Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM SESEORANG BERSEDEKAH ATAS NAMA MAYIT YANG BUKAN ORANG TUANYA

Di susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

    
بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM SESEORANG BERSEDEKAH ATAS NAMA MAYIT YANG BUKAN ORANG TUANYA

Ada dua pendapat:

RINGKASNYA:

Pendapat pertama: 

Boleh Hukumnya dan si mayit akan mendapat manfaat dari pahala sedekah tersebut, baik si mayit itu orang tua nya atau bukan

Ini adalah pendapat Mayoritas Para Ulama dan Kaum Muslimin.

Pendapat kedua: 

Bersedekah atas nama mayit hanya diperbolehkan untuk kedua orang tua

Ini adalah pendapat asy-Syaukaani dan al-Albaani.

*****

RINCIAN DUA PENDAPAT DAN DALILNYA:

====
PENDAPAT PERTAMA: 
BOLEH BERSEDEKAH ATAS NAMA MAYIT, MESKI BUKAN KEDUA ORANG TUANYA.

Al-Hafidz Ibnu Abdil Bar, al-Imam al-Nawawi, Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah, dan Ibnu al-Qayyim, mereka mengutip:

IJMA' para ulama akan BOLEH-nya bersedekah atas nama orang yang sudah wafat, dan pahalanya sampai kepada-nya. Namun dengan syarat, mayit tersebut adalah seorang muslim atau muslimah.

[Lihat: ((at-Tamhiid)) (20/27), ((Syarah An-Nawawi 'Alaa Shahih Muslim)) (7/90, ((Majmu’ Al-Fataawa)) (24/314) dan ((Ar-Ruuh oleh Ibnu Al-Qayyim)) (hal. 117)]

Al-Hafidz Ibnu Abdil-Barr al-Maliki berkata:

(أمَّا الصَّدقةُ عَنِ الميِّت؛ فمُجتَمَعٌ على جوازِها، لا خلاف بين العُلَماءِ فيها)

(Adapun bersedekah atas nama orang mati, telah ada kesepakatan secara Ijma tentang kebolehannya, dan tidak ada perselisihan di antara para ulama mengenai hal itu) ((At-Tamhiid)) (20/27).

Al-Nawawi berkata:

(أجمع المسلمونَ على أنَّ الصَّدقةَ عن الميِّتِ تَنفَعُه وتَصِلُه)

(Umat Islam sepakat secara Ijma' bahwa sedekah atas nama orang yang meninggal itu bermanfaat dan sampai kepadanya). ((Al-Majmu')) (5/323).

Dia juga berkata, ketika dia berbicara tentang sebuah hadits: ((Sesungguhnya, ibuku meninggal secara mendadak)):

(في هذا الحديث أنَّ الصَّدَقةَ عَنِ الميِّتِ تَنفَعُ الميِّتَ ويَصِلُه ثوابُها، وهو كذلك بإجماعِ العُلَماءِ)

(Dalam hadits ini, sedekah atas nama orang mati bermanfaat bagi orang mati dan pahalanya sampai padanya. Ini juga menurut kesepakatan para ulama secara Ijma) ((Baca: Syarh Al-Nawawi 'Ala Muslim)) (7/90).

Dan dia juga menyatakan:

"وَفِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز الصَّدَقَة عَنْ الْمَيِّت وَاسْتِحْبَابهَا ، وَأَنَّ ثَوَابهَا يَصِلهُ وَيَنْفَعهُ ، وَيَنْفَع الْمُتَصَدِّق أَيْضًا ، وَهَذَا كُلّه أَجْمَعَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ ".

Dan dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya bersedekah atas nama mayit dan disunnahkannya, dan bahwa pahalanya sampai kepadanya dan itu bermanfaat bagi mayit, dan orang yang bersedekahnya juga mendapatkan manfaat. Dan semua ini disepakati bersama secara Ijma' oleh kaum Muslimin. [Syarah Shahih Muslim 11/84]

Ibnu Taimiyah berkata:

(أمَّا الصَّدقةُ عَنِ الميِّتِ، فإنَّه يُنتَفَعُ بها باتِّفاقِ المُسلمين)

(Adapun sedekah atas nama mayit, maka itu bermanfaat dengan kesepakatan kaum Muslim). ((Majmu’ Al-Fatwas)) (24/314).

Dia juga berkata:

 (الأئمَّة اتَّفقوا على أنَّ الصَّدَقةَ تَصِلُ إلى الميِّتِ، وكذلك العباداتُ الماليَّةُ: كالعتق).

(Para imam dengan suara bulat sepakat bahwa pahala sedekah sampai kepada orang mati, dan begitu pula ibadah-ibadah dengan harta, seperti memerdekakan budak). ((Baca: Majmu’ Al-Fatwas)) (24/309).

Ibnu al-Qayyim berkata:

(هل تنتفِعُ أرواحُ الموتى بشيءٍ مِن سعْيِ الأحياءِ أم لا؟...

فالجواب: أنَّها تَنتَفِعُ مِن سعْيِ الأحياءِ بأمرَينِ مُجمَعٌ عليهما بين أهلِ السُّنةِ مِنَ الفُقهاءِ وأهلِ الحديثِ والتَّفسيرِ؛ أحدهما: ما تسبَّب إليه الميِّتُ في حياتِه. والثاني: دعاءُ المُسلمينَ له واستغفارُهم له والصَّدَقة).

(Apakah ruh-ruh orang mati bisa mendapat manfaat dari sesuatu dari amal kebajikan orang yang hidup, atau tidak?...

Jawabannya adalah:

Mereka bisa mendapat manfaat dari sesuatu dari amal kebajikan orang yang hidup dengan dua hal yang disepakati bersama di kalangan Ahlus Sunnah dari kalangan para Fuqohaa, para ahli hadits dan para ahli tafsir.

Hal pertama: dengan apa yang disebabkan orang mati semasa hidupnya.

Hal Kedua: doa kaum muslimin untuknya, permohonan ampunan mereka untuknya, dan SEDEKAH mereka untuknya. [Baca: ((Ar-Ruuh oleh Ibnu Al-Qayyim)) (hal.: 117)].

Dan Ibnu al-Qayyim memberikan argumentasi dengan sebuah analogi:

أنَّ وُصولَ ثَوابِ الصَّدقةِ إلى الميِّتِ هو محضُ القِياسِ؛ فإنَّ الثوابَ حقٌّ للعامِلِ، فإذا وهَبَه لأخيه المُسلمِ لم يمنعْ مِن ذلك، كما لم يمنَعْ مِن هِبَةِ مالِه في حياتِه وإبرائِه له مِن بَعدِ مَوتِه

Bahwa sampainya pahala SEDEKAH untuk orang mati adalah murni analogi sbb:

Pahala adalah hak orang yang beramal kebajikan, namun jika ia menghibahkan-nya kepada saudaranya yang muslim, maka ia tidak terhalang dari nya. Sama halnya tidak terhalang untuk menghibahkan uangnya semasa hidupnya dan begitu juga membebaskan hutang seseorang setelah kematiannya. [Baca: ((Ar-Ruuh oleh Ibnu Al-Qayyim)) (hal.: 122)]

Begitu pula Ibnu Taimiyah, dia juga memberikan sebuah analogi dengan mengatakan:

إذَا تَبَرَّعَ لَهُ الْغَيْرُ بِسَعْيِهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ كَمَا يَنْفَعُهُ بِدُعَائِهِ لَهُ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ.

وَهُوَ ‌يَنْتَفِعُ ‌بِكُلِّ ‌مَا ‌يَصِلُ ‌إلَيْهِ ‌مِنْ ‌كُلِّ ‌مُسْلِمٍ ‌سَوَاءٌ ‌كَانَ ‌مِنْ ‌أَقَارِبِهِ ‌أَوْ ‌غَيْرِهِمْ ‌كَمَا ‌يَنْتَفِعُ ‌بِصَلَاةِ ‌الْمُصَلِّينَ ‌عَلَيْهِ وَدُعَائِهِمْ لَهُ عِنْدَ قَبْرِهِ

" Jika orang lain [yang masih hidup] mendermakan amalannya untuknya [yakni mayit], maka Allah akan memberi manfaat bagi mayit dengan itu, sama halnya dia mendapat manfaat dari doa orang hidup untuknya dan juga dari sedekahnya atas namanya.

Dan dia [yakni mayit] akan mendapat manfaat dari segala sesuatu yang sampai padanya dari amalan setiap Muslim, apakah dia itu dari kerabatnya atau orang lain. Sama halnya dengan mayit yang mendapat manfaat dari shalat orang-orang yang menshalati jenazahnya dan dari doa-doa mereka untuknya di sisi kuburannya. [Majmu' Fataawaa 24/367.]

FATWA SYEIKH BIN BAAZ TENTANG SEDEKAH ATAS NAMA MAYIT:

Fatwa ke 1:

Syeikh Bin Baaz berkata:

فالصدقة فيها خير كثير عن الحي والميت، وهكذا الدعاء والاستغفار للحي والميت، والحج عن الميت، والعمرة عن الميت، وهكذا عن الكبير العاجز، والعجوز الكبيرة، الحج عنها، والعمرة عنها.

المقصود: أن الصدقة عن الميت فيها خير كثير، وعن الحي أيضًا، سواء، كان عمًا، أو أخًا، أو أبًا، أو غيرهم

Sedekah itu di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak, baik atas nama orang yang hidup ataupun atas nama orang yang sudah mati.

Demikian pula doa dan istighfar untuk yang masih hidup dan yang sudah mati. Dan begitu pula ibadah haji atas nama orang yang meninggal, dan umrah atas nama orang yang meninggal.

Hal yang sama berlaku bagi seorang pria yang sudah tua renta yang sudah tidak berdaya dan wanita tua renta, untuk ditunaikan ibadah haji atas namanya, dan ditunaikan umrah atas namanya.

Yang dimaksud adalah: bahwa di dalam sedekah atas nama mayit terdapat kebaikan yang banyak, begitu juga atas nama orang yang masih hidup, baik itu paman, saudara laki-laki, ayah, atau orang lain".
[Sumber: Nurun Ala ad-Darb: هل تجوزالصدقة عن غير الوالدين؟]

Fatwa ke 2:

Syeikh Bin Baaz berkata:

" فالصدقة تنفع الميت ، ويرجى للمتصدِّق مثل الأجر الذي يحصل للميت ؛ لأنه محسن متبرع ، فيرجى له مثل ما بذل كما قال عليه الصلاة والسلام: (من دل على خير فله مثل أجر فاعله) ، فالمؤمن إذا دعا إلى خير ، أو فعل خيرا في غيره يرجى له مثل أجره ، فإذا تصدق عن أبيه أو عن أمه أو ما أشبه ذلك فللمتصدق عنه أجر ، وللباذل أجر.

وهكذا إذا حج عن أبيه أو عن أمه فله أجر ، ولأبيه وأمه أجر ، ويرجى أن يكون مثلهم أو أكثر لفعله الطيب ، وصلته للرحم ، وبره لوالديه ، وهكذا أمثال ذلك ، وفضل الله واسع.

وقاعدة الشرع في مثل هذا: أن المحسن إلى غيره له أجر عظيم ، وأنه إذا فعل معروفاً عن غيره يرجى له مثل الأجر الذي يحصل لمن فعل عنه ذلك المعروف ". انتهى من " فتاوى نور على الدرب " (14/313).

Sedekah itu bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal, dan ada harapan bagi orang yang bersedekahnya untuk mendapatkan seperti pahala yang diperoleh orang yang meninggal, karena dia adalah seorang yang beramal kebajikan dan berderma, maka ada harapan baginya pahala seperti pahala yang dia hadiahkan, sebagaimana Nabi SAW bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ ، فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]

Maka jika seorang mukmin menyeru untuk kebaikan, atau melakukan kebaikan untuk orang yang lain, maka ada harapan baginya mendapatkan pahala seperti pahalanya.

Jika dia bersedekah atas nama ayahnya atau ibunya atau sesuatu yang serupa dengannya, maka orang yang bersedekah atas nama orang lain, akan ia mendapat pahala, dan orang yang bersedekah pun mendapat pahala.

Demikian pula jika dia menunaikan haji atas nama bapaknya atau ibunya, maka dia mendapat pahala, bapaknya dan ibunya mendapat pahala, dan diharapkan dia mendapatkan seperti pahala mereka atau lebih karena amalannya yang baik, begitu juga dengan menghubungkan tali silaturrahim, berbakti kepada kedua orang tuanya dan begitu pula yang semisal itu semua. Dan anugerah Allah sangatlah luas.

Ada sebuah QAIDAH SYAR'I dalam hal yan semisal ini:

أَنَّ المُحْسِنَ إِلَى غَيْرِهِ لَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ، وَأَنَّهُ إِذَا فَعَلَ مَعْرُوفًا عَنْ غَيْرِهِ يُرَجَّى لَهُ مِثْلُ الْأَجْرِ الَّذِي يَحْصَلُ لِمَنْ فَعَلَ عَنْهُ ذَلِكَ الْمَعْرُوفِ.

Bahwa orang yang berbuat bauk kepada orang lain; maka baginya pahala yang besar. Dan sesungguhnya jika dia melakukan amal kebaikan yang pahalanya untuk orang lain, maka diharapkan dia juga akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang mana dia melakukan amal kebaikan untuknya.

[Akhir kutipan fatwa Bin Baaz dari Fataawa Nuur 'ala al-Darb (14/313)].

FATWA SYEIKH IBNU 'UTSAIMIIN:

Fatwa ke 1:

Syekh Ibnu Utsaimin - rahimahullah - berkata:

" يجوز للإنسان أن يتعبد لله عز وجل بطاعة بنية أنها لميت من أموات المسلمين ، سواء كان هذا الميت من أقاربه أم ممن ليس من أقاربه "

Dibolehkan bagi seseorang beribadah Allah SWT dengan melakukan ketaatan dengan niat bahwa pahala amalan ketaatan tsb untuk orang yang sudah mati dari kaum Muslimin. Baik orang yang meninggal itu adalah salah satu kerabatnya atau bukan salah satu kerabatnya.
[Sumber: فتاوى نور على الدرب]

Fatwa ke2:

Syekh Ibnu Utsaimin pernah di tanya:

ما رأي فضيلتكم فيما يقوم به بعض الناس من الصدقات عن أمواتهم صدقات مقطوعة أو دائمة، هل لها أصل في الشرع إلى آخر ذلك؟

Apa pendapat Anda tentang apa yang sebagian orang lakukan dari sedekah atas nama orang-orang yang sudah mati, baik sedekah yang terputus-putus atau sedekah yang terus menerus?

JAWABAN BELIAU:

نفيدكم بأن الصدقة عن الميت، سواء كانت مقطوعة أم مستمرة لها أصل في الشرع، فمن ذلك ما رواه البخاري عن عائشة رضي الله عنها أن رجلاً قال للنبي صلى الله عليه وسلم: إن أمي افتلتت نفسها، وأظنها لو تكلمت تصدقت، فهل لها أجر إن تصدقت عنها؟ قال: "نعم".

Kami sampaikan kepada kalian bahwa sedekah atas nama orang yang sudah wafat, baik itu secara terus menerus ataupun terputus - putus, maka itu adalah amalan yang memiliki dasar dalam hukum syar'i, diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Aisyah, semoga Allah meridhoinya:

Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad SAW:

“Ibu saya mati mendadak, dan saya yakin seandainya dia bisa bicara, dia bersedekah, apakah ibu saya mendapat pahala, seandainya saya bersedekah untuk ibu saya?

Rasulullah SAW menjawab: “Ya ada pahala bagi ibumu.”

(HR. Bukhari no. 1388 dan Muslim no. 1004)

====

DALIL-DALIL PENDAPAT JUMHUR ULAMA:

-------

DALIL KE 1:

Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha, dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِكبش لِيُضَحِّيَ بِهِ، فأَضْجَعَهُ، ثُمَّ ذَبَحَهُ، ثُمَّ قَالَ: (بِاسْمِ اللهِ، اللهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ، ثُمَّ ضَحَّى بِهِ).

Sesungguhnya Rasulullah Saw diberi hewan domba untuk dijadikan kurban, lalu beliau membaringkan domba tersebut dan menyembelihnya, kemudian beliau mengucapkan:

" Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad. Kemudian beliau berkurban dengannya. [HR. Muslim no. 1967]

Dalam hadits ini, Rasulullah Saw mengikutsertakan umatnya dalam kurbannya, dan sudah maklum bahwa sebagian umatnya ada yang sudah meninggal. Dan umatnya itu bukan lah orang tua Nabi SAW.

Karena itu, berdasarkan hadits ini, para ulama sepakat mengenai kebolehan mengikutsertakan orang yang sudah meninggal dalam kurban dan menghadiahkan pahala kurban untuknya, meskipun orang yang sudah meninggal itu bukanlah orang tuanya.

Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 2/208 menukil pendapat Abu al-Hasan al-'Abbaadi:

وَأَمَّا التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

“Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedangkan sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma’ para ulama.”

Lajnah al-Iftaa Yordania no. 2774 dalam " حكم الأضحية عن الميت والأكل منها " mengatakan:

إن العلماء أجمعوا على وصول ثواب الصدقات إلى الأموات، والأضحية من جملة الصدقات، ولا تخرج عنها؛ لهذا كله فإنا نرى جواز الأضحية عن الميت وإن لم يوص بها.

Para ulama bersepakat secara Ijma' bahwa pahala sedekah sampai kepada orang mati, dan kurban itu termasuk dari jumlah sedekah, dan berkurban itu tidak keluar dari bab sedekah. Oleh sebab semua ini, maka kita berpendapat kebolehan berkurban atas nama almarhum, meskipun dia tidak berwasiat.

DALIL KE 2:

Abdullah bin Abbas ra meriwayatkan:

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَخَا بَنِي سَاعِدَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا فَهَلْ يَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

Bahwa Sa'ad bin 'Ubadah radliallahu 'anhum, saudara dari Bani Sa'idah, bahwa ibunya telah meninggal dunia, saat itu Saad sedang pergi jauh, lalu dia datang menemui Nabi SAW seraya berkata:

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dunia sedang saat itu aku tidak berada di sisinya. Apakah akan bermanfaat baginya bila aku menshadaqahkan sesuatu untuknya?"

Beliau menjawab: "Ya".

Dia berkata: "Aku mempersaksikan dihadapan engkau bahwa kebunku yang penuh dengan bebuahannya ini aku shadaqahkan atas (nama) nya". [HR. Bukhori no. 2556, 2756]

Dalam riwayat lain: Abdullah bin Abbas ra menceritakan:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا فَقَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ لِي مَخْرَفًا وَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا

"Bahwa seorang laki-laki berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal apakah akan memberikan manfaat baginya apabila aku bersedekah untuknya?

Kemudian beliau berkata: "Ya."

Orang tersebut berkata; sesungguhnya saya memiliki kebun kurma dan saya meminta persaksian anda bahwa saya telah mensedekahkannya untuknya. [HR. Abu Daud no. 2496, 2882]

DALIL KE 3:

Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anhaa:

أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِىِ صلى الله عليه وسلم اِنَّ اُمِّى اُفْتُلِيَتْ (مَاتَتْ فُجْأَةً) وَأَرَا هَالَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ: نَعَمْ.

Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad SAW:

“Ibu saya mati mendadak, dan saya yakin seandainya dia bisa bicara, dia bersedekah, apakah ibu saya mendapat pahala, seandainya saya bersedekah untuk ibu saya?

Rasulullah SAW menjawab: “Ya ada pahala bagi ibumu.”

(HR. Bukhari no. 1388 dan Muslim no. 1004)

DALIL KE 4:

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan:

أنَّ سعدًا أتى النَّبيَّ فقالَ: يا رسولَ اللهِ ! إنَّ أُمِّي تُوفِّيَت ولم تُوصِ ، أفينفَعُها أن أتصدَّقَ عنها ؟ قال: نعَم ، و عليكَ بالماءِ

Saad mendatangi Nabi dan berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya ibuku telah wafat dan dia tidak berwasiat, apakah bermanfaat baginya jika aku memberi sedekah atas namanya?

Beliau menjawab: Ya, bersedekah lah air ".

[HR. Bukhori dalam al-Adab al-Mufrad, kitab Birrul Waalidain no. 39.

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih at-Targiib no. 961 dan Shahih al-Adab al-Mufrad].

Ibnu Iraaq al-Kinani mengatakan dalam (تنزيه الشريعة المرفوعة) (1/288):

" رأيت بخط الحافظ ابن حجر على هامش مختصر الموضوعات لابن درباس ما نصه.. هذا أخرجه النسائى ولم يعلله وذلك يقتضى صحته " أهـ

“Saya melihat tulisan tangan Al-Hafiz Ibn Hajar di haamisy Mukhtashar al-Maudhu'aat karya Ibnu Dirbaas, texs nya sbb: Ini diriwayatkan oleh an-Nasaa'i, dan dia tidak menyebutkan adanya cacat perawi, dan itu menunjukkan keshahihan sanadnya ".

DALIL KE 5:

Dari Sa'd bin 'Ubadah, Radhiallahu ‘Anhu:

أنَّ أُمَّهُ ماتت ، فقال: يا رسولَ اللهِ ! إنَّ أمي ماتت ، أفأتصدقُ عنها ؟ قال: نعم. قال: فأيُّ الصدقةِ أفضلُ. قال: سقْيُ الماءِ فتلك سقايةُ سعدٍ بالمدينةِ

Bahwa ibunya meninggal, kemudian berkata: "Wahai Rasulullah, apakah aku boleh bersedekah atas nama nya.

Beliau SAW menjawab: "Iya".

Dia bertanya: " Sedekah apakah yang paling utama?"

Beliau menjawab: " Sedekah penyediaan air minum ".

Dia berkata: " sumber air minum ini adalah sedekah air minum Sa'd di Madinah".

[HR. An-Nasaa'i no. 3606 dan adh-Dhiyaa al-Maqdisi dlam as-Sunan wal-Ahkaam 3/348. Syeikh al-Albaani menyatakan dalam Shahih an-Nasaa'i no. 3668: Hasan Lighairihi ".

DALIL KE 6:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia menceritakan:

أنَّ رجلًا قال للنبي صلَّى الله عليه وسلَّم: إنَّ أبي مات، وترك مالًا، ولم يُوصِ؛ فهل يكفِّرُ عنه إن تصدَّقْتُ عنه؟ فقال: نعمْ

Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW:

“Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya maka hal itu akan menghapuskan dosa-dosanya?

Rasulullah SAW menjawa: Na’am (ya).”

(H.R. Muslim No. 1630, Ibnu Majah No. 2716, An Nasa’i No. 3652, Ahmad No. 8486)

Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, memasukkan hadits ini dalam:

Bab Wushul Tsawab Ash Shadaqat Ilal Mayyit

بَابُ: وصُولِ ثَوَابِ الصَّدَقَاتِ إلى المَيِّتِ

(Bab: Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit).

Imam An Nasa’i dalam kitab Sunan-nya memasukkan hadits ini dalam:

بَابُ: فَضْلِ الصَّدَقَاتِ عَنِ المَيِّتِ

(Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit)

DALIL KE 7: 
DALIL YANG MENUNJUKKAN BAHWA MAYIT BISA MENDAPAT MANFAAT DARI AMALAN ORANG YANG MASIH HIDUP 
MESKIPUN MAYIT ITU BUKAN KEDUA ORANG TUANYA

Jumhur ulama mengatakan bahwa orang mati bisa mendapat manfaat dari amalan yang diamalkan oleh orang yang masih hidup.

Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah berkata:

إذَا تَبَرَّعَ لَهُ الْغَيْرُ بِسَعْيِهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ كَمَا يَنْفَعُهُ بِدُعَائِهِ لَهُ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ.

وَهُوَ ‌يَنْتَفِعُ ‌بِكُلِّ ‌مَا ‌يَصِلُ ‌إلَيْهِ ‌مِنْ ‌كُلِّ ‌مُسْلِمٍ ‌سَوَاءٌ ‌كَانَ ‌مِنْ ‌أَقَارِبِهِ ‌أَوْ ‌غَيْرِهِمْ ‌كَمَا ‌يَنْتَفِعُ ‌بِصَلَاةِ ‌الْمُصَلِّينَ ‌عَلَيْهِ وَدُعَائِهِمْ لَهُ عِنْدَ قَبْرِهِ

Jika orang lain [yang masih hidup] mendermakan amalannya untuknya [yakni mayit], maka Allah akan memberi manfaat bagi mayit dengan itu, sama halnya dia mendapat manfaat dari doa orang hidup untuknya dan juga dari sedekahnya atas namanya.

Dan dia [yakni mayit] akan mendapat manfaat dari segala sesuatu yang sampai padanya dari amalan setiap Muslim, apakah dia itu dari kerabatnya atau orang lain. Sama halnya dengan mayit yang mendapat manfaat dari shalatnya orang-orang yang menshalati jenazahnya dan dari doa-doa mereka untuknya di sisi kuburannya. [Majmu' Fataawaa 24/367.]

Banyak sekali dalil untuk hal ini. 

Penulis kitab Syarah Aqidah ath-Thahawiyah mengatakan:

"وَالدَّلِيلُ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِغَيْرِ مَا تَسْبِبُ فِيهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ وَالْقِيَاسُ الصَّحِيحُ."

[Dalil yang menunjukkan bahwa orang yang sudah meninggal bisa mengambil manfaat dari sesuatu yang bukan disebabkan oleh dirinya adalah Al-Quran, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas yang shahih. [Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal 516].

Ibnu Qudamah r.a. berkata:

" وَأَيُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا, وَجَعَلَ ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ, نَفَعَهُ ذَلِكَ, إنْ شَاءَ اللَّهُ "

" Setiap amalan qurbah yang dia lakukan, dan menjadikan pahalanya itu untuk orang Muslim yang sudah meninggal, maka itu bermanfaat bagi nya, Insaya Allah. [al-Mughni 2/226]

RINCIAN DALILNYA :

Berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan bahwa mayit bisa mendapatkan manfaat dari amalan orang yang masih hidup, meskipun si mayit itu bukan orang tuanya.

PERTAMA:

Dalil yang menunjukkan bahwa orang mati mendapat manfaat dari doa orang hidup:

Allah SWT berfirman:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". [QS. Al-Hasyr: 10]

Allah SWT memuji mereka atas doa permohonan ampunan mereka bagi orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka mendapat manfaat dari doa permohonan ampunan orang hidup.

Dalil yang menunjukkan bahwa orang mati mendapat manfaat dari doa orang hidup adalah Ijma kaum muslimin akan di syariatkannya berdoa untuk mayit saat sholat jenazah dan adanya doa-doa yang disebutkan dalam Sunnah ketika sholat jenazah yang cukup banyak. Begitu pula berdoa untuknya setelah penguburan

[Baca: المفصل في أحكام الأضحية hal. 168 karya Hisamudin Affaanah]

Berikut ini contoh hadits yang memerintahkan untuk memberikan manfaat kepada mayit dengan doa:
 
Diriwayatkan oleh Abu Daud, 3221 dari hadits Utsman bin Affan radhiallahu anhu, dia berkata:

"كانَ النَّبيُّ إذا فَرغَ مِن دفنِ الميِّتِ وقفَ عليهِ ، فَقالَ: استَغفِروا لأَخيكُم ، واسأَلوا لَهُ بالتَّثبيتِ ، فإنَّهُ الآنَ يسألُ"

“Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai menguburkan mayat, beliau berdiri dan mengatakan, “Mintakan ampunan untuk saudara anda semua, dan mohonkan kepadanya keteguhan. Karena dia sekarang sedang ditanya.”

[HR. Abu Daud (3221), Al-Bazzar (445), dan Ibnu As-Sunni dalam ((عمل اليوم والليلة)) (585), dengan sedikit perbedaan].

Dinyatakan shahih oleh Al-Albany di Ahkamu Al-Janaiz, hal. 198 dan Shahih Abu Daud no. 3221. Dan dinyatakan Hasan oleh al-Waadi'ii dalam الصحيح المسند no. 933]

Dari Buraidah r.a., dia berkata:

كَانَ النبيُّ - صلى الله عليه وسلم - يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى المَقَابِرِ أَنْ يَقُولَ قَائِلُهُمْ: "السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أهلَ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنينَ وَالمُسلمينَ، وَإنَّا إنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ للاَحِقونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ العَافِيَةَ".

"Dulu Nabi s.a.w. pernah mengajarkan kepada mereka -para sahabat- jikalau mereka keluar berziarah ke kubur supaya seseorang dari mereka mengucapkan -yang artinya-:

"Keselamatan atasmu semua hai para penghuni perkampungan-perkampungan -yakni kubur-kubur- dari kaum mu'minin dan Muslimin. Sesungguhnya kita semua Insya Allah menyusul engkau semua. Saya memohonkan kepada Allah untuk kita dan untuk kalian semua akan keselamatan [al'aafiyah]." (HR. Muslim [Riyadhus Sholihiin no. 582])

KEDUA:

Dalil yang menunjukkan sampainya pahala ibadah Haji atas nama Mayyit, meskipun bukan orang tuanya:

HADITS: Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, dia berkata:

إنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم سَمِعَ رجلًا يقول: لبَّيْكَ عن شُبْرُمةَ. قال: مَن شُبْرُمةُ؟ قال: أخٌ لي، أو قريبٌ لي. قال: حجَجْتَ عن نفسِك؟ قال: لا. قال: حُجَّ عن نَفسِك، ثم حُجَّ عن شُبْرُمةَ

Sesungguhnya Nabi SAW mendengar seseorang mengatakan, "Labbaik an Syubrumah (Saya penuhi panggilan-Mu, melakukan haji untuk Syubrumah)"

Beliau bertanya: "Apakah anda telah menunaikan haji?"

Dia menjawab, "Belum."

Beliau bersabda, "Lakukan haji untuk dirimu dahulu, kemudian untuk Syubrumah."

Dan dalam sebagian riwayat lafadznya sbb:

هذه عنك، ثم حُجَّ عن شُبْرُمةَ

" Yang ini untuk mu, kamudian hajikan lah untuk Syubrumah ".

[HR. Abu Daud (1811), Ibnu Majah (2903), dan Al-Bayhaqi (8936).

DERAJAT HADITS:

Di nilai SHAHIH oleh Al-Daraqutni dalam ((Al-Sunan)) (2/517).

Dan sanadnya dinilai SHAHIH oleh Al-Bayhaqi, bahkan dia mengatakan:

ليس في هذا الباب أصح منه

"Tidak ada yang lebih SHAHIH darinya dalam bab ini"

Di SHAHIHKAN pula oleh Al-Juurqani dalam ((Al-Abaathil wa Al-Manaakir)) (2/138),

Al-Nawawi mengatakan dalam “Al-Majmu'” (7/117), dan Ibnu Al-Mulaqqin dalam “Khulasah Al-Badr Al -Munir” (1/345):

إسناده على شرط مسلم

Sanadnya sesuai dengan syarat Shahih Muslim.

Di Shahihkan pula oleh AL-ALBAANI dalam Shahih Ibnu Majah no. 2364.

Ibnu Katsir berkata dalam “Irsyad al-Faqih” (1/307):

الصحيح أنه موقوف على ابن عباس كما رواه الحفاظ

Pandangan yang benar adalah bahwa hal itu ditangguhkan pada Ibn Abbas sebagaimana diriwayatkan oleh para al-Hafidz.

Dan Ibnu Hajar al-Asqalaani menilainya Shahih dalam “Al-Ishoobah” (2/ 136).

An-Nawawi rahimahullah berkata:

"والجمهور على أن النيابة في الحج جائزة عن الميت والعاجز الميئوس من برئه ، واعتذر القاضي عياض عن مخالفة مذهبهم – أي: المالكية - لهذه الأحاديث في الصوم عن الميت والحج عنه بأنه مضطرب ، وهذا عذر باطل ، وليس في الحديث اضطراب ، ويكفى في صحته احتجاج مسلم به في صحيحه.

"Mayoritas (ulama) mengatakan bahwa mengghajikan orang lain itu dibolehkan untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang lemah (sakit) yang tidak ada harapan sembuh.

Qadhi Iyad berpendapat berbeda dengan mazhabnya –yakni Malikiyah- dengan tidak menganggap hadits (yang membolehkan) menggantikan puasa bagi orang meninggal dan menghajikannya. Dia berkesimpulan bahwa haditsnya mudhtharib (tidak tetap).

Alasan ini batil, karena haditsnya tidak mudhtharib. Cukuplah bukti kesahihan hadits ini manakala Imam Muslim menjadikannya sebagai hujah dalam Kitab shahihnya.
(Syarh An-Nawawi Ala Muslim, 8/27)

KE TIGA:

Dalil yang menunujukkan Qodho Puasa atas nama mayit itu bermanfaat baginya, meskipun bukan kedua orang tuanya:

HADITS: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ"

" Barangsiapa yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya (walau bukan ahli waris) yang mempuasakan dirinya”
(HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147).

HADITS: dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, dia berkata:

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُخْتِي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُخْتِكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ تَقْضِينَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَحَقُّ اللَّهِ أَحَقُّ


Seorang perempuan datang kepada Nabi SAW, seraya bertanya:

" Sesungguhnya SAUDARI-ku meninggal dan masih memiliki tanggungan puasa dua bulan berturut-turut ?".

Beliau SAW balik bertanya: " Bagaimana menurutmu, Jika saudarimu memiliki hutang lalu kamu melunasinya tidakkah menjadi lunas?"

Dia menjawab: " Iya ".

Lalu beliau SAW melanjutkan: "Maka hak-hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi."

[HR. Bukhori didalam no. 1953 secara mu'allaq dengan shigot Jazm. Dan oleh Muslim no.1148 secara maushuul, juga oleh Tirmidzi no. 716 dan Ibnu Majah no. 1758. Dan ini lafadz Tirmidzi]

Abu Isa Tirmidzi berkata:

وَفِي الْبَاب عَنْ بُرَيْدَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَعَائِشَةَ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ

Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Buraidah, Ibnu Umar, 'Aisyah.

Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] telah menceritakan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] dari [Al A'masy] dengan sanad seperti ini.

Dan Abu 'Isa berkata:

قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

" Hadits Ibnu Abbas adalah hadits hasan shahih".

PERNYATAAN IMAM BUKHORI:

Imam Bukhari rahimahullah menulisakan dalam Shahih nya: Bab (41), yaitu:

بَابُ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ

“Bab: Orang yang wafat dan meninggalkan hutang puasa”

Dalam bab ini, imam Bukhari ingin menjelaskan tetang hukum orang yang wafat dan meninggalkan hutang puasa, apakah wajib bagi kerabatnya untuk menunaikanya atau tidak?

Dalam bab ini imam Bukhari menyebutkan satu atsar dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah, dan dua hadits dari Aisyah dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum.

Imam Bukhari rahimahullah berkata:

وَقَالَ الحَسَنُ: " إِنْ صَامَ عَنْهُ ثَلاَثُونَ رَجُلًا يَوْمًا وَاحِدًا جَازَ ".

Dan Al-Hasan berkata: “Jika tiga puluh orang berpuasa untuknya dalam satu hari maka itu boleh”.

TAKHRIIJ atsar Al-Hasan Al-Bashri:

Diriwayatkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya “Tagliq At-Ta’liq” (3/189) melalui jalur imam Ad-Daraqutniy rahimahullah dalam kitabnya “Al-Mudabbaj”, ia berkata:

ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مخلد، ثَنَا مُحَمَّد بن هَارُون الفلاس، أَنا سعيد بن يَعْقُوب الطَّالقَانِي، أَنا عبد الله بن الْمُبَارك، ثَنَا سعيد بن عَامر، عَن أَشْعَث،

Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Harun Al-Fallas menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id bin Ya’qub Ath-Thaliqaniy memberitahukan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Al-Mubarak memberitakan kepada kami, ia berkata: Sa’id bin ‘Amir menceritakan kepada kami, dari Asy’ats:

عَن الْحسن؛ فِيمَن عَلَيْهِ صَوْم ثَلَاثِينَ يَوْمًا فَجمع لَهُ ثَلَاثِينَ رجلا فصاموا عَنهُ يَوْمًا وَاحِدًا، قَالَ: " أَجْزَأَ عَنهُ ".

Dari Al-Hasan; Ia ditanya tentang seseorang yang memiliki hutang puasa tiga puluh hari, kemudian ia mengumpulkan tiga puluh orang kemudian masing-masing berpuasa untuknya sehari?

Al-Hasan menjawab: “Itu cukup baginya”.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari bahwa hal tersebut benar jika puasanya tidak disyaratkan untuk dibayar secara berurutan, jika puasanya disyaratkan berurutan maka itu tidak mecukupi karena puasa tersebut tidak berurutan. [Fathul Bariy 4/224]

Kemudian Imam Bukhori menyebutkan Hadits 'Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ"

" Barangsiapa yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya (walau bukan ahli waris) yang mempuasakan dirinya”
(HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147).

FATWA SYAIKH BIN BAAZ:

Syeikh bin Baaz berkomentar tentang hadits qodho puasa atas nama mayit:

إن حديث النبي عليه الصلاة والسلام عام يعم صوم النذر وصوم رمضان إذا تأخر المسلم في قضائه تكاسلًا مع القدرة أو صوم الكفارات، فمن ترك ذلك صام عنه وليه، والولي هو القريب من أقاربه، وإن صام غيره أجزأ ذلك.

Hadits Nabi SAW ini bersifat umum, mencakup puasa nadzar dan puasa Ramadhan, jika seorang muslim menunda-nunda qadha puasa karena malas padahal dia mampu, atau puasa kaffaarat; dengan demikian barang siapa meninggalkannya, maka walinya berpuasa atas namanya. Dan wali itu adalah salah seorang kerabat dari kerabat-kerabatnya, namun jika orang lain bukan kerabatnya yang berpuasa, maka itu sudah cukup [sah].

[Sumber: مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 25/208)]

KEEMPAT:

Dalil yang menunjukkan bahwa membayar hutang mayit itu bermanfaat baginya, yaitu bisa membebaskan beban dan tanggungan mayit darinya. Meskipun mayit tsb bukan orang tuannya.

Hisamuddin 'Affaanah dalam المفصل في أحاكم الأضحية hal. 169 berkata:

" وأجمع المسلمون على أن قضاء الدين يسقطه من ذمة الميت، ولو كان من أجنبي ومن غير تركته ".

Kaum Muslimin sepakat dengan berijma': bahwa membayari hutang mayit bisa membebaskan beban dan tanggung akhirat atas mayit, meskipun pembayaran itu dari orang asing dan bukan dari harta peninggalannya.

Berikut ini hadits-hadits yang berkenaan dengan pembebasan hutang mayit oleh orang yang melunasinya:

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ’anhu ia mengatakan,

تُوفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا، فغسَّلْناه، وحنَّطْناه، وكفَّنَّاه، ثم أَتَيْنا به رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقُلنا: تُصلِّي عليه؟ فخَطا خُطًى، ثم قال: أعليه دَينٌ؟ قلنا: دينارانِ، فانصَرَفَ، فتحَمَّلَهما أبو قَتادَةَ، فقال أبو قَتادَةَ: الدِّنيارانِ عليَّ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: حَقُّ الغَريمِ، وبَرِئَ منهما الميِّتُ؟ قال: نَعَمْ، فصلَّى عليه.

“Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah SAW.

Dan kami bertanya: ‘Apakah baginda akan menyalatkannya?’

Beliau melangkah beberapa langkah kemudian bertanya: ‘Apakah ia mempunyai hutang?’

Kami menjawab: ‘Dua dinar.’

Lalu beliau SAW mau kembali pulang. Maka Abu Qatadah bersedia menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya, Abu Qotadah berkata: ‘Dua dinar itu menjadi tanggunganku.’

Lalu Rasulullah SAW bersabda: ‘Betul-betul Engkau tanggung hutang mayit sampai lunas?’

Qatadah menjawab: ‘Iya betul’.

Maka Nabi pun menshalatinya.

[HR. Abu Daud (3343), An-Nasa'i (1962) dengan lafadz yang semisal, dan Ahmad (14576) dengan sedikit perbedaan.

Di Shahihkan oleh Ibnu Utsaimin dalam Syarah Bulughul Maram 4/153 dan dihasankan Al Albani dalam Ahkamul Jana’iz hal. 27.

Lafadz lain: Dari Jabir RA, dia berkata:

تُوُفِّـيَ رَجُلٌ ، فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ ، ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُوْلَ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَيْهِ ، فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ ؟ فَخَطَا خُطًى ، ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ قُلْنَا: دِينَارَانِ ، فَانْصَرَفَ فَتَحَمَّلَهُمَـا أَبُوْ قَتَادَةَ ، فَأَتَيْنَاهُ ، فَقَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ: الدِّيْنَارَانِ عَلَيَّ ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((أُحِقَّ الْغَرِيْمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَـا الْـمَيِّتُ ؟)) قَالَ: نَعَمْ ، فَصَلَّى عَلَيْهِ.

ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذٰلِكَ بِيَوْمٍ: ((مَا فَعَلَ الدِّينَارَانِ ؟)) فَقَالَ: إِنَّمَـا مَاتَ أَمْسِ ، قَالَ: فَعَادَ إِلَيْهِ مِنَ الْغَدِ ، فَقَالَ: لَقَدْ قَضَيْتُهُمَـا ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((الْآنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ)).

Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya.

Kemudian kami mendatangi Rasulullah SAW dan kami tanyakan: " Apakah baginda akan menyolatkannya? }.

Beliau melangkah beberapa langkah, kemudian bertanya: "Apakah ia mempunyai hutang?".

Kami menjawab: " Dua dinar".

Lalu beliau hendak kembali pulang. Maka Abu Qotadah menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: " Dua dinar itu menjadi tanggunganku".

Lalu Rasulullah SAW bertanya: "Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas darinya."

Ia menjawab: Ya. Maka beliau menshalatinya.

Kemudian setelah hari itu maka Rasulullah SAW bertanya pada Abu Qotadah: ‘Apa yang telah dilakukan oleh dua dinar itu ?’

Maka Abu Qatadah berkata: “Sesungguhnya ia baru meninggal kemarin.’”

Jabir berkata, ‘Maka Rasulullah mengulangi pertanyaan itu keesokan harinya. Maka Abu Qatadah berkata: ‘Aku telah melunasinya wahai Rasulullah!’

Maka Rasulullah bersabda: ‘Sekarang barulah dingin kulitnya!’”

[HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Lihat Bulughul Maram 900/1597]

Semua ini sesuai dengan prinsip qaidah-qaidah Syar'iyah, dan ini adalah analogi murni [Qiyas Mahdho], karena pahala adalah hak bagi yang mengamalkannya, dengan demikian jika dia menghibahkannya kepada saudaranya yang Muslim, maka tidak ada yang menghalanginya dari itu. Meskipun yang menghibahkannya bukan anaknya yang shaleh, dan yang dihibahinya bukan kedua orang tuanya.

Seperti halnya seseorang tidak ada yang melarang untuk menghibahkan hartanya kepadanya pada semasa hidupnya, dan begitu juga membebaskan hutangnya padanya setelah dia wafat.

*****

PENDAPAT KEDUA: 
TIDAK BOLEH BERSEDEKAH ATAS NAMA MAYIT, KECUALI UNTUK KEDUA ORANG TUANYA.

======

Ini adalah pendapat Asy-Syaukani dan Syeikh al-Albaani . 

Mereka berdua menyatakan: " Bahwa bersedekah atas nama mayit hanya diperbolehkan untuk kedua orang tua. Dan hadiah pahala sedekah untuk mayit itu tidak akan sampai, kecuali kepada kedua orang tua. Kepada selainnya, maka tidak akan sampai".

[Lihat: ((Neil Al-Awthar)) oleh Al-Syawkani (4/112), ((Ahkam Al-Janaa'iz)) oleh Al-Albani (hal.: 173)]

DALIL IMAM ASY-SYAUKANI DAN SYEIKH AL-ALBAANI:

Mereka berdua yang mengatakan bahwa pahala sedekah dan pahala lainnya tidak bisa dihadiahkan kepada mayit, kecuali dihadiahkan kepada kedua orang tuanya:

DALIL KE 1:

Al-Shawkani berkata dalam Nayl Al-Awtar (4/79):

وأحاديث الباب تدل على أن الصدقة من الولد تلحق الوالدين بعد موتهما بدون وصية منهما، ويصل إليهما ثوابها، فيخصص بهذه الأحاديث عموم قوله تعالى:

(وَاَنۡ لَّيۡسَ لِلۡاِنۡسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ).

ولكن ليس في أحاديث الباب إلا لحوق الصدقة من الولد، وقد ثبت أن ولد الانسان من سعيه فلا حاجة إلى دعوى التخصيص، وأما من غير الولد فالظاهر من العموميات القرآنية أنه لا يصل ثوابه إلى الميت، فيوقف عليها، حتى يأتي دليل يقتضي تخصيصها ".

Artinya: Dan hadits-hadits dalam bab ini menunjukkan bahwa sedekah dari anak itu sampai pada kedua orang tua setelah kematian mereka, meskipun tanpa wasiat dari mereka, dan pahalanya sampai kepada mereka.

Hadits-hadits ini mengkhususkan keumuman yang ada dalam firman Allah SWT:

وَاَنۡ لَّيۡسَ لِلۡاِنۡسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ

(Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya) [QS. An-Najm: 39]

Akan tetapi tidak ada yang lain dalam hadits-hadits bab ini kecuali sampainya pahala sedekah itu hanya dari seorang anak.

Dan telah ada ketetapan hadits bahwa anak itu berasal dari hasil usaha orang tuanya, maka tidak perlu adanya dalil yang mengkhususkan.

Dan adapun pahala sedekah orang lain selain anak, maka yang nampak dari keumuman dalil Al-Qur'an bahwa pahalanya tidak akan sampai kepada mayit. Maka hukumnya harus dihentikan di situ sampai ada dalil yang mengkhususkannya.

Syeikh al-Albaani setelah mengutip perkataan asy-Syaukani, dia berkata:

قلت: وهذا هو الحق الذي تقضيه القواعد العلمية، أن الآية على عمومها وأن ثواب الصدقة وغيرها يصل من الولد إلى الوالد لأنه من سعيه بخلاف غير الولد

Aku berkata: Dan ini adalah yang benar [hak] yang selaras dengan kaidah-kaidah ilmiah, bahwa ayat tersebut umum dan bahwa pahala sedekah dan pahala lainnya hanya sampai dari anak ke ayah; Karena anak itu dari usaha orang tuanya, berbeda dengan yang bukan anak nya". [Ahkaam al-Janaa'iz 1/173]

BANTAHAN TERHADAP ALBAANI dan SYAUKANI :

Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah berkata:

" إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَقُلْ: إنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَنْتَفِعُ إلَّا بِسَعْيِ نَفْسِهِ وَإِنَّمَا قَالَ: {لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى} فَهُوَ لَا يَمْلِكُ إلَّا سَعْيَهُ وَلَا يَسْتَحِقُّ غَيْرَ ذَلِكَ. وَأَمَّا سَعْيُ غَيْرِهِ فَهُوَ لَهُ كَمَا أَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَمْلِكُ إلَّا مَالَ نَفْسِهِ وَنَفْعَ نَفْسِهِ، فَمَالُ غَيْرِهِ وَنَفْعُ غَيْرِهِ هُوَ كَذَلِكَ لِلْغَيْرِ ".

Allah SWT tidak mengatakan: Manusia tidak akan mendapatkan manfaat kecuali dari apa yang telah diusahakan oleh dirinya sendiri, akan tetapi dia hanya mengatakan:

" Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya" (QS. An-Najm: 39)

Maka dia tidak memiliki apa-apa selain hasil usahanya, dan dia tidak berhak mendapatkan apa pun selain itu.

Adapun hasil usaha orang lain maka itu untuknya, sebagaimana seseorang tidak memiliki apa-apa selain harta miliknya sendiri dan manfaat yang ada pada dirinya sendiri. Begitu pula harta orang lain dan manfaat yang dimiliki orang lain, itu adalah milik orang lain.

Lalu Ibnu Taimiyah memberikan sebuah analogi:

لَكِنْ إذَا تَبَرَّعَ لَهُ الْغَيْرُ بِسَعْيِهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ كَمَا يَنْفَعُهُ بِدُعَائِهِ لَهُ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ.

وَهُوَ ‌يَنْتَفِعُ ‌بِكُلِّ ‌مَا ‌يَصِلُ ‌إلَيْهِ ‌مِنْ ‌كُلِّ ‌مُسْلِمٍ ‌سَوَاءٌ ‌كَانَ ‌مِنْ ‌أَقَارِبِهِ ‌أَوْ ‌غَيْرِهِمْ ‌كَمَا ‌يَنْتَفِعُ ‌بِصَلَاةِ ‌الْمُصَلِّينَ ‌عَلَيْهِ وَدُعَائِهِمْ لَهُ عِنْدَ قَبْرِهِ

AKAN TETAPI: Jika orang lain [yang masih hidup] mendermakan amalannya untuknya [yakni mayit], maka Allah akan memberi manfaat bagi mayit dengan itu, sama halnya dia mendapat manfaat dari doa orang hidup untuknya dan juga dari sedekahnya atas namanya.

Dan dia [yakni mayit] akan mendapat manfaat dari segala sesuatu yang sampai padanya dari amalan setiap Muslim, apakah dia itu dari kerabatnya atau orang lain. Sama halnya dengan mayit yang mendapat manfaat dari shalatnya orang-orang yang menshalati jenazahnya dan dari doa-doa mereka untuknya di sisi kuburannya. [Majmu' Fataawaa 24/367.]

Begitu pula Ibnu al-Qayyim memberikan jawaban dengan sebuah analogi:

أنَّ وُصولَ ثَوابِ الصَّدقةِ إلى الميِّتِ هو محضُ القِياسِ؛ فإنَّ الثوابَ حقٌّ للعامِلِ، فإذا وهَبَه لأخيه المُسلمِ لم يمنعْ مِن ذلك، كما لم يمنَعْ مِن هِبَةِ مالِه في حياتِه وإبرائِه له مِن بَعدِ مَوتِه

Bahwa sampainya pahala sedekah untuk orang mati adalah murni analogi sbb:

Pahala adalah hak bagi orang yang beramal kebajikan, namun jika ia menghibahkan-nya kepada saudaranya yang muslim, maka ia tidak terhalang dari nya. Sama halnya tidak terhalang untuk menghibahkan hartanya semasa hidupnya dan begitu juga membebaskan hutang seseorang setelah kematiannya. [Baca: ((Ar-Ruuh oleh Ibnu Al-Qayyim)) (hal.: 122)]

Penulis kitab Syarah Aqidah ath-Thahawiyah mengatakan:

" والدليل على انتفاع الميت بغير ما تسبب فيه الكتاب والسنة والإجماع والقياس الصحيح ".

[Dalil yang menunjukkan bahwa orang yang sudah meninggal bisa mengambil manfaat dari sesuatu yang bukan disebabkan oleh dirinya adalah Al-Quran, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas yang shahih. [Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal 516].

DALIL ALBANI DAN SAYUKANI YANG KE 2:

Hadits Abu Hurairah (RA) bahwa Rasulullah SAW bersabda:

وقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ)

“Jika manusia itu mati, maka akan putus amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang mendo’akan-nya.” (HR. Muslim: 1631)

FIQIH HADITS:

Dalam hadits diatas di sebutkan: “..... ANAK SHALEH yang mendo’akan-nya.”

Ini menunjukkan bahwa orang yang meninggal itu terputus amalnya kecuali jika dia punya anak yang shaleh yang senantiasa mendoakannya. Dengan demikian maka orang yang bukan anaknya tidak akan diterima do'anya untuk orang yang sudah meninggal, termasuk tidak diterima sedekah atas nama-nya atau kirim hadiah pahala sedekah untuknya.

BANTAHAN TERAHADAP ALBANI DAN SYAUKANI :

Para ulama telah sepakat secara Ijma' bahwanya sesama kaum muslimin dianjurkan untuk saling mendoakan, terutama mendo'akan orang-orang beriman yang telah wafat mendahului nya, meskipun mereka yang didoakan itu bukan orang tua nya, dan walaupun yang mendoakannya bukan anaknya yang shaleh.

Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ࣖ

" Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” [QS. Al-Hasyr: 10]

Hadits Utsman bin Affan radhiallahu anhu, dia berkata:

كانَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ ، إذا فرغَ مِن دفنِ الميِّتِ وقفَ علَيهِ ، فقالَ: استغفِروا لأخيكُم ، وسَلوا لَهُ التَّثبيتَ ، فإنَّهُ الآنَ يُسأَلُ

“Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai menguburkan mayat, beliau berdiri dan mengatakan, “Mintakan ampunan untuk saudara anda semua, dan mohonkan kepadanya keteguhan. Karena dia sekarang sedang ditanya.”

[HR. Abu Daud no. (3221), dan kata-katanya adalah miliknya, al-Bazzar (445), dan Ibnu as-Sunni dalam ((عمل اليوم والليلة)) no. (585)].

(Dinyatakan shahih oleh Al-Albany di Ahkamu Al-Janaiz, hal. 198 dan di hasankan oleh al-Waadi'ii dlam ash-Shahih al-Musnad 933)

Doa ini ada secara mutlak (umum) tanpa ada batasan sekali

Syekh Bin Baz rahimahullah mengatakan:

"فيستحب للمشيعين إذا فرغوا من الدفن أن يقفوا على الميت، وأن يدعوا له بالمغفرة والثبات ما شاء الله من الوقفة"

“Dianjurkan bagi pelayat ketika selesai dikuburkan hendaknya berdiri di atas kuburan mayat dan berdoa memohon ampunan dan keteguhan untuknya tanpa terbatas waktu berdirinya.” (Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darbi, 1/346)

Hadits doa sholat Jenazah yang menunjukkan bahwa orang yang sudah mati bisa mendapat manfaat dari amalan orang yang masih hidup, meskipun bukan anaknya yang shaleh:

Hadits Auf bin Malik al-Asyja'i (RA), dia berkata:

 صَلَّى رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ علَى جِنَازَةٍ، فَحَفِظْتُ مِن دُعَائِهِ وَهو يقولُ:

(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ ، وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ ، وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ)

Rosulullah SAW pernah menshalati Jenazah, maka aku menghafal doanya saat dia berdoa:

Ya Allah, ampunilah dia (mayit), berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air, salju dan air es.

Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran.

Gantikanlah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.[HR. Muslim no. 963]

Hadits Abu Hurairah, ia berkata;

صَلَّى رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَلى جَنَازَةٍ فَقَالَ: (اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا ، اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الْإِيمَانِ ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الْإِسْلَامِ ، اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ ، وَلَا تُضِلَّنَا بَعْدَهُ)

Rasulullah SAW penah menshalati jenazah kemudian beliau mengucapkan:

(Ya Allah, ampunilah orang-orang yang masih hidup diantara kami, dan yang telah mati, anak kecil dan yang dewasa kami, laki-laki kami dan wanita kami, orang-orang yang hadir diantara kami dan yang tidak hadir. Ya Allah, siapapun diantara kami yang Engkau hidupkan maka hidupkanlah di atas keimanan dan siapapun diantara kami yang Engkau wafatkan maka wafatkanlah dalam keadaan beragama Islam, ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari mendapatkan pahalanya dan janganlah Engkau sesatkan kami setelah kematiannya!"
[HR. Abu Daud no. 3201. Di shahihkan al-Albaani]

Di Atas sebelumnya menyebutkan pendapat kedua, penulis telah menyebutkan:

DALIL KE 7: DALIL YANG MENUNJUKKAN BAHWA MAYIT BISA MENDAPAT MANFAAT DARI AMALAN ORANG YANG MASIH HIDUP, MESKIPUN MAYIT ITU BUKAN KEDUA ORANG TUANYA.

Silahkan di lihat kembali !!!.




Posting Komentar

0 Komentar