Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MEMBANGUN MASJID DENGAN DANA HARAM


Di Susun oleh Abu Haitsam

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

DAFTAR ISI:

  • PERTAMA: FATWA SYEIKH BIN BAAZ RAHIMAHULLAH
  • KEDUA: FATWA ISLAMQA NO. 75410 . Publikasi: 20-10-2005
  • KETIGA: FATWA ISLAMWEB No.: 17161.
  • SEBAGIAN PARA ULAMA ADA JUGA YANG MELARANGNYA:

بسم الله الرحمن الرحيم

PERTAMA: FATWA SYEIKH BIN BAAZ RAHIMAHULLAH

Bagaimana hukum membangun masjid dari penghasilan yang haram?

مَا حُكْمُ بَنَاءِ الْمَسَاجِدِ مِنْ كَسْبٍ حَرَامٍ

PERTANYAAN:

تَرَدُّدُ فِي الْآوَنَةِ الْأُخْرَى بَنَاءُ الْمُغَنِّيِينَ لِلْمَسَاجِدِ، مَا حُكْمُ ذَلِكَ؟ وَإِذَا كَانَ حَرَامًا فَلِمَاذَا لَا يُمَنَّعُ؟

Belakangan ini muncul keraguan tentang pembangunan masjid oleh para penyanyi [artis]. Apa hukumnya? Jika haram, mengapa tidak dicegah?

JAWABAN:

بَنَاءُ الْمَسْجِدِ صَحِيحٌ مِنْ ذَلِكَ، لَكِنَّ يَنْبَغِي أَنْ تُصَرَّفَ فِيهِ النَّفَقَةُ الطَّيِّبَةُ، فَإِذَا تَمَّ الْبُنْيَانُ مِنْ مَالٍ حَرَامٍ: مِنْ غِنَاءٍ، أَوْ مِنْ بَنْكٍ، أَوْ كَذَا؛ صَحَّ وَصُلِّيَ فِيهِ، وَلَا يَضُرُّ، وَالْإِثْمُ عَلَى مَنْ كَسَبَ الْحَرَامِ.

وَأَمَّا الْمَسْجِدُ فَهُوَ وَجْهٌ خَيْرِيٌّ، وَهَكَذَا الْجُهَاتُ الْخَيْرِيَّةُ تُصَرَّفُ فِيهَا الْأَمْوَالُ الضَّائِعَةُ وَالْأَمْوَالُ الْمَكْسُوبَةُ مِنْ طُرُقٍ غَيْرِ طَيِّبَةٍ؛ لِأَنَّهَا أَمْوَالٌ ضَائِعَةٌ، أَمْوَالٌ لَيْسَ لَهَا مَالِكٌ فِي الْحَقِيقَةِ، فَتُصَرَّفُ فِي إِصْلَاحِ الطَّرُقَاتِ، فِي إِصْلَاحِ دَوَرَاتِ الْمِيَاهِ، فِي الصَّدَقَةِ عَلَى الْفُقَرَاءِ، فِي قَضَاءِ الدَّيْنِ عَنْ الْمَدِينِيِّنَ، فِي تَزْوِيجِ الْمُحْتَاجِينَ؛ لِأَنَّهَا أَمْوَالٌ شَبِهَ ضَائِعَةٌ، لَيْسَ لَهَا مَالِكٌ فِي الْحَقِيقَةِ.

وَهَكَذَا مَهْرُ الْبَغْيِ، وَحِلْوَانُ الْكَاهِنِ، وَهَكَذَا مَا أُخِذَ مِنَ الرِّبَا وَهَدَّى اللَّهُ صَاحِبَهُ؛ يُصَرَّفُ فِي وُجُوهِ الْبِرِّ، لَكِنَّ يَنْبَغِي تَنَزُّهُ الْمَسَاجِدِ عَنْ هَذَا، وَأَلَّا يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا النَّفَقَةَ الطَّيِّبَةَ، لَكِنْ مَتَى بُنِيَ مِنْ كَسْبٍ لَيْسَ بِطَيِّبٍ؛ صَحَّتْ الصَّلَاةُ فِيهِ وَلَا يُهَدَّمُ.

Pembangunan masjidnya adalah sah dalam hal ini. Namun, sebaiknya menggunakan dana yang baik untuk itu.

Jika pembangunannya menggunakan uang haram seperti hasil bernyanyi, atau dari bank, atau sejenisnya, maka pembangunan tersebut tetap sah dan salat di dalamnya tidak terganggu. Namun, dosa jatuh pada orang yang memperoleh harta haram tersebut.

Adapun masjid itu sendiri adalah wakaf yang bermanfaat.

Begitu juga dengan lembaga amal yang menggunakan dana yang terbuang atau dana yang diperoleh dari jalur yang tidak baik. Hal ini dilakukan karena dana tersebut adalah dana yang terbuang, pada hakikatnya dana tersebut tidak ada pemiliknya yang jelas, maka boleh digunakan untuk memperbaiki jalan, memperbaiki toilet, memberikan sedekah kepada fakir miskin, membantu melunasi hutang orang yang berhutang, atau menikahkan orang yang membutuhkan. Karena itu adalah dana yang mirip dengan harta terbuang yang tidak ada pemiliknya secara hakiki .

Demikian juga mahar PELACUR, upah DUKUN, dan uang yang diperoleh dari RIBA - semoga Allah memberikan hidayah pelakunya - boleh digunakan untuk hal-hal kebaikan. Namun, sebaiknya masjid tetap dijauhkan dari hal tersebut, dan hanya dana yang baik saja yang digunakan di dalamnya. Namun, jika masjid dibangun dengan dana yang tidak baik, maka shalat di dalamnya tetap sah dan tidak perlu dihancurkan atau dirobohkan.

[ فتاوى الدروس للشيخ بن باز / ما حكم بناء المساجد من كَسْبٍ حرام؟].

------

KEDUA: FATWA ISLAMQA NO. 75410 . 
Publikasi: 20-10-2005

Dibawah bimbingan Syeikh Muhammad Shalih al-Munajjid

Hukum Membangun Masjid Atau Menambah Masjid Dengan Harta Yang Diharamkan

Pertanyaan

Bolehkah sebuah masjid atau perluasannya untuk balai pertemuan yang berdekatan dengan masjid untuk keperluan umum di mana direncanakan jumah salat ramadhan dan salat Ied, dibangun dengan sumbangan yang tidak halal, padahal pengurus masjid mengetahuinya.

JAWABANNYA:

Alhamdulillah.

Harta yang diharamkan adalah haram dengan sendirinya, atau haram karena cara perolehannya. 

Jika harta itu sendiri diharamkan, seperti harta rampasan dan harta curian, maka tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk memanfaatkannya jika dia mengetahui bahwa harta itu dicuri dari si fulan, melainkan harus dikembalikan kepada pemiliknya. 

Cara bertobat dari pemerasan uang ini adalah dengan mengembalikannya kepada pemiliknya. Tidaklah cukup bagi perampok untuk menyumbangkannya untuk pembangunan masjid ketika dia mampu mengembalikannya kepada pemiliknya. 

Akan tetapi, jika dia tidak mampu mengembalikannya kepada pemiliknya (seperti uang yang telah dirampas dengan paksa [gashab] oleh sebagian pemerintahan yang menzalimi rakyat), maka tidak mengapa membelanjakannya untuk kepentingan umum umat Islam, termasuk membangun masjid. 

Syeikhul-Islam Ibnu Taymiyah (semoga Allah merahmatinya) mengatakan dalam al-Siyaasah al-Shar'iyyah (hal. 35): 

إذا كانت الأموال قد أُخِذَتْ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَدْ تَعَذَّرَ رَدُّهَا إِلَى أَصْحَابِهَا كَكَثِيرٍ مِنَ الْأَمْوَالِ السُّلْطَانِيَّةِ (أَيْ الَّتِي غَصَبَهَا السُّلْطَانُ)؛ فَالْإِعَانَةُ عَلَى صَرْفِ هَذِهِ الْأَمْوَالِ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ كَسَدَادِ الثُّغُورِ وَنَفَقَةِ الْمُقَاتِلَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ: مِنَ الْإِعَانَةِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى؛ إِذْ الْوَاجِبُ عَلَى السُّلْطَانِ فِي هَذِهِ الْأَمْوَالِ - إِذَا لَمْ يَمْكَنْ مَعْرِفَةُ أَصْحَابِهَا وَرَدُّهَا عَلَيْهِمْ وَلَا عَلَى وَرَثَتِهِمْ - أَنْ يُصَرِّفَهَا - مَعَ التَّوْبَةِ إِنْ كَانَ هُوَ الظَّالِمُ - إِلَى مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ. هَذَا هُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ كَمَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَدَ وَهُوَ مَنْقُولٌ عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَعَلَى ذَلِكَ دَلَّتْ الْأَدِلَّةُ الشَّرْعِيَّةُ...وَإِنْ كَانَ غَيْرُهُ قَدْ أَخَذَهَا فَعَلَيْهِ هُوَ أَنْ يَفْعَلَ بِهَا ذَلِكَ" انتَهَى.

Jika harta itu diambil secara tidak sah dan dia tidak dapat mengembalikannya kepada pemiliknya, seperti kebanyakan kekayaan pemerintah (yang mereka rampas dengan paksa dari rakyat ), maka membantu membelanjakan harta tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan umat Islam, seperti seperti menjaga perbatasan [dari musuh (ribath)], menutupi biaya operasional pasukan dan sebagainya adalah semacam membantu dalam kebenaran dan kesalehan.

Karena kewajiban atas penguasa terhadap semua harta ini - jika penguasa tidak dapat menemukan pemiliknya dan mengembalikannya kepada mereka atau ahli waris mereka - adalah membelanjakannya untuk kepentingan kaum muslimin, serta bertaubat jika dia yang berbuat zalim. 

Ini adalah pendapat mayoritas para ulama seperti Maalik, Abu Hanifah, dan Ahmad. Diriwayatkan juga dari lebih dari satu shahabat dan ini yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syar'i . …. Bahkan jika orang lain mengambilnya secara tidak sah, maka dia tetap harus melakukannya dengan cara seperti itu". [Akhiri kutipan].

Adapun harta yang diharamkan karena cara memperolehnya, yaitu harta yang diperoleh seseorang dengan cara yang diharamkan, seperti menjual miras dan bertransaksi riba, atau bayaran untuk bernyanyi dan pelacuran dan sebagainya. Harta ini diharamkan hanya bagi yang mendapatkannya dengan cara-cara tersebut . 

Adapun jika orang lain mengambilnya dari pelaku maksiat itu dengan cara yang mubah , maka tidak ada dosa bagi orang lain ini , contohnya seperti: jika dia menyumbangkannya untuk membangun masjid, atau memberikannya sebagai upah kepada seorang pekerja yang melakukan pekerjaan untuk masjid, atau dia membelanjakannya untuk istri atau anak-anaknya – tidak diharamkan bagi mereka untuk memanfaatkannya, melainkan diharamkan hanya bagi orang yang mendapatkannya dengan cara yang haram.

Cara bertaubat dari harta haram adalah dengan melepaskan diri darinya, dan membelanjakannya untuk amal kebajikan, termasuk membangun masjid. 

Imam An-Nawawi (semoga Allah merahmatinya) mengatakan dalam al-Majmu' (9/330): 

قَالَ الْغَزَالِيُّ: إِذَا كَانَ مَعَهُ مَالٌ حَرَامٌ وَأَرَادَ التَّوْبَةَ وَالْبَرَاءَةَ مِنْهُ - فَإِنْ كَانَ لَهُ مَالُكَ مُعَيَّنٌ - وَجَبَ صَرْفُهُ إِلَيْهِ أَوْ إِلَى وَكِيلِهِ، فَإِنْ كَانَ مَيِّتًا وَجَبَ دَفْعُهُ إِلَى وَارِثِهِ، وَإِنْ كَانَ لِمَالِكٍ لَا يَعْرِفُهُ وَيَئِسَ مِنْ مَعْرِفَتِهِ فَيَنْبَغِي أَنْ يُصَرِّفَهُ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ الْعَامَّةِ، كَالْقَنَاطِرِ وَالرَّبْطِ وَالْمَسَاجِدِ، وَنَحْوِ ذَٰلِكَ مِمَّا يَشْتَرِكُ الْمُسْلِمُونَ فِيهِ، وَإِلَّا يَتَصَدَّقُ بِهِ عَلَىٰ فَقِيرٍ أَوْ فُقَرَاءٍ... وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ الْغَزَالِيُّ ذَكَرَهُ آخَرُونَ مِنَ الْأَصْحَابِ، وَهُوَ كَمَا قَالُوهُ، لِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ إِتْلَافُ هَذَا الْمَالِ وَرَمْيُهُ فِي الْبَحْرِ، فَلَمْ يَبْقَ إِلَّا صَرْفُهُ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ، وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ أَعْلَمُ. انتَهَى.

Al-Ghazaali berkata: Jika dia memiliki harta haram dan dia ingin bertobat dan terbebas darinya – maka jika harta itu ada pemiliknya yang tertentu maka dia harus mengembalikannya kepadanya atau kepada wakilnya. Jika dia meninggal maka dia harus memberikannya kepada ahli warisnya. 

Jika harta itu milik orang yang tidak dikenal dan tidak ada harapan untuk menemukannya, maka hendaknya ia membelanjakannya untuk kepentingan umum kaum muslimin, seperti jembatan, pos perbatasan [ribath] dan masjid, dan hal-hal lain yang dimiliki bersama oleh kaum muslimin. Kalau tidak, dia dapat memberikannya sebagai amal kepada orang miskin. 

Inilah yang dikatakan al-Ghazaali dan apa yang disebutkan oleh sahabat kami lainnya, dan sebagaimana yang mereka katakan, karena tidak diperbolehkan menghancurkan kekayaan ini atau membuangnya ke laut. Tidak ada pilihan lain selain membelanjakannya untuk kepentingan umat Islam. Wallaahu a'lam ". 

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum shalat di masjid yang dibangun dengan uang haram. Dia menjawab: 

الصَّلَاةُ فِيهِ جَائِزَةٌ وَلَا حَرَجَ فِيهَا؛ لِأَنَّ الَّذِي بَنَاهُ مِنْ مَالٍ حَرَامٍ رُبَّمَا يَكُونُ أَرَادَ فِي بُنَائِهِ أَنْ يَتَخَلَّصَ مِنَ الْمَالِ الْحَرَامِ الَّذِي اكْتَسَبَهُ، وَحِينَئِذٍ يَكُونُ بُنَاؤُهُ لِهَذَا الْمَسْجِدِ حَلَالًا إِذَا قَصَدَ بِهِ التَّخَلُّصَ مِنَ الْمَالِ الْحَرَامِ، وَإِنْ كَانَ التَّخَلُّصُ مِنَ الْمَالِ الْحَرَامِ لَا يَتَعَيَّنُ بِبُنَاءِ الْمَسَاجِدِ، بَلْ إِذَا بَذَلَهُ الْإِنْسَانُ فِي مَشْرُوعٍ خَيْرِيٍّ حَصُلَتْ بِهِ الْبَرَاءَةُ. انتَهَى.

Dibolehkan shalat di dalamnya dan tidak ada hal yang memberatkan , karena orang yang membangunnya dari harta haram bisa saja berniat membangunnya untuk melepaskan dirinya dari harta haram yang diperolehnya, dalam hal ini dibolehkan baginya membangun masjid ini, jika niatnya untuk menghilangkan harta haram. 

Namun demikian menghilangkan harta haram tidak hanya dilakukan dengan membangun masjid, akan tetapi jika seseorang membelanjakannya untuk proyek amal apa pun, maka dia telah mencapai tujuan yang sama. [Akhiri kutipan]. 

Majmu' Fataawa Ibnu 'Utsaimin, 12/soal no. 304. Lihat juga al-Sharh al-Mumti', 4/344. 

Dan Allah tahu yang terbaik.

-----

KETIGA: FATWA ISLAMWEB

----

حُكْمُ الصَّلاةِ بِمَسْجِدِ بُنِيَ بِمَالٍ حَرَامٍ

Hukum shalat di masjid yang dibangun dengan uang haram

Fatwa Islam Web. No.: 17161

Tanggal publikasi: Minggu 22 Rabi` al-Awwal 1423 H - 6/2/2002 M

PERTANYAAN:

قَامَ شَخْصَانِ بِهَدْمِ مَسْجِدٍ وَبَنَاءِ آخَرٍ مَكَانَهُ جَدِيدًا أَكْبَرَ مِنْهُ حَجْمًا وَقَدْ تَكَفَّلاَ بِالتَّكَالِيفِ، إِلاَّ أَنَّ بَعْضَ الْمُحْسِنِينَ سَاهَمُوا فِي بَنَائِهِ، وَلَكِنْ هَذَيْنِ الشَّخْصَيْنِ يَعْمَلَانِ فِي الْغَرْبِ فِي التِّجَارَةِ، وَكَمَا تَعْلَمُونَ أَنَّ بَعْضَ الأَمْوَالِ تَأْتِي مِنْ بَيْعِ الْمُحْرَمَاتِ، مَثَلًا: الْخَمْرِ، وَالْخِنْزِيرِ، فَهَلْ يَجُوزُ الصَّلاَةُ فِيهِ لِلنَّاسِ؟ وَهَلْ لِلْمُتَبَرِّعِينَ أَجْرٌ فِي ذَلِكَ؟ وَكَذَلِكَ مَنْ سَاهَمَ مَعَهُمْ فِي بَنَائِهِ؟ أَفْتُونَا مَأْجُورِينَ.

Ada dua orang telah merobohkan sebuah masjid dan membangun yang baru di tempatnya yang lebih besar, mereka bertanggung jawab atas biaya tersebut. Namun ada juga beberapa dermawan turut berpartisipasi dalam pembangunannya. Akan tetapi, kedua orang ini bekerja di BARAT dalam bisnis perdagangan. Seperti yang Anda ketahui, sebagian dananya diperoleh dari penjualan barang yang diharamkan, seperti minuman keras dan babi.

Apakah diperbolehkan bagi orang-orang untuk melaksanakan shalat di dalamnya?

Apakah para dermawan mendapatkan pahala dalam hal ini? Begitu pula dengan mereka yang turut serta dalam pembangunan?

Mohon berikan fatwa kepada kami, semoga Anda mendapatkan pahala yang besar.

JAWABAN:

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَمَّا بَعْدُ:

فَإِنْ كَانَ هَذَانِ الرَّجُلَانِ بَنَيَا الْمَسْجِدَ مِنْ مَالِهِمَا الْحَرَامِ، فَلاَ أَجْرَ لَهُمَا، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا، وَمَنْ شَارَكَهُمَا مِنْ مَالِهِ الطَّيِّبِ فِي بَنَاءِ الْمَسْجِدِ فَهُوَ مَأْجُورٌ عِنْدَ اللَّهِ إِنْ أَخْلَصَ النِّيَّةَ.

وَالصَّلاَةُ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ جَائِزَةٌ، وَقَدْ نَصَّ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْمَالَ الْحَرَامَ يَتَخَلَّصُ مِنْهُ صَاحِبُهُ فِي الْمَصَالِحِ الْعَامَّةِ، وَيُصَرَّفُ إِلَى مَا يُصَرَّفُ فِيهِ أَمْوَالُ بَيْتِ الْمَالِ، وَمِنْ مَصَارِفِ بَيْتِ الْمَالِ بَنَاءُ الْمَسَاجِدِ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah serta keluarga dan sahabatnya. Amma ba'du:

Jika kedua orang tersebut membangun masjid dengan menggunakan uang haram, maka mereka tidak mendapatkan pahala, karena Allah adalah Maha Suci dan Dia hanya menerima yang suci.

Namun, siapa pun yang ikut menyumbangkan uang halal mereka untuk membangun masjid tersebut, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah jika niat mereka ikhlas.

Shalat di dalam masjid ini diperbolehkan, dan para ahli fiqih telah menyebutkan bahwa uang haram harus dikeluarkan oleh pemiliknya untuk kepentingan umum, dan harus digunakan untuk hal-hal yang digunakan oleh Baitul Mal, termasuk pembangunan masjid. Wallahu a'lam.

-------

SEBAGIAN PARA ULAMA ADA JUGA YANG MELARANGNYA:

Ada sebagian para ulama yang berpendapat lain yang menyatakan:

Bahwa tidak boleh menggunakan harta haram untuk membangun masjid atau fasilitas yang terkait dengannya. Mereka lebih memilih agar masjid dibangun dengan menggunakan dana yang halal dan suci, demi menjaga kesucian dan keabsahan tempat tersebut.

Ada beberapa dalil yang mereka gunakan yang menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan menggunakan dana haram untuk masjid . Berikut ini dalil-dalil tersebut:

1. الْحَرَمَةُ الْعَامَةُ لِلْمَالِ الْحَرَامِ: يُعْتَبَرُ الْمَالُ الْحَرَامُ مُحَرَّمًا بِشَكْلٍ عَامٍ فِي الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، وَتَكُونُ الْمُعَامَلَاتُ الْمَالِيَّةُ الْمَبْنِيَّةُ عَلَى الْحَرَامِ غَيْرَ مَشْرُوعَةٍ. وَبِنَاءُ الْمَسْجِدِ وَمَلْحَقَاتِهِ يُعْتَبَرُ مُعَامَلَةً مَالِيَّةً، وَبِالتَّالِي يَجِبُ أَنْ تَكُونَ الْمَصَادِرُ الْمُسْتَخْدَمَةُ لِلْبِنَاءِ حَلَالًا وَنَقِيَّةً.

2. مَبْدَأُ النَّجَاسَةِ: يُعْتَبَرُ الْمَالُ الْحَرَامُ نَجِسًا فِي الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، وَعَادَةً مَا يُعْتَبَرُ النَّجَاسَةُ عَائِقًا لِلِاسْتِخْدَامِ الشَّرْعِيِّ لِهَذَا الْمَالِ فِي مُؤَسَّسَاتٍ دِينِيَّةٍ مِثْلَ الْمَسْجِدِ. فَعِنْدَمَا يُسْتَخْدَمُ مَالٌ حَرَامٌ فِي بِنَاءِ الْمَسْجِدِ، يُمْكِنُ أَنْ يُفْهَمَ أَنَّ هَذَا الْمَالُ النَّجِسُ يَتَسَلَّلُ إِلَى مَكَانٍ مُقَدَّسٍ وَيَتَعَارَضُ مَعَ حُرْمَتِهِ.

3. الْحِفَاظُ عَلَى طُهْرِ الْمَسْجِدِ: يُعْتَبَرُ الْمَسْجِدُ مَكَانًا مُقَدَّسًا فِي الْإِسْلَامِ، وَيَجِبُ أَنْ يُحَرَّصَ عَلَى أَنْ يَكُونَ مُحَافِظًا عَلَى طُهْرِهِ وَشَرْعِيَّتِهِ. اِسْتِخْدَامُ مَالٍ حَرَامٍ فِي بِنَاءِ الْمَسْجِدِ يُمْكِنُ أَنْ يُثِيرَ شُكُوكًا وَتَسَاؤُلَاتٍ بِشَأْنِ شَرَعِيَّةِ الْمَكَانِ وَقُدْسِيَّةِ الْعِبَادَاتِ الَّتِي تَجْرِي فِيهِ.

1. Hukum haram secara umum terhadap harta haram:

Harta haram secara umum dianggap terlarang dalam syariah Islam, dan transaksi keuangan yang didasarkan pada harta haram dianggap tidak sah. Membangun masjid dan fasilitasnya dianggap sebagai transaksi keuangan, dan kemudian karena sumber dana yang digunakan untuk pembangunan itu harus betul-betul halal dan suci.

2. Prinsip dasar najis (kenajisan):

Makanan haram dianggap najis dalam syariah Islam. Dan biasanya najis dianggap sebagai penghalang dalam penggunaan yang syar'i dari harta-harta ini untuk lembaga-lembaga keagamaan seperti masjid.

Ketika harta haram digunakan dalam membangun masjid, maka dapat dipahami bahwa harta najis ini masuk ke tempat suci dan bertentangan dengan kehormatan tempat tersebut.

3. Menjaga kebersihan masjid:

Masjid dianggap sebagai tempat suci dalam Islam, dan harus dijaga kesucian dan keabsahan tempat tersebut. Penggunaan harta haram dalam membangun masjid dapat menimbulkan keraguan dan saling bertanya-tanya tentang keabsahan tempat tersebut dan kesucian ibadah yang dilakukan di dalamnya.

Posting Komentar

0 Komentar