PARA ULAMA YANG MEMBOLEHKAN DOA SETELAH SHALAT BESERTA DALILNYA
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA
AL-ISLAM
DAFTAR ISI:
PENDAHULUAN :
PERTAMA: PERKATAAN PARA ULAMA YANG
MEMBOLEHKAN DOA SETELAH SHALAT.
KEDUA: PARA ULAMA HADITS YANG
MENULIS "BAB BERDOA SETELAH SHALAT" DALAM KITAB-NYA
• ULAMA HADITS PERTAMA: IMAM BUKHORI:
• ULAMA HADITS KEDUA: IBNU HIBBAAN DALAM SHAHIHNYA:
• ULAMA HADITS KETIGA: IMAM IBNU MAAJAH DALAM SUNAN-NYA:
• ULAMA HADITS KEEMPAT: IMAM AN-NASAA'I DALAM SUNAN-NYA:
KETIGA: DALIL LAIN YANG MENUNJUKKAN
DI SYARIATKANNYA BERDOA SETELAH SHALAT
DZIKIR ADALAH BAGIAN DARI
DOA, DAN DOA BAGIAN DARI DZIKIR, YAITU MENGINGAT ALLAH DAN BERHARAP KEPADANYA.
KEEMPAT: PARA ULAMA YANG
MEMBID'AHKAN BERDO'A SETELAH SHOLAT
DALIL PENDAPAT YANG MELARANG
DUDUK LAMA SETELAH SHALAT FARDHU UNTUK BERDZIKIR DAN BERDO'A. SERTA
BANTAHANNYA:
****
بسم الله الرحمن الرحيم
===
PENDAHULUAN
Artikel ini sengaja saya tulis dengan tujuan untuk dijadikan perbandingan dengan apa yang disampaikan oleh sebagian para da’i dan para ustadz di You Tube dan MedSos yang isinya membid’ahkan berdoa setelah selesai shalat atau setalah salam. Namun yang sangat disayangkan penulis adalah ada sebagian dari mereka yang sambil mentertawakan orang-orang yang berdoa setelah salam serta menjadikan nya bahan lelucon dan olok-olokan.
******
PERTAMA: PARA ULAMA YANG MEMBOLEHKAN BERDOA SETELAH SHALAT
Al-'Allaamah Muhammad Ali Adam al-Ityubi mengatakan
dalam kitabnya "Syarah Sunan al-Nasa'i" (15/385 No.: 1347):
قَدْ تُلْخَّص مِمَّا ذُكِرَ مِنَ الْأَدِلَّةِ أَنَّ الدُّعَاءَ
عَقِبَ الصَّلَاةِ ثَابِتٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا
وَفِعْلًا، فَلَا يَسْعَ أَحَدًا إِنْكَارُهُ ..... .
وَالْحَاصِلُ أَنَّ الذِّكْرَ وَالدُّعَاءَ بَعْدَ السَّلَامِ مِنَ
الصَّلَاةِ مَشْرُوعٌ، كَمَا هُوَ مَذْهَبُ الْبُخَارِيِّ وَالنَّسَائِيِّ، وَقَدْ
تَقَدَّمَ فِي كَلَامِ الْحَافِظِ ابْنِ رَجَبٍ: أَنَّهُ مَذْهَبُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ،
بَلْ نَقَلَ أَنْ أَصْحَابَ أَحْمَدَ وَأَصْحَابَ الشَّافِعِيِّ اسْتَحَبُّوا الدُّعَاءَ
عَقِبَ الصَّلَوَاتِ، وَذَكَرَهُ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ اتِّفَاقًا. انْتَهَى.
Dapat diringkas dari dalil-dalil yang telah disebutkan bahwa doa setelah shalat
itu telah ada ketetapan yang shahih datang dari Nabi ﷺ, baik ucapan maupun perbuatan, dan tidak
ada celah bagi seorang pun untuk bisa mengingkarinya.
Intinya adalah bahwa dzikir dan doa setelah salam itu disyariatkan, sebagaimana
dalam madzhab Imam Al-Bukhari dan madzhab Imam An-Nasa'i.
Dan seperti yang telah disebutkan dalam perkataan Al-Hafidz Ibnu Rajab bahwa
berdoa setelah salam itu adalah madzhab Imam Ahmad.
Bahkan, diriwayatkan bahwa para sahabat imam Ahmad dan para sahabat Imam
asy-Syafi'i menganggap Mustahabb berdoa setelah shalat, dan sebagian para ulama
madzhab Syafi'i menyebutkan bahwa itu telah menjadi kesepakatan " . [
SELESAI ]
------
FATWA AL-MUHADDITS SYEIKH AL-MUBAAROKFUURI
Syaikh Abul 'Ala Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah
mengatakan dalam kitabnya "syarah Sunan at-Tirmidzi":
لاَ رَيْبَ فِي ثُبُوتِ الدُّعَاءِ بَعْدَ الْانْصِرَافِ مِنَ الصَّلَاةِ
الْمَكْتُوبَةِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا وَفِعْلًا.
وَقَدْ ذَكَرَهُ الْحَافِظُ بِنُ الْقَيِّمِ أَيْضًا فِي زَادِ الْمَعَادِ حَيْثُ قَالَ
فِي فَصْلٍ: مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
بَعْدَ انْصِرَافِهِ مِنَ الصَّلَاةِ مَا لَفْظُهُ:
وَقَدْ ذَكَرَ أَبُو حَاتِمٍ فِي صَحِيحِهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ عِنْدَ إِنْصَرَافِهِ مِنْ صَلَاتِهِ:
"اللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي
دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي".
“Tidak ragu lagi, kepastian adanya berdoa
setelah selesai shalat wajib dari Rasulullah ﷺ baik secara ucapan atau perbuatan"
(Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Al Hafizh Ibnul Qayyim telah menyebutkan juga dalam kitab nya "Zaadul Ma’ad" ketika dia
berkata dalam pasal: Apa-apa Saja yang Rasulullah ﷺ Ucapkan Setelah selesai shalat. Demikian
bunyinya:
"Abu Hatim [Yakni Ibnu Hibbaan] telah menyebutkan dalam Shahih-nya, bahwa Nabi ﷺ berkata
setelah selesai shalatnya:
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan
perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya …”
-----
FATWA JUMHUR (MAYORITAS) PARA ULAMA
Dalam Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah disebutkan:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَا بَعْدَ
الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ مَوْطِنٌ مِنْ مَوَاطِنِ إِجَابَةِ الدُّعَاءِ
“Pendapat MAYORITAS para ulama ahli fiqih adalah bahwa waktu setelah
shalat fardhu merupakan waktu di antara waktu-waktu dikabulkannya doa.” (Al
Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 39/227)
Dalam kitab yang sama juga disebutkan:
يُسْتَحَبُّ لِلإَمَامِ وَالْمَأْمُومِينَ عَقِبَ الصَّلاَةِ
ذِكْرُ اللَّهِ وَالدُّعَاءُ بِالأَدْعِيَةِ الْمَأْثُورَةِ
“Disukai bagi imam dan makmum setelah selesai shalat
untuk berdzikir kepada Allah dan berdoa dengan doa-doa ma’tsur.”
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 6/214. Wizaratul Awqaf wasy Syu’un Al
Islamiyah)
-----
FATWA ULAMA SALAF "IMAM
MUJAAHID:
Imam Mujahid (wafat 104 H) Rahimahullah dari kalangan
kibaar at-Taabi'iin berkata:
إِنَّ الصَّلَوَاتِ جُعِلَتْ فِي خَيْرِ الأَوْقَاتِ
فَعَلَيْكُمْ بِالدُّعَاءِ خَلْفَ الصَّلَوَاتِ
"Sesungguhnya pada shalat itu, dijadikan sebagai
waktu paling baik bagi kalian untuk berdoa, (yakni) setelah shalat.” (Al
Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 39/227)
------
FATWA : IMAM ABU JA'FAR ASH-SHOODIQ (wafat 150 H)
Abu Ja'far ath-Thobari meriwayatkan dari Imam Ja’far bin
Muhammad Ash-Shoodiq (wafat 80 H) -salah satu guru Imam Abu Hanifah
Rahimahullah (wafat 150 H)- bahwa dia berkata:
الدُّعَاءُ
بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ أَفْضَلُ مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ النَّافِلَةِ كَفَضْلِ الْمَكْتُوبَةِ
عَلَى النَّافِلَةِ.
“Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dibanding
berdoa setelah shalat nafilah, sebagaimana kelebihan shalat wajib atas shalat
nafilah.” (Liaht: Fathul Bari, 11/134)
------
FATWA LAJNAH AD-DAA'IMAH - SAUDI ARABIA
Para ulama di Al Lajnah Ad-Daimah, kerajaan Arab Saudi,
juga menyatakan berdoa setelah shalat di benar adanya. Hanya saja mereka
menyatakan tanpa mengangkat kedua tangan. Mereka mengatakan:
أَمَّا الدُّعَاءُ بِدُونِ ذَلِكَ فَلاَ بَأْسَ بِهِ، لِوُرُودِ بَعْضِ
الأَحَادِيثِ فِي ذَلِكَ.
“Ada pun berdoa (setelah shalat) tanpa hal itu, adalah tidak
apa-apa, karena adanya sebagian hadits tentang itu”. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 7/103)
-------
FATWA SYEIKH BIN BAAZ - MUFTI SAUDI ARABIA
فَالْحَاصِلُ أَنَّ الدُّعَاءَ فِي دَبْرِ الصَّلَاةِ أَمْرٌ مَشْرُوعٌ،
وَأَفْضَلُهُ مَا كَانَ قَبْلَ السَّلَامِ، وَإِنْ دَعَا بَعْدَ السَّلَامِ وَبَعْدَ
الذِّكْرِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ نَفْسِهِ فَلاَ بَأْسَ.
" Maka kesimpulannya: Doa di dubur shalat adalah
perkara yang disyariatkan, dan yang lebih utamanya adalah sebelum salam. Dan
jika dia berdoa setelah salam dan setelah dzikir antara dia [Allah SWT] dan
dirinya sendiri, maka tidaklah mengapa ".
[SUMBER: Nurun 'ala ad-Darb ((حكم الدعاء دبر الصلوات المكتوبات))]
-----
HADITS SAHABAT ABU UMAMAH RADHIYALLAHU 'ANHU :
Hadits Abu Umaamah radhiyallaahu anhu, ia berkata:
قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ: أيُّ الدُّعَاءِ أَسْمعُ ؟ قَالَ:
((جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلواتِ الْمَكْتُوبَاتِ))
Dikatakan: ‘Wahai Rasulullah, waktu berdoa yang manakanh
yang paling mustajab ?’. Beliau menjawab: ‘Pada sepertiga akhir malam dan pada
dubur shalat-shalat yang diwajibkan”.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3499, An-Nasaa’iy dalam ‘Amalul-Yaum
wal-Lailah no. 108 dan ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf 2/424 no. 3948
Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi dan Al-Albaniy dalam Shahih Sunan
At-Tirmidziy 3/441-442. Bahkan Al-Albaniy dalam Shahiih At-Targhiib wat-Tarhiib
no. 1648, beliau berkata: “Shahiih lighairihi”.
Berbeda dengan Az-Zaila’iy, dia berkata dalam Nashbur-Raayah (2/235):
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثٌ حَسَنٌ. وَرَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ
فِي مُصْنَّفِهِ. أَخْبَرَنَا ابْنُ جَرِيجٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
سَابِطٍ بِهِ. قَالَ ابْنُ الْقَطَّانِ فِي كِتَابِهِ: وَاعْلَمْ أَنَّ مَا يَرْوِيهِ
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَابِطٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، لَيْسَ بِمُتَّصِلٍ، وَإِنَّمَا
هُوَ مُنْقَطِعٌ، لَمْ يَسْمَعْ مِنْهُ.
“Telah berkata At-Tirmidziy: ‘Hadits hasan’.
Diriwayatkan pula oleh ‘Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya: Telah mengkhabarkan
kepada kami Ibnu Juraij: Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdurrahman bin Saabith,
selanjutnya sama dengan sanad At-Tirmidziy.
Ibnul-Qaththaan berkata dalam kitabnya: ‘Ketahuilah, bahwasannya apa yang
diriwayatkan ‘Abdurrahmaan bin Saabith dari Abu Umaamah tidak bersambung
sanadnya (muttashil), namun terputus (munqathi’). Ia tidak mendengar (hadits)
dari Abu Umaamah”.
Al-Haafidz Ibnu hajar dalam Fathul Baari 11/133 berkata:
فَإِنْ قِيلَ: المُرَادُ بِدُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ قُرْبَ آخِرِهَا وَهُوَ
التَّشَهُّدُ، قُلْنَا قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ، وَالْمُرَادُ
بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إجْمَاعًا، فَكَذَا هَذَا حَتَّى يُثْبِتَ مَا يُخَالِفُهُ.
Jika ada yang mengatakan: Bahwa yang dimaksud dengan
kata "دُبُر كلَّ
صَلاةٍ"
[dubur setiap shalat] itu menjelang akhir shalat yaitu tasyahud ; Maka kami
akan mengatakan: bahwa telah ada hadits perintah untuk berdzikir pada setiap [دُبُرِ
كُلِّ صَلاةٍ], dan yang dimaksud dengan itu adalah setelah
salam sesuai
Ijma'para ulama ".
Dan begitu pula yang dikatakan Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah,
beliau berkata:
قُلْت: قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرَ الصَّلَاةِ
وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا
“Saya berkata: telah datang riwayat tentang dzikir pada دُبُرَ
الصَّلَاةِ [duburish shalah], dan yang dimaksud
adalah setelah salam menurut ijma’.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
*****
KEDUA: PARA ULAMA HADITS
YANG MENULIS "BAB BERDOA SETELAH
SHALAT" DALAM KITAB-NYA
====
ULAMA
HADITS PERTAMA:
IMAM BUKHORI DALAM KITAB SHAHIH-NYA
Dalam Masalah ini Imam al-Bukhari dalam Shahihnya
menuliskan sebuah BAB dalam Kitab Ad-Da'awaat [كتاب الدعوات], yang diberi judul:
[بَابُ
الدُّعَاء بَعْدَ الصَّلاةِ]
[Bab:
berdoa setelah sholat]
Lalu Imam Bukhori menyebutkan hadits-hadits yang menguatkannya, diantaranya:
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘ahu-;
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ
بِالدَّرَجَاتِ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ! قَالَ كَيْفَ ذَاكَ؟ قَالُوا: صَلَّوْا
كَمَا صَلَّيْنَا وَجَاهَدُوا كَمَا جَاهَدْنَا وَأَنْفَقُوا مِنْ فُضُولِ
أَمْوَالِهِمْ وَلَيْسَتْ لَنَا أَمْوَالٌ.
قَال: أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ
مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِه؟ِ تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ
صَلَاةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا.
"Orang-orang berkata; 'Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya pergi dengan membawa derajat dan kenikmatan yang banyak.'
Beliau bertanya; 'Mengapa bisa seperti itu? '
Mereka menjawab; 'Mereka melakukan shalat sebagaimana kami shalat, mereka
berjihad sebagaimana kami berjihad, dan mereka memiliki kelebihan harta untuk
bersedekah sedangkan kami tidak mempunyai harta yang lebih untuk bersedekah.'
Maka beliau bersabda: 'Maukah kalian aku tunjukkan pada suatu perkara, yang tidak akan menyamai orang sebelum kalian dan tidak pula akan di dahului oleh orang-orang setelah kalian kecuali dan tidak akan terjangkau kecuali oleh orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan? 'Yaitu; kalian bertasbih pada setiap DUBUR shalat sebanyak 10 kali, bertahmid sebanyak 10 kali, bertakbir sebanyak 10 kali.'
[Shahih Bukhari no. 6329 dan Shahih Muslim no. 595]
Lalu Imam Bukhori meriwayatkan hadits al-Mughiirah bin Syu'bah radhiyallaahu
anhu:
أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ كانَ يقولُ في دبرِ
كلِّ صلاةٍ مَكْتوبةٍ: " لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ,
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ
ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ ".
Bahwa Nabi ﷺ di setiap DUBUR Shalat Fardhu selalu mengucapkan:
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak
ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki
kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.” (HR. Al-Bukhariy no. 7292 dan
Muslim no. 414)
Dan kata “ad-Dubur” dalam hadits at-Tasbiih ini hanya dimungkinkan dengan arti
“setelah”.
-----
PENJELASAN
AL-HAAFIDZ IBNU HAJAR
Tentang [[BAB berdoa setelah shalat]] dalam shahih
Bukhori.
------
Tentang [[BAB berdoa setelah shalat]] dalam shahih Bukhori.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari Sayarah Shahih
Bukhori11/134 berkata:
قَوْلُهُ: "بَابُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ" أَيِّ
المَكْتُوبَةِ، وَفِي هَذِهِ التَّرْجَمَةِ رَدٌّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ الدُّعَاءَ
بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا يُشْرَعُ، مُتَمَسِّكًا بِالحَدِيثِ الَّذِي أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
مِنْ رِوَايَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الحَارِثِ عَنْ عَائِشَةَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا سَلَّمَ لَا يُثْبِتُ إِلَّا قَدَرَ مَا يَقُولُ:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ".
وَالجَوَابُ: أَنَّ المُرَادَ بِالنَّفِيِّ الْمَذْكُورِ نَفْيُ اسْتِمْرَارِهِ
جَالِسًا عَلَى هَيْئَتِهِ قَبْلَ السَّلَامِ إلَّا بِقَدْرِ أَنْ يَقُولَ مَا ذُكِرَ،
فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ "كَانَ إِذَا صَلَّى أَقْبَلَ عَلَى أَصْحَابِهِ"
فَيَحْمِلُ مَا وُرِدَ مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ عَلَى أَنَّهُ كَانَ يَقُولُهُ
بَعْدَ أَنْ يَقْبَلَ بِوَجْهِهِ عَلَى أَصْحَابِهِ.
Perkataannya: "Bab Doa setelah shalat," yaitu shalat fardhu, dan
judul bab ini merupakan bantahan terhadap orang [yakni: Ibnu al-Qoyyim] yang
mengklaim bahwa berdoa setelah shalat tidak disyariatkan, dan dia berpegang
dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari riwayat Abdullah bin Al-Harits
dari Aisyah:
كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ إذا سلَّمَ لا
يقعُدُ إلَّا مقدارَ ما يقولُ: اللَّهمَّ أنتَ السَّلامُ ، ومنْكَ السَّلامُ ،
تبارَكتَ ذا الجلالِ والإِكرامِ
"Jika Rasulullah ﷺ telah selesai salam beliau tidak duduk
kecuali sekadar ucapan:
(Ya Allah, Engkau adalah keselamatan dan dari-Mu keselamatan itu, Engkaulah
pemberi berkah dan Dzat yang mempunyai keagungan dan kemuliaan)."
Jawabannya:
Yang dimaksud dengan peniadaan tersebut adalah peniadaan terhadap kesinambungan
duduknya seperti sebelum salam, kecuali lamanya duduk seperti itu seukuran
mengucapkan bacaan yang disebutkan.
Telah ada ketetapan hadits bahwa “ketika beliau ﷺ sholat, beliau bersegera menghadap ke arah
para sahabatnya,” maka hadits-hadits yang berkenaan dengan doa setelah sholat
di arahkan bahwa beliau ﷺ mengucapkannya ketika posisnya telah
menghadapkan wajahnya ke arah para sahabatnya ". [Selesai kutipan dari
Ibnu Hajar]
Setelah itu al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip perkataan Ibnu al-Qoyyim dari
kitabnya "al-Hadyu an-Nabawi" yang melarang doa setelah sholat, lalu
al-Hafidz Ibnu Hajar membantahnya dengan menyebutkan beberapa hadits. [Lihat:
Fathul Baari 11/134 dan sesudahnya]
PENULIS KATAKAN :
Yang di maksud al-Hafidz dengan hadist bahwa " Nabi
ﷺ bersegera
menghadap ke arah para sahabatnya setelah shalat " adalah sbb:
Hadits Samuroh bin Jundub –radhiyallahu’anhu -:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى
صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
“Nabi biasa sesudah mengimani sholat beliau menghadap ke arah
jama’ah”. (HR. Bukhori no. 845)
Dan hadits Barro’ bin Azib –radhiyallahu’anhu– "
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ
عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ. قالَ: فَسَمِعْتُهُ يقولُ: رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَومَ
تَبْعَثُ -أَوْ تَجْمَعُ- عِبَادَكَ.
Dahulu jika kami sholat di belakang Rasulullah ﷺ, kami senang jika berada di shaff sisi
kanan beliau. Supaya beliau menghadapkan wajahnya kepada kami.
Dia [Barroo'] berkata: Maka aku mendengar beliau [saat menghadap kami]
mengucapkan:
“Wahai Tuhan-Ku, jauhkanlah aku dari azab-Mu pada hari di mana engkau
membangkitkan hamba-hamba-Mu.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 709 dan1159)
------
KAPAN WAKTU IMAM MENGHADAP MAKMUM SETELAH SALAM ?
Sesaat setelah salam dan membaca dzikir setelah sholat
berikut ini: Pertama: istighfar 3x. Kedua: mengucapkan: Allahumma antas salaam,
wa minkas salam, tabaarokta ya dzal jalaali wal ikroom.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam "Zaadul Ma’ad" berkata:
" كَانَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا، وَقَالَ: اللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
، وَلَمْ يَمْكُثْ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ إلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ ذَلِكَ ، بَلْ
يُسْرِعُ الانْتِقَالَ إلَى الْمَأْمُومِينَ ، وَكَانَ يَنْفَتِلُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ
يَسَارِهِ"
Nabi ﷺ biasa jika usai salam, beliau beristighfar
3x, kemudian membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ ، وَمِنْكَ السَّلَامُ ،
تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Allahumma antas salaam, wa minkas salam, tabaarokta ya
dzal jalaali wal ikroom.
Artinya: “Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah
Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.” (HR. Muslim no. 591)
Beliau ﷺ tidak tetap
berada pada posisi duduk menghadap kiblat (setelah salam, PEN) kecuali selama
beliau ﷺ membaca
dzikir di atas. Bahkan beliau ﷺ selalu segera berpindah ke barisan makmum.
Beliau terkadang menghadap makmum dengan memutar ke sisi kanan atau terkadang
ke sisi kiri.
(Selesai perkataan Ibnu al-Qoyyim. Baca: Zaadul Ma’ad 1/295)
[Dan Silahkan Baca: Artikel penulis yang berjudul “HUKUM IMAM
MENGHADAP PARA MAKMUM SETELAH SALAM di Blog KAJIAN NIDA AL-ISLAM”].
-----
SISI PENDALILAN DARI HADITS YANG DISEBUT IMAM BUKHORY
Sisi pendalilan Imam Bukhori dari hadits-hadits yang
beliau sebutkan. Al-Haafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari 11/134:
" وَمُنَاسَبَةُ
هَذِهِ التَّرْجَمَةِ لَهُمَا (أَيِّ الْعُنْوَانِ الَّذِي وَضَعَهُ الْبُخَارِيُّ
لِهَذَا الْبَابِ) أَنَّ الذَّاكِرَ يَحْصُلُ لَهُ مَا يَحْصُلُ لِلدَّاعِي إذَا شَغَلَهُ
الذِّكْرُ عَنِ الطَّلَبِ كَمَا فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
رَفَعَهُ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ شَغَلَهُ ذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي
أُعْطِيتَهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ" أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ
بِسَنَدٍ لَيِّنٍ. وَحَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ بِلَفْظٍ: "مَنْ شَغَلَهُ الْقُرْآنُ
وَذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي" الْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ".
Relevansi nama BAB ini bagi kedua hadits diatas (yaitu Judul yang diberikan
Al-Bukhari untuk BAB ini) adalah bahwa orang yang dzikir mendapatkan apa yang
didapatkan oleh orang yang berdoa meskipun dzikir itu telah mengalihkan
perhatiannya dari doa. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu,
dari Nabi ﷺ:
يَقُوْل الله تعالى: مَنْ شَغَلَهُ ذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي
أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ
“Allah Ta'ala berfirman: “Barangsiapa yang dirinya disibukkan
oleh dzikir kepadaku sehingga tidak ada waktu baginya untuk meminta sesuatu
kepada-ku, maka aku akan memberikan kepadanya perkara yang lebih baik daripada
apa yang ku-berikan kepada orang yang meminta.”
Al-Tabarani meriwayatkannya dengan SANAD yang LAYYIN.
Dan hadits Abu Sa'iid, dengan kalimat:
مَن شَغَلَهُ الُقرُانُ عَن ذَكرِي وَمَسْئلَتيِ......
‘Barang siapa yang dirinya disibukan oleh al Qur’an
daripada berdzikir kepada-Ku dan memohon kepada-Ku,
Hadis ini diriwayatakan oleh al-Tirmidzi dan digolongkan sebagai hadits HASAN
". [Kata-kata Ibnu Hajar berakhir]
PENULIS KATAKAN:
Hadits ini selain dari Hadits Abu Sa'id Al-Khudri, di
riwayatkan pula dari Umar bin Al-Khattab, Jabir bin Abdullah, Hudzaifah dan
Anas radhiyallaahu anhum.
Adapun hadits Abu Sa'id: Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi (2926), dan al-Daarimi
(3356), dan susunan katanya adalah: Rasulullah ﷺ bersabda
يَقُولُ الرَبُ تَبَاَركَ وَتَعَالى مَن شَغَلَهُ الُقرُانُ عَن
ذَكرِي وَمَسْئلَتيِ اَعطَيتُه اَفضَلَ مَا اُعطِي السْاَئِلينً وَفَضلُ كَلآمِ
اللٌه عَلى سَائِرِ الكَلآمِ كَفَضلِ اللٌه عَلى خَلقِه
“Allah berfirman: ‘Barang siapa yang dirinya disibukan
oleh al Qur’an daripada berdzikir kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka Aku
berikan kepadanya sesuatu yang lebih utama daripada yang Aku berikan kepada
orang-orang yang memohon kepada-Ku dan keutamaan kalam Allah diatas seluruh
perkataan adalah seumpama keutamaan Allah atas makhluk-Nya.”
Adapun hadits Umar Ibn Al-Khattab: diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam
“at-Taarikh” (2/115), Al-Tabarani dalam “ad-Do'aa'” (1850), dan Al-Bayhaqi
dalam “Asy-Syu 'ab" (567).
Adapun hadits Jabir diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam “Asy-Syu’ab” (568), dan
Al-Quda’i dalam “Musnad Asy-Syihab” (584).
Dan adapun Hudzaifah: Diriwayatkan oleh Abu Naim dalam “Al-Hilyah” (7/313)
Dan adapun hadits Anas bin Malik: Diriwayatkan oleh Ibn Asaker dalam bukunya
“Mu’jam” (527).
Dan adapun hadits Amr bin Murrah: Ibnu Abi Syaybah
meriwayatkannya dalam “Musannaf” (29273) dengan sanad mursal.
Hadits ini telah di dha'ifkan oleh Syekh Al-Albani, semoga Allah merahmatinya,
dalam “Al-Dha'iifah” (4989), dan para ulama al-Lajnah ad-Daa'imah, seperti
dalam “Fataawaa Al-Lajnah” (24/191), dan Syekh Ibnu Utsaimin, semoga Allah
merahmatinya, seperti dalam “Fataawa Nur 'ala Al-Darb” (6/2).
Bahkan Ada sebagian para ulama yang berlebihan dengan menilainya Paslu, seperti
Ibn al-Jawzi, al-Dhahabi dan al-Shawkani. [Lihat: “Al-Mawdhu'aat” oleh Ibn
al-Jawzi (2/165), dan at-Talkhiish oleh al-Dhahabi (hal. 313), “ الفوائد
المجموعة في الأحاديث الموضوعة” oleh asy-Syawkani (hal. 136).
-------
ULAMA HADITS
KEDUA :
IBNU HIBBAAN DALAM KITAB SHAHIHNYA
Ibnu Hibban dalam Shahihnya 5/372 menulis BAB:
ذِكْرُ مَا يُسْتَحَبُّ لِلْمَرْءِ أَنْ يَسْأَلَ اللَّهَ جَلَّ
وَعَلَا فِي عُقَيْبِ الصَّلَاةِ التَّفَضُّلَ عَلَيْهِ بِمَغْفِرَةِ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Penyebutan bacaan yang disunnahkan bagi seseorang untuk
berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, setelah selesai shalat agar Allah memberikan
ampunan atas dosa yang telah lewat.
Lalu Ibnu Hibbaan menyebutkan hadits berikut ini:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا
قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ
وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدَّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أنت"
Ketika Nabi (ﷺ) selesai dari Sholat dan telah mengucapkan
salam, dia biasa membaca doa:
"Ya Allah, ampuni dosaku yang dulu dan yang terakhir, apa yang saya
rahasiakan dan apa yang saya lakukan secara terang-terangan, dan yang aku
lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau lebih mengetahui dari pada
aku, Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Engkau.
[HR. Ibnu Hibbaan 5/372 no. 2025. Pentahqiqnya mengatakan: Sanadnya Shahih
sesuai syarat Shahih Muslim.
Itu diriwayatkan pula oleh al-Thayalisi (152), Ahmad 1/94, 95 dan 103, Muslim
771 (202), dan Abu Daud 1509 dalam bab: باب ما يقول الرجل إذا سلم [Bab tentang apa
yang dikatakan seorang pria ketika selesai Salam], al-Tirmidzi
"3422", Ibn al-Jarud "79", Abu Awana 2/101, 102,
al-Daraqutni 1/296, 297, dan al- Bayhaqi di al-Sunan 2/32
Lalu Ibnu Hibbaan menyebutkan hadits berikut ini:
Dari Athoo bin Abi Marwan dari ayahnya:
أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ بِالَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى
أَنَّا نَجِدُ فِي الْكِتَابِ أَنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ: "
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ
أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ
لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ"
“Bahwa Ka'ab
bersumpah untuknya dengan menyebut Dzat yang membelah laut untuk Musa: Bahwa
Kami menemukan dalam al-Kitab: bahwa dulu Nabi Daud ﷺ senantiasa jika selesai dari sholat, dia
mengucapkan doa:
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan
perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu,
dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak
ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki
kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.” [HR. Ibnu Hibban 5/373 no.
2026 dan an-Nasaai]
Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya
(745), dan dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Nataaij Al-Afkar (136).
Lalu Ibnu Hibbaan menyebutkan hadits berikut ini:
Dari Syuhaib radhiyallahu anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
أَيَّامَ خَيْبَرَ يُحَرِّكُ شَفَتَيْهِ بِشَيْءٍ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ
فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُحَرِّكُ شَفَتَيْكَ بِشَيْءٍ مَا
كُنْتَ تَفْعَلُهُ فَمَا هَذَا الَّذِي تَقُولُ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "أَقُولُ اللَّهُمَّ بِكَ أُحَاوِلُ وَبِكَ أُقَاتِلُ وبك
أُصَاوِلُ
Bahwa Rasulullah ﷺ senantiasa menggerakkan bibirnya setelah
selesai shalat Fajar dengan mengucapkan sesuatu pada saat perang Khaibar.
Ditanyakan kepadanya: Wahai Rasulullah, engkau menggerakkan kedua bibir engkau
dengan suatu bacaan yang tidak biasa engkau lakukan, lalu bacaan apa yang
engkau ucapkan ?
Maka Nabi ﷺ menjawab:
" Aku mengucapkan: Ya Allah, dengan Mu aku berjuang, dan dengan Mu aku
berperang, dan dengan Mu aku menerjang ".
SANADNYA SHAHIH.
Diriwayatkan oleh Ahmad 4/322 dari Waki', 4/333. Dan dari Affan bin Muslim16/6
dari Rauh.
Dan oleh ad-Daarimi 2/216 dari Hajjaj bin Minhaal.
Dan oleh ath--Thabarani “7318” Dari jalur Abu Umar Adh-Dhoriir. Ke lima-limanya
semuanya dari Hammad bin Salamah
=====
ULAMA
HADITS KETIGA:
IMAM IBNU MAAJAH DALAM SUNAN-NYA
Imam Ibnu Majah dalam Sunan-Nya menuliskan sebuah BAB, yang berjudul
بَابُ مَا يُقَال بَعد التسْليْم
(BAB: Apa
yang di ucapkan setelah salam).
Lalu Ibnu Majah menyebutkan beberapa hadits, diantaranya
berikut ini:
Dari Ummu Salamah berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَقُولُ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ حِينَ يُسَلِّمُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
"Ketika salam dalam shalat SUBUH, Nabi ﷺ mengucapkan;
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal
yang diterima). " (HR. Ibnu
Majah no. 925, Ahmad no. 25506].
Dalam sanadnya ada perawi yang majhul, namun dikuatkan oleh hadits Ath
Thabarani dalam Ash Shaghir dgn sanad jayyid.
Di shahihkan sanadnya oleh al-Albaani dlam Misyakat
al-Mashaabiih 3/770. Dan Lihat pula Tamamul Minnah karya Syeikh al-Albaani hal.
233)
=====
ULAMA
HADITS KEEMPAT:
IMAM AN-NASAA'I DALAM SUNAN-NYA
Al-Imam an-Nasaa'i dalam kitabnya Sunan an-Nasaa'i,
beliau menuliskan sebuah BAB yang berjudul:
بَابُ: نَوْعٌ آخَرُ مِنَ الدُّعَاءِ عِنْدَ الِانْصِرَافِ مِنَ
الصَّلَاةِ
Bab: Jenis lain dari doa ketika selesai dari shalat
Lalu an-Nasaa'i menyebutkan hadits: Dari Athoo bin Abi Marwan dari ayahnya:
أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ بِالَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى
أَنَّا نَجِدُ فِي الْكِتَابِ أَنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ: "
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ
أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ
لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ"
Bahwa Ka'ab bersumpah untuknya dengan menyebut Dzat yang
membelah laut untuk Musa: Bahwa Kami menemukan dalam al-Kitab: bahwa dulu Nabi
Daud ﷺ senantiasa
jika selesai dari sholat, dia mengucapkan doa:
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan
perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu,
dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak
ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki
kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.” [HR. an-Nasaai dalam Sunan
an-Nasaa'i 3/73 no. 1346 dan dalam 'Amalul Yaum wal Lailah no. 137]
Hadis ini dinilai SHAHIH oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya 5/373 no. 2026 dan
Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (745). Dan dinilai HASAN oleh al-Haafidz Ibnu
Hajar dalam Nataaij Al-Afkar (136).
Lalu an-Nasaa'i melanjutkan perkataannya tentang hadits di atas dengan
mengatakan:
وَحَدَّثَنِي كَعْبٌ، أَنَّ صُهَيْبًا حَدَّثَهُ، أَنَّ
مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ
انْصِرَافِهِ مِنْ صَلَاتِهِ
Dan Ka'b menceritakan kepadaku bahwa Syuhaib
menceritakan kepadanya bahwa: "Muhammad ﷺ senantiasa mengucapakan doa-doa diatas
pada saat selesai dari shalatnya".
*****
KETIGA: DALIL LAIN YANG MENUNJUKKAN DI SYARIATKANNYA BERDOA
SETELAH SHALAT
Selain hadits-hadits yang telah disebutkan di atas,
berikut ini hadits-hadits dan dalil lainya yang menunjukkan di syariatkannya
berdoa setelah shalat:
DALIL KE 1:
Firman Allah SWT:
{ فَاِذَا
فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ. وَ اِلٰی رَبِّكَ فَارۡغَبۡ }
[[Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu
urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap]]. [QS. Alam Nasyrah: 7-8]
TAFSIR AYAT:
Ibnu Jarir ath-Thobari dalam Tafsirnya mengutip perkataan sebagian para ulama
tentang tafsir ayat tsb, diantara nya:
مَعْنَاهُ: فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ صَلَاتِكَ، فَانْصَبْ إِلَى رَبِّكَ
فِي الدُّعَاءِ، وَسَلْهُ حَاجَاتِكَ.
"Maknanya: Jika Anda telah menyelesaikan
shalat Anda, maka fokuslah kepada Tuhan Anda dalam berdoa, dan mintalah
kepadanya untuk hajat-hajat anda ".
Lalu Ibnu Jarir ath-Thobari menyebutkan riwayat-riwayat makna tsb dari Ibnu
Abbaas, Mujaahid dan Qotaadah:
PERKATAAN IBNU ABBAS RADHIYALLAHU ‘ANHUMA :
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، قَالَ:
حَدَّثَنِي عَمِي، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
"فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ" يَقُولُ: "فَإِذَا فَرَغْتَ مِمَّا فُرِضَ عَلَيْكَ مِنَ الصَّلَاةِ فَسَلِ
اللَّهَ، وَارْغَبْ إِلَيْهِ، وَانْصَبْ لَهُ".
Muhammad bin Saad memberitahuku, dia berkata: Ayahku
memberitahuku, dia berkata: Pamanku memberitahuku, dia berkata: Ayahku
memberitahuku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas tentang Firman Allah: [[Maka
apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), maka tetaplah bekerja
keras]] dia berkata:
"فَإِذَا فَرَغْتَ مِمَّا فُرِضَ عَلَيْكَ مِنَ الصَّلَاةِ فَسَلِ
اللَّهَ، وَارْغَبْ إِلَيْهِ، وَانْصَبْ لَهُ".
Jika kamu telah menyelesaikan Shalat yang diwajibkan
padamu, maka memintalah kepada Allah, berharaplah kepada-Nya, dan tetaplah
berusaha keras memohon pada -Nya. [Tafsir ath-Thobari 24/490].
PERKATAAN IMAM MUJAHID:
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرو، قَالَ: ثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، قَالَ
ثَنَا وَرَقَاءُ، جَمِيعًا عَنْ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَوْلُهُ:
"فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ". قَالَ: إذَا قُمْتَ إلَى الصَّلَاةِ فَانْصَبْ
فِي حَاجَتِكَ إلَى رَبِّكَ.
Muhammad bin Amr memberitahuku, dia berkata: Abu Ashim
memberi tahu kami, dia berkata kepada kami dan Warqa, semuanya, dari Ibn Abi
Najih, dari Mujahid tentang Firman Allah: [[Maka apabila engkau telah selesai
(dari sesuatu urusan), maka tetaplah bekerja keras]] dia berkata:
إذَا قُمْتَ إلَى الصَّلَاةِ فَانْصَبْ فِي حَاجَتِكَ إلَى رَبِّكَ
"Jika Anda telah selesai shalat, maka fokuslah berdoa kepada Tuhan Anda
untuk hajat anda ". [Tafsir ath-Thobari 24/490]
PERKATAAN QOTADAH:
KE 1:
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حَدَّثَنَا بَشَرٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، قَالَ: حَدَّثَنَا
سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَوْلُهُ: "إِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ * وَإِلَى رَبِّكَ
فَارْغَبْ" قَالَ: أَمْرُهُ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ أَنْ يَبَالِغَ فِي دُعَائِهِ.
Bisyr memberi tahu kami, dia berkata: Yazid memberi tahu
kami, dia berkata: Sa'iid memberi tahu kami, dari Qatadah tentang Firman Allah:
[[Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), maka tetaplah
bekerja keras. Dan kepada Tuhan Engkau, berharaplah]]. Dia berkata:
أَمْرُهُ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ أَنْ يَبَالِغَ فِي دُعَائِهِ.
" Dia memerintahkannya, ketika dia selesai shalat,
untuk memperbanyak doanya. [Tafsir ath-Thobari 24/490]
KE 2:
Ibnu Jariir ath-Thobari berkata :
حدثنا ابن عبد الأعلى، قال: حدثنا ابن ثور، عن معمر، عن قتادة،
في قوله: (فَإِذَا فَرَغْتَ) من صلاتك (فَانْصَبْ) في الدعاء.
Ibnu Abdil-A'laa memberi tahu kami, dia berkata: Ibnu
Tsawr memberi tahu kami, dari Muammar, dari Qatadah tentang Firman Allah:
(فَإِذَا فَرَغْتَ) من صلاتك (فَانْصَبْ) في الدعاء
[[Maka apabila engkau telah selesai]] dari Shalat mu,
[[maka tetaplah bekerja keras]] dalam berdo'a ". [Tafsir ath-Thobari
24/490]
DALIL KE 2:
Hadits Barro’ bin Azib –radhiyallahu’anhu–, dia berkata:
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ
عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ. قالَ: فَسَمِعْتُهُ يقولُ: رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَومَ
تَبْعَثُ -أَوْ تَجْمَعُ- عِبَادَكَ.
Dahulu jika kami sholat di belakang Rasulullah ﷺ, kami senang
jika kami berada di shaff sisi kanan beliau. Supaya beliau menghadapkan
wajahnya kepada kami.
Dia berkata: Maka aku dengar beliau mengucapkan doa [saat menghadap ke arah
kami]:
“Wahai Tuhan-Ku, jauhkanlah aku dari azab-Mu pada hari di mana engkau
membangkitkan hamba-hamba-Mu.” (HR. Muslim, no. 709 dan1159)
DALIL KE 3:
Hadits Tsauban Radliyallaahu 'anhu, dia berkata:
(كَانَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِنْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اِسْتَغْفَرَ
اَللَّهَ ثَلَاثًا وَقَالَ: " اَللَّهُمَّ أَنْتَ اَلسَّلَامُ وَمِنْكَ
اَلسَّلَامُ. تَبَارَكْتَ يَا ذَا اَلْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ)
Rasulullah ﷺ jika telah selesai dari sholatnya
beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah tiga kali dengan membaca:
(Artinya = Ya
Allah Engkaulah keselamatan dan dari-Mu jualah segala keselamatan. Maha Berkah
Engkau wahai Dzat yang memiliki segala keagungan dan kemuliaan). [HR. Muslim. No. 591]
DALIL KE 4:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا سَلَّمَ مِنَ
الصَّلاَةِ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا
أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي
أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ "
Ketika Nabi (ﷺ) mengucapkan salam di akhir Sholat, dia
biasa membaca doa:
"Ya Allah, ampuni dosaku yang dulu dan yang terakhir, apa yang saya
rahasiakan dan apa yang saya lakukan secara terang-terangan, dan yang aku
lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau lebih mengetahui dari pada
aku, Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada Ilah yang berhak
disembah kecuali Engkau
[HR. Abu Daud no. 1509. Di shahihkan oleh al-Albaani]
DALIL KE 5:
Dari Abu Ayyub - semoga Allah meridhoinya - yang
berkata:
مَا صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَأَنَا قَرِيبٌ مِنْهُ إِلَّا سَمِعْتُهُ يَقُولُ حِيْنَ يَنْصَرِفُ:
«اللهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَذُنُوبِي كُلَّهَا، اللهُمَّ
أَنْعِشْنِي وَأَجِرْنِي، وَاهْدِنِي لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ،
فَإِنَّهُ لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا، وَلَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا
أَنْتَ»
Tidak lah sekali-kali aku shalat di belakang Rasulullah ﷺ dan aku dekat
dengan beliau kecuali aku mendengarnya berdo’a DI SETIAP BELIAU ﷺ SELESAI
SHALAT:
“ Ya Allah ampunilah kesalahan-kesalahanku dan dosa-dosa seluruhnya, Ya Allah
berikanlah semangat kepadaku, cukupkanlah segala kekuranganku dan tunjukanlah
aku jalan untuk memperbaiki perbuatan dan akhlakku, karena tidak ada yang bisa
menunjukan kepada perbaikannya dan tidak ada yang bisa menjauhkan kejelekannya
melainkan Engkau”.
(HR. At-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Awsath 4/362 no. 4442 cet. Dar al-Haramain
dan dalam al-Mu;jam ash-Shoghiir 1/365 no. 610 cet. Dar Ammaar)
Al-Haitsami dalam Majma'az-Zawaaid 10/111 mengatakan: Sanadnya Jayyid [Baik]
Dan diriwayatkan pula oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabiir no. 7982 dari
hadits Abu Umamah radhiyallahu anhu.
Al-Haitsami dalam Majma'az-Zawaaid 10/112 mengatakan:
”رجاله رجال الصحيح، غير الزبير بن خريق وهو ثقة“
Para perawinya adalah para perawi ash-Shahih, selain
az-Zubair bin Khuraiq, dia itu Tsiqot [dipercaya].
Akan tetapi dalam kitab "at-Taqriib" karya Ibnu Hajar dikatakan bahwa
dia itu “hadits nya layyin [lunak]”, namun dengannya menjadi penguat riwayat
yang pertama, dan begitu juga haditrs pertama hadits Abi Ayyub bisa menjadi
penguat hadits Abu Umamh, yakni hadits yang kedua.
DALIL KE 6: DALAM SHAHIH MUSLIM: HADITS DOA SEBELUM SALAM DAN SESUDAH SALAM
Imam Muslim meriwayatkan dua hadits panjang dalam
Shahihnya pada [KITAB Sholaatul Musaafiriin – BAB ad-Du'aa fii SholaatIl Laili
wa Qiyaamihi No. 201-(771) dan No. 202-(771) dari Ali bin Abi Thalib (R.A):
Riwayat pertama: No. 201-(771) berdasarkan urutan nomor dari [KITAB
Sholaatul Musaafiriin], Ali bin Abi Thalib R.A berkata:
ثُمَّ
يَكُونُ مِنْ آخِرِ مَا يَقُولُ بَيْنَ التَّشَهُّدِ وَالتَّسْلِيمِ: « اللهُمَّ
اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ،
وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ
وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ».
“Kemudian akhir bacaan yang beliau ﷺ baca di
antara tasyahhud dan salam adalah:
“Ya Allah, ampunilah (dosa) aku yang telah aku lakukan dan yang aku telah
tangguhkan. Dan apa yang telah aku rahsiakan serta apa yang telah aku zahirkan.
Dan apa yang telah aku bazirkan, sesungguhnya Engkau lebih mengetahuinya lebih
daripadaku. Engkau yang mendahulukan serta Engkau yang mengakhirkan. Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau.” [HR. Muslim No. 201-(771)]
Riwayat kedua : No.
201-(771. Imam Muslim berkata:
وَقَالَ: وَإِذَا سَلَّمَ، قَالَ: « اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا
قَدَّمْتُ.... » إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ. وَلَمْ يَقُلْ بَيْنَ التَّشَهُّدِ
وَالتَّسْلِيمِ
Dan dia [Ali bin Abi Thalib] berkata: Dan ketika beliau ﷺ selesai
mengucapkan salam, maka beliau ﷺ mengucapkan: " Ya Allah, ampunilah
(dosa) aku yang telah aku lakukan......" hingga akhir hadits.
Dan dia [Ali bin Abi Thalib] tidak mengatakan " di antara tasyahhud dan
salam ".
[Selesai perkataan Imam Muslim]
DR. Mahmud Ahmad az-Zain dalam " الدعاء بعد الصلاة المفروضة سنة أم بدعة؟" berkata
tentang dua riwayat Muslim diatas:
وَلَا يَصْحُ أَنْ يُقَالَ: إِنَّ الرَّوَايَتَيْنِ مُتَعَارِضَتَانِ،
تَحْتَاجَانِ إِلَى دَلِيلٍ يُرَجِّحُ إِحْدَاهُمَا، لِأَنَّ التَّعَارُضَ الْمَضْرُ
هُوَ الَّذِي لَا يُمْكِنُ مَعَهُ الْعَمَلُ بِالرَّوَايَتَيْنِ جَمِيعًا، وَالْعَمَلُ
هُنَا مُمْكِنٌ عَلَى تَقْدِيرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَقُولُ ذَلِكَ حِينًا قَبْلَ السَّلَامِ وَحِينًا بَعْدَهُ، أَوْ يَقُولُهُ
فِيهِمَا.
Tidak benar jika dikatakan: bahwa kedua riwayat itu
bertentangan ; karena jika demikian masing-masing dua riwayat tsb membutuhkan
dalil untuk mantarjih salah satunya.
Dan pertentangan yang mudhorot itu adalah pertentangan yang tidak memungkinkan
untuk diamalkannya kedua riwayat tsb.
Sementara di sini memungkinkan untuk mengamalkan keduanya ; berdasarkan
penilaian bahwa Nabi ﷺ biasa membacakannya kadang-kadang sebelum
salam dan kadang-kadang sesudahnya, atau dia mengatakannya di keduanya.
DALIL KE 7:
Hadits Uqbah bin ‘Âmir radhiyallahu’anhu, dia berkata,
“أَمَرَنِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ
دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ”.
“Rasulullah ﷺ memerintahkanku untuk membaca
al-mu’awwidzat (surat al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Nas)” setelah setiap shalat”.
HR. Abu Dawud (1523), Al-Tirmidzi (2903), dan Al-Nasa'i dalam ((Al-Mujtaba))
(3/68). Dengan sedikit perbedaan. Di Shahihkan al-Albaani dalam shahih Abu Daud
no. 1523.
Makna الْمُعَوِّذَاتِ adalah
surat-surat yang memberi perlindungan dari Allah.
Dan makna الاستعاذة adalah
mencari perlindungan, yaitu dengan memohon perlindungan kepada Allah, dan
memohon kepada Allah ﷺT adalah berdoa.
DALIL KE 8:
Abdullah bin Khubaib radhiyallahu’anhu bercerita,
خَرَجْنَا فِي لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ لَنَا، فَأَدْرَكْنَاهُ
فَقَالَ: “أَصَلَّيْتُمْ؟” فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ: “قُلْ!” فَلَمْ أَقُلْ
شَيْئًا ثُمَّ قَالَ: “قُلْ!” فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ: “قُلْ!”
فَقُلْتُ: “يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَقُولُ؟” قَالَ: “قُلْ: “قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ” وَ”الْمُعَوِّذَتَيْنِ” حِينَ تُمْسِي وَحِينَ تُصْبِحُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ”.
“Di suatu malam yang gelap gulita dan hujan, kami keluar
mencari Rasulullah ﷺ agar beliau mengimami kami. Manakala kami
menemukannya, beliau bertanya, “Sudah shalatlah kalian?”.
Aku tidak berkata apapun. Lalu beliau berkata, “Ucapkanlah!”.
Aku tidak mengucapkan apa-apa. Kemudian beliau kembali berkata, “Ucapkanlah!”.
Aku tidak mengucapkan apa-apa. “Ucapkanlah!” kata beliau lagi.
Akupun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kuucapkan?”.
“Ucapkanlah “Qul huwallahu ahad” dan “al-Mu’awwidzatani” di sore dan pagi hari
tiga kali; niscaya itu akan melindungimu dari segala sesuatu”.
HR. Abu Dawud no. 5082. Dan isnadnya dinyatakan HASAN oleh syeikh al-Albaani
dalam Shahih Abi Daud no. 5082 dan di nyatakan HASAN SHAHIH dalam Takhriij
al-Misykaah no. 2104.
DALIL KE 9:
Dari Zaid Bin Arqam radhiyallahu anhu, ia berkata;
سَمِعْتُ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَليه وسلَّم يَدْعُو فِي
دُبُرِ كل صَلَاة يَقُولُ: ((اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا
شَهِيدٌ أَنَّكَ الرَّبُّ، وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ
كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ، اللهُمَّ
رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدٌ أَنَّ الْعِبَادَ كُلَّهُمُ
إخْوَةٌ، اللهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، اجْعَلْنِي مُخْلَصًا لَكَ
وَأهْلِي فِي كُلِّ سَاعَةٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، ذَا الْجِلَالِ
وَالْإِكْرَامِ اسْمَعْ وَاسْتَجِبْ، اللهُ الْأَكْبَرُ الْأَكْبَرُ، اللهُ نُورُ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، اللهُ الْأَكْبَرُ الْأَكْبَرُ حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ
الْوَكِيلُ، اللهُ الْأَكْبَرُ اللهُ الْأَكْبَرُ)).
Aku mendengar Rasulullah ﷺ membaca do'a di dubur [belakang]
shalatnya: "
(Ya Allah, Rabb kami dan Rabb-nya segala sesuatu, saya adalah saksi bahwa
Muhammad adalah hamba-Mu dan Rasul-Mu. Wahai Rabb kami dan Rabb-nya segala
sesuatu, saya adalah saksi bahwa seluruh hamba adalah saudara. Ya Allah, Rabb
kami dan Rabb-nya segala sesuatu, jadikanlah aku sebagai orang yang ikhlas
kepada-Mu, keluargaku dalam setiap waktu untuk dunia maupun akhirat, (Engkaulah
Yang Maha) Kuasa dan Mulia, dengar dan perkenankanlah. Allah Maha Besar. Yang
Maha Besar adalah Allah, Cahaya langit dan bumi. Allah Maha Besar, cukuplah
Allah sebagai sebaik-baik tempat berlindung. Allah Maha Besar)."
[HR. Ahmad (4/369), Abu Dawud (1508), dan al-Nasa'i dalam “Amal al-Yawm wa
al-Laila” (101), dan dalam “as-Sunan Al-Kubra” (9929), Abu Ya'la dalam
al-Musnad (7216), dan dalam "ad-Do'a" 668), Al-Tabarani dalam
“Al-Kabir” (5122), dan dalam “ad-Doa” (668), Ibn Al-Sunni dalam “ 'Amal al-Yaum
wa al-Lailah " (114), Al-Bayhaqi dalam “ Al-Asmaa was Sifaat” (272) dan di
"asy-Syu'ab " (613), dan dalam "Al-Da`awaat Al-Kabir" (94),
Al-Mizzii dalam “Tahdziib Al-Kamal” (8/387-388), dan Al-Syajari dalam
“Amaaliyah” (1/249) dari Mu`tamir bin Suleiman Al-Taymi.
Dan Abu Ya'la (7217) dari Jarir bin Abdul Hamid Al-Razi, keduanya dari Daud
Ath-Thufawi Al-Bashri, dari Abu Muslim Al-Bajali, dari Zaid bin Arqam dengan
lafadz itu.
DERAJAT
HADITS:
Menurut Ibnu Hibbaan: Para perawi sanad nya tsiqoot
[Semuanya di percaya], berarti menurutnya hadits ini SHAHIH SANADNYA.
Namun hadits ini Dhaifkan sanadnya oleh al-Albaani dalam Dhaif Abu Daud no.
1508 dan Syu'aib al-Arnaa'uth dalam Takhriij al-Musnad no. 19293.
Asy-Syeikh Thooriq 'Aathif Hijaazy dalam takhrij Hadits :
(اللَّهُمَّ رَبَّنَا
وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنَا شَهِيدٌ أَنَّكَ الرَّبُّ)
Dia berkata :
قُلْتُ: وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ، ذَكَرَهُ دَاوُدُ الطُّفَاوِيُّ،
ذُكِرَ فِي "الثِّقَاتِ" لِابْنِ حَبَّانَ. وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: بَصْرِيٌّ
يَتْرُكُ.
وَأَبُو مُسْلِمٍ البَجَلِيُّ ذُكِرَهُ ابْنُ حَبَّانَ فِي
"الثِّقَاتِ" أَيْضًا، وَتَرَجَّمَهُ البُخَارِيُّ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ
فِي كِتَابَيْهِمَا وَلَمْ يُذْكَرَا فِيهِ جَرْحًا وَلَا تَعْدِيلًا، وَلَمْ يُذْكَرَا
عَنْهُ رَاوٍ إِلَّا دَاوُدَ، فَهُوَ مَجْهُولٌ كَمَا ذَكَرَ الذَّهَبِيُّ فِي
"المِيزَانِ"، لَا يُعْرَفُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Aku berkata: Sanadnya lemah. Dawud Ath-Thufawi
disebutkan oleh Ibn Hibban dalam “Al-Tsiqaat (kumpulan para perawi yang
dipercaya). Akan Tetapi Ad-Daaruquthni berkata: Bashri ini ditinggalkan
haditsnya.
Dan Abu Muslim Al-Bajali disebutkan juga oleh Ibn Hibban dalam “Al-Tsiqaat
(kumpulan para perawi yang dipercaya), akan tetapi Al-Bukhari dan Ibn Abi Hatim
menyebutkan biografinya dalam dua kitab mereka, dan mereka berdua tidak
menyebutkan Jarh dan Ta'diil di dalamnya.
Dan mereka berdua tidak pernah menyebutkan perawi darinya kecuali Dawud, maka
dia itu Majhuul [tidak dikenal], karena al-Dhahabi dalam "Al-Mizan"
mengatakan: "tidak dikenal".
Wallaahu a'lam [Selesai]
DALIL KE
10:
Dari Muslim bin Abu Bakrah:
أنَّهُ كان سمع والدَه يقولُ في دُبُرِ الصلاةِ اللَّهمَّ إني
أعوذُ بك من الكفرِ والفقرِ ، وعذابِ القبرِ. فجعلتُ أدعو بهنَّ فقال: يا بنيَّ
أنَّى علمتَ هؤلاءِ الكلماتِ ؟ قلتُ: يا أبتِ سمعتُك تدعو بهنَّ في دبرِ الصلاةِ ،
فأخذتُهنَّ عنك ، قال: فالزمهُنَّ يا بنيَّ ، فإنَّ نبيَّ اللهِ كان يدعو بهنَّ في
دبرِ الصلاةِ
“Bahwa ia pernah mendengar Ayahnya [Abu Bakrah R.A] mengucapkan
setelah selesai shalat;
اللَّهمَّ إني أعوذُ بك من الكفرِ والفقرِ ، وعذابِ القبرِ
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran,
kefakiran dan siksa kubur) '.
Lalu aku berdoa dengan doa tersebut. Ayahku lalu bertanya; "Wahai anakku,
dari mana engkau belajar ucapan-ucapan itu?" Aku menjawab; "Wahai
ayahku, setiap selesai shalat aku mendengarmu membaca itu, maka aku mengamalkan
itu darimu!" Ayahku lalu berkata; "Wahai anakku, amalkanlah selalu,
sebab Nabi ﷺ selalu
membaca doa itu setiap selesai shalat."
[HR. An-Nasaa'i no. 5480] Di SHAHIH-kan oleh al-Albaani dalam Shahih
an-Nasaa'i.
Lafadz lain:
Muslim bin Abu Bakrah, beliau berkata:
كَانَ أَبِي يَقُولُ فِي دُبُرِ الصَّلاَةِ اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ، فَكُنْتُ
أَقُولُهُنَّ. فَقَالَ أَبِي: أَىْ بُنَىَّ عَمَّنْ أَخَذْتَ هَذَا؟ قُلْتُ:
عَنْكَ. قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُهُنَّ فِي
دُبُرِ الصَّلاَةِ
“Dulu ayahku senantiasa membaca pada dubur Shalat:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu daripada kekufuran,
kefakiran, dan juga azab kubur.’
Maka aku pun membaca kesemuanya itu (di penghujung solatku).
Maka bapaku bertanya kepadaku: ‘Wahai anakku, dari siapakah engkau mengambil
ini (yakni bacaan doa ini)?’
Aku menjawab: ‘Dari engkau.’
Maka bapaku berkata: ‘Sesungguhnya Rasulullah ﷺ membacanya di dubur solat.’”
[HR. An-Nasaa'i no. 1346] Di SHAHIH-kan oleh al-Albaani dalam Shahih
an-Nasaa'i.
MAKNA DUBUR
SHOLAT:
Yang dimaksud DUBUR SHOLAT di sini menurut al-Haafidz Ibnu Hajar adalah setelah
selesai Shalat [Fathul Baari 11/133].
Dan dalam ad-Duror As-Saniyyah di sebutkan:
وفي هذا الحديثِ يُخبِرُ مُسلِمُ بنُ أبي بَكْرةَ: "أنَّه
كان سمِعَ والِدَه يقولُ في دبُرِ الصَّلاةِ"، أي: يَدعو بدعواتٍ عَقِبَ
الانتهاءِ مِن صلاتِه، وقيل: المرادُ بدبُرِ الصَّلاةِ: ما كان قبل السَّلامِ
Dalam hadits ini, Muslim bin Abi Bakra menceritakan:
“Dia mendengar ayahnya mengucapkan doa di dubur shalat,[[yaitu, dia berdoa
dengan doa-doa tsb setelah menyelesaikan sholatnya]].
Dan ada yang mengatakan: Yang dimaksud dubur shalat adalah sebelum salam
Al-Haafidz Ibnu hajar dalam Fathul Baari 11/133 berkata:
فإن قيل: المراد بدُبُر كلَّ صَلاةٍ قرب آخرها وهو التشهد، قلنا
قد ورد الأمر بالذكر دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ، والمراد به بعد السلام إجماعا، فكذا هذا
حتى يثبت ما يخالفه.
Jika ada yang mengatakan: Bahwa yang dimaksud dengan
kata "دُبُر كلَّ
صَلاةٍ"
[dubur setiap shalat] itu menjelang akhir shalat yaitu tasyahud ; Maka kami
akan mengatakan: bahwa telah ada hadits perintah untuk berdzikir pada setiap [دُبُرِ
كُلِّ صَلاةٍ], dan yang dimaksud dengan itu adalah
setelah selesai shalat sesuai Ijma'para ulama ".
Dan begitu pula yang dikatakan Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah,
beliau berkata:
قُلْت: قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرَ الصَّلَاةِ
وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا
“Saya berkata: telah datang riwayat tentang dzikir pada دُبُرَ
الصَّلَاةِ [duburish shalah], dan yang dimaksud
adalah setelah salam menurut ijma’.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
DALIL KE 11: DZIKIR ADALAH BAGIAN DARI DOA, DAN DOA BAGIAN DARI DZIKIR, YAITU MENGINGAT ALLAH DAN BERHARAP KEPADANYA.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
إِنَّ كُلَّ مَنْ صَنَفَ فِي الأَذْكَارِ ذَكَرَ فِيهَا أَدْعِيَةَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهَذَا يَعْنِي أَنَّ الدُّعَاءَ
ذِكْرٌ، فَحَيْثُ كَانَ الذِّكْرُ مَشْرُوعًا فَالدُّعَاءُ مَشْرُوعٌ لأَنَّهُ جُزْءٌ
مِنْهُ.
Bahwa setiap orang yang manyusun kitab tentang
dzikir-dzikir, mereka menyebutkan pula di dalamnya doa-doa Rasulullah ﷺ, dan ini
berarti bahwa doa itu adalah Dzikir, maka di mana dzikir itu disyariatkan, maka
doa juga syariatkan karena itu adalah bagian dari dzikir..". [Selesai]
Karena ketika Seorang Muslim mengucapkan dzikir, dia mengharapkan ampunan dan
pahala dari Allah SWT sebagaimana yang dijanjikan oleh Nabi ﷺ dalam
sabdanya:
"مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا
وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا
وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ
زَبَدِ الْبَحْرِ".
"Barangsiapa yang mengucapkan [subhanallah]
sebanyak 33 kali, [alhamdulillah] sebanyak 33 kali, [allahu akbar] sebanyak 33
kali PADA SETIAP DUBUR SHALAT.
Kemudian ia tambahkan:
[laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lahu wahdahu laa syariika lahu,
lahulmulku walhul hamdu wa huwa 'ala kulli syain qadir]
Sehingga jumlahnya sempurna 100, maka diampuni kesalahan-kesalahannya meskipun
sebanyak buih lautan".
[[HR. Muslim (no hadits:939) dan Imam Ahmad (no hadits:8478): dari Abu
Hurairah]]
Jadi ada korelasi yaitu bahwa dzikir, meskipun itu bukan doa secara terus terang
– namun di dalamnya terdapat unsur permohonan dengan cara pemaparan dan
sindiran, seperti contohnya dalam ungkapan sabda Nabi ﷺ:
لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ ".
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang
Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan
orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.”
Maka yang dimaksud dengan ungkapan tsb adalah artinya:
" Kami tidak berharap kepada siapa pun selain pada Engkau", akan
tetapi kami hanya berharap dari Engkau, maka berilah kami ".
Dan ini sama seperti yang difirmankan Allah SWT:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ
وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ
مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا
وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84)
Artinya: “(Ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa
kepada Rabbnya, “(Wahai Rabbku), sungguh aku telah ditimpa penyakit parah,
padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang. Maka Kami
kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya padanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka),
sebagai suatu rahmat dari Kami dan untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang taat”. QS. Al-Anbiyâ’ (21): 83-84.
Dalam ayat tsb Nabi Ayub AS tidak memintanya secara terus terang, melainkan
dengan sindirian.
Karena dalam Firman-Nya [[Maka Kami kabulkan doanya]] berarti dia telah berdoa.
Padahal dia tidak mengucapkan kata-kata doa di dalamnya secara terang-terangan,
dia hanya menyebutkan bahwa dirinya ditimpa penyakit parah, dan dia memuji
Allah SWT, karena Dia lebih Penyayang dari pada para Penyayang. Berarti yang
demikian itu mengandung arti " Tolong kasihanilah aku dan bebaskan lah
dari penyakit yang membehayakan-ku ini ".
Dan yang semisal ayat di atas adalah Firman-Nya tentang doa Nabi Yunus alaihis
salaam:
فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ
وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)
Artinya: “Pada kegelapan malam dalam perut ikan di
tengah laut Yunus berdoa, “Sesungguhnya tidak ada yang berhak disembah kecuali
Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang berbuat zalim.
Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan
demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman”. QS. Al-Anbiyâ’ (21):
87-88.
Dalam ayat tsb tidak ada kata-kata doa Nabi Yunus alaihis salam.
Begitu pula dalam firman-Nya:
وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ
أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ. قَالَ
يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا
تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ
ٱلْجَٰهِلِينَ
Artinya: " Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan
sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang
seadil-adilnya".
Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu
(yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang
tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak
mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu
jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan". [QS. Huud: 45-46].
Dalam ayat tsb Nabi Nuh alaihis salam tidak meminta. Namun Allah SWT
menjawabnya dengan mengatakan: [[janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahui (hakekat)nya]].
Dalam hadits Jabir r.u. disebutkan bahw Rasulullah ﷺ, bersabda:
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَفْضَلُ
الدُّعَاءِ الحَمْدُ لِلَّه
“Dzikir yang Paling utama adalah kalimat [[لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ / Tiada Tuhan Selain Allah]].
Dan Kalimat Do’a yang paling utama adalah ucapan [[اَلْحَمْدُ لِلَّه/ Segalapuji milik
Allah]].
[HR. Al-Tirmidzi (3383), Ibn Majah (3800), Al-Nasa'i dalam "Al-Sunan
Al-Kubra" (10667) dan Ibnu Hibban dalam Shahih (No. 2326)].
Dishahihkan oleh al-Haakim dan disetujui adz-Dzahabi [Al-Mustadrak: (1/503)].
Dan di Hasankan al-Albaani dalam Takhriij Misykaat al-Mashaabiih no. 2246.
Dalam hadits ini Nabi ﷺ memerintahkan untuk mengulang-ulang baca
dzikir al-hamdulillah [pujian kepada Allah] setelah selesai shalat sebanyak 33
kali, dan ini nampak jelas akan disyariatkannya berdoa setelah shalat fardhu.
Karena dzikir itu bagian dari pada Doa, dzikir adalah pembukaan doa, bahkan
dzikir juga adalah doa.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radiallahu anhum, sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ
أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah. Sebaik-baik doa
yang Aku panjatkan dan para Nabi sebelumku, yaitu:
Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa
huwa alaa kulli syai’in qodiir.”
Artinya: “Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu
bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas
segala sesuatu.
(HR. Tirmizi, no. 3585, dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih
al-Jaami'ash-Shoghiir 1/248 no. 1102. Dan dinyatakan Hasan Lighoirihi dalam
Shahih At-Targhib, no. 1536).
Dan oleh al-Mundziri dinyatakan: Shahih atau Hasan atau yang mendekati keduanya
[At-Targhib wat Tarhiib 2/345]
Dalam hadits ini tidak ada doa, namun Nabi ﷺ menyatakan nya sebaik-baik Doa.
Ini adalah masalah yang sudah maklum pada semua tradisi, bahkan Anda kadang
melihat para tukang minta-minta, mereka cukup dengan memuji-muji orang yang
hendak dimintai sedekah. Bahkan orang-orang Arab menyebutkan hal ini dalam
puisi-puisi mereka, diantara nya sbb:
Sufyan bin Uyaynah pernha ditanya tentang doa terbaik di hari Arafah, maka dia
menjawab:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu
bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas
segala sesuatu.
Maka Dikatakan kepadanya: Ini adalah pujian dan bukan doa.
Dia menjawab: Apakah kamu tidak mendengar perkataan seorang penyair:
أَأَذْكُرُ حَاجَتِي أمْ قَدْ كَفَاني.... حَيَاؤُكَ إِنَّ
شيمَتَكَ الحياءُ
Haruskah saya menyebutkan kebutuhan saya atau cukup
bagiku.... rasa malu anda ; karena tabiat dan karakter anda adalah pemalu ?
إذا أَثنى عليكَ المرءُ يومًا..... كَفَاهُ مِن تعرُّضِهِ
الثَّناءُ
Jika seseorang memuji Anda suatu hari nanti..... maka
cukupkanlah baginya dengan pengungkapan pujian nya.
[Sumber: Dua Syair Umayyah bin Abi Ash-Shalt dari لباب الآداب karya ats-Tsa'aalabii. Dan lihat pula:
Taarikh Damasqus karya Ibnu Asaakiir 9/274]
*****
PARA ULAMA YANG MEMBID'AHKAN BERDO'A SETELAH SHOLAT:
Ada Sebagian para ulama yang menganggap bid'ah, sesat dan haram
berdoa setelah sholat. Mereka adalah Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim,
Syaikh 'Utsaimin. Mereka berpendapat tidak boleh bedoa setelah shalat wajib,
yang boleh hanya dzikir saja.
Penulis
katakan:
Mengenai pendapat Ibnu Qoyyim dalam kitabnya al-Hadyu
an-Nabawi tentang tidak disayriatkannya berdoa setelah sholat, maksud perkataan
beliau tsb di ragukan.
Al-Haafidz Ibnu Hajar dlam Fathul Baari 11/134 berkata:
وَفَهَمَ كَثِيرٌ مِمَّنْ لَقِينَاهُ مِنَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّ مَرَادَ
ابْنُ الْقَيِّمِ نَفْيُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ مُطْلَقًا، وَلَيْسَ كَذَلِكَ
فَإِنَّ حَاصِلَ كَلَامِهِ أَنَّهُ نَفَاهُ بِقَيْدِ اسْتِمْرَارِ اسْتِقْبَالِ الْمُصَلِّي
لِلْقِبْلَةِ وَإِيْرَادِهِ بَعْدَ السَّلَامِ، وَأَمَّا إِذَا انْتَقَلَ بِوَجْهِهِ
أَوْ قَدَّمَ الْأَذْكَارَ الْمَشْرُوعَةَ فَلَا يَمْتَنِعُ عِنْدَهُ الْإِتْيَانُ
بِالدُّعَاءِ حِينَئِذٍ.
Dan banyak dari mereka yang kami jumpai dari kalangan
para ulama Hanbali yang memahami bahwa maksud Ibnu al-Qayyim mengingkari doa
setelah sholat secara mutlak, dan yang benar tidak lah seperti itu, melainkan
yang dimaksud dari perkataanya adalah: bahwa dia meniadakannya itu dengan
batasan jika orang yang shalatnya itu masih terus menerus dalam posisi
menghadap Kiblat dan melakukannya langsung setelah salam. Tetapi jika dia
merubah posisi wajahnya atau setelah mengucapkan dzikir-dzikir yang
disyariatkan, maka itu tidak dilarang baginya untuk membaca doa pada saat
itu".
Penulis
katakan:
Apa yang
al-Hafzidz Ibnu Hajar kutip dari kalangan ulama Hanbali ini, sesuai dengan yang
dikatakan Ibnu al-Qoyyim sendiri dalam kitab nya Zaad al-Ma'aad
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
" كَانَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا، وَقَالَ: اللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
".
وَلَمْ يَمْكُثْ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ إلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ
ذَلِكَ ، بَلْ يُسْرِعُ الانْتِقَالَ إلَى الْمَأْمُومِينَ ، وَكَانَ يَنْفَتِلُ عَنْ
يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ
Nabi ﷺ biasa jika usai salam, beliau beristighfar
3x, kemudian membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ ، وَمِنْكَ السَّلَامُ ،
تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Allahumma antas salaam, wa minkas salam, tabaarokta ya
dzal jalaali wal ikroom.
Artinya: “Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah
Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.” (HR. Muslim no. 591)
Beliau ﷺ tidak tetap
berada pada posisi duduk menghadap kiblat (setelah salam, PEN) kecuali selama
beliau ﷺ membaca
dzikir di atas. Bahkan beliau ﷺ selalu segera berpindah ke barisan makmum.
Beliau terkadang menghadap makmum dengan memutar ke sisi kanan atau terkadang ke
sisi kiri.
(Selesai perkataan Ibnu al-Qoyyim. Baca: Zaadul Ma’ad 1/295)
====
DALIL PENDAPAT YANG MELARANG DUDUK LAMA SETELAH SHALAT FARDHU UNTUK BERDZIKIR DAN BERDO'A SERTA BANTAHANNYA:
Ada sebagian para ulama dari Fuqohaa al-Hanafiyyah yang
mengatakan: Yang sesuai Sunnah duduk setelah shalat fardhu adalah hanyalah
sebentar saja, yaitu seukuran lamanya membaca:
اللَّهمَّ أنتَ السَّلامُ ، ومنْكَ السَّلامُ ، تبارَكتَ ذا
الجلالِ والإِكرامِ
Setelah itu segera beranjak pulang lalu berdzikir dan
shalat sunnah rawatib di rumahnya
Mereka berkata:
يُكْرَهُ تَأْخِيرُ صَلَاةِ السُّنَّةِ الرَّاتِبَةِ عَنْ صَلَاةِ
الْفَرِيضَةِ ، وَلَا يُفْصَلُ بَيْنَهُمَا حَتَّى بِالْأَذْكَارِ الشَّرْعِيَّةِ ،
أَمَّا الفَصْلُ لِلِانْتِقَالِ إِلَى الْبَيْتِ فَهُوَ الْأَفْضَلُ.
Menunda shalat Sunnah Raatibah dari shalat Fardhu adalah
makruh. Antara shalat Fardhu dan Sunnah Raatibah tidak boleh di pisah dengan
dzikir yang disyariatkan sekalipun. Adapun dipisah dengan jalan pulang ke
rumah, maka itu adalah yang terbaik ".
DALIL-DALILNYA:
Mereka berdalil dengan hadits-hadits berikut ini:
DALIL KE
SATU:
Hadits 'Aisyah R.A, ia berkata;
كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ إذا سلَّمَ لا
يقعُدُ إلَّا مقدارَ ما يقولُ: (اللَّهمَّ أنتَ السَّلامُ ، ومنْكَ السَّلامُ ،
تبارَكتَ ذا الجلالِ والإِكرامِ)
"Dulu Rasulullah ﷺ ketika telah selesai salam, beliau tidak
duduk kecuali sekadar ucapan:
(Ya Allah, Engkau adalah keselamatan dan dari-Mu keselamatan itu, Engkaulah pemberi
berkah dan Dzat yang mempunyai keagungan dan kemuliaan)."
[HR. Tirmidzi no. 298] Di shahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu'al-Fataawaa
11/253 dan al-Albaani dalam shahih Tirmidzi no. 298].
Abu Isa Tirmidzi berkata: " حَدِيثُ عَائِشَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ [hadits
Aisyah hadits hasan Shahih].
BANTAHAN:
Penulis katakan:Akan tetapi anehnya setelah itu Imam Turmudzi langsung
meriwayatkan dua hadits berikut ini yang menunjukkan bahwa hadits diatas itu
tidak bermakna melarang berdoa setelah sholat dan berlama-lamaan duduk
setelahnya. Dia berkata:
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ بَعْدَ التَّسْلِيمِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا
مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
وَرُوِيَ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
Telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwasanya setelah salam beliau
mengucapkan:
(Tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selian Allah yang Maha Esa, tidak
ada sekutu bagi-Nya. Baginya segala kekuasaan dan pujian. Dia yang menghidupkan
dan mematikan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Allah, tidak ada yang
bisa mencegah apa yang Engkau berikan, serta tidak ada yang bisa memberi
sesutau yang Engkau halangi, serta tidak bermanfaat kekayaan di sisi-Mu, karena
hanya dari-Mu lah kekayaan)
Diriwayatkan juga darinya bahwa Rasulullah mengucapkan:
(Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka (orang-orang
kafir) sifatkan. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada para utusan Allah, dan
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam)." [SELESAI]
Ibnu Abidin dalam kitabnya Rodd al-Mukhtaar berkata:
DALIL
KEDUA:
Dari Ibnu Juraij dari Anas bin Malik R.A:
مَا رَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي "المُصَنَّفِ"
(2/246) عَنْ ابْنِ جَرِيجٍ قَالَ: حَدَّثَتْ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
(صَلَّيْتُ وَرَاءَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَانَ سَاعَةً يُسَلِّمُ يَقُومُ
، ثُمَّ صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي بَكْرٍ فَكَانَ إِذَا سَلَّمَ وَثَبَ ، فَكَأَنَّمَا
يَقُومُ عَنْ رُضْفَةٍ)
(Aku shalat di belakang Nabi ﷺ dan beliau
biasa mengucapkan salam, sesaat kemudian beliau berdiri, lalu aku sholat di
belakang Abu Bakar, dan ketika dia mengucapkan salam, lalu dia melompat,
seolah-olah dia berdiri dari besi yang di panaskan)
[HR. Abdurrazzaaq dalam al-Mushannaf 2/246, ath-Thabarani dalam al-Kabiir 1/252
dan Baihaqi dalam al-Kubraa 2/182]
الرَّضْفَةُ: هِيَ الحَدِيدَةُ المُحَمَّاةُ.
Ar-Rodhfah adalah besi yang di panaskan.
BANTAHAN:
Bantahan
pertama:
Pendapat ini menyelisihi pendapat Jumhur / mayoritas
para Ulama [Malikiyah, Syaafi'iyyah dan Hanabilah].
Bantahan
kedua:
Bahwa hadits Aisyah R.A dan hadits Anas R.A di atas, dua
duanya tidak menunjukkan larangan duduk lama setelah shalat di tempat shalatnya
untuk berdzikir dan berdo'a. Yang benar adalah tidak larangan dan tidak batasan
; berdasarkan hadits-hadits shahih sebagai berikut:
HADITS KE
1:
Dari Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhuma, katanya:
كَانَ النبيُّ - صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ - إذَا صَلَّى
الفَجْرَ ؛ تربَّع في مجلِسِهِ حَتَّى تطلعَ الشمسُ حَسْنَاءَ
“Nabi shalallahu alaihi wasalam itu apabila telah shalat
fajar -yakni shalat subuh- lalu beliau duduk bersila di tempat duduknya
sehingga terbitnya matahari yang putih indah sinarnya
[HR. Muslim (670), Abu Dawud (4850) dan susunan kalimatnya adalah, Al-Tirmidzi
(585), Al-Nasa’i (1357), dan Ahmad (20961)
HADITS KE
2:
Dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah Sallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ
اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ
كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barang siapa yang shalat subuh berjama’ah kemudian
duduk berdzikir sampai matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua
raka’at, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah.”
Dia (Anas radliallahu ‘anhu) berkata: Rasulullah bersabda: “Sempurna, sempurna,
sempurna.”
HR. al-Tirmidzi (586), dan al-Baghawi dalam “Sharh al-Sunnah” (710).
Dia (Abu ‘Isa) berkata:
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ قَالَ وَسَأَلْتُ مُحَمَّدَ بْنَ
إِسْمَعِيلَ عَنْ أَبِي ظِلَالٍ فَقَالَ هُوَ مُقَارِبُ الْحَدِيثِ قَالَ
مُحَمَّدٌ وَاسْمُهُ هِلَالٌ
Ini adalah hadits HASAN GHARIB, saya bertanya kepada
Muhammad bin Isma’il tentang Abu Zhilal, dia menjawab: Dia muqaribul hadits
(termasuk lafazh ta’dil. Pent), dia juga berkata: namanya adalah Hilal. (HR.
Tirmidzi 535)
Di Shahihkan al-Albaani dlm Shahih al-Jaami'no. 6346.
Syeikh Bin Baaz berkata ketika ditanya tentang tentang hadits ini:
لا بأس به، حديث حسن، لا بأس به
Tidak ada masalah, hadits Hasan, tidaklah mengapa.
[Sumber: Nuurun 'ala ad-Darb / ما صحة حديث: «من صلى الفجر في جماعة ثم جلس يذكر»؟]
HADITS KE
3:
Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata bahwa Nabi
Muhammad ﷺ bersabda:
فَإِذَا دَخَلَ المَسْجِدَ كانَ في الصَّلَاةِ ما كَانَتِ
الصَّلَاةُ هي تَحْبِسُهُ، وَالْمَلَائِكَةُ يُصَلُّونَ علَى أَحَدِكُمْ ما دَامَ
في مَجْلِسِهِ الذي صَلَّى فيه يقولونَ: اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ
له، اللَّهُمَّ تُبْ عليه، ما لَمْ يُؤْذِ فِيهِ، ما لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
“Apabila masuk masjid, ia (dinilai dan diberi pahala
seperti) berada dalam sholat selama ia bertahan karenanya dan malaikat
memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya yang mana ia sholat di dalamnya
dan malaikat itu mengucapkan:
‘Ya Allah ampunilah dia, dan sayangilah dia, selama dia belum berhadas.’
(HR al-Bukhari no. 456, 647 dan Muslim no. 649).
HADITS KE
4:
Dalam lafadz lain dari hadits Abu Hurairah:
والمَلائِكَةُ تُصَلِّي علَى أحَدِكُمْ ما دامَ في مُصَلَّاهُ
الَّذي يُصَلِّي فِيهِ: اللَّهُمَّ صَلِّ عليه، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، ما لَمْ
يُحْدِثْ فِيهِ، ما لَمْ يُؤْذِ فِيهِ. وقالَ: أحَدُكُمْ في صَلاةٍ ما كانَتِ
الصَّلاةُ تَحْبِسُهُ
"Dan Malaikat akan mendoakan salah seorang dari
kalian selama dia masih pada tempat sholatnya yang dijadikannya sebagai tempat sholatnya.
(Doa malaikat tersebut):
" Ya Allah, berilah shalawat untuknya. Ya Allah, rahmatilah dia, selama
dia belum berhadats dan tidak menyakiti orang lain di sana."
Kemudian Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Salah seorang di antara
kalian dianggap dalam sholat, ketika dirinya tertahan dalam menunggu waktu
sholat didirikan."
(HR Al-Bukhari no. 2119 dan Muslim no. 649)
0 Komentar