلْحَمْدُ لِلَّه/ Segalapuji milik Allah]].
[HR. Al-Tirmidzi (3383), Ibn Majah (3800),
Al-Nasa'i dalam "Al-Sunan Al-Kubra" (10667) dan Ibnu Hibban dalam
Shahih (No. 2326)].
Dishahihkan oleh al-Haakim dan disetujui
adz-Dzahabi [Al-Mustadrak: (1/503)]. Dan di Hasankan al-Albaani dalam Takhriij
Misykaat al-Mashaabiih no. 2246.
Dalam hadits ini Nabi ﷺ memerintahkan untuk mengulang-ulang baca
dzikir al-hamdulillah [pujian kepada Allah] setelah selesai shalat sebanyak 33
kali, dan ini nampak jelas akan disyariatkannya berdoa setelah shalat fardhu.
Karena dzikir itu bagian dari pada Doa, dzikir
adalah pembukaan doa, bahkan dzikir juga adalah doa.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radiallahu anhum,
sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:
«خَيْرُ
الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ
مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ»
“Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah.
Sebaik-baik doa yang Aku panjatkan dan para Nabi sebelumku, yaitu:
Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalah,
lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa alaa kulli syai’in qodiir.”
Artinya: “Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain
Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia
Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
(HR. Tirmizi, no. 3585, dinyatakan hasan oleh
Al-Albany dalam Shahih al-Jaami'ash-Shoghiir 1/248 no. 1102. Dan dinyatakan
Hasan Lighoirihi dalam Shahih At-Targhib, no. 1536).
Dan oleh al-Mundziri dinyatakan: Shahih atau Hasan
atau yang mendekati keduanya [At-Targhib wat Tarhiib 2/345]
Dalam hadits ini tidak ada doa, namun Nabi ﷺ
menyatakan nya sebaik-baik Doa.
Ini adalah masalah yang sudah maklum pada semua
tradisi, bahkan Anda kadang melihat para tukang minta-minta, mereka cukup
dengan memuji-muji orang yang hendak dimintai sedekah. Bahkan orang-orang Arab menyebutkan
hal ini dalam puisi-puisi mereka, diantara nya sbb:
Sufyan bin Uyaynah pernha ditanya tentang doa
terbaik di hari Arafah, maka dia menjawab:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ
Artinya: “Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain
Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia
Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Maka Dikatakan kepadanya: Ini adalah pujian dan
bukan doa.
Dia menjawab: Apakah kamu tidak mendengar perkataan
seorang penyair:
أَأَذْكُرُ حَاجَتِي أمْ قَدْ
كَفَاني.... حَيَاؤُكَ إِنَّ شيمَتَكَ الحياءُ
Haruskah saya menyebutkan kebutuhan saya atau cukup
bagiku.... rasa malu anda ; karena tabiat dan karakter anda adalah pemalu ?
إذا أَثنى عليكَ المرءُ
يومًا..... كَفَاهُ مِن تعرُّضِهِ الثَّناءُ
Jika seseorang memuji Anda suatu hari nanti.....
maka cukupkanlah baginya dengan pengungkapan pujian nya.
[Sumber: Dua Syair Umayyah bin Abi Ash-Shalt dari لُبَابُ الآدَابِ karya ats-Tsa'aalabii. Dan lihat pula: Taarikh Damasqus karya
Ibnu Asaakiir 9/274]
----
DALIL KE 20:
Abdullah bin Khubaib radhiyallahu’anhu bercerita,
خَرَجْنَا فِي لَيْلَةِ مَطَرٍ
وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ لِيُصَلِّيَ لَنَا،
فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ: «أَصَلَّيْتُمْ؟». فَلَمْ
أَقُلْ شَيْئًا.
فَقَالَ: «قُلْ!» فَلَمْ
أَقُلْ شَيْئًا.
ثُمَّ قَالَ: «قُلْ!» فَلَمْ
أَقُلْ شَيْئًا .
ثُمَّ قَالَ: «قُلْ!».
فَقُلْتُ: “يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَقُولُ؟”
قَالَ: «قُلْ:
“قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” وَ”الْمُعَوِّذَتَيْنِ” حِينَ تُمْسِي وَحِينَ
تُصْبِحُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ».
“Di suatu malam yang gelap gulita dan hujan, kami
keluar mencari Rasulullah ﷺ agar beliau mengimami kami. Manakala kami menemukannya, beliau
bertanya, “Sudah shalatlah kalian?”.
Aku tidak berkata apapun. Lalu beliau berkata,
“Ucapkanlah!”.
Aku tidak mengucapkan apa-apa. Kemudian beliau
kembali berkata, “Ucapkanlah!”.
Aku tidak mengucapkan apa-apa. “Ucapkanlah!” kata
beliau lagi.
Akupun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus
kuucapkan?”.
“Ucapkanlah “Qul huwallahu ahad” dan
“al-Mu’awwidzatani” di sore dan pagi hari tiga kali; niscaya itu akan
melindungimu dari segala sesuatu”.
[HR. Abu Dawud no. 5082. Dan isnadnya dinyatakan HASAN oleh syeikh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud no. 5082 dan di nyatakan HASAN SHAHIH dalam Takhriij al-Misykaah no. 2104].
---
DALIL KE 21 :
Dari ‘Amr bin Qois radhiyallahu
‘anhu:
كانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ
مَسَحَ جَبْهَتَهُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى، وَقَالَ: بِاسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ
إِلَّا هُوَ، عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، اللَّهُمَّ
أَذْهِبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ.
Apabila Rasulullah ﷺ selesai dari shalatnya, beliau mengusap dahinya dengan tangan
kanannya dan mengucapkan:
“Dengan nama Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia,
Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Ya Allah, hilangkan dariku rasa gelisah dan kesedihan.”
Hadits ini dinilai dho’if oleh al-Albani dalam
as-Silsilah adh-Dho’ifah no. 3904.
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu:
كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَضَى صَلَاتَهُ – وَفِي رِوَايَةِ فَارُوقٍ: إِذَا سَلَّمَ مِنْ صَلَاتِهِ
– مَسَحَ جَبْهَتَهُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى وَقَالَ: بِسْمِ اللهِ، وَفِي رِوَايَةِ فَارُوقٍ
قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ، اللَّهُمَّ
أَذْهِبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ.
“Rasulullah ﷺ apabila telah selesai dari shalatnya – dan dalam riwayat Faruq
disebutkan: apabila beliau telah memberi salam dari shalatnya – beliau mengusap
keningnya dengan tangan kanannya dan mengucapkan: “Dengan nama Allah.”
Dalam riwayat Faruq disebutkan bahwa beliau berkata:
“Maha Suci Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Ya Allah, hilangkan dariku rasa cemas dan kesedihan.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam
Al-Awsath* (halaman 451 – tambahan dari naskah Haram Makki), dan oleh Al-Khatib
(12/480) dari Katsir bin Salim Abu Salamah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu
As-Sunni (no. 110) dan Abu Nu‘aim dalam *Hilyatul Auliya’* (2/301) melalui
jalur lain.
Hadits ini di nilai dho’if jiddan (lemah sekali) oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Fatuhat ar-Robbaniyah 3/57 dan dalam Nata’ij al-Afkaar 2/301. Dan dinilai dho’if jiddan pula oleh al-Albani dalam Dho’if al-Jami’ no. 4429, as-Silsilah adh-Dho’ifah no. 660 dan 1058.
****
DALIL DZIKIR DAN DO'A BERSAMA SETELAH SHALAT DAN LAINNYA :
---
HADITS KE 1:
Dari Al-A’masy, ia berkata:
اخْتَلَفُوا فِي الْقَصَصِ فَأَتَوْا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَقَالُوا: أَكَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَقُصُّ فَقَالَ: إِنَّمَا بُعِثَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِالسَّيْفِ وَلَكِنٍ قَدْ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: لَأَنْ " أَذْكُرَ اللهَ مَعَ قَوْمٍ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا، وَمَا فِيهَا وَلَأَنْ أَذْكُرَ اللهَ مَعَ قَوْمٍ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا "
Orang-orang berselisih pendapat tentang kisah-kisah (ceramah atau peng-kisah-an setelah shalat), lalu mereka mendatangi Anas bin Malik dan berkata: “Apakah Rasulullah ﷺ pernah bercerita (menyampaikan kisah)?”
Anas menjawab: “Rasulullah ﷺ diutus dengan membawa pedang. Akan tetapi, aku pernah mendengarnya bersabda: ‘Sungguh, duduk berzikir kepada Allah bersama suatu kaum setelah shalat Subuh hingga matahari terbit lebih aku sukai daripada dunia dan segala isinya. Dan duduk berzikir kepada Allah bersama suatu kaum setelah shalat Asar hingga matahari terbenam lebih aku sukai daripada dunia dan segala isinya.’”
[HR. Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman 2/86 no. 555]
Hadits ini disebutkan pula oleh as-Suythi dalam kitab *Al-Jami‘ Ash-Shaghir* nomor 7199, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Syu’ab Al-Iman* dari Anas, dan diberi tanda derajat hasan.
Dan hadits ini nilai hasan sanadnya oleh Ibnu Hajar al-Haitsami dalam al-Majma’ 10/105 dan oleh al-Manawi dalam at-Taysiir Bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir 2/282.
Dan Al-Manawi dalam Faidhul Qodir 5/254 no. 7199 berkata:
"رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ الْهَيْثَمِيُّ: سَنَدُهُ حَسَنٌ ا.هـ، وَمِنْ ثَمَّ رَمَزَ الْمُصَنِّفُ لِحُسْنِهِ، وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي السُّنَنِ الْكُبْرَى مِنْ حَدِيثِ يَزِيدَ الرَّقَاشِيِّ عَنْ أَنَسٍ بِاخْتِصَارٍ، وَتَعَقَّبَهُ الذَّهَبِيُّ فِي الْمُهَذَّبِ بِأَنَّ يَزِيدَ وَاهٍ".
“Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Syu’ab Al-Iman* dari Anas bin Malik.” Al-Haitsami berkata: “Sanadnya hasan.” Karena itu, penulis memberi simbol hasan. Al-Baihaqi juga meriwayatkannya dalam *As-Sunan Al-Kubra* dari hadits Yazid Ar-Raqasyi dari Anas dengan redaksi yang ringkas. Namun, Adz-Dzahabi dalam *Al-Muhadzdzab* mengkritiknya dengan mengatakan bahwa Yazid adalah perawi yang lemah”. [Selesai]
[Lihat pula : al-Fatawa al-Haditsiyyah hal. 55].
Yazid yang dimaksud di sini , ia adalah Yazid bin Aban Ar-Raqasyi.
An-Nasa’i berkata: “Ia matruk (ditinggalkan haditsnya).” Ahmad berkata: “Yazid munkar haditsnya.” Ibnu Ma’in berkata: “Dalam haditsnya ada kelemahan.” Ad-Daruquthni dan ulama lainnya juga berkata: “Ia lemah.” Al-Fallasi berkata: “Ia tidak kuat.”
(Sumber: *Adh-Dhu‘afa* karya An-Nasa’i, no. 142, halaman 110).
Syeikh Al-Albani menilai nya DHO’IF dalam *Dha’if Al-Jami’* (no. 4636) serta dalam *As-Silsilah Adh-Dha’ifah* (no. 2298).
---
HADITS KE 2 :
Dari Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَةً.
Duduk bersama suatu kaum yang berzikir kepada Allah Ta‘ala mulai dari shalat Subuh hingga matahari terbit lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang dari keturunan Ismail. Dan duduk bersama suatu kaum yang berzikir kepada Allah mulai dari shalat Asar hingga matahari terbenam lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang.
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3667) dengan lafaz ini, juga oleh Abu Ya’la (3392), dan Ath-Thabrani dalam *al-Mu‘jam al-Awsath* (6022).
Hadits ini dinilai Hasan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 3667].
----
HADITS KE 3:
Dari Abu Sa’id al-Khudry dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ المَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عليهمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَن عِنْدَهُ.
Tidaklah suatu kaum duduk bersama untuk berzikir kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, melainkan para malaikat akan mengelilingi mereka, rahmat akan meliputi mereka, ketenangan akan turun kepada mereka, dan Allah akan menyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya. [HR. Muslim no. 2700]
Lafadz Ibnu Majah :
ما جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
Tidaklah suatu kaum duduk bersama dalam suatu majelis untuk berzikir kepada Allah, melainkan para malaikat akan mengelilingi mereka, rahmat akan menaungi mereka, ketenangan akan turun kepada mereka, dan Allah akan menyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya.
[HR. Ibnu Majah no. 3073. Dinilai hasan sanadnya oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah].
----
HADITS KE 4 :
Sunnah berdoa secara berjamaah. Dari Habib bin Muslimah al-Fihri radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“لَا يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُونَ يَدْعُو بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلَّا اسْتَجَابَ اللهُ تَعَالَى دُعَاءَهُمْ.”
“Tidaklah sekelompok kaum Muslimin berkumpul, lalu sebagian mereka berdoa dan sebagian lainnya meng-amini-nya, melainkan Allah Ta’ala pasti mengabulkan doa mereka.”
Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam *al-Mu‘jam al-Kabir* (no. 3536).
Al-Haitsami dalam *Majma‘ az-Zawaid* (10/170) berkata:
“رِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ، غَيْرَ ابْنِ لَهِيعَةَ، وَهُوَ حَسَنُ الْحَدِيثِ.” ا.هـ.
“Para perawinya adalah perawi-perawi shahih, kecuali Ibnu Lahi‘ah, dan ia adalah perawi yang haditsnya hasan.”
Ada sebagian para ulama yang mengatakan : “Termasuk dalam hal ini adalah doa berjamaah setelah shalat lima waktu”, sebagaimana disebutkan oleh at-Tattawi (التَّتَّوِيُّ) dalam *at-Tuhfah al-Marghubah* (hal. 39 – Tahqiq Abu Ghuddah), dia berkata :
“أَمَّا قَوْلُ الْمُقْتَدِينَ – أَيْ فِي الدُّعَاءِ – آمِينَ آمِينَ: سُنَّةُ الدُّعَاءِ فَثَابِتَةٌ بِالْأَحَادِيثِ.” ا.هـ.
Adapun ucapan orang-orang yang ikut serta dalam doa dengan mengucapkan “Amin, amin”, maka hal itu termasuk sunnah dalam berdoa, dan telah ditetapkan dalam berbagai hadits.
Al-Hafidz Ibnu al-Jazari rahimahullah ta'ala berkata dalam (الْحُصَيْنِ):
“إِنَّ مِنْ آدَابِ الدُّعَاءِ تَأْمِينُ الْمُسْتَمِعِ.” ا.هـ.
“Sesungguhnya di antara adab dalam berdoa adalah orang yang mendengarnya ikut serta mengamini-nya.”
===***===
PEMBAHASAN KE EMPAT :
PARA ULAMA YANG MENGHUKUMI BID'AH BERDO'A SETELAH SHOLAT:
Ada sebagian para ulama yang menganggap bid'ah dan haram berdoa setelah sholat, diantaranya adalah sbb :
1] Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
2] Imam Ibnul Qayyim.
3] Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
Mereka berpendapat tidak boleh bedoa setelah shalat
wajib, yang boleh hanya dzikir saja.
Penulis katakan:
Mengenai pendapat Ibnu Qoyyim dalam kitabnya
al-Hadyu an-Nabawi tentang tidak disayriatkannya berdoa setelah sholat, maksud
perkataan beliau tsb di ragukan.
Al-Haafidz Ibnu Hajar dlam Fathul Baari 11/134
berkata:
وَفَهَمَ كَثِيرٌ مِمَّنْ
لَقِينَاهُ مِنَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّ مَرَادَ ابْنُ الْقَيِّمِ نَفْيُ الدُّعَاءِ
بَعْدَ الصَّلَاةِ مُطْلَقًا، وَلَيْسَ كَذَلِكَ فَإِنَّ حَاصِلَ كَلَامِهِ
أَنَّهُ نَفَاهُ بِقَيْدِ اسْتِمْرَارِ اسْتِقْبَالِ الْمُصَلِّي لِلْقِبْلَةِ
وَإِيْرَادِهِ بَعْدَ السَّلَامِ، وَأَمَّا إِذَا انْتَقَلَ بِوَجْهِهِ أَوْ
قَدَّمَ الْأَذْكَارَ الْمَشْرُوعَةَ فَلَا يَمْتَنِعُ عِنْدَهُ الْإِتْيَانُ
بِالدُّعَاءِ حِينَئِذٍ.
Dan banyak dari mereka yang kami jumpai dari
kalangan para ulama Hanbali yang memahami bahwa maksud Ibnu al-Qayyim
mengingkari doa setelah sholat secara mutlak, dan yang benar tidak lah seperti
itu, melainkan yang dimaksud dari perkataanya adalah: bahwa dia meniadakannya
itu dengan batasan jika orang yang shalatnya itu masih terus menerus dalam
posisi menghadap Kiblat dan melakukannya langsung setelah salam. Tetapi jika
dia merubah posisi wajahnya atau setelah mengucapkan dzikir-dzikir yang
disyariatkan, maka itu tidak dilarang baginya untuk membaca doa pada saat
itu".
Penulis katakan:
Apa yang al-Hafzidz Ibnu Hajar kutip dari kalangan
ulama Hanbali ini, sesuai dengan yang dikatakan Ibnu al-Qoyyim sendiri dalam
kitab nya Zaad al-Ma'aad 1/295
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
" كَانَ ﷺ إِذَا سَلَّمَ اسْتَغْفَرَ
ثَلَاثًا، وَقَالَ: «اللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلاَلِ
وَالإِكْرَامِ».
وَلَمْ يَمْكُثْ مُسْتَقْبِلَ
القِبْلَةِ إلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ ذَلِكَ ، بَلْ يُسْرِعُ الانْتِقَالَ إلَى
الْمَأْمُومِينَ ، وَكَانَ يَنْفَتِلُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ
Nabi ﷺ biasa jika usai salam, beliau beristighfar
3x, kemudian membaca:
«اللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلَامُ ، وَمِنْكَ السَّلَامُ ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ
وَالْإِكْرَامِ»
Allahumma antas salaam, wa minkas salam, tabaarokta
ya dzal jalaali wal ikroom.
Artinya: “Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan
dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.”
(HR. Muslim no. 591)
Beliau ﷺ tidak tetap berada pada posisi duduk
menghadap kiblat (setelah salam, PEN) kecuali selama beliau ﷺ membaca
dzikir di atas. Bahkan beliau ﷺ selalu segera berpindah ke barisan makmum. Beliau terkadang
menghadap makmum dengan memutar ke sisi kanan atau terkadang ke sisi kiri. (Selesai
perkataan Ibnu al-Qoyyim. Baca: Zaadul Ma’ad 1/295)
****
DALIL PENDAPAT YANG MELARANG DUDUK LAMA SETELAH SHALAT FARDHU UNTUK BERDZIKIR DAN BERDO'A SERTA BANTAHANNYA:
Ada sebagian para ulama dari Fuqohaa al-Hanafiyyah
yang mengatakan: Yang sesuai Sunnah duduk setelah shalat fardhu adalah hanyalah
sebentar saja, yaitu seukuran lamanya membaca:
«اللَّهمَّ أنتَ السَّلامُ ،
ومنْكَ السَّلامُ ، تبارَكتَ ذا الجلالِ والإِكرامِ»
Artinya : “Ya Allah, Engkau adalah sumber
keselamatan, dan dari-Mu datang keselamatan. Maha Diberkahi Engkau, Wahai Dzat
yang memiliki keagungan dan kemuliaan’.
Setelah itu segera beranjak pulang lalu berdzikir
dan shalat sunnah rawatib di rumahnya
Mereka berkata:
يُكْرَهُ تَأْخِيرُ صَلَاةِ
السُّنَّةِ الرَّاتِبَةِ عَنْ صَلَاةِ الْفَرِيضَةِ ، وَلَا يُفْصَلُ بَيْنَهُمَا
حَتَّى بِالْأَذْكَارِ الشَّرْعِيَّةِ ، أَمَّا الفَصْلُ لِلِانْتِقَالِ إِلَى
الْبَيْتِ فَهُوَ الْأَفْضَلُ.
Menunda shalat Sunnah Raatibah dari shalat Fardhu
adalah makruh. Antara shalat Fardhu dan Sunnah Raatibah tidak boleh di pisah
dengan dzikir yang disyariatkan sekalipun. Adapun dipisah dengan jalan pulang
ke rumah, maka itu adalah yang terbaik ".
====
DALIL-DALILNYA:
Mereka berdalil dengan hadits-hadits berikut ini:
----
DALIL KE SATU:
Hadits 'Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata;
كانَ رسولُ اللَّهِ ﷺ إذا
سلَّمَ لا يقعُدُ إلَّا مقدارَ ما يقولُ: «اللَّهمَّ
أنتَ السَّلامُ ، ومنْكَ السَّلامُ ، تبارَكتَ ذا الجلالِ والإِكرامِ»
"Dulu Rasulullah ﷺ ketika telah selesai salam, beliau tidak
duduk kecuali sekadar ucapan:
(Ya Allah, Engkau adalah keselamatan dan dari-Mu
keselamatan itu, Engkaulah pemberi berkah dan Dzat yang mempunyai keagungan dan
kemuliaan)."
[HR. Tirmidzi no. 298] Di shahihkan oleh Ibnu
Taimiyah dalam Majmu'al-Fataawaa 11/253 dan al-Albaani dalam shahih Tirmidzi
no. 298].
Abu Isa Tirmidzi berkata: " حَدِيثُ عَائِشَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ [hadits Aisyah hadits hasan Shahih].
BANTAHAN:
Penulis katakan: Akan tetapi anehnya setelah itu Imam Turmudzi
langsung meriwayatkan dua hadits berikut ini yang menunjukkan bahwa hadits
diatas itu tidak bermakna melarang berdoa setelah sholat dan berlama-lamaan
duduk setelahnya. Dia berkata:
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ
أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ بَعْدَ التَّسْلِيمِ:
«لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ
لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ
مِنْكَ الْجَدُّ».
وَرُوِيَ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ
يَقُولُ :
«سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ».
Telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ
bahwasanya setelah salam beliau mengucapkan:
(Tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selian
Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Baginya segala kekuasaan dan
pujian. Dia yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Wahai Allah, tidak ada yang bisa mencegah apa yang Engkau berikan,
serta tidak ada yang bisa memberi sesutau yang Engkau halangi, serta tidak
bermanfaat kekayaan di sisi-Mu, karena hanya dari-Mu lah kekayaan)
Diriwayatkan juga darinya bahwa Rasulullah
mengucapkan:
(Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari
apa yang mereka (orang-orang kafir) sifatkan. Kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepada para utusan Allah, dan segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam)."
[SELESAI]
Ibnu Abidin dalam kitabnya Rodd al-Mukhtaar
berkata:
----
DALIL KEDUA:
Dari Ibnu Juraij dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
(صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ ﷺ ، وَكَانَ
سَاعَةً يُسَلِّمُ يَقُومُ ، ثُمَّ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي بَكْرٍ فَكَانَ إِذَا
سَلَّمَ وَثَبَ ، فَكَأَنَّمَا يَقُومُ عَنْ رُضْفَةٍ)
(Aku shalat di belakang Nabi ﷺ dan beliau biasa mengucapkan salam, sesaat
kemudian beliau berdiri, lalu aku sholat di belakang Abu Bakar, dan ketika dia
mengucapkan salam, lalu dia melompat, seolah-olah dia berdiri dari besi yang di
panaskan)
[HR. Abdurrazzaaq dalam al-Mushannaf 2/246, ath-Thabarani
dalam al-Kabiir 1/252 dan Baihaqi dalam al-Kubraa 2/182]
الرَّضْفَةُ: هِيَ الحَدِيدَةُ
المُحَمَّاةُ.
Ar-Rodhfah adalah besi yang di panaskan.
BANTAHAN:
Bantahan pertama:
Pendapat ini menyelisihi pendapat Jumhur /
mayoritas para Ulama [Malikiyah, Syaafi'iyyah dan Hanabilah].
Bantahan kedua:
Bahwa hadits Aisyah -radhiyallahu ‘anhu- dan hadits
Anas -radhiyallahu ‘anhu- di atas, dua duanya tidak menunjukkan larangan duduk
lama setelah shalat di tempat shalatnya untuk berdzikir dan berdo'a. Yang benar
adalah tidak larangan dan tidak batasan ; berdasarkan hadits-hadits shahih
sebagai berikut:
HADITS KE
1:
Dari Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhuma,
katanya:
«كَانَ النبيُّ - ﷺ - إذَا
صَلَّى الفَجْرَ ؛ تربَّع في مجلِسِهِ حَتَّى تطلعَ الشمسُ حَسْنَاءَ»
“Nabi shalallahu alaihi wasalam itu apabila telah
shalat fajar -yakni shalat subuh- lalu beliau duduk bersila di tempat duduknya
sehingga terbitnya matahari yang putih indah sinarnya
[HR. Muslim (670), Abu Dawud (4850) dan susunan kalimatnya adalah, Al-Tirmidzi
(585), Al-Nasa’i (1357), dan Ahmad (20961)
HADITS KE
2:
Dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah ﷺ
bersabda:
«مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي
جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ».
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«تَامَّةٍ
تَامَّةٍ تَامَّةٍ»
“Barang siapa yang shalat subuh berjama’ah kemudian
duduk berdzikir sampai matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua
raka’at, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah.”
Dia (Anas radliallahu ‘anhu) berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Sempurna, sempurna, sempurna.”
HR. al-Tirmidzi (586), dan al-Baghawi dalam “Sharh
al-Sunnah” (710).
Dia (Abu ‘Isa) berkata:
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
قَالَ وَسَأَلْتُ مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَعِيلَ عَنْ أَبِي ظِلَالٍ فَقَالَ هُوَ
مُقَارِبُ الْحَدِيثِ قَالَ مُحَمَّدٌ وَاسْمُهُ هِلَالٌ
Ini adalah hadits HASAN GHARIB, saya bertanya
kepada Muhammad bin Isma’il tentang Abu Zhilal, dia menjawab: Dia muqaribul
hadits (termasuk lafazh ta’dil. Pent), dia juga berkata: namanya adalah Hilal.
(HR. Tirmidzi 535)
Di Shahihkan al-Albaani dlm Shahih al-Jaami'no.
6346.
Syeikh Bin Baaz berkata ketika ditanya tentang
tentang hadits ini:
لَا بَأْسَ بِهِ، حَدِيثٌ حَسَنٌ،
لَا بَأْسَ بِهِ
Tidak ada masalah, hadits Hasan, tidaklah mengapa.
[Sumber: Nuurun 'ala ad-Darb / مَا صِحَّةُ حَدِيثِ: «مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ
ثُمَّ جَلَسَ يَذْكُرُ»؟]
HADITS KE
3:
Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata bahwa Nabi
Muhammad ﷺ
bersabda:
«فَإِذَا دَخَلَ المَسْجِدَ كانَ
في الصَّلَاةِ ما كَانَتِ الصَّلَاةُ هي تَحْبِسُهُ، وَالْمَلَائِكَةُ يُصَلُّونَ
علَى أَحَدِكُمْ ما دَامَ في مَجْلِسِهِ الذي صَلَّى فيه يقولونَ: "اللَّهُمَّ
ارْحَمْهُ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ له، اللَّهُمَّ تُبْ عليه"، ما لَمْ يُؤْذِ فِيهِ،
ما لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ».
“Apabila masuk masjid, ia (dinilai dan diberi
pahala seperti) berada dalam sholat selama ia bertahan karenanya dan malaikat
memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya yang mana ia sholat di dalamnya
dan malaikat itu mengucapkan:
‘Ya Allah ampunilah dia, dan sayangilah dia, selama
dia belum berhadas.’
(HR al-Bukhari no. 456, 647 dan Muslim no. 649).
HADITS KE
4:
Dalam lafadz lain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersbda:
«والمَلائِكَةُ تُصَلِّي علَى
أحَدِكُمْ ما دامَ في مُصَلَّاهُ الَّذي يُصَلِّي فِيهِ: اللَّهُمَّ صَلِّ عليه،
اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، ما لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ، ما لَمْ يُؤْذِ فِيهِ».
وقالَ: «أحَدُكُمْ
في صَلاةٍ ما كانَتِ الصَّلاةُ تَحْبِسُهُ»
"Dan Malaikat akan mendoakan salah seorang
dari kalian selama dia masih pada tempat sholatnya yang dijadikannya sebagai
tempat sholatnya. (Doa malaikat tersebut):
" Ya Allah, berilah shalawat untuknya. Ya
Allah, rahmatilah dia, selama dia belum berhadats dan tidak menyakiti orang
lain di sana."
Kemudian Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Salah seorang di antara
kalian dianggap dalam sholat, ketika dirinya tertahan dalam menunggu waktu
sholat didirikan."
(HR Al-Bukhari no. 2119 dan Muslim no. 649)
0 Komentar