HUKUM MAKAN HINGGA KENYANG DAN HUKUM MAKAN MELAMPAUI BATAS KENYANG:
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
---
===
DAFTAR ISI :
- PEMBAHASAN PERTAMA : HUKUM MAKAN DAN MINUM HINGGA KENYANG:
- RINCIAN DALIL BOLEH MAKAN HINGGA KENYANG
- PEMBAHASAN KEDUA : HUKUM MAKAN DAN MINUM BERLEBIHAN MELAMPAUI BATAS KENYANG
- CELAAN TERHADAP ORANG YANG RAKUS MAKAN DAN TIDAK PERNAH MERASA KENYANG
- SEBAGIAN DAMPAK NEGATIF PERUT SELALU KENYANG DAN BANYAK MAKAN:
- PEMBOROSAN DAN BERLEBIHAN DALAM PEMBANGUNAN
====
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
PEMBAHASAN PERTAMA :
HUKUM MAKAN DAN MINUM HINGGA
KENYANG:
Diperbolehkan makan hingga kenyang, dan makruh makan
melebihi kenyang jika tidak menimbulkan mudarat. Tidak ada larangan dalam
mengonsumsi lebih dari satu kali makan dalam sehari, dan hal itu sendiri tidak
dianggap sebagai perbuatan berlebih-lebihan. Justru yang disebut berlebihan
adalah makan melebihi kenyang, meskipun hanya dalam satu kali makan.
Adapun "kenyang" telah dijelaskan dalam kamus-kamus
bahasa sebagai lawan dari lapar, dan kenyang dalam arti ini sangat jelas
hukumnya boleh.
Syaikh Bin Baz rahimaullah berkata:
الأَحْسَنُ لَهُ عَدَمُ الشَّبَعِ الْكُلِّيِّ، وَلَكِنْ إِذَا شَبِعَ فَلَا
بَأْسَ، وَلِهَذَا قَالَ ﷺ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: اشْرَبْ، فَشَرِبَ، ثُمَّ قَالَ:
اشْرَبْ، فَشَرِبَ، ثُمَّ قَالَ: اشْرَبْ، فَشَرِبَ، ثُمَّ قَالَ: اشْرَبْ، قَالَ:
وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَا أَجِدُ لَهُ مَسَاغًا. فَلَا بَأْسَ
بِالشِّبَعِ، وَلَا بَأْسَ بِالرِّيِّ، وَلَكِنْ إِذَا تَرَكَهُ بَعْضَ
الْأَحْيَانِ كَانَ أَصْلَحَ، مِثْلَمَا قَالَ ﷺ: بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ
لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ،
وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ... يَعْنِي: لِلتَّقَوِّي عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ.
[
المَصْدَرُ : فَتَاوَى الدُّرُوسِ / حُكْمُ الشِّبَعِ وَالرِّيِّ مِنَ الطَّعَامِ
وَالشَّرَابِ]
"Yang lebih baik bagi seseorang adalah
tidak kenyang secara penuh, namun jika ia kenyang, tidak mengapa.
Oleh karena itu Rasulullah ﷺ berkata kepada Abu Hurairah: 'Minumlah.'
Maka ia pun minum. Lalu beliau berkata: 'Minumlah.' Maka ia pun minum. Lalu
beliau berkata lagi: 'Minumlah.' Maka ia pun minum. Kemudian beliau berkata:
'Minumlah.' Maka ia berkata: 'Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku
tidak mendapatkan ruang lagi untuk minum.'
Maka tidak mengapa kenyang, tidak mengapa pula merasa puas
minum, namun jika ditinggalkan sesekali, itu lebih baik. Seperti sabda
Rasulullah ﷺ: 'Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk
menegakkan tulang punggungnya.
Jika ia harus makan lebih, maka sepertiga untuk makanan,
sepertiga untuk minuman...' maksudnya untuk menguatkan diri dalam menaati
Allah."
[Sumber : Fatawa
Ad-Durus / Hukum Kenyang dan Puas Minum dari Makanan dan Minuman]**
Imam Bukhari membuat bab dalam kitab Shahih-nya:
"بَابُ
مَنْ أَكَلَ حَتَّى شَبِعَ".
“Bab Orang yang Makan Hingga Kenyang”.
Beliau juga mencantumkan di dalamnya ucapan Aisyah
radhiyallahu 'anha yang disebutkan diatas, yaitu:
تُوُفِّيَ النَّبِيُّ ﷺ حِينَ شَبِعْنَا مِنَ الأَسْوَدَيْنِ، التَّمْرِ
وَالْمَاءِ
*Rasulullah ﷺ wafat ketika kami telah kenyang dengan dua
yang hitam, yaitu kurma dan air.*
Begitu pula Ibnu al-Mulaqqin dalam at-Tawdhiih Li Syarhi
al-Jami’ ash-Shahih 26/105 menulis sebuah BAB :
باب مَنْ أَكَلَ حَتَّى شَبِعَ
"Bab tentang bolehnya orang yang makan sampai kenyang".
Dalam Shahihain (Shahih Bukhory no. 6688 dan Muslim no.
2040) disebutkan :
أَنَّ جَابِرًا -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- صَنَعَ طَعَامًا، فَدَعَا لَهُ
النَّبِيُّ ﷺ أَهْلَ الْخَنْدَقِ، ثُمَّ قَالَ لِجَابِرٍ: ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ،
فَأَذِنَ لَهُمْ، فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا.. الحَدِيثُ.
bahwa Jabir radhiyallahu 'anhu membuat makanan, lalu Nabi ﷺ mengundang para ahli Khandaq. Kemudian beliau berkata kepada
Jabir: "Izinkan sepuluh orang masuk," maka ia pun mengizinkan mereka,
lalu mereka makan hingga kenyang... (sampai akhir hadits).
Dan dalam Shahih al-Bukhari no. 6452 disebutkan :
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَعْطَى أَبَا هُرَيْرَةَ لَبَنًا، فَشَرِبَ، فَمَا زَالَ
يَقُولُ: اشْرَبْ، حَتَّى قَالَ لَهُ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، مَا أَجِدُ
لَهُ مَسْلَكًا
bahwa Nabi ﷺ memberikan susu kepada Abu Hurairah, lalu
ia pun meminumnya. Nabi ﷺ terus berkata, "Minumlah," hingga Abu Hurairah
berkata, "Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menemukan
lagi jalan untuk susu itu (sudah kenyang dan sudah tidak ada ruang dalam
perut-nya)."
Dan Al-Imam Bukhori dalam Shahih nya 7/140 berkata:
قَالَ
النَّبِيُّ ﷺ كُلُوا وَاشْرَبُوا وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ
وَلَا مَخِيلَةٍ.
وَقَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ كُلْ مَا شِئْتَ وَالْبَسْ مَا شِئْتَ مَا أَخْطَأَتْكَ اثْنَتَانِ
سَرَفٌ أَوْ مَخِيلَةٌ
Nabi ﷺ bersabda: "Makan dan
minumlah kalian, dan kenakanlah (pakaian) serta bersedekahlah tanpa
berlebih-lebihan dan kesombongan."
Ibnu Abbas berkata: "Makanlah apa yang engkau mau, kenakanlah pakaian yang engkau mau. Tidak ada yang membuatmu bersalah kecuali dua: berlebihan (boros) atau kesombongan".
Adapun kenyang yang melebihi batas kebiasaan: maka
hukumnya makruh secara syar’i, dan tercela secara tabiat, selama tidak
menimbulkan bahaya (madhorot). Namun jika menimbulkan bahaya, maka hukumnya
haram.
Dalam kitab Neilul Ma’aarib Syarah Dalil ath-Tholib 2/209,
Abdul Qodir at-Taghliby asy-Syaibani al-Hanbali berkata :
(وَ)
يُكْرَهُ (أَكْلُهُ كَثِيرًا بِحَيْثُ يُؤْذِيهِ) وَيَجُوزُ بِحَيْثُ لَا يُؤْذِيهِ.
قَالَ فِي الإِقْنَاعِ: وَمَعَ خَوْفِ أَذًى وَتُخْمَةٍ يَحْرُمُ. اِنْتَهَى.
*"Dimakruhkan makan terlalu banyak hingga membahayakan
kesehatan-nya, dan dibolehkan selama tidak membahayakan kesehatan-nya."*
Dalam *al-Iqna'* disebutkan: "Jika dikhawatirkan menimbulkan bahaya (madhorot) atau menyebabkan kekenyangan yang membahayakan kesehatan, maka hukumnya haram."
Dalam al-Mawsu‘ah al-Fiqhiyyah (25/332) dikatakan:
"مِنْ
آدَابِ الْأَكْلِ: الِاعْتِدَالُ فِي الطَّعَامِ، وَعَدَمُ مَلْءِ الْبَطْنِ، وَأَكْثَرُ
مَا يَسُوغُ فِي ذَلِكَ أَنْ يَجْعَلَ الْمُسْلِمُ بَطْنَهُ أَثْلَاثًا: ثُلُثًا لِلطَّعَامِ،
وَثُلُثًا لِلشَّرَابِ، وَثُلُثًا لِلنَّفَسِ؛ لِحَدِيثِ: (مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً
شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ
لَا مَحَالَةَ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ).
وَلِاعْتِدَالِ الْجَسَدِ وَخِفَّتِهِ؛ لِأَنَّهُ يَتَرَتَّبُ عَلَى الشِّبَعِ
ثِقَلُ الْبَدَنِ، وَهُوَ يُورِثُ الْكَسَلَ عَنِ الْعِبَادَةِ وَالْعَمَلِ.
وَيُعْرَفُ الثُّلُثُ بِالِاقْتِصَارِ عَلَى ثُلُثِ مَا كَانَ يُشْبِعُ بِهِ.
وَقِيلَ: يُعْرَفُ بِالِاقْتِصَارِ عَلَى نِصْفِ الْمُدِّ، وَاسْتَظْهَرَ النَّفْرَاوِيُّ
الْأَوَّلَ لِاخْتِلَافِ النَّاسِ. وَهَذَا كُلُّهُ فِي حَقِّ مَنْ لَا يُضْعِفُهُ
قِلَّةُ الشِّبَعِ، وَإِلَّا فَالْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ اسْتِعْمَالُ مَا يَحْصُلُ
لَهُ بِهِ النَّشَاطُ لِلْعِبَادَةِ، وَاعْتِدَالُ الْبَدَنِ.
"Termasuk adab makan adalah bersikap pertengahan
dalam makanan dan tidak memenuhi perut. Yang paling dibolehkan dalam hal ini
adalah seorang Muslim membagi perutnya menjadi tiga bagian: sepertiga untuk
makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napas. Berdasarkan hadis:
(Tidak ada wadah yang lebih buruk diisi oleh anak Adam
selain perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan yang dapat menegakkan
tulang punggungnya. Jika ia tidak bisa tidak, maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya).
Tujuan dari pertengahan ini adalah agar tubuh tetap
ringan, karena kekenyangan menyebabkan badan menjadi berat, yang pada
gilirannya menimbulkan rasa malas untuk beribadah dan bekerja.
Ukuran sepertiga ini diketahui dengan membatasi makan
hanya sepertiga dari apa yang biasa membuatnya kenyang. Ada pula yang
mengatakan: cukup dengan setengah mud (takaran). Pendapat pertama lebih kuat
menurut an-Nafrawi, karena perbedaan kondisi tiap orang.
Semua ini berlaku bagi orang yang tidak menjadi lemah
karena kurang kenyang. Jika ternyata sedikit makan membuatnya lemah, maka yang
lebih utama baginya adalah makan secukupnya untuk membangkitkan semangat dalam
ibadah dan menjaga kestabilan tubuh." [Lihat pula : al-Ādāb asy-Syar‘iyyah 3/199].
Dalam al-Fatawa al-Hindiyyah:
الْأَكْلُ عَلَى مَرَاتِبَ:
فَرْضٌ: وَهُوَ مَا يُنْدَفِعُ بِهِ الْهَلَاكُ، فَإِنْ تَرَكَ الْأَكْلَ وَالشُّرْبَ
حَتَّى هَلَكَ فَقَدْ عَصَى.
وَمَأْجُورٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ مَا زَادَ عَلَيْهِ لِيَتَمَكَّنَ مِنَ الصَّلَاةِ
قَائِمًا، وَيَسْهُلَ عَلَيْهِ الصَّوْمُ.
وَمُبَاحٌ، وَهُوَ مَا زَادَ عَلَى ذَلِكَ إِلَى الشِّبَعِ لِتَزْدَادَ قُوَّةُ
الْبَدَنِ، وَلَا أَجْرَ فِيهِ وَلَا وِزْرَ، وَيُحَاسَبُ عَلَيْهِ حِسَابًا يَسِيرًا
إِنْ كَانَ مِنْ حَلٍّ.
وَحَرَامٌ، وَهُوَ الْأَكْلُ فَوْقَ الشِّبَعِ إِلَّا إِذَا قَصَدَ بِهِ التَّقَوِّيَ
عَلَى صَوْمِ الْغَدِ، أَوْ لِئَلَّا يَسْتَحِيَ الضَّيْفُ، فَلَا بَأْسَ بِأَكْلِهِ
فَوْقَ الشِّبَعِ.
Makan memiliki beberapa tingkatan:
* Wajib, yaitu makan yang dapat mencegah kebinasaan. Jika
seseorang tidak makan dan minum hingga binasa, maka ia berdosa.
* Mendapat pahala, yaitu makan lebih dari itu agar bisa
shalat dengan berdiri dan lebih mudah menjalankan puasa.
* Mubah, yaitu makan sampai kenyang agar tubuh menjadi
kuat. Tidak ada pahala maupun dosa dalam hal ini, namun akan diperhitungkan
secara ringan di akhirat jika makanan tersebut berasal dari yang halal.
* Haram, yaitu makan melebihi kenyang, kecuali jika
dimaksudkan untuk menguatkan diri dalam puasa esok hari atau agar tamu tidak
merasa malu, maka tidak mengapa makan lebih dari kenyang.
[al-Fatāwā al-Hindiyyah 5/336. Dan lihat pula: al-Ādāb asy-Syar‘iyyah karya
Ibnu Mufliḥ 3/210]
Ibnu al-Hajj berkata:
الْأَكْلُ فِي نَفْسِهِ عَلَى مَرَاتِبَ: وَاجِبٌ، وَمَنْدُوبٌ، وَمُبَاحٌ، وَمَكْرُوهٌ،
وَمُحَرَّمٌ.
فَالْوَاجِبُ: مَا يُقِيمُ بِهِ صُلْبَهُ لِأَدَاءِ فَرْضِ رَبِّهِ؛ لِأَنَّ مَا
لَا يُتَوَصَّلُ إِلَى الْوَاجِبِ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.
وَالْمَنْدُوبُ: مَا يُعِينُهُ عَلَى تَحْصِيلِ النَّوَافِلِ، وَعَلَى تَعَلُّمِ
الْعِلْمِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الطَّاعَاتِ.
وَالْمُبَاحُ: الشِّبَعُ الشَّرْعِيُّ.
وَالْمَكْرُوهُ: مَا زَادَ عَلَى الشِّبَعِ قَلِيلًا وَلَمْ يَتَضَرَّرْ بِهِ.
وَالْمُحَرَّمُ: الْبَطْنَةُ، وَهُوَ الْأَكْلُ الْكَثِيرُ الْمُضِرُّ لِلْبَدَنِ.
Makan itu sendiri terbagi menjadi beberapa tingkatan:
wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
* Wajib, yaitu makan yang dengannya seseorang dapat
menegakkan badannya untuk melaksanakan kewajiban dari Rabb-nya. Karena sesuatu
yang menjadi sarana untuk melaksanakan kewajiban, maka hukumnya juga wajib.
* Sunnah, yaitu makan yang dapat membantunya dalam
menjalankan amalan sunnah, menuntut ilmu, dan berbagai ketaatan lainnya.
* Mubah, yaitu kenyang yang dibolehkan secara syar‘i.
* Makruh, yaitu makan yang melebihi kenyang sedikit namun
tidak sampai membahayakan tubuh.
* Haram, yaitu al-batnah, yakni makan berlebihan yang
membahayakan tubuh. [al-Madkhal 1/212].
An-Nawawi berkata:
يُكْرَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنَ الطَّعَامِ الْحَلَالِ فَوْقَ شِبَعِهِ.
"Dimakruhkan makan dari makanan halal melebihi rasa
kenyang." [Rawḍhatu ath-Ṭhālibīn 3/291]
Madzhab Hanbali mengatakan:
يَجُوزُ أَكْلُهُ كَثِيرًا بِحَيْثُ لَا يُؤْذِيهِ، وَفِي الْغُنْيَةِ: يُكْرَهُ
مَعَ خَوْفِ تُخْمَةٍ. وَنُقِلَ عَنْ ابْنِ تَيْمِيَّةَ كَرَاهَةُ الْأَكْلِ الْمُؤَدِّي
إِلَى التُّخْمَةِ، كَمَا نُقِلَ عَنْهُ تَحْرِيمُهُ."
"Diperbolehkan makan dalam jumlah banyak selama tidak
membahayakan tubuhnya."
Dalam kitab al-Ghunyah disebutkan: “Dimakruhkan makan jika
dikhawatirkan menyebabkan kekenyangan berlebihan (tukhmah).”
Juga dinukil dari Ibnu Taimiyyah bahwa beliau memakruhkan
makan yang menyebabkan tukhmah, bahkan dalam riwayat lain beliau
mengharamkannya”.
[Baca : Al-Ādāb al-Syarʿiyyah 3/199, al-Furūʿ 5/302 dan al-Mawsu‘ah al-Fiqhiyyah (25/332)]
*****
RINCIAN DALIL BOLEH MAKAN HINGGA KENYANG
BERIKUT INI DALIL-DALILNYA :
===
DALIL PERTAMA : Hadits Riwayat
Bukhory no. 6688 dan Muslim no. 2040]
Telah menceritakan kepada kami Isma'il, ia berkata: Telah
menceritakan kepadaku Malik, dari Ishaq bin 'Abdillah bin Abu Thalhah, bahwa ia
mendengar Anas bin Malik berkata:
قَالَ أَبُو طَلْحَةَ لأُمِّ سُلَيْمٍ: لَقَدْ سَمِعْتُ صَوْتَ رَسُولِ اللهِ
ﷺ ضَعِيفًا أَعْرِفُ فِيهِ الْجُوعَ، فَهَلْ عِنْدَكِ مِنْ شَيْءٍ؟ فَأَخْرَجَتْ
أَقْرَاصًا مِنْ شَعِيرٍ، ثُمَّ أَخْرَجَتْ خِمَارًا لَهَا فَلَفَّتِ الْخُبْزَ
بِبَعْضِهِ، ثُمَّ دَسَّتْهُ تَحْتَ ثَوْبِي وَرَدَّتْنِي بِبَعْضِهِ، ثُمَّ
أَرْسَلَتْنِي إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ. قَالَ: فَذَهَبْتُ بِهِ فَوَجَدْتُ رَسُولَ
اللهِ ﷺ فِي الْمَسْجِدِ وَمَعَهُ النَّاسُ، فَقُمْتُ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ لِي
رَسُولُ اللهِ ﷺ: «أَرْسَلَكَ أَبُو طَلْحَةَ؟». فَقُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ:
«بِطَعَامٍ؟». قَالَ: فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لِمَنْ مَعَهُ:
«قُومُوا». فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقْتُ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ حَتَّى جِئْتُ أَبَا
طَلْحَةَ، فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ: يَا أُمَّ سُلَيْمٍ، قَدْ جَاءَ رَسُولُ اللهِ
ﷺ بِالنَّاسِ، وَلَيْسَ عِنْدَنَا مِنَ الطَّعَامِ مَا نُطْعِمُهُمْ. فَقَالَتِ
اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: فَانْطَلَقَ أَبُو طَلْحَةَ حَتَّى لَقِيَ
رَسُولَ اللهِ ﷺ، فَأَقْبَلَ أَبُو طَلْحَةَ وَرَسُولُ اللهِ ﷺ حَتَّى دَخَلَا،
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «هَلُمِّى يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا عِنْدَكِ». فَأَتَتْ
بِذَلِكَ الْخُبْزِ، فَأَمَرَ بِهِ فَفُتَّ، وَعَصَرَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ عُكَّةً
لَهَا فَأَدَمَتْهُ، ثُمَّ قَالَ فِيهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ
يَقُولَ، ثُمَّ قَالَ: «ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ». فَأَذِنَ لَهُمْ، فَأَكَلُوا حَتَّى
شَبِعُوا، ثُمَّ خَرَجُوا، ثُمَّ قَالَ: «ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ». فَأَذِنَ لَهُمْ،
فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا، ثُمَّ خَرَجُوا، ثُمَّ قَالَ: «ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ».
فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا، ثُمَّ خَرَجُوا، ثُمَّ أَذِنَ
لِعَشَرَةٍ، فَأَكَلَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ وَشَبِعُوا، وَالْقَوْمُ ثَمَانُونَ
رَجُلاً.
Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim: "Sungguh aku
telah mendengar suara Rasulullah ﷺ yang lemah, yang aku tahu itu karena
lapar. Apakah engkau punya sesuatu (untuk dimakan)?"
Maka Ummu Sulaim mengeluarkan beberapa potong roti dari
gandum, kemudian ia mengeluarkan kerudungnya dan membungkus roti itu dengan
sebagian kerudungnya, lalu ia menyembunyikannya di bawah pakaianku dan menutupiku
dengan bagian kerudung lainnya. Setelah itu ia menyuruhku pergi menemui
Rasulullah ﷺ.
Anas berkata: Maka aku pun pergi, dan aku mendapati
Rasulullah ﷺ berada di masjid bersama orang-orang. Aku berdiri di dekat
mereka. Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: "Apakah Abu Thalhah yang
mengutusmu?" Aku menjawab: "Ya." Beliau bertanya lagi:
"Dengan membawa makanan?" Aku menjawab: "Ya." Maka
Rasulullah ﷺ bersabda kepada orang-orang yang bersamanya: "Berdirilah
kalian!"
Lalu beliau pergi dan aku berjalan di depan mereka sampai
aku menemui Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata: "Wahai Ummu Sulaim,
Rasulullah ﷺ datang bersama orang-orang, padahal kita tidak memiliki makanan
yang cukup untuk menjamu mereka." Ummu Sulaim berkata: "Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu."
Lalu Abu Thalhah pergi menemui Rasulullah ﷺ, kemudian ia kembali bersama beliau hingga masuk ke rumah.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Kemarilah, wahai Ummu Sulaim, dengan apa yang
ada padamu." Maka Ummu Sulaim membawa roti tersebut. Rasulullah ﷺ memerintahkannya untuk meremukkan roti itu, lalu Ummu Sulaim
memeras wadah minyak saminnya dan mencampurkannya dengan roti tersebut sebagai
lauk.
Kemudian Rasulullah ﷺ mengucapkan doa atasnya sesuai dengan apa
yang dikehendaki Allah, lalu beliau bersabda: "Izinkan sepuluh orang
masuk." Maka diizinkan bagi mereka, dan mereka makan hingga kenyang, lalu
keluar. Kemudian beliau bersabda: "Izinkan sepuluh orang lagi." Maka
diizinkan bagi mereka, dan mereka pun makan hingga kenyang, lalu keluar.
Kemudian beliau bersabda: "Izinkan sepuluh orang lagi." Maka
diizinkan bagi mereka, dan mereka pun makan hingga kenyang, lalu keluar.
Kemudian beliau mengizinkan sepuluh orang lagi, dan semua orang pun makan
hingga kenyang. Jumlah mereka adalah delapan puluh orang.
Ibnu al-Mulaqqin dalam
at-Tawdhiih Li Syarhi al-Jami’ ash-Shahih 26/109 :
وَفِيهِ: بَرَكَةُ الثَّرِيدِ وَجَوَازُ الْأَكْلِ حَتَّى يَشْبَعَ، وَهُوَ
مَا عُقِدَ لَهُ الْبَابُ، وَأَنَّ الشِّبَعَ مُبَاحٌ، وَكَذَا فِي حَدِيثِ عَبْدِ
الرَّحْمَٰنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ وَعَائِشَةَ الْآَتِيَيْنِ جَوَازُ الشِّبَعِ
أَيْضًا وَإِنْ كَانَ تَرْكُ الشِّبَعِ فِي بَعْضِ الْأَحَايِينِ أَفْضَلَ...
Di dalamnya terdapat keberkahan pada makanan *tsarid* dan
bolehnya makan hingga kenyang, dan inilah yang menjadi inti pembahasan bab
tersebut, serta bahwa kenyang itu hukumnya mubah. Demikian pula dalam hadits
Abdurrahman bin Abi Bakar dan Aisyah yang akan datang disebutkan bolehnya
kenyang juga, meskipun meninggalkan kenyang pada sebagian keadaan itu lebih
utama...
Makna Perkataan Abu Thalhah
-radhiyallahu ‘anhu-:
لَقَدْ سَمِعْتُ صَوْتَ رَسُولِ اللهِ ﷺ ضَعِيفًا أَعْرِفُ فِيهِ الْجُوعَ
"Sungguh saya mendengar suara Rasulullah ﷺ lemah, saya tahu bahwa itu karena lapar."
Seakan-akan Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu tidak mendengar
suara yang biasanya mengandung keindahan saat beliau berbicara, sehingga hal
ini diartikan sebagai tanda lapar berdasarkan situasi yang sedang mereka alami.
Ini juga menanggapi klaim Ibnu Hibban yang menyatakan
bahwa Nabi ﷺ tidak pernah merasa lapar, yang didasarkan pada hadits:
«أَبِيتُ
يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي»
"Aku tidur dalam keadaan diberi makan dan diberi
minum oleh Tuhanku." [HR. Bukhori no. 1966 dan Muslim no. 1103].
Penafsiran yang benar adalah bahwa beliau kadang-kadang
merasa lapar untuk meneladani sahabat-sahabatnya, terutama mereka yang tidak
memiliki bekal dan merasakan penderitaan karena lapar, sehingga mereka dapat
bersabar dan mendapat ganjaran yang berlipat.
Al-Imam Ath-Thobari berkata :
الشِّبَع وَإِن كَانَ مُبَاحا فَإِن لَهُ حدا يَنْتَهِي إِلَيْهِ، وَمَا
زَاد على ذَلِك سرف، وَالْمُطلق مِنْهُ مَا أعَان الْأكل على طَاعَة ربه، وَلم يشْغلهُ
ثقله عَن أَدَاء مَا وَجب عَلَيْهِ
Meskipun kenyang itu dibolehkan, ada batasannya, dan jika
melebihi batas tersebut, maka itu termasuk pemborosan. Kenyang yang dibolehkan
adalah yang membantu seseorang untuk taat kepada Tuhannya, tanpa memberatkannya
sehingga ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban dengan baik. [Lihat : Syarah
Bukhory karya Ibnu Baththal 9/465, Fahul Bari karya Ibnu Hajar 9/528 dan Umdatul
Qory karya Badruddi al-Aini 21/33].
Di dalamnya juga ada dalil yang menunjukkan kebolehan
untuk kenyang, dan larangan tentangnya dimaknai sebagai larangan terhadap
kenyang yang memberatkan perut, yang menghalangi seseorang untuk beribadah,
yang membawa kepada kesombongan, kelalaian, tidur, dan malas. Jika dampak dari
kenyang tersebut menyebabkan kerusakan lebih besar, maka kebenciannya bisa
beralih menjadi haram.
Al-Karmani, mengikuti Ibn al-Munir, menyatakan :
أنَّ الشِّبَعَ المذكورَ مَحمولٌ على شِبَعِهِمُ المُعتادِ منهم، وهو أنَّ الثُّلُثَ
للطَّعامِ، والثُّلُثَ للشَّرابِ، والثُّلُثَ للنَّفَسِ، ويَحتاجُ في دَعْوَى أنَّ
تِلكَ عِبادتَهم إلى نَقلٍ خاصٍّ.
Bahwa kenyang yang disebutkan tersebut merujuk pada
kebiasaan mereka, yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan
sepertiga untuk bernapas. Namun, untuk mengklaim bahwa itu adalah cara
beribadah mereka, perlu ada penjelasan yang lebih rinci. [Lihat: *Imta'
al-Asma'* karya Taqiyuddin al-Muqraizy 5/166].
====
DALIL KEDUA : Hadits Shahih
Bukhori no. 2216 dan Shahih Muslim no. 2056:
Telah menceritakan kepada kami Musa, telah menceritakan
kepada kami Mu‘tamir dari ayahnya, ia berkata: Dan Abu ‘Utsman juga
meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ثَلَاثِينَ وَمِائَةً، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «هَلْ
مَعَ أَحَدٍ مِنْكُمْ طَعَامٌ؟». فَإِذَا مَعَ رَجُلٍ صَاعٌ مِنْ طَعَامٍ أَوْ
نَحْوُهُ، فَعُجِنَ، ثُمَّ جَاءَ رَجُلٌ مُشْرِكٌ مُشْعَانٌّ طَوِيلٌ بِغَنَمٍ
يَسُوقُهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "أَبَيْعٌ أَمْ عَطِيَّةٌ؟ " أَوْ
قَالَ: "هِبَةٌ". قَالَ: لَا، بَلْ بَيْعٌ. قَالَ: فَاشْتَرَى مِنْهُ
شَاةً فَصُنِعَتْ فَأَمَرَ نَبِيُّ اللهِ ﷺ بِسَوَادِ الْبَطْنِ يُشْوَى، وَايْمُ
اللهِ مَا مِنَ الثَّلَاثِينَ وَمِائَةٍ إِلَاّ قَدْ حَزَّ لَهُ حُزَّةً مِنْ
سَوَادِ بَطْنِهَا، إِنْ كَانَ شَاهِدًا أَعْطَاهَا إِيَّاهُ، وَإِنْ كَانَ
غَائِبًا خَبَأَهَا لَهُ، ثُمَّ جَعَلَ فِيهَا قَصْعَتَيْنِ، فَأَكَلْنَا
أَجْمَعُونَ وَشَبِعْنَا، وَفَضَلَ فِي الْقَصْعَتَيْنِ، فَحَمَلْتُهُ على
الْبَعِيرِ. أَوْ كَمَا قَالَ
Kami bersama Nabi ﷺ berjumlah seratus tiga puluh orang. Maka
Nabi ﷺ bersabda: “Apakah ada di antara kalian yang memiliki makanan?”
Maka ternyata ada seorang laki-laki yang memiliki satu
sha‘ makanan atau semisalnya, lalu makanan itu diuleni.
Kemudian datang seorang musyrik, tinggi besar dan kasar,
menggiring kambing.
Nabi ﷺ bersabda: “Apakah ini untuk dijual atau pemberian?” atau beliau
bersabda: “Ataukah hibah?”
Ia menjawab: “Tidak, tetapi untuk dijual.” Maka beliau
membeli darinya seekor kambing, lalu kambing itu dimasak. Nabi ﷺ memerintahkan agar bagian perutnya yang berlemak dipanggang.
Demi Allah, tidak seorang pun dari seratus tiga puluh
orang itu melainkan beliau memberikan padanya sepotong dari bagian perut itu.
Jika orang itu hadir, beliau memberikannya; jika tidak hadir, beliau
menyimpankannya untuknya.
Kemudian Nabi ﷺ meletakkan makanan itu dalam dua nampan
besar.
Kami semua pun makan hingga kenyang, dan masih tersisa
di kedua nampan itu. Maka aku membawanya di atas unta.
Atau sebagaimana yang dikatakan.
====
DALIL KE TIGA : Shahih al-Bukhari no. 5383; Muslim no.
2975.
Rasulullah ﷺ wafat dalam keadaan kenyang . Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata :
تُوُفِّيَ النَّبِيُّ ﷺ حِينَ شَبِعْنَا مِنَ الأَسْوَدَيْنِ، التَّمْرِ
وَالْمَاءِ
*Rasulullah ﷺ wafat ketika kami telah merasa kenyang
dengan dua yang hitam, yaitu kurma dan air.*
[Shahih al-Bukhari no. 5383; Muslim no. 2975; Fath al-Bari
9/527].
Imam Bukhari membuat bab dalam kitab Shahih-nya:
"بَابُ
مَنْ أَكَلَ حَتَّى شَبِعَ".
“Bab Orang yang Makan Hingga Kenyang”.
Beliau juga mencantumkan di dalamnya ucapan Aisyah
radhiyallahu 'anha yang disebutkan diatas, yaitu:
تُوُفِّيَ النَّبِيُّ ﷺ حِينَ شَبِعْنَا مِنَ الأَسْوَدَيْنِ، التَّمْرِ
وَالْمَاءِ
"Rasulullah ﷺ wafat ketika kami telah kenyang dengan dua
yang hitam, yaitu kurma dan air".
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
قَالَ اِبْن بَطَّالٍ : فِي هَذِهِ الْأَحَادِيث جَوَاز الشِّبَع وَأَنَّ
تَرْكه أَحْيَانَا أَفْضَل ...
قَالَ الطَّبَرِيُّ : غَيْر أَنَّ الشِّبَع وَإِنْ كَانَ مُبَاحًا فَإِنَّ
لَهُ حَدًّا يَنْتَهِي إِلَيْهِ , وَمَا زَادَ عَلَى ذَلِكَ فَهُوَ سَرَف ;
وَالْمُطْلَق مِنْهُ مَا أَعَانَ الْآكِل عَلَى طَاعَة رَبّه وَلَمْ يَشْغَلهُ
ثِقَله عَنْ أَدَاء مَا وَجَبَ عَلَيْهِ ا هـ ...
قَالَ الْقُرْطُبِيّ فِي الْمُفْهِم لِمَا ذَكَرَ قِصَّة أَبِي الْهَيْثَم
إِذْ ذَبَحَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِصَاحِبَيْهِ
الشَّاة فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا : وَفِيهِ دَلِيل عَلَى جَوَاز الشِّبَع ،
وَمَا جَاءَ مِنْ النَّهْي عَنْهُ مَحْمُول عَلَى الشِّبَع الَّذِي يُثْقِل الْمَعِدَة
وَيُثَبِّط صَاحِبه عَنْ الْقِيَام لِلْعِبَادَةِ وَيُفْضِي إِلَى الْبَطَر
وَالْأَشَرّ وَالنَّوْم وَالْكَسَل ، وَقَدْ تَنْتَهِي كَرَاهَته إِلَى
التَّحْرِيم بِحَسَبِ مَا يَتَرَتَّب عَلَيْهِ مِنْ الْمَفْسَدَة " انتهى
*Ibnu Baththal berkata: Dalam hadits-hadits ini terdapat
dalil bolehnya kenyang, dan bahwa meninggalkannya pada beberapa keadaan itu
lebih utama...*
*At-Thabari berkata: Hanya saja kenyang, meskipun hukumnya
mubah, memiliki batas yang tidak boleh dilampaui. Apa yang melampaui batas
tersebut adalah sikap berlebih-lebihan. Yang diperbolehkan darinya adalah apa
yang membantu orang yang makan dalam ketaatan kepada Rabb-nya dan tidak
menyibukkannya karena beratnya tubuh dari menunaikan kewajiban.*
*Al-Qurthubi berkata dalam kitab *Al-Mufhim*, ketika menyebutkan
kisah Abu al-Haitsam yang menyembelih kambing untuk Nabi ﷺ dan kedua sahabatnya, lalu mereka makan hingga kenyang: Dalam
kisah itu terdapat dalil bolehnya kenyang, dan bahwa larangan yang datang
berkaitan dengannya ditujukan kepada kenyang yang memberatkan lambung,
melemahkan pemiliknya dari bangkit untuk ibadah, dan menyebabkan sifat sombong,
berlebih-lebihan, banyak tidur, dan malas. Bahkan bisa sampai pada hukum haram
tergantung kerusakan yang ditimbulkan oleh hal itu.*
[Selesai kutipan dari *Fathul Bari* (9/528)].
====
DALIL KEEMPAT : Hadits Bukhori
no. 6452 dan Tirmidzy no. 2477 :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata :
"مَرَّ
أَبُو القَاسِمِ ﷺ فَتَبَسَّمَ حِينَ رَآنِي وَقَالَ: «أَبَا هُرَيْرَةَ» قُلْتُ: لَبَّيْكَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «الحَقْ»، وَمَضَى فَاتَّبَعْتُهُ وَدَخَلَ مَنْزِلَهُ
فَاسْتَأْذَنْتُ فَأَذِنَ لِي فَوَجَدَ قَدَحًا مِنْ لَبَنٍ فَقَالَ: «مِنْ أَيْنَ
هَذَا اللَّبَنُ لَكُمْ»؟ قِيلَ: أَهْدَاهُ لَنَا فُلَانٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ: «أَبَا هُرَيْرَةَ» قُلْتُ: لَبَّيْكَ. فَقَالَ: «الحَقْ إِلَى أَهْلِ الصُّفَّةِ
فَادْعُهُمْ»، وَهُمْ أَضْيَافُ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا يَأْوُونَ عَلَى أَهْلٍ وَمَالٍ
إِذَا أَتَتْهُ صَدَقَةٌ بَعَثَ بِهَا إِلَيْهِمْ وَلَمْ يَتَنَاوَلْ مِنْهَا شَيْئًا
وَإِذَا أَتَتْهُ هَدِيَّةٌ أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ فَأَصَابَ مِنْهَا وَأَشْرَكَهُمْ
فِيهَا، فَسَاءَنِي ذَلِكَ وَقُلْتُ: مَا هَذَا القَدَحُ بَيْنَ أَهْلِ الصُّفَّةِ
وَأَنَا رَسُولُهُ إِلَيْهِمْ فَسَيَأْمُرُنِي أَنْ أُدِيرَهُ عَلَيْهِمْ فَمَا عَسَى
أَنْ يُصِيبَنِي مِنْهُ وَقَدْ كُنْتُ أَرْجُو أَنْ أُصِيبَ مِنْهُ مَا يُغْنِينِي
وَلَمْ يَكُنْ بُدٌّ مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ وَطَاعَةِ رَسُولِهِ، فَأَتَيْتُهُمْ فَدَعَوْتُهُمْ
فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ فَأَخَذُوا مَجَالِسَهُمْ فَقَالَ: «أَبَا هُرَيْرَةَ،
خُذِ القَدَحَ وَأَعْطِهِمْ» فَأَخَذْتُ القَدَحَ فَجَعَلْتُ أُنَاوِلُهُ الرَّجُلَ
فَيَشْرَبُ حَتَّى يَرْوَى، ثُمَّ يَرُدُّهُ فَأُنَاوِلُهُ الآخَرَ حَتَّى انْتَهَيْتُ
بِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَقَدْ رَوَى القَوْمُ كُلُّهُمْ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ القَدَحَ فَوَضَعَهُ عَلَى يَدَيْهِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَتَبَسَّمَ فَقَالَ:
«أَبَا هُرَيْرَةَ اشْرَبْ»، فَشَرِبْتُ ثُمَّ قَالَ: «اشْرَبْ» فَلَمْ أَزَلْ أَشْرَبُ،
وَيَقُولُ: «اشْرَبْ» حَتَّى قُلْتُ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالحَقِّ مَا أَجِدُ
لَهُ مَسْلَكًا، فَأَخَذَ القَدَحَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَسَمَّى ثُمَّ شَرِبَ".
“Abu Qasim (Rasulullah ﷺ) lewat, lalu beliau tersenyum ketika
melihatku dan berkata, "Wahai Abu Hurairah."
Aku menjawab, " Labbaik (Aku penuhi panggilanmu),
wahai Rasulullah ﷺ."
Beliau berkata, "Pergilah."
Lalu beliau pergi, dan aku mengikutinya. Ketika beliau
masuk ke rumahnya, aku meminta izin dan beliau mengizinkanku.
Ternyata beliau menemukan sebuah bejana berisi susu.
Beliau bertanya, "Dari mana susu ini kalian
dapatkan?"
Dijawab, "Si Fulan menghadiahkannya kepada
kami."
Rasulullah ﷺ berkata, "Wahai Abu Hurairah."
Aku menjawab, "Labbaik (Aku penuhi
panggilanmu)."
Beliau berkata, "Pergilah kepada Ahluṣ-Ṣuffah, dan undang
mereka."
Mereka adalah tamu-tamu kaum Muslimin, yang tidak memiliki
keluarga maupun harta.
Jika Rasulullah ﷺ menerima sedekah, beliau akan
mengirimkannya kepada mereka dan beliau ﷺ tidak ikut serta memakannya sama sekali.
Tapi jika beliau ﷺ menerima hadiah, beliau akan
mengirimkan kepada mereka, dan beliau ﷺ ikut memakannya serta berbagi dengan
mereka.
Hal itu membuatku sedih.
Aku berkata dalam hati: “Bagaimana mungkin satu bejana ini
cukup untuk seluruh Ahluṣ-Ṣuffah? Dan aku adalah utusan beliau ﷺ untuk mereka. Pasti beliau ﷺ akan memerintahkan aku untuk membagikannya kepada mereka. Apa
yang akan tersisa untukku dari susu itu? Padahal aku berharap bisa mendapatkan
sebagian darinya agar bisa mengenyangkan aku. Tapi tidak ada pilihan
lain selain taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Maka aku pergi kepada mereka dan mengundang mereka. Ketika
mereka masuk ke dalam rumah Rasulullah ﷺ dan mengambil tempat duduk mereka, beliau ﷺ berkata :
"Wahai Abu Hurairah, ambillah bejana itu dan berikan
kepada mereka."
Aku pun mengambil bejana itu dan mulai memberikannya
kepada satu per satu dari mereka.
Setiap orang minum hingga kenyang, lalu mengembalikannya
kepadaku. Aku berikan kepada orang berikutnya, sampai aku sampai kembali kepada
Rasulullah ﷺ dan seluruh kaum itu telah minum sampai kenyang.
Rasulullah ﷺ mengambil bejana itu, meletakkannya di
kedua tangannya, lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum.
Beliau ﷺ berkata, "Wahai Abu Hurairah, minumlah."
Maka aku pun minum.
Kemudian beliau berkata, "Minumlah lagi."
Aku terus minum, dan beliau berkata, "Minumlah
lagi," hingga aku berkata,
"Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku
sudah tidak menemukan jalan masuk lagi untuk air susu itu ( karena sudah
kekenyangan dan sudah tidak ada ruang dalam perut-nya)."
Lalu Rasulullah ﷺ mengambil bejana itu, memuji Allah,
menyebut nama-Nya, kemudian beliau pun minum”.
===
DALIL KE LIMA : Hadits Shahih Muslim
no. 2038.
Dari Abu Hurairah ia berkata;
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ لَيْلَةٍ فَإِذَا هُوَ بِأَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ مَا أَخْرَجَكُمَا مِنْ بُيُوتِكُمَا هَذِهِ السَّاعَةَ
قَالَا الْجُوعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَأَنَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَأَخْرَجَنِي الَّذِي أَخْرَجَكُمَا قُومُوا فَقَامُوا مَعَهُ فَأَتَى رَجُلًا
مِنْ الْأَنْصَارِ فَإِذَا هُوَ لَيْسَ فِي بَيْتِهِ فَلَمَّا رَأَتْهُ
الْمَرْأَةُ قَالَتْ مَرْحَبًا وَأَهْلًا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَيْنَ
فُلَانٌ قَالَتْ ذَهَبَ يَسْتَعْذِبُ لَنَا مِنْ الْمَاءِ إِذْ جَاءَ
الْأَنْصَارِيُّ فَنَظَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَصَاحِبَيْهِ ثُمَّ قَالَ
الْحَمْدُ لِلَّهِ مَا أَحَدٌ الْيَوْمَ أَكْرَمَ أَضْيَافًا مِنِّي قَالَ
فَانْطَلَقَ فَجَاءَهُمْ بِعِذْقٍ فِيهِ بُسْرٌ وَتَمْرٌ وَرُطَبٌ فَقَالَ كُلُوا
مِنْ هَذِهِ وَأَخَذَ الْمُدْيَةَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِيَّاكَ
وَالْحَلُوبَ فَذَبَحَ لَهُمْ فَأَكَلُوا مِنْ الشَّاةِ وَمِنْ ذَلِكَ الْعِذْقِ
وَشَرِبُوا فَلَمَّا أَنْ شَبِعُوا وَرَوُوا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِأَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُسْأَلُنَّ عَنْ هَذَا النَّعِيمِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ الْجُوعُ ثُمَّ لَمْ تَرْجِعُوا
حَتَّى أَصَابَكُمْ هَذَا النَّعِيمُ
Pada suatu hari atau suatu malam Rasulullah ﷺ pergi keluar rumah, tiba-tiba beliau bertemu dengan Abu Bakar
dan 'Umar.
Lalu beliau bertanya: "Mengapa kalian keluar rumah
malam-malam begini?" Mereka menjawab; 'Kami lapar, ya Rasulullah! '
Rasulullah ﷺ bersabda: "Demi Allah yang jiwaku
dalam Tangan-Nya, aku juga keluar karena lapar seperti kalian. Marilah!"
Mereka pergi mengikuti beliau ke rumah shahabat Anshar
(Abu Haitsam bin At Taihan). Namun sayang dia sedang tidak di rumah. Tetapi
tatkala istrinya melihat Rasulullah ﷺ datang, dia mengucapkan; "Marhaban wa
Ahlan (selamat datang)."
Maka Rasulullah ﷺ bertanya: "Kemana si Fulan (Abu
Haitsam)?"'
Isterinya menjawab; 'Dia sedang mengambil air tawar untuk
kami.'
Tiba-tiba suaminya datang dan melihat Rasulullah ﷺ beserta dua sahabat beliau, maka dia berkata; 'Alhamdulillah,
tidak ada orang yang lebih bahagia dariku hari ini, karena kedatangan tamu yang
mulia.'
Lalu dia mengambil setandan kurma, di antaranya ada yang
masih muda, yang mulai masak, dan yang sudah masak betul.
Katanya; 'Silakan dimakan ini.' Sambil dia mengambil
pisau.
Nabi ﷺ bersabda: 'Jangan disembelih yang lagi mempunyai susu.'
Maka dipotongnya seekor kambing, lalu mereka makan
kambing, makan kurma setandan, dan minum. Setelah **semuanya kenyang dan puas
makan dan minum**, Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abu Bakar dan 'Umar: 'Demi Allah yang jiwaku
berada dalam Tangan-Nya, kalian akan ditanya pada hari kiamat tentang nikmat
yang kalian peroleh ini. Kalian keluar dari rumah karena lapar dan pulang
sesudah memperoleh nikmat ini.'
Al-Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim 13/212-214 menyebutkan
beberapa faidah hukum fiqih dari hadits-hadits diatas, diantaranya adalah sbb :
وَفِيهِ جَوَازُ سَمَاعِ كَلَامِ الْأَجْنَبِيَّةِ وَمُرَاجَعَتِهَا
الْكَلَامَ لِلْحَاجَةِ وَجَوَازُ إِذْنِ الْمَرْأَةِ فِي دُخُولِ مَنْزِلِ
زَوْجِهَا لمن علمت علما محققا أنه لايكرهه بحيث لايخلو بِهَا الْخَلْوَةَ
الْمُحَرَّمَةَ ....
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ تَقْدِيمِ الْفَاكِهَةِ عَلَى الْخُبْزِ
وَاللَّحْمِ وَغَيْرِهِمَا .....
قَوْلُهُ (فَلَمَّا أَنْ شَبِعُوا وَرَوُوا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِأَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتُسْأَلُنَّ عَنْ هَذَا النَّعِيمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ) فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى
جَوَازِ الشِّبَعِ وَمَا جَاءَ فِي كَرَاهَةِ الشِّبَعِ فَمَحْمُولٌ عَلَى الْمُدَاوَمَةِ
عَلَيْهِ لِأَنَّهُ يُقَسِّي الْقَلْبَ وَيُنْسِي أَمْرَ الْمُحْتَاجِينَ
Faidah ke 1 : Di dalamnya terdapat
dalil bolehnya mendengarkan ucapan perempuan asing (ajnabiyyah) dan berdialog
dengannya ketika ada kebutuhan, serta bolehnya seorang wanita memberikan izin
masuk ke rumah suaminya bagi seseorang yang benar-benar ia ketahui bahwa
suaminya tidak membencinya, selama tidak terjadi khalwat (berduaan) yang
diharamkan bersamanya...
Faidah ke 2 : Dan di dalamnya terdapat
dalil tentang dianjurkannya mendahulukan buah-buahan sebelum roti, daging, dan
selain keduanya...
Faidah ke 3 : Lafadz hadits :
“Maka ketika mereka telah **kenyang dan puas**, Rasulullah
ﷺ bersabda kepada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma: ‘Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian akan ditanya tentang
kenikmatan ini pada hari kiamat’”
Ini menunjukkan dalil bolehnya makan dan minum hingga merasa
kenyang, dan hadits-hadits yang menyebutkan makruh kenyang, maka itu dibawa
pada makna kebiasaan terus-menerus karena dapat mengeraskan hati dan melupakan
keadaan orang-orang lain yang membutuhkan. [Selesai]
Dan al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
فِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ الشِّبَعِ مِنَ الْحَلَالِ، وَمَا
جَاءَ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَةِ الشِّبَعِ عَنِ النَّبِيِّ - ﷺ -، وَعَنِ
السَّلَفِ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الشِّبَعِ الْمُثْقِلِ لِلْمَعِدَةِ، الْمُبْطِئِ
بِصَاحِبِهِ عَنِ الصَّلَوَاتِ، وَالْأَذْكَارِ، الْمُضِرِّ لِلْإِنْسَانِ
بِالتُّخَمِ، وَغَيْرِهَا؛ الَّذِي يُفْضِي بِصَاحِبِهِ إِلَى الْبَطَرِ،
وَالْأَشَرِ، وَالنَّوْمِ، وَالْكَسَلِ، فَهَذَا هُوَ الْمَكْرُوهُ، وَقَدْ
يُلْحَقُ بِالْمُحَرَّمِ إِذَا كَثُرَتْ آفَاتُهُ، وَعَمَّتْ بَلِيَّاتُهُ،
وَالْقِسْطَاسُ الْمُسْتَقِيمُ مَا قَالَهُ النَّبِيُّ - ﷺ -: "مَا مَلَأَ
آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ
صُلْبَهُ؛ فَإِنْ كَانَ وَلَا بُدَّ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ،
وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ". انْتَهَى.
Dalam hadits ini terdapat dalil tentang **bolehnya makan kenyang**
dari makanan yang halal.
Adapun riwayat-riwayat yang menunjukkan makruh
(dibencinya) kenyang dari Nabi ﷺ dan dari kalangan salaf, maka itu
maksudnya adalah kenyang yang memberatkan perut, yang menyebabkan pelakunya
lambat dalam mengerjakan shalat dan zikir, yang membahayakan tubuh dengan
gangguan pencernaan dan sejenisnya; yang menyeret pelakunya kepada sikap
sombong, angkuh, banyak tidur, dan malas—maka itulah yang makruh. Bahkan bisa
sampai pada keharaman jika bahayanya sangat banyak dan kerusakannya meluas.
Timbangan yang lurus adalah apa yang disabdakan oleh Nabi ﷺ: “Tidak ada wadah yang lebih buruk yang diisi oleh anak Adam
selain perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan untuk menegakkan tulang
punggungnya. Jika memang harus (makan lebih banyak), maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya.”
(Selesai dari *Al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab
Muslim*, 5/305)
Ibnu al-Mulaqqin dalam
at-Tawdhiih Li Syarhi al-Jami’ ash-Shahih 26/109 :
قَالَ الطَّبَرِيُّ: غَيْرَ أَنَّ الشِّبَعَ، وَإِنْ كَانَ مُبَاحًا فَإِنَّ
لَهُ حَدًّا يُنْتَهَى إِلَيْهِ، وَمَا زَادَ عَلَيْهِ فَهُوَ سَرَفٌ.
فَالْمُطْلَقُ مِنْهُ مَا أَعَانَ عَلَى الطَّاعَةِ وَلَمْ يُشْغِلْهُ فِعْلُهُ
عَنْ أَدَاءِ الْوَاجِبِ، وَذَٰلِكَ دُونَ مَا أَثْقَلَ الْمَعِدَةَ وَثَبَّطَ
أَكْلُهُ عَنْ خِدْمَةِ رَبِّهِ وَالْأَخْذِ بِحَظِّهِ مِنْ نَوَافِلِ
(الْعِبَادَةِ)، فَالْحَقُّ لِلَّهِ عَلَى عَبْدِهِ أَلَّا يَتَعَدَّى فِي
مَطْعَمِهِ وَمَشْرَبِهِ مَا سَدَّ الْجُوعَ وَكَسَرَ الظَّمَأَ، فَإِنْ تَعَدَّى
ذَٰلِكَ إِلَى مَا فَوْقَهُ مِمَّا يَمْنَعُهُ مِنَ الْقِيَامِ بِالْوَاجِبِ
لِلَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ، كَانَ قَدْ أَسْرَفَ فِي مَطْعَمِهِ وَمَشْرَبِهِ.
Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: "Hanya saja kenyang,
meskipun hukumnya mubah, memiliki batas yang tidak boleh dilampaui. Apa yang
melebihi batas itu adalah sikap berlebihan. Yang diperbolehkan adalah apa yang
dapat membantu dalam ketaatan dan tidak menghalangi pelakunya dari menunaikan
kewajiban. Itu berada di bawah kadar yang memberatkan lambung dan menghalangi
seseorang dari berkhidmat kepada Rabb-nya serta meraih bagian dari amalan
sunnah. Maka hak Allah atas hamba-Nya adalah agar ia tidak melampaui dalam
makan dan minumnya dari sekadar menghilangkan lapar dan dahaga. Jika ia
melampaui batas tersebut hingga menghalanginya dari menunaikan kewajiban kepada
Allah Ta’ala, maka ia telah berlebih-lebihan dalam makan dan minumnya."
Diriwayatkan
oleh at-Tirmidzi rahimahullah no. (2369) hadits ini secara panjang, beliau
berkata:
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ismail, telah menceritakan kepada kami
Adam bin Abi Iyas, telah menceritakan kepada kami Syaiban Abu Mu’awiyah, telah
menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Umair, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, ia berkata:
خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ فِي سَاعَةٍ لَا
يَخْرُجُ فِيهَا وَلَا يَلْقَاهُ فِيهَا أَحَدٌ، فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ، فَقَالَ:
«مَا جَاءَ بِكَ يَا أَبَا بَكْرٍ»؟ فَقَالَ: خَرَجْتُ أَلْقَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
وَأَنْظُرُ فِي وَجْهِهِ وَالتَّسْلِيمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَلْبَثْ أَنْ جَاءَ
عُمَرُ، فَقَالَ: «مَا جَاءَ بِكَ يَا عُمَرُ»؟ قَالَ: الجُوعُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «وَأَنَا قَدْ وَجَدْتُ بَعْضَ
ذَلِكَ، فَانْطَلَقُوا إِلَى مَنْزِلِ أَبِي الهَيْثَمِ بْنِ التَّيْهَانِ
الأَنْصَارِيِّ» وَكَانَ رَجُلًا كَثِيرَ النَّخْلِ وَالشَّاءِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ
خَدَمٌ فَلَمْ يَجِدُوهُ، فَقَالُوا لِامْرَأَتِهِ: أَيْنَ صَاحِبُكِ؟ فَقَالَتْ:
انْطَلَقَ يَسْتَعْذِبُ لَنَا المَاءَ، فَلَمْ يَلْبَثُوا أَنْ جَاءَ أَبُو
الهَيْثَمِ بِقِرْبَةٍ يَزْعَبُهَا فَوَضَعَهَا ثُمَّ جَاءَ يَلْتَزِمُ النَّبِيَّ
ﷺ وَيُفَدِّيهِ بِأَبِيهِ وَأُمِّهِ، ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِمْ إِلَى حَدِيقَتِهِ
فَبَسَطَ لَهُمْ بِسَاطًا، ثُمَّ انْطَلَقَ إِلَى نَخْلَةٍ فَجَاءَ بِقِنْوٍ
فَوَضَعَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَفَلَا تَنَقَّيْتَ لَنَا مِنْ رُطَبِهِ»؟
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَرَدْتُ أَنْ تَخْتَارُوا، أَوْ قَالَ:
تَخَيَّرُوا مِنْ رُطَبِهِ وَبُسْرِهِ، فَأَكَلُوا وَشَرِبُوا مِنْ ذَلِكَ
المَاءِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «هَذَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مِنَ النَّعِيمِ
الَّذِي تُسْأَلُونَ عَنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ، ظِلٌّ بَارِدٌ، وَرُطَبٌ طَيِّبٌ،
وَمَاءٌ بَارِدٌ»، فَانْطَلَقَ أَبُو الهَيْثَمِ لِيَصْنَعَ لَهُمْ طَعَامًا،
فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «لَا تَذْبَحَنَّ ذَاتَ دَرٍّ»، قَالَ: فَذَبَحَ لَهُمْ
عَنَاقًا أَوْ جَدْيًا فَأَتَاهُمْ بِهَا فَأَكَلُوا، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «هَلْ
لَكَ خَادِمٌ»؟ قَالَ: لَا، قَالَ: «فَإِذَا أَتَانَا سَبْيٌ فَأْتِنَا» فَأُتِيَ
النَّبِيُّ ﷺ بِرَأْسَيْنِ لَيْسَ مَعَهُمَا ثَالِثٌ فَأَتَاهُ أَبُو الهَيْثَمِ،
فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «اخْتَرْ مِنْهُمَا»، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ اخْتَرْ
لِي، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «إِنَّ المُسْتَشَارَ مُؤْتَمَنٌ، خُذْ هَذَا فَإِنِّي
رَأَيْتُهُ يُصَلِّي وَاسْتَوْصِ بِهِ مَعْرُوفًا»، فَانْطَلَقَ أَبُو الهَيْثَمِ
إِلَى امْرَأَتِهِ فَأَخْبَرَهَا بِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَتْ
امْرَأَتُهُ: مَا أَنْتَ بِبَالِغٍ مَا قَالَ فِيهِ النَّبِيُّ ﷺ إِلَّا أَنْ
تَعْتِقَهُ، قَالَ: فَهُوَ عَتِيقٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «إِنَّ اللَّهَ لَمْ
يَبْعَثْ نَبِيًّا وَلَا خَلِيفَةً إِلَّا وَلَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ
تَأْمُرُهُ بِالمَعْرُوفِ وَتَنْهَاهُ عَنِ المُنْكَرِ، وَبِطَانَةٌ لَا تَأْلُوهُ
خَبَالًا، وَمَنْ يُوقَ بِطَانَةَ السُّوءِ فَقَدْ وُقِيَ»
Nabi ﷺ
keluar pada suatu waktu yang beliau biasanya tidak keluar pada waktu itu, dan
tidak ada seorang pun yang menemuinya pada waktu itu. Maka datanglah Abu Bakar,
lalu beliau bertanya: "Apa yang membuatmu datang wahai Abu Bakar?" Ia
menjawab: "Aku keluar untuk bertemu Rasulullah ﷺ, melihat wajah beliau dan mengucapkan
salam kepadanya." Tidak lama kemudian datanglah Umar, lalu beliau
bertanya: "Apa yang membuatmu datang wahai Umar?" Ia menjawab:
"Rasa lapar wahai Rasulullah." Maka Rasulullah ﷺ
bersabda: "Aku juga telah merasakan sebagian dari itu."
Lalu mereka
bertiga pergi ke rumah Abu Haytsam bin at-Taiyihan al-Anshari, yang merupakan
seorang lelaki yang memiliki banyak pohon kurma dan kambing, dan ia tidak
memiliki pembantu. Mereka tidak menemukannya di rumah, lalu mereka berkata
kepada istrinya: "Di mana suamimu?" Ia menjawab: "Ia pergi untuk
mengambil air yang segar untuk kami." Tidak lama kemudian datanglah Abu
Haytsam membawa satu wadah air yang dipikulnya, lalu ia meletakkannya, kemudian
ia memeluk Nabi ﷺ dan
mengorbankan ayah dan ibunya untuk beliau.
Lalu ia
membawa mereka ke kebunnya, ia menghamparkan tikar untuk mereka, kemudian ia
pergi ke pohon kurma, lalu datang dengan membawa satu tangkai kurma dan
meletakkannya. Nabi ﷺ bersabda: "Mengapa engkau tidak memilihkan untuk kami yang
matang saja?" Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku ingin agar kalian
memilih sendiri dari yang matang dan yang masih muda." Maka mereka pun
makan dan minum dari air itu.
Lalu
Rasulullah ﷺ
bersabda: "Ini – demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya – adalah
bagian dari kenikmatan yang akan ditanyakan kepada kalian pada hari kiamat:
naungan yang sejuk, kurma yang lezat, dan air yang dingin." Kemudian Abu
Haytsam pergi untuk menyiapkan makanan bagi mereka. Maka Nabi ﷺ
bersabda: "Janganlah kamu menyembelih hewan betina yang sedang
menyusui." Lalu ia menyembelih seekor anak kambing betina atau jantan dan
membawanya kepada mereka, lalu mereka pun memakannya.
Nabi ﷺ
bersabda: "Apakah kamu memiliki pembantu?" Ia menjawab:
"Tidak." Nabi ﷺ bersabda:
"Jika kami mendapatkan tawanan, datanglah kepada kami." Kemudian Nabi
ﷺ
didatangkan dua orang budak, dan tidak ada yang ketiga bersama keduanya. Maka
datanglah Abu Haytsam kepada beliau.
Lalu Nabi ﷺ
bersabda: "Pilihlah salah satu dari keduanya." Ia berkata:
"Wahai Nabi Allah, pilihkanlah untukku."
Maka Nabi ﷺ
bersabda: "Orang yang dimintai pendapat itu adalah orang yang dipercaya.
Ambillah yang ini, karena aku melihatnya shalat. Dan perlakukanlah dia dengan
baik."
Kemudian
Abu Haytsam pergi kepada istrinya, lalu memberitahukan kepadanya ucapan
Rasulullah ﷺ.
Maka
istrinya berkata: "Engkau tidak akan dapat melaksanakan apa yang dikatakan
oleh Nabi ﷺ
kecuali jika engkau memerdekakannya."
Maka ia pun
berkata: "Ia merdeka."
Maka
Rasulullah ﷺ
bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang nabi dan tidak pula
seorang khalifah melainkan memiliki dua kelompok penasihat: penasihat yang
memerintahkannya kepada kebaikan dan melarangnya dari kemungkaran, dan
penasihat yang tidak segan-segan menjerumuskannya. Maka siapa yang dijaga dari
penasihat yang buruk, sungguh ia telah dijaga."
Abu Isa
berkata: Ini adalah hadits hasan shahih gharib.
Di hukumi
Shahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi.
===***===
PEMBAHASAN
KEDUA :
HUKUM MAKAN
DAN MINUM BERLEBIHAN MELAMPAUI BATAS KENYANG
Israf
(berlebihan) itu tercela dalam makan dan minum, juga dalam hal lainnya. Allah
Ta’ala berfirman:
(وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ)
“Dan
makanlah serta minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31).
Dan Allah
Ta’ala berfirman:
(وَلَا
تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ)
“Dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.” (Al-An’am: 141).
Dan Allah ﷻ
berfirman:
(وَلَا تَجْعَلْ
يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ
مَلُومًا مَحْسُورًا)
“Dan
janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula
engkau terlalu mengulurkannya, nanti engkau menjadi tercela dan menyesal.”
(Al-Isra’: 29).
Dan Dia
berfirman:
(وَآتِ ذَا
الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِرَبِّهِ كَفُورًا)
“Dan
berikanlah kepada kerabatmu haknya, kepada orang miskin dan musafir, dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang
boros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada
Tuhannya.” (Al-Isra’: 26-27).
Perbedaan
antara israf dan tabdzir adalah:
“Israf adalah menggunakan sesuatu pada tempatnya tetapi melebihi dari kadar
yang semestinya. Sedangkan tabdzir adalah menggunakannya pada tempat yang tidak
semestinya.” Hal ini dikatakan oleh Al-Manawi dalam kitab Faydul Qadir (1/50).
Israf
adalah melampaui batas, dan itu bisa terjadi dengan makan melebihi kenyang. Ini
tidak dibatasi dengan satu atau dua atau tiga kali makan, bisa jadi seseorang
hanya makan sekali dalam sehari namun ia berlebihan. Dan bisa jadi ia makan
tiga kali dalam sehari tanpa berlebihan.
Dari Miqdad
bin Al-Aswad radhiyallahu 'anhu, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
«مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ
وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٍ يُقِمْنَ صُلْبَهُ،
فَإِنْ كَانَ لَابُدَّ فَثُلُثٌ طَعَامٌ، وَثُلُثٌ شَرَابٌ، وَثُلُثٌ نَفَسٌ»
“Tidak ada
wadah yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah
bagi anak Adam beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika ia
harus melakukannya (makan lebih dari itu), maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya.”
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi (2380), Ibnu Majah (3349), Ahmad (4/132), An-Nasa’i dalam
“Al-Kubra” (4/177–178), dan Ath-Thabarani (2/272–273, no. 644 dan 645), dari
hadis Al-Miqdam bin Ma’dikarib. Dalam sebagian riwayat terdapat lafaz:
“beberapa suapan (أَكَلَاتٌ)” sebagai ganti dari “beberapa suap kecil (لُقَيْمَاتٌ).”
Hadis ini dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibban (2/449 no. 674, 12/41 no. 5236),
Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak” (4/121, 4/331), dan Al-Albani dalam “As-Silsilah
Ash-Shahihah” (no. 2265).
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi (2381), Ahmad dalam Musnad-nya (4/132), dan Ibnu Majah (3349),
dan sanadnya sahih..
Hadis
al-Miqdad ini menunjukkan anjuran untuk mengurangi makan dan mencukupkan dengan
makanan yang dapat menegakkan tulang punggung, dan tidak membahas tentang
jumlah makan.
Bisa saja
seseorang makan sesuap itu tiga kali dalam sarapan, makan siang, dan makan
malamnya, dan tetap tergolong hemat dan tidak berlebihan. Jika ingin melewati
jumlah suapan tersebut dalam satu kali makan, maka hendaknya menjadikan
sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk
napasnya. Jika ia membutuhkan makan lain — sebagaimana kebanyakan orang — maka
tidak mengapa, dan hendaknya ia tetap menjaga adab yang disebutkan sebelumnya.
Demikian pula jika ia butuh tiga atau empat kali makan. Jumlah makan
berbeda-beda tergantung orang, jenis makanan, dan aktivitas yang dilakukan.
Tujuannya
adalah menjaga tubuh dan tidak membahayakannya, baik karena terlalu kenyang
maupun karena kelaparan.
Tujuan
lainnya adalah menguatkan diri dalam ketaatan, dan hal itu dapat dicapai dengan
makan secara seimbang, bukan dengan kekenyangan yang memberatkan, dan bukan
pula dengan kelaparan yang melemahkan.
Al-Qurthubi
rahimahullah berkata dalam tafsir ayat dari surat Ali Imran:
قَوْلُهُ تَعَالَى : (وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
وَلَا تُسْرِفُوا) قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : أَحَلَّ اللَّهُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْأَكْلَ
وَالشُّرْبَ مَا لَمْ يَكُنْ سَرَفًا أَوْ مَخِيلَةً. فَأَمَّا مَا تَدْعُو الْحَاجَةُ
إِلَيْهِ، وَهُوَ مَا سَدَّ الْجُوعَةَ وَسَكَّنَ الظَّمَأَ، فَمَنْدُوبٌ إِلَيْهِ
عَقْلًا وَشَرْعًا، لِمَا فِيهِ مِنْ حِفْظِ النَّفْسِ وَحِرَاسَةِ الْحَوَاسِّ، وَلِذَلِكَ
وَرَدَ الشَّرْعُ بِالنَّهْيِ عَنِ الْوِصَالِ، لِأَنَّهُ يُضْعِفُ الْجَسَدَ وَيُمِيتُ
النَّفْسَ، وَيُضْعِفُ عَنِ الْعِبَادَةِ، وَذَلِكَ يَمْنَعُ مِنْهُ الشَّرْعُ وَتَدْفَعُهُ
الْعَقْلُ. وَلَيْسَ لِمَنْ مَنَعَ نَفْسَهُ قَدْرَ الْحَاجَةِ حَظٌّ مِنْ بِرٍّ وَلَا
نَصِيبٌ مِنْ زُهْدٍ، لِأَنَّ مَا حَرَمَهَا مِنْ فِعْلِ الطَّاعَةِ بِالْعَجْزِ وَالضَّعْفِ
أَكْثَرُ ثَوَابًا وَأَعْظَمُ أَجْرًا.
وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي الزَّائِدِ عَلَى قَدْرِ
الْحَاجَةِ عَلَى قَوْلَيْنِ: فَقِيلَ حَرَامٌ، وَقِيلَ مَكْرُوهٌ. قَالَ ابْنُ الْعَرَبِيِّ:
وَهُوَ الصَّحِيحُ، فَإِنَّ قَدْرَ الشَّبَعِ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْبُلْدَانِ
وَالْأَزْمَانِ وَالْأَسْنَانِ وَالطُّعْمَانِ. ثُمَّ قِيلَ: فِي قِلَّةِ الْأَكْلِ
مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ، مِنْهَا أَنْ يَكُونَ الرَّجُلُ أَصَحَّ جِسْمًا، وَأَجْوَدَ
حِفْظًا، وَأَزْكَى فَهْمًا، وَأَقَلَّ نَوْمًا، وَأَخَفَّ نَفَسًا. وَفِي كَثْرَةِ
الْأَكْلِ كَظُّ الْمَعِدَةِ وَنَتْنُ التُّخْمَةِ، وَيَتَوَلَّدُ مِنْهُ الْأَمْرَاضُ
الْمُخْتَلِفَةُ، فَيَحْتَاجُ مِنَ الْعِلَاجِ أَكْثَرَ مِمَّا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ
الْقَلِيلُ الْأَكْلِ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: أَكْبَرُ الدَّوَاءِ تَقْدِيرُ
الْغِذَاءِ.
“Firman
Allah Ta’ala: ‘Dan makanlah serta minumlah dan jangan berlebih-lebihan.’ Ibnu
Abbas berkata: Allah menghalalkan dalam ayat ini makan dan minum selama tidak
berlebihan dan tidak disertai kesombongan. Adapun yang dibutuhkan, yaitu
sekadar menghilangkan lapar dan dahaga, maka dianjurkan secara akal dan
syariat, karena hal itu menjaga jiwa dan melindungi indera. Karena itulah,
syariat melarang terus-menerus puasa tanpa berbuka, karena itu melemahkan
tubuh, mematikan jiwa, dan melemahkan ibadah. Maka syariat melarangnya dan akal
juga menolaknya. Orang yang menahan dirinya dari sekadar kebutuhan, tidak
memiliki bagian dalam kebaikan atau dalam kezuhudan, karena yang ia haramkan
pada dirinya menjadikannya tidak mampu beribadah karena lemah dan tidak kuat,
padahal itu lebih utama dan lebih besar pahalanya.
Dan telah
terjadi perbedaan pendapat mengenai kelebihan dari kadar kebutuhan: ada yang
mengatakan haram, dan ada yang mengatakan makruh. Ibnu ‘Arabi berkata: itulah
yang benar, karena kadar kenyang itu berbeda-beda tergantung daerah, waktu,
usia, dan jenis makanan. Kemudian dikatakan: dalam sedikit makan terdapat
banyak manfaat, di antaranya: tubuh lebih sehat, daya ingat lebih kuat,
pemahaman lebih tajam, tidur lebih sedikit, dan jiwa lebih ringan. Sedangkan
terlalu banyak makan menyebabkan perut penuh, napas bau karena kekenyangan, dan
menimbulkan berbagai penyakit, sehingga butuh pengobatan lebih banyak daripada
orang yang sedikit makan. Dan sebagian ahli hikmah berkata: obat paling besar
adalah mengatur makanan.” Selesai dari Tafsir Al-Qurthubi (7/191).
Di antara
dalil yang menunjukkan bolehnya makan sampai kenyang, dan bahwa yang makruh
atau haram adalah yang melampaui batas, adalah riwayat Al-Bukhari (5381) dan
Muslim (2040) dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
قَالَ أَبُو طَلْحَةَ لِأُمِّ سُلَيْمٍ :
لَقَدْ سَمِعْتُ صَوْتَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ضَعِيفًا أَعْرِفُ فِيهِ الْجُوعَ
فَهَلْ عِنْدَكِ مِنْ شَيْءٍ؟ وفيه قصة تكثير الطعام بدعاء النبي صلى الله عليه
وسلم وقوله : (ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا ،
ثُمَّ خَرَجُوا ، ثُمَّ قَالَ : ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ، فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا
حَتَّى شَبِعُوا ، ثُمَّ خَرَجُوا ، ثُمَّ قَالَ : ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ، فَأَذِنَ
لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا ، ثُمَّ خَرَجُوا ، ثُمَّ أَذِنَ لِعَشَرَةٍ
فَأَكَلَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ وَشَبِعُوا ، وَالْقَوْمُ ثَمَانُونَ رَجُلًا)
Abu Thalhah
berkata kepada Ummu Sulaim: “Sungguh aku mendengar suara Rasulullah ﷺ
yang lemah, aku tahu bahwa itu karena lapar, apakah engkau memiliki sesuatu?”
Kemudian disebutkan kisah diperbanyaknya makanan dengan doa Nabi ﷺ,
dan sabda beliau: “Izinkan sepuluh orang masuk.” Maka diizinkan untuk mereka,
lalu mereka makan hingga kenyang, kemudian keluar. Lalu beliau bersabda:
“Izinkan sepuluh orang.” Maka diizinkan untuk mereka, lalu mereka makan hingga
kenyang, kemudian keluar. Lalu beliau bersabda: “Izinkan sepuluh orang.” Maka
diizinkan untuk mereka, lalu mereka makan hingga kenyang, kemudian keluar.
Kemudian beliau mengizinkan sepuluh orang, lalu seluruh kaum itu makan dan
kenyang, dan mereka berjumlah delapan puluh orang”.
====
BEBERAPA PERKATAAN SALAF TENTANG KENYANG DAN BANYAK MAKAN
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
﴿ يَابَنِي
آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴾
*"Wahai anak Adam! Pakailah pakaian kalian yang indah
setiap kali ke masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebihan. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."* (QS. Al-A'raf: 31)
Allah ﷻ telah membolehkan bagi hamba-Nya untuk makan dan minum, tetapi
tanpa berlebihan dan melewati batas.
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata:
قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقَدٍ: قَدْ جَمَعَ اللَّهُ الطِّبَّ
كُلَّهُ فِي نِصْفِ آيَةٍ فَقَالَ: "كلوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا"
Ali bin Husain bin Waqid berkata, “Allah telah
mengumpulkan seluruh ilmu kedokteran dalam setengah ayat, yaitu firman-Nya:
*‘Makan dan minumlah, dan jangan berlebihan.’*” [Tafsir al-Baghawi 3/225].
Dari Miqdad
bin Al-Aswad radhiyallahu 'anhu, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
«مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ
وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٍ يُقِمْنَ صُلْبَهُ،
فَإِنْ كَانَ لَابُدَّ فَثُلُثٌ طَعَامٌ، وَثُلُثٌ شَرَابٌ، وَثُلُثٌ نَفَسٌ»
“Tidak ada
wadah yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah
bagi anak Adam beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika ia
harus melakukannya (makan lebih dari itu), maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya.”
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi (2381), Ahmad dalam Musnad-nya (4/132), dan Ibnu Majah (3349),
dan sanadnya sahih..
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
هٰذَا الْحَدِيثُ أَصْلٌ جَامِعٌ لِأُصُولِ ٱلطِّبِّ كُلِّهَا، وَقَدْ رُوِيَ
أَنَّ ابْنَ مَاسَوَيْه الطَّبِيبَ لَمَّا قَرَأَ هٰذَا الْحَدِيثَ فِي كِتَابِ أَبِي
خَيْثَمَةَ قَالَ: لَوِ ٱسْتَعْمَلَ ٱلنَّاسُ هٰذِهِ ٱلْكَلِمَاتِ لَسَلِمُوا مِنَ
ٱلْأَمْرَاضِ وَٱلْأَسْقَامِ، وَلَتَعَطَّلَتْ دَكَاكِينُ ٱلصَّيَادِلَةِ.
Hadits ini merupakan pokok yang mencakup seluruh prinsip
pengobatan. Diriwayatkan bahwa Ibnu Masawaih, seorang tabib, ketika membaca
hadits ini dalam kitab Abu Khaitsamah, ia berkata: “Seandainya manusia
mengamalkan kata-kata ini, niscaya mereka akan selamat dari berbagai penyakit
dan gangguan, dan toko-toko para apoteker pun akan tutup.” (Jami' al-‘Ulum wa
al-Hikam, hlm. 503)
Banyak makan dan minum memiliki banyak dampak buruk, maka
seorang muslim seharusnya melatih jiwanya untuk mengurangi makan dan minum agar
terhindar dari berbagai penyakit.
Para ulama salaf memiliki berbagai perkataan tentang
kenyang dan banyak makan. Dengan kemudahan dari Allah Yang Maha Mulia, saya
telah mengumpulkan sebagian darinya. Semoga Allah memberikan manfaat bagi
semua.
*****
CELAAN TERHADAP ORANG YANG RAKUS MAKAN DAN TIDAK PERNAH MERASA KENYANG
•
Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata:
ذَمِّ الْأَكُولِ الَّذِي لَا يَشْبَعُ وَأَنَّهَا خَلَّةٌ مَذْمُومَةٌ
وَصِفَةٌ غَيْرُ مَحْمُودَةٍ وَأَنَّ الْقِلَّةَ مِنَ الْأَكْلِ أَحْمَدُ وَأَفْضَلُ
وَصَاحِبُهَا عَلَيْهَا مَمْدُوحٌ
Orang yang rakus makan dan tidak pernah kenyang dicela,
dan hal itu adalah sifat yang tercela serta tidak terpuji. Sementara sedikit
makan adalah lebih terpuji dan lebih utama, dan orang yang melakukannya dipuji
karena sifat tersebut. [at-Tamhiid 18/56].
• Malik
bin Dinar berkata:
«مَا
يَنْبَغِي لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَكُونَ بَطْنُهُ أَكْثَرَ هَمِّهِ، وَأَنْ تَكُونَ
شَهْوَتُهُ هِيَ الْغَالِبَةَ عَلَيْهِ»
Tidak pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya
sebagai hal yang paling ia pikirkan, dan tidak pantas hawa nafsunya menjadi
yang paling menguasainya. [Lihat : al-Juu’ karya Ibnu Abi ad-Dunya hal. 80 no.
105].
****
KENYANG YANG DILARANG
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
قِصَّةَ أَبِي الْهَيْثَمِ إِذْ ذَبَحَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلِصَاحِبَيْهِ الشَّاةَ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ
الشِّبَعِ وَمَا جَاءَ مِنَ النَّهْيِ عَنْهُ مَحْمُولٌ عَلَى الشِّبَعِ الَّذِي يُثْقِلُ
الْمَعِدَةَ وَيُثَبِّطُ صَاحِبَهُ عَنِ الْقِيَامِ لِلْعِبَادَةِ وَيُفْضِي إِلَى
الْبَطَرِ وَالْأَشَرِّ وَالنَّوْمِ وَالْكَسَلِ
Kisah Abu Al-Haitsam ketika ia menyembelih seekor kambing
untuk Nabi ﷺ dan kedua sahabat beliau, lalu mereka makan hingga kenyang. Di
dalamnya terdapat dalil bolehnya merasa kenyang. Adapun larangan yang datang
mengenai hal itu ditafsirkan sebagai kenyang yang memberatkan lambung,
melemahkan seseorang dari bangkit untuk beribadah, dan menjerumuskannya kepada
kesombongan, sikap berlebihan, tidur, serta kemalasan.
[Fathul Bari 9/528]
****
SEBAGIAN DAMPAK NEGATIF PERUT SELALU KENYANG DAN BANYAK MAKAN:
• Umar radhiyallahu 'anhu berkata:
إيّاكُم والبِطْنَةَ، فَإِنَّهَا ثِقْلٌ فِي الْحَيَاةِ، نَتْنٌ فِي الْمَمَاتِ.
"Waspadalah kalian terhadap perut yang kenyang,
karena itu adalah beban dalam kehidupan dan kebusukan dalam kematian."
[Lihat : Takhrij al-Ihya no. 2488]
Dalam Takhrij al-Ihya no. 2488 di sebutkan :
Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam kitab *Ath-Thibb
An-Nabawi* melalui jalur Bisyr al-A‘war, ia berkata: Umar bin Khattab berkata :
إِيَّاكُمْ وَٱلْبِطْنَةَ فِي ٱلطَّعَامِ وَٱلشَّرَابِ، فَإِنَّهَا
مُفْسِدَةٌ لِلْجَسَدِ، مُورِثَةٌ لِلْفَشَلِ، مُكْسِلَةٌ عَنِ ٱلصَّلَاةِ، وَعَلَيْكُم
بِٱلْقَصْدِ فِيهِمَا، فَإِنَّهُ أَصْلَحُ لِلْجَسَدِ، وَأَبْعَدُ مِنَ ٱلسَّرَفِ.
“Jauhilah perut yang penuh karena makanan dan minuman,
karena itu merusak tubuh, menyebabkan kelemahan, dan membuat malas untuk
shalat. Hendaklah kalian bersikap pertengahan dalam keduanya, karena itu lebih
baik bagi tubuh dan lebih jauh dari sikap berlebihan.
Telah diriwayatkan dari ‘Amr bin al-‘Ash dan selainnya
dari kalangan sahabat :
ٱلْبِطْنَةُ تُذْهِبُ بِٱلْفِطْنَةِ
“Perut kenyang menghilangkan
kecerdasan.” [Takhrij al-Ihya no. 2488]
• Luqman bin Hakim berkata kepada putranya:
يَا بُنَيَّ، إِذَا ٱمْتَلَأَتِ ٱلْمِعْدَةُ نَامَتِ ٱلْفِكْرَةُ، وَخَرَسَتِ
ٱلْحِكْمَةُ، وَقَعَدَتِ ٱلْأَعْضَاءُ عَنِ ٱلْعِبَادَةِ.
"Wahai anakku, jika perut sudah penuh, maka pemikiran
akan tidur, kebijaksanaan akan terdiam, dan anggota tubuh akan malas untuk
beribadah." [Lihat : Adab al-Akli oleh al-Mundziri hal. 25 dan Ihya Ulumid
Din oleh al-Ghazali 3/84]
• Abdullah ar-Razy berkata:
كَانَ أَهْلُ الْعِلْمِ بِاللَّهِ وَالْقَبُولِ عَنْهُ يَقُولُونَ: إِنَّ الشِّبَعَ
يُقَسِّي الْقَلْبَ، وَيُفَتِّرُ الْبَدَنَ.
Dahulu, para ulama yang mengenal Allah dan diterima
oleh-Nya biasa berkata: *Sesungguhnya kenyang itu mengeraskan hati dan
melemahkan badan.* [Lihat : Syarah Shahih al-Bukhori oleh al-Baththal 10/178
dan at-Tawdhiih Li Syarhi al-Jami’ ash-Shohih oleh Ibnu al-Mulaqqin 29/480].
• Sufyan ats-Tsauri berkata:
إِيَّاكُمْ وَالْبِطْنَةَ، فَإِنَّهَا تُقَسِّي الْقَلْبَ
"Waspadalah kalian terhadap perut yang kenyang,
karena itu mengeraskan hati."
[Baca : Az-Zuhud wa ar-Roqo’iq oleh Ibnu al-Mubarak 1/91
no. 269, al-Juu’ oleh Ibnu Abi ad-Dunya hal. 73 no. 84 dan Hilyatul Awliyaa
oleh al-Ashfahaani 7/36].
• Sahl bin Abdullah al-Tustari berkata:
«الْبَطَنَةُ
أَصْلُ الْغَفْلَةِ»
"Kenyang adalah asal dari kelalaian." [Baca :
Hilyatul Awliya oleh al-Ashbahaani 10/195]
• Imam al-Khaththabi al-Busti berkata:
مَنْ يَتَنَاوَلُ الطَّعَامَ فِي غَيْرِ أَوَانِ جُوعِهِ وَيَأْخُذُ مِنْهُ
فَوْقَ قَدْرِ حَاجَتِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ لَا يُلْبِثُهُ أَنْ يَقَعَ فِي أَمْرَاضٍ
مُدْنِفَةٍ وَأَسْقَامٍ مُتْلِفَةٍ وَلَيْسَ مَنْ عَلِمَ كَمَنْ جَهِلَ وَلَا مَنْ
جَرَّبَ وَامْتَحَنَ كَمَنْ بَادَهَ وَخَاطَرَ
"Barang siapa yang makan di luar waktu lapar dan
mengambil makanan lebih dari kebutuhannya, maka itu akan membawa pada penyakit
yang merusak dan kelainan yang membahayakan. Tidak ada ilmu seperti orang bodoh,
dan tidak ada pengalaman seperti orang yang coba-coba dan orang yang nekad"
[Baca : al-‘Uzlah karya al-Khoththobi hal. 8].
• Al-Imam Asy-Syafi'i berkata:
«
إِنَّ الشِّبَعَ يُثْقِلُ الْبَدَنَ، وَيُقَسِّي الْقَلْبَ، وَيُزِيلُ الْفِطْنَةَ،
وَيَجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةِ»
"Sesunggyhnya kenyang itu membuat tubuh berat,
mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, membawa tidur, dan melemahkan
pemiliknya dari beribadah." [Baca : Adabu asy-Syafi’i oleh Ibnu Abi Hatim
ar-Razy hal. 78 dan Hilyatul Awliyaa oleh al-Ashbahaani 9/127].
• Ibnu Abdil Barr dan lainnya menyebutkan bahwa Umar
radhiyallahu 'anhu pernah berkhutbah dan berkata:
إيَّاكُمْ، وَالْبِطْنَةَ فَإِنَّهَا مُكْسِلَةٌ عَنْ الصَّلَاةِ مُؤْذِيَةٌ
لِلْجِسْمِ، وَعَلَيْكُمْ بِالْقَصْدِ فِي قُوتِكُمْ فَإِنَّهُ أَبْعَدُ مِنْ الْأَشَرِ
وَأَصَحُّ لِلْبَدَنِ وَأَقْوَى عَلَى الْعِبَادَةِ، وَإِنَّ امْرَأً لَنْ يَهْلِكَ
حَتَّى يُؤْثِرَ شَهْوَتَهُ عَلَى دِينِهِ
“Jauhilah oleh kalian perut yang penuh (kenyang
berlebihan), karena itu membuat malas shalat dan membahayakan kesehatan tubuh.
Hendaklah kalian bersikap pertengahan dalam makanan
kalian, karena itu lebih menjauhkan dari sikap berlebih-lebihan, lebih menyehatkan
badan, dan lebih menguatkan untuk ibadah.
Sungguh, seseorang tidak akan binasa sampai dia lebih
mengutamakan syahwatnya daripada agamanya”.
[Baca : Bahjatul Majaalis oleh Abu Umar, Ibnu Abdil Barr hal.
188 dan Al-Adab asy-Syar’iyyah karya Muhammad bin Muflih al-Hanbali 3/195].
• Imam Ibnu Aqil rahimahullah berkata:
قَالَ رَجُلٌ لِحَكِيمٍ: كَمْ آكُلُ؟ قَالَ: دُونَ الشِّبَعِ.
"Seorang pria bertanya kepada seorang bijak: 'Berapa
banyak yang sebaiknya saya makan?' Ia menjawab: 'Sebelum kenyang.'" [Baca
: Kitab al-Funuun karya Ibnu Aqiil 2/576 no. 523].
• Al-Fudail bin 'Iyadh berkata:
«خَصْلَتَانِ
تُقَسِّيَانِ الْقَلْبَ كَثْرَةُ الْكَلَامِ وَكَثْرَةُ الْأَكْلِ»
"Ada dua hal yang mengeraskan hati: banyak bicara dan
banyak makan." [Baca : Hilyatul Awliyaa karya al-Ashbahaani 8/350, Tarikh
Dimasyqi karya Ibnu Asakir 48/415 dan Siyar al-A’laam an-Nubalaa karya
Adz-Dzahabi 8/440].
• Luqman Bin Hakim berkata:
يَا بُنَيَّ لَا تَأْكُلْ شَيْئًا عَلَى شِبَعٍ فَإِنَّك إنْ تَتْرُكَهُ
لِلْكَلْبِ خَيْرٌ لَك مِنْ أَنْ تَأْكُلَهُ
"Wahai anakku, jangan makan sampai kenyang, karena
itu akan kau tinggalkan untuk anjing, lebih baik daripada jika kau makan
itu." [Baca : Bahjatul Majalis oleh Abu Umar Ibnu Abdil Barr hal. 190
dan Al-Adab asy-Syar’iyyah oleh Ibnu
Muflih 3/195]
• Imam al-Ghazali berkata:
الشِّبَعُ يُورِثُ البَلَادَةَ، وَالصَّبِيُّ إِذَا أَكْثَرَ الأَكْلَ، بَطَلَ
حِفْظُهُ، وَفَسَدَ ذِهْنُهُ، وَصَارَ بَطِيءَ الفَهْمِ وَالإِدْرَاكِ.
"Kenyang menyebabkan kedunguan (bebal otaknya), dan
jika seorang anak makan terlalu banyak, maka hafalannya akan rusak, pikirannya
akan kacau, dan dia akan menjadi lambat dalam memahami dan menyerap."
[Baca : Ihya Ulumid Diin 3/84]
===
SUMBER SEGALA PENYAKIT ADALAH KEKENYANGAN.
Betapa banyak dzikir yang terucap di lisan, namun hati
tidak menikmatinya dan tidak terpengaruh olehnya, seakan ada tirai antara hati
dan dzikir itu karena kerasnya hati. Namun terkadang hati menjadi lembut dalam
sebagian keadaan, sehingga sangat terpengaruh oleh dzikir dan menikmati
munajat, dan kosongnya perut adalah sebab yang paling jelas untuk itu.
====
ORANG YANG KENYANG AKAN MELUPAKAN ORANG LAPAR DAN MELUPAKAN RASA LAPAR.
Ilmu dan amal tidak mungkin dijalani secara terus-menerus
kecuali dengan tubuh yang sehat, dan kesehatan tubuh tidak akan murni kecuali
dengan makanan dan asupan yang cukup sesuai kebutuhan secara berkala.
Maka siapa yang makan agar bisa kuat menjalani ilmu dan
amal serta kuat dalam takwa, tidak sepantasnya membiarkan dirinya begitu saja
dan mengikuti nafsu makannya seperti hewan di padang rumput.
Sumber dari semua maksiat adalah syahwat dan kekuatan
fisik, dan bahan bakar dari syahwat dan kekuatan tersebut tidak lain adalah
makanan. Maka menguranginya akan melemahkan semua syahwat dan kekuatan tersebut.
Diriwayatkan bahwa sebagian orang saleh berkata:
نَحْنُ لَا نَأْكُلُ إِلَّا حَلَالًا؛ فَلِذَلِكَ تَسْتَقِيمُ قُلُوبُنَا.
*Kami tidak makan kecuali yang halal, maka karena itu hati
kami menjadi lurus.*
[Baca : Quut al-Quluub karya Abu Tholib Muhammad al-Makki
(w. 386 H) 2/474 dan Ihya Ulumid Din karya al-Ghazali 2/91].
Barang siapa terbiasa sedikit makan, maka ia cukup dengan
harta yang sedikit. Namun barang siapa terbiasa kenyang, maka perutnya menjadi
seperti musuh yang selalu menuntutnya.
Dalam banyak makan terdapat enam
sifat tercela:
1. Menghilangkan rasa takut kepada Allah dari dalam hati.
2. Menghilangkan kasih sayang terhadap makhluk, karena ia
mengira semua orang dalam keadaan kenyang.
3. Memberatkan dari melakukan ketaatan.
4. Ketika mendengar kata-kata hikmah, ia tidak merasakan
kelembutan hati.
5. Ketika berbicara dengan nasihat dan hikmah, ucapannya
tidak menyentuh hati orang lain.
6. Menyebabkan munculnya berbagai penyakit.
• Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
مَنْ وَفَّى نَفْسَهُ حَظَّهَا مِنْ عَيْشِ جَسَدِهِ بِالشَّهَوَاتِ الْحِسِّيَّةِ؛
كَالطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، فَسَدَ قَلْبُهُ وَقَسَا، وَجَلَبَ لَهُ ذَلِكَ الْغَفْلَةَ
وَكَثْرَةَ النَّوْمِ، فَنَقَصَ حَظُّ رُوحِهِ وَقَلْبِهِ مِنْ طَعَامِ الْمُنَاجَاةِ،
فَخَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا.
Barang siapa yang memberikan jatah kepada dirinya untuk
menikmati syahwat jasmani seperti makan dan minum, maka hatinya akan rusak dan
menjadi keras. Hal itu akan menimbulkan kelalaian dan banyak tidur, sehingga
bagian ruh dan hatinya dari "makanan munajat" menjadi berkurang. Maka
ia pun merugi dengan kerugian yang nyata. [Baca : Syarh Hadits Labbaikallahumma
Labbaik karya Ibnu Rajab hal. 68].
• Syaikh Sa'ad bin Nashir asy-Syatsri berkata:
قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ بِأَنَّ الشَّبَعَ يُثْقِلُ الْبَدَنَ، وَيُزِيلُ
الْفِطْنَةَ، وَيَجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةِ، وَقَدْ
جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ، وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ».
Sekelompok imam berkata bahwa kenyang itu memberatkan
badan, menghilangkan kecerdasan, mendatangkan rasa kantuk, dan melemahkan
seseorang dari ibadah. Telah datang dalam Shahihain bahwa Nabi ﷺ bersabda:
“Orang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan orang
kafir makan dengan tujuh lambung.”
[“Manfaat dari Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyyah oleh Syaikh Sa'ad bin Nashir Asy-Syatsri”.
Tautan materi:
[http://iswy.co/e2dee1](http://iswy.co/e2dee1)]
====
MENGUAP TERJADI KARENA BANYAK MAKAN:
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
الْعُطَاسَ يَكُونُ مِنْ خِفَّةِ الْبَدَنِ وَانْفِتَاحِ الْمَسَامِّ وَعَدَمِ
الْغَايَةِ فِي الشِّبَعِ وَهُوَ بِخِلَافِ التَّثَاؤُبِ فَإِنَّهُ يَكُونُ مِنْ
عِلَّةِ امْتِلَاءِ الْبَدَنِ وَثِقَلِهِ مِمَّا يَكُونُ نَاشِئًا عَنْ كَثْرَةِ
الْأَكْلِ وَالتَّخْلِيطِ فِيهِ وَالْأَوَّلُ يَسْتَدْعِي النَّشَاطَ لِلْعِبَادَةِ
وَالثَّانِي عَلَى عَكْسِهِ
Bersin terjadi karena ringan badan, terbukanya pori-pori,
dan tidak terlalu kenyang. Ini berbeda dengan menguap, karena ia terjadi akibat
tubuh yang penuh dan berat, yang timbul dari banyak makan dan mencampuradukkan
makanan. Bersin mendorong semangat untuk beribadah, sedangkan menguap
sebaliknya. [Fathul Bari 10/607].
====
MAKNA TIDAK BERLEBIHAN :
Wahib bin Al-Ward berkata:
لَقِيَ عَالِمٌ عَالِمًا هُوَ فَوْقَهُ فِي الْعِلْمِ، فَقَالَ: رَحِمَكَ اللَّهُ
أَخْبِرْنِي عَنْ هَذَا الطَّعَامِ الَّذِي نُصِيبُهُ لَا إِسْرَافَ فِيهِ مَا هُوَ؟
قَالَ: «مَا سَدَّ الْجُوعَ، وَدُونَ الشِّبَعِ»
Seorang ‘alim bertemu dengan seorang ‘alim lain yang lebih
tinggi ilmunya, lalu ia bertanya: "Semoga Allah merahmatimu, beritahulah
aku tentang makanan yang kita makan yang tidak mengandung unsur berlebihan,
apakah itu?"
Ia menjawab: “Yang dapat menghilangkan lapar dan masih di
bawah batas kenyang.”
[Diriwayatkan dengan sanadnya oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam
al-Juu’ hal. 132 no. 209, Abu Nu’aim al-Ashfahani dalam al-Hilyah 8/152 dan
al-Mizzy dalam Tahdzib al-Kamal 31/174].
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
مِنْ شَأْنِ الْمُؤْمِنِ التَّقَلُّلَ مِنَ الْأَكْلِ لِاشْتِغَالِهِ بِأَسْبَابِ
الْعِبَادَةِ وَلِعِلْمِهِ بِأَنَّ مَقْصُودَ الشَّرْعِ مِنَ الْأَكْلِ مَا يَسُدُّ
الْجُوعَ وَيُمْسِكُ الرَّمَقَ وَيُعِينُ عَلَى الْعِبَادَةِ وَلِخَشْيَتِهِ أَيْضًا
مِنْ حِسَابِ مَا زَادَ عَلَى ذَلِكَ
Termasuk ciri orang beriman adalah sedikit makan, karena
sibuk dengan sebab-sebab ibadah, dan karena ia tahu bahwa tujuan syariat dari
makan adalah untuk menghilangkan rasa lapar, menjaga kekuatan tubuh, dan
membantu dalam beribadah. Ia juga takut terhadap hisab atas makanan yang
berlebihan. [Fathul Bari 9/539].
===
MANFAAT TIDAK BANYAK MAKAN :
Umar bin Kaththab radhiyallahu 'anhu berkata:
«أَيُّهَا
النَّاسُ، إِيَّاكُمْ وَالْبِطْنَةَ مِنَ الطَّعَامِ، فَإِنَّهَا مَكْسَلَةٌ عَنِ الصَّلَاةِ،
مُفْسِدَةٌ لِلِجَسَدِ، مُوَرِّثَةٌ لِلسَّقَمِ، وَأَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
يُبْغِضُ الْحَبْرَ السَّمِينَ، وَلَكِنَ عَلَيْكُمْ بِالْقَصْدِ فِي قُوتِكُمْ،
فَإِنَّهُ أَدْنَى مِنَ الْإِصْلَاحِ، وَأَبْعَدُ مِنَ السَّرَفِ، وَأَقْوَى عَلَى
عِبَادَةِ اللَّهِ، وَإِنَّهُ لَنْ يَهْلِكَ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْثَرَ شَهْوَتَهُ عَلَى
دِينِهِ»
"Wahai manusia, jauhilah kekenyangan karena makanan,
karena sesungguhnya itu membuat malas dalam shalat, merusak tubuh, mewariskan
penyakit. Dan sungguh Allah Tabaraka wa Ta'ala membenci orang alim yang gemuk.
Akan tetapi hendaklah kalian bersikap pertengahan dalam makanan kalian, karena
itu lebih mendekatkan pada kebaikan, lebih jauh dari pemborosan, dan lebih kuat
dalam beribadah kepada Allah. Dan sungguh seorang hamba tidak akan binasa
sampai ia lebih mengutamakan syahwatnya daripada agamanya."
[Diriwayatkan dengan sanadnya oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam
al-Juu’ hal. 72 no. 81 dan dalam Ishlahul Maal hal. 103 no. 352, dan
diriwayatkan pula oleh Dan Abu Nu’aim dalam *ath-Thibb an-Nabawiy* (halaman
127)].
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah
berkata:
مِلْءُ الْبَطْنِ... غَيْرُ مَحْمُودٍ؛ لِأَنَّ الرَّسُولَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: ((حَسْبُ الْآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ غَلَبَتِ
الْآدَمِيَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ، وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ، وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ))،
وَهَذَا هُوَ الْمُوَافِقُ لِلطِّبِّ تَمَامًا، وَجَرِّبْ تَجِدِ الرَّاحَةَ وَعَدَمَ
الْمَشَقَّةِ، وَتَأْتِي الْوَجْبَةُ الثَّانِيَةُ وَأَنْتَ تَشْتَهِيهَا تَمَامًا.
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((حَسْبُ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ
يُقِمْنَ صُلْبَهُ))؛ يَعْنِي: حَسْبُهُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ
صُلْبَهُ، ((فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ))؛ يَعْنِي: لَا بُدَّ أَنْ يَأْكُلَ ((فَثُلُثٌ
لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ))، وَلَوْ أَنَّا طَبَّقْنَا
هَذَا مَا أَصَابَنَا مَرَضٌ مِنْ دَاءِ الْبَطْنَةِ.
الرَّسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَ بِطِبِّ الْأَبْدَانِ وَالْقُلُوبِ،
وَإِذَا أَرَدْتَ الْعَافِيَةَ... فَجَرِّبْ فِي يَوْمٍ مِنَ الْأَيَّامِ عِنْدَ الْغَدَاءِ
أَلَّا تَمْلَأْ بَطْنَكَ، وَانْظُرْ كَيْفَ يَأْتِي الْعَشَاءُ، وَأَنْتَ مُشْتَهِيهِ
حَقِيقَةً، وَسَتَجِدَ أَنَّ الْبَدَنَ وَالْأَمْعَاءَ مَا تَعِبَتْ فِي تَصْرِيفِ
هَذَا الطَّعَامِ.
Mengisi penuh perut… tidak terpuji; karena Rasulullah ﷺ bersabda: “Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk
menegakkan tulang belakangnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga untuk makanan,
sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk nafas.” Ini sepenuhnya sejalan
dengan ilmu kedokteran. Cobalah, maka engkau akan merasakan kenyamanan tanpa
kesulitan, dan engkau akan menyambut makanan berikutnya dalam keadaan sangat
ingin.
Sabda Rasulullah ﷺ: “Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap
makanan untuk menegakkan tulang belakangnya.” Maksudnya: cukup baginya dari
makan dan minum beberapa suap untuk menopang tubuhnya. “Jika tidak bisa tidak
makan,” maksudnya: pasti harus makan, maka “sepertiga
untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk nafas.” Seandainya
kita menerapkannya, niscaya kita tidak akan terkena penyakit karena
kekenyangan.
Rasulullah ﷺ datang membawa pengobatan untuk tubuh dan
hati. Jika engkau menginginkan kesehatan… maka cobalah suatu hari saat makan
siang untuk tidak memenuhi perutmu, lalu lihatlah bagaimana makan malam akan
datang dengan selera yang tinggi, dan tubuh serta ususmu tidak akan lelah
memproses makanan itu”. [SELESAI]
Sufyan Ats-Tsauri berkata:
«إِنْ
أَرَدْتَ أَنْ يَصِحَّ جِسْمُكَ، وَيَقِلَّ نَومُكَ، فَأَقَلَّ مِنَ الْأَكْلِ»
“Jika engkau ingin tubuhmu sehat dan tidurmu sedikit, maka
kurangi makan”. [Diriwayatkan dengan sanadnya oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam
al-Juu’ hal. 100 no. 150 dan oleh Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam al-Hilyah 7/7].
Tsabit bin Qurrah rahimahullah berkata:
رَاحَةُ الجسْمِ فِي قِلَّةِ الطَّعَامِ، وَرَاحَةُ الرُّوْحِ فِي قِلَّةِ الآثَامِ،
وَرَاحَةُ القَلْبِ فِي قِلَّةِ الاهْتِمَامِ وَرَاحَةُ اللِّسَانِ فِي قِلَّةِ
الكَلَامِ
Kenyamanan tubuh ada pada sedikit makan, kenyamanan jiwa
ada pada sedikit dosa, kenyamanan hati ada pada sedikit kekhawatiran, dan
kenyamanan lisan ada pada sedikit berbicara.
[Baca : al-Luthfu wa al-Lathoo’if karya Abu Manshur
ats-Tsa’aalaby hal. 12, ad-Durr
al-Fariid karya Muhammad al-Mu’tashimy 4/37 no. 3374 dan Zaad al-Ma’aad karya
Ibnu al-Qoyyim 4/186].
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
إِنَّ قِلَّةَ الْغِذَاءِ تُوجِبُ رِقَّةَ الْقَلْبِ، وَقُوَّةَ الْفَهْمِ،
وَانْكِسَارَ النَّفْسِ، وَضَعْفَ الْهَوَى وَالْغَضَبِ، وَكَثْرَةُ الْغِذَاءِ تُوجِبُ
ضِدَّ ذَلِكَ
Sedikit makan menyebabkan hati lembut, pemahaman kuat,
jiwa tunduk, dan hawa nafsu serta amarah menjadi lemah. Banyak makan
menimbulkan sebaliknya. [Lihat : Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam karya Ibnu Rajab
2/469].
Dan dalam kitab lain Ibnu Rajab berkata :
قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: قِلَّةُ الطَّعَامِ عَوْنٌ عَلَى التَّسَرُّعِ إِلَى
الْخَيْرَاتِ.
وَقَالَ آخَرُ: مَا قَلَّ طَعَامُ امْرِئٍ إِلَّا رَقَّ قَلْبُهُ، وَنَدِيَتْ
عَيْنَاهُ.
Sebagian salaf berkata: "Sedikit makan adalah bantuan
untuk bersegera menuju kebaikan-kebaikan."
Dan yang lain berkata: "Tidaklah sedikit makanan
seseorang, kecuali hatinya menjadi lembut dan matanya menjadi mudah meneteskan
air mata." [Lihat : Syarah Hadits Labbaikallahumma Labbaik , karya Ibnu
Rajab hal. 117].
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
قِلَّةَ الْأَكْلِ مِنْ مَحَاسِنِ أَخْلَاقِ الرَّجُلِ، وَكَثْرَةُ الْأَكْلِ
بِضِدِّهِ.
Sedikit makan termasuk akhlak mulia seseorang, dan banyak
makan sebaliknya. [Syarah Shahih Muslim karya an-Nawawi 14/25].
Ibnu Wahb meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah ﷺ melalui jalur Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfūʿ:
«يَا
أَبَا هُرَيْرَةَ، إِذَا سَدَدْتَ كَلَبَ الْجُوعِ بِرَغِيفٍ وَكُوزٍ مِنْ مَاءِ
الْقرَاحَ فعَلَى الدُّنْيَا وَأَهْلِهَا الدَّبَارُ (الدَّمَارُ)»
"Wahai Abu Hurairah, jika anjing kelaparan telah kau puaskan
(kenyangkan) dengan sepotong roti dan segelas air bening, maka kehancuran atas
dunia dan seluruh penghuninya."
(Diriwayatkan oleh Ibnu as-Sunni dalam kitab *al-Qanāʿah* hlm. 56 no. 28, Ibnu ʿAdī dalam *al-Kāmil* 8/183, al-Baihaqi dalam *Syuʿab al-Īmān* 7/295, dan ad-Dailami
dalam *al-Firdaus* 5/349 (8394).
Ibnu ʿAdī menyebutkan dalam *al-Kāmil*-nya dalam biografi Māḍī bin Muhammad, perawi hadis ini: hadisnya munkar.
Al-Muttaqī al-Hindī dalam *Tadhkirah al-Mawḍūʿāt*
hlm. 173 mengatakan: lemah.
Dinilai lemah pula oleh al-Iraqi dalam Takhrij al-Ihya
hal. 978. Dan juga oleh al-Fatani dalam Tadzkiratul Mawdhu’at hal. 173.
Al-Albani juga mendhaifkan hadis ini dalam *as-Silsilah
ad-Dha'īfah* no. 489 dan 490).
Seandainya orang miskin tidak mendapatkan dari makanan
kecuali sekadar meringankan beban tubuhnya dari sesak lambung dan bau busuk
karena kekenyangan, maka upayanya dalam hal itu bisa dianggap sebagai bentuk
mencari kelegaan.
Apalagi jika berlebih-lebihan dalam makan justru menjadi
penyakit yang kronis, dan karena itu orang-orang pada masa jahiliah dan Islam
saling mencela satu sama lain.
Dalam hadis Anas ini dan hadis ʿAbdurrahman
bin Abī Bakr, terdapat tanda dari
kenabian beliau, yaitu makan dari makanan yang sedikit tapi mencukupi banyak
orang hingga mereka kenyang karena keberkahannya.
Anas juga meriwayatkan hadis tentang diutusnya Abu Ṭalḥah kepada Rasulullah ﷺ untuk mengundangnya. Dalam hadis itu disebutkan:
وَأَخْرَجَ لَهُمْ شَيْئًا مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا
“Dan beliau mengeluarkan sesuatu dari antara jari-jarinya,
lalu mereka makan hingga kenyang”
(Diriwayatkan oleh Muslim no. 2040/143, Kitab al-Asyribah, bab Bolehnya membawa orang lain ke rumah seseorang yang diyakini akan ridha).
====
SENANTIASA BERUSAHA MEMAKAN MAKANAN YANG HALAL:
• Yahya bin Mu‘adz berkata:
الطَّاعَةُ خَزَانَةٌ مِنْ خَزَائِنِ اللَّهِ، إِلَّا أَنَّ مَفَاتِحَهَا الدُّعَاءُ،
وَأَسْنَانُهَا لُقَمُ الْحَلالِ
Ketaatan adalah gudang dari gudang-gudang Allah, namun
kuncinya adalah doa, dan giginya adalah makanan halal. [Lihat : Ihya Ulumiddin karya
al-Ghazali 2/91].
• Ibrahim bin Adham berkata:
مَا أَدْرَكَ مَنْ أَدْرَكَ، إِلَّا مَن كَانَ يَعْقِلُ مَا يَدْخُلُ جَوْفَهُ.
Tidak ada yang mencapai derajat orang-orang yang telah
mencapainya, kecuali karena mereka memahami apa yang mereka masukkan ke dalam
perut mereka. [Lihat : Ihya Ulumiddin karya al-Ghazali 2/91]
• Sahl rahimahullah berkata:
مَنْ أَكَلَ الْحَرَامَ عَصَتْ جَوَارِحُهُ، شَاءَ أَمْ أَبَى، عَلِمَ أَوْ لَمْ
يَعْلَمْ، وَمَنْ كَانَتْ طَعْمَتُهُ حَلَالًا أَطَاعَتْهُ جَوَارِحُهُ، وَوُفِّقَتْ
لِلْخَيْرَاتِ.
Barang siapa memakan yang haram, maka anggota tubuhnya
akan durhaka, baik ia mau atau tidak, tahu ataupun tidak. Dan barang siapa
makanannya halal, maka anggota tubuhnya akan taat, dan ia akan diberi taufik
kepada kebaikan. [Lihat : Ihya Ulumiddin karya al-Ghazali 2/91]
===***===
PEMBOROSAN DAN BERLEBIHAN DALAM PEMBANGUNAN
Termasuk dalam pemborosan yang dilarang oleh Allah adalah
berlebih-lebihan dalam membangun dan meninggikannya tanpa kebutuhan atau
manfaat, karena hal itu termasuk kemewahan dan pemborosan harta dalam perkara
yang tidak bermanfaat, serta membuat hati terpaut padanya dan menyia-nyiakan
waktu dalam menghias dan mempercantiknya. Hal ini akan menyebabkan lupa pada
akhirat, dan mendorong kepada banyak mencari dunia serta merasa tenteram
terhadap kenikmatannya. Inilah yang diperingatkan Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya dan beliau sangat menekankan hal
tersebut, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Al-Albani dari Anas bin Malik:
أَمَا إِنَّ كُلَّ بِنَاءٍ وَبَالٌ عَلَى صَاحِبِهِ إِلَّا مَا لَا إِلَّا مَا
لَا، أَيْ مَا لَا بُدَّ لِلْإِنْسَانِ مِّنْهُ مِمَّا يُكِنُّهُ مِنَ الْحَرِّ وَالْبَرْدِ
وَالْعَدُوِّ.
Sesungguhnya setiap bangunan adalah beban bagi pemiliknya,
kecuali yang tidak bisa dihindari, yaitu yang dibutuhkan oleh manusia untuk
melindungi dirinya dari panas, dingin, dan musuh.
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (5237) dengan lafaz tersebut,
Ibnu Majah (4161), dan Ahmad (13301) dengan versi yang serupa namun lebih
singkat.]
Dan sabda beliau ﷺ:
إِنَّ العَبْدَ لَيُؤْجَرُ فِي نَفَقَتِهِ كُلِّهَا إِلَّا فِي التُّرَابِ أَوْ
قَالَ فِي الْبِنَاءِ.
“Sesungguhnya seorang hamba akan diberi pahala atas semua
nafkahnya, kecuali pada tanah – atau beliau berkata: bangunan.”
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (2483) dan Ibnu Majah
(4163), dan lafadz adalah miliknya. At-Tirmidzi berkata: Hadits shahih. Dan
dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 8007]
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :
رَأَيْتُهُ ﷺ خَرَجَ في غَزَاتِهِ، فأخَذْتُ نَمَطًا فَسَتَرْتُهُ علَى البَابِ، فَلَمَّا قَدِمَ
فَرَأَى النَّمَطَ، عَرَفْتُ الكَرَاهيةَ في وَجْهِهِ، فَجَذَبَهُ حتَّى هَتَكَهُ،
أَوْ قَطَعَهُ، وَقالَ: إنَّ اللَّهَ لَمْ يَأْمُرْنَا أَنْ نَكْسُوَ الحِجَارَةَ وَالطِّينَ
قالَتْ فَقَطَعْنَا منه وِسَادَتَيْنِ وَحَشَوْتُهُما لِيفًا، فَلَمْ يَعِبْ ذلكَ عَلَيَّ.
Aku melihat Rasulullah ﷺ keluar dalam salah satu peperangannya.
Lalu aku mengambil sehelai kain dan menggantungkannya di pintu sebagai tirai.
Ketika beliau pulang dan melihat tirai itu, aku melihat tanda ketidaksukaan
pada wajahnya. Maka beliau menarik tirai itu hingga merobeknya atau
memotongnya, lalu berkata: "Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita
untuk menghias batu dan tanah." Kemudian aku memotong tirai itu menjadi
dua bantal dan mengisinya dengan serat kurma, dan beliau ﷺ tidak mencela hal itu kepadaku. (HR. Muslim no. 2107)
Dan
dalam makna yang serupa, dari ʿUtsmān bin ʿAffān radhiyallahu 'anhu secara marfūʿ:
كُلُّ شَيْءٍ فَضْلٌ عَنْ ظِلِّ بَيْتٍ وَجِلْفِ الْخُبْزِ، يَعْنِي: كِسْرَةَ
الْخُبْزِ، وَثَوْبٍ يَسْتُرُهُ، فَضْلٌ لَيْسَ لِابْنِ آدَمَ فِيهِ حَقٌّ
"Segala sesuatu yang melebihi naungan rumah, potongan
roti—yakni: remah roti—dan pakaian yang menutupi tubuhnya adalah kelebihan yang
tidak menjadi hak bagi anak Adam."
Hadis ini diriwayatkan dengan lafaz tersebut oleh Aḥmad dalam *Musnad*-nya 1/62, ʿAbd
bin Ḥumayd (46), dan lainnya.
At-Tirmiżī (2341) dan al-Ḥākim dalam *al-Mustadrak* 4/312 meriwayatkan dengan makna
yang serupa, dan ad-Dāraqutnī mencacatinya melalui Ḥurayts bin as-Sāʾib (3/29), dan Ibnu al-Jawzī dalam *al-ʿIlal al-Mutanāhiyah* 2/313–314
mengatakan: tidak sahih.
Al-Albani mendhaifkannya dalam *as-Silsilah ad-Dha'īfah* (1063) dan mengatakan: munkar.
Maka Rasulullah ﷺ memberitakan bahwa bagian anak Adam dari
makanan adalah yang bisa menghilangkan rasa lapar, dari air adalah yang bisa
memadamkan dahaganya, dari pakaian adalah yang menutupi auratnya, dan dari
tempat tinggal adalah yang menaunginya dan melindunginya dari panas dan dingin.
Maka tidak ada hak baginya dalam hal-hal selain itu.
Maka orang yang melampaui batas yang telah ditentukan oleh syariat adalah orang yang membebani dirinya sendiri dan menanggung akibatnya.
Umat Islam adalah umat pertengahan sebagaimana yang Allah
kehendaki, dan seorang muslim bersikap adil dan seimbang dalam seluruh
urusannya.
0 Komentar