KEBINASAAN UMAT ISLAM TERJADI KETIKA MEREKA LALAI MEMBANGUN KEKUATAN DAN KESIAGAAN UNTUK MENGHADAPI MUSUH
SERTA TIDAK MENJAGA KEWASPADAAN TERHADAP MUSUH
----
Di Tulis Oleh Abu Haitsam
Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
----
Kajian Tafsir firman Allah SWT:
﴿ وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ ...﴾
“Dan berinfaq-lah kalian dijalan Allah, dan janganlah kalian lemparkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan ... “. ( QS. Al-Baqarah : 195).
Dan firman Allah SWT :
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انفِرُوا جَمِيعًا﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, senantiasa berwaspadalah (bersiap siagalah) kalian (terhadap musuh), maka berangkatlah kalian (ke medan tempur ketika ada seruan perang) secara berkelompok atau berangkatlah semuanya bersama-sama”. [QS. An-Nisaa: 71]
Dan sabda Nabi ﷺ :
«مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِالغَزْوِ
مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنَ النِفَاقٍ»
DAFTAR ISI :
- ANCAMAN KEBINASAAN BAGI UMAT ISLAM , KAPAN ?
- PERINTAH MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH DI ATAS KALIMAT ORANG KAFIR :
- AYAT PERINTAH MEMBANGUN KEKUATAN DAN KESIAGAAN UNTUK MELINDUNGI
AGAMA DAN KEDAULATAN UMAT
- TAFSIR AYAT 60 SURAT AL-ANFAL DIATAS :
- TAFSIR KE SATU :
- TAFSIR KE DUA :
- TAFSIR KE TIGA :
- TAFSIR KE EMPAT:
- TAFSIR KE LIMA :
- ORANG MUNAFIK TIDAK PERNAH SIAGA DAN TIDAK PERNAH ADA KEINGINAN UNTUK BERJIHAD.
- ORANG MUNAFIK MERASA SENANG KETIKA TIDAK IKUT SERTA BERJIHAD DI JALAN ALLAH
- LARANGAN MENSHALATI MAYIT MUNAFIK YANG TIDAK IKUT BERJIHAD DI JALAN ALLAH TANPA ADA UDZUR
- ORANG BERIMAN SENANTIASA SIAP SIAGA BERJIHAD.
DAN DIA MERASA SEDIH KETIKA DITOLAK IKUT BERJIHAD,
MESKI ADA UDZUR.
- ANCAMAN ATAS SEORANG MUKMIN YANG ENGGAN BERJIHAD ATAU LARI DARI MEDAN JIHAD.
- PARA PEMIMPIN ISLAM DULU SANGAT MEMPERHATIKAN PERSIAPAN SENJATA :
- CONTOH PERSIAPAN MILITER UMAT ISLAM DAHULU DENGAN BERLATIH SENJATA
- PUNCAK KEBERHASILAN NABI ﷺ DALAM MEMBANGUN KEKUATAN DAN KESIAGAAN
- KEBERHASILAN PERTAMA : KEKUATAN EKONOMI DAN RUNTUHNYA MONOPOLI PARA CUKONG YAHUDI.
- KEBERHASILAN KEDUA : TEGAKNYA KEDAULATAN NEGARA ISLAM PADA MASA NABI ﷺ:
- KEBERHASILAN KETIGA : KEKUATAN MILITER DAN PENAKLUKAN NEGERI-NEGERI MUSUH
- CONTOH KE 1 : PENAKLUKAN BENTENG TERKUAT YAHUDI DI KHAIBAR.
- CONTOH KE 2 : WIBAWA PASUKAN NABI ﷺ SAAT BERHADAPAN DENGAN PASUKAN ROMAWI DI TABUK.
- PENUTUP
====
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
ANCAMAN KEBINASAAN BAGI UMAT ISLAM , KAPAN ?
Diantara Ancaman kebinasaan umat Islam adalah sbb :
Jika umat ini hanya fokus memperhatikan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya masing-masing. Tanpa fokus membangun kekuatan umat
dalam segala macam aspek, baik ekonomi, politik, kekuasan dan
militer,
demi untuk menghadapi kekuatan musuh-musuhnya.
Serta tanpa fokus dalam kesiapsiagaan,
kewaspadaan dan kepekaan terhadap rencana-rencana jahat para musuh agama Islam
dan umatnya.
Serta tanpa fokus menjaga wibawa dan kehormatan di
hadapan para musuhnya dengan membangun kekuatan ekonomi, agar umat Islam ini
menjadi umat yang aktif berinfaq dan banyak menolong sesama, bukan menjadi umat
yang berprofesi sebagai pengemis, pemburu infaq dan donasi.
Ini semua sebagaimana yang Allah SWT firmankan:
﴿ وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا
تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ
ٱلۡمُحۡسِنِينَ ﴾
Artinya: “Dan berinfaqlah kalian dijalan Allah, dan
janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik “. ( QS. Al-Baqarah : 195).
Di dalam firman-Nya : "berinfaqlah kalian
dijalan Allah", tidak disebutkan jenis infaq tertentu . Maka ini
mengisyaratkan bahwa yang dimaksud dengan infaq di sini bukan sekedar infaq
harta, melainkan meng-infaqkan segala macam kemampuan yang ada pada diri
masing-masing individu muslim, terutama menginfaqkan hartanya. Tujuannya adalah
untuk membangun kekuatan jihad serta wibawa umat sehingga menjadi umat yang
disegani, diperhitungkan dan ditakuti oleh musuh-musuh Allah dan musuh-musuh
umat Islam.
Makna ini sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Katsir dalam
Tafsir nya ( 1/228 ) ketika menafsiri ayat ini dengan mengatakan :
وَمَضْمُون الْآيَة الْأَمْر
بِالْإِنْفَاقِ فِي سَبِيل اللَّه فِي سَائِر وُجُوه الْقُرُبَات وَوُجُوه
الطَّاعَات وَخَاصَّة صَرْف الْأَمْوَال فِي قِتَال الْأَعْدَاء وَبَذْلهَا فِيمَا
يَقْوَى بِهِ الْمُسْلِمُونَ عَلَى عَدُوّهُمْ وَالْإِخْبَار عَنْ تَرْك فِعْل
ذَلِكَ بِأَنَّهُ هَلَاك وَدَمَار لِمَنْ لَزِمَهُ وَاعْتَادَهُ ثُمَّ عَطَفَ
بِالْأَمْرِ بِالْإِحْسَانِ وَهُوَ أَعْلَى مَقَامَات الطَّاعَة فَقَالَ وَأَحْسِنُوا
إِنَّ اللَّه يُحِبّ الْمُحْسِنِينَ .
Ayat ini mengandung perintah berinfak di jalan Allah
Ta’ala dalam berbagai macam segi amal yang dapat mendekatkan diri
kepada-Nya dan dalam segi ketaatan, terutama membelanjakan dan menginfakkan
harta kekayaan untuk membangun kekuatan berperang melawan musuh serta
memperkuat kaum Muslimin atas musuh-musuhnya“. (Selesai perkataan Ibnu Katsir)
.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
«جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ
بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ»
*“Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian,
jiwa kalian, dan lisan kalian.”* (Sunan Abu Dawud no. 2504, dinyatakan sahih
oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam *Takhrij Ahadits Misykat Al-Mashabih*
2/1124, no. 3821).
Adapun ayat infaq yang khusus berkaitan dengan infaq
harta benda, maka diantaranya adalah firman-Nya sbb :
﴿الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً
فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ﴾.
Artinya
: " Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati" . ( QS. Al-Baqarah : 274)
SEBAB TURUN-NYA AYAT 195 SURAT AL-BAQARAH DI ATAS:
﴿وَأَنفِقُواْ فِي
سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ ...﴾
Artinya: “Dan berinfaq-lah kalian dijalan
Allah, dan janganlah kalian lemparkan diri kalian sendiri ke
dalam kebinasaan ... “. ( QS. Al-Baqarah : 195).
Ibnu Katsir dalam Tafsir nya (1/528) menjelaskan sebab turunnya ayat tersebut dengan
mengatakan :
" Al-Laits bin Sa’ad meriwayatkan dari Yazid bin
Abi Habib, dari Aslam Abi Imran, katanya:
حَمَلَ رَجُلٌ
مِنَ الْمُهَاجِرِينَ بِالْقُسْطَنْطِينِيَّةِ عَلَى صَفِّ الْعَدُوِّ حَتَّى خَرَقه،
وَمَعَنَا أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ، فَقَالَ نَاسٌ: أَلْقَى بِيَدِهِ إِلَى
التَّهْلُكَةِ. فَقَالَ أَبُو أَيُّوبَ: نَحْنُ أَعْلَمُ بِهَذِهِ الْآيَةِ إِنَّمَا
نَزَلَتْ فِينَا، صَحِبْنَا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وشَهِدنا مَعَهُ الْمُشَاهِدَ وَنَصَرْنَاهُ،
فَلَمَّا فَشَا الْإِسْلَامُ وَظَهَرَ، اجْتَمَعْنَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ نَجِيَا،
فَقُلْنَا: قَدْ أَكْرَمَنَا اللَّهُ بِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ ﷺ ونَصْرِه، حَتَّى فَشَا
الْإِسْلَامُ وَكَثُرَ أهلُه، وَكُنَّا قَدْ آثَرْنَاهُ عَلَى الْأَهْلِينَ وَالْأَمْوَالِ
وَالْأَوْلَادِ، وَقَدْ وَضَعَتِ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا، فَنَرْجِعُ إِلَى أَهْلِينَا
وَأَوْلَادِنَا فَنُقِيمُ فِيهِمَا. فَنَزَلَ فِينَا: ﴿وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ
إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾ فَكَانَتِ التَّهْلُكَةُ
فِي الْإِقَامَةِ فِي الْأَهْلِ وَالْمَالِ وَتَرْكِ الْجِهَادِ
Ada seseorang dari
kaum muhajirin di Konstantinopel menyerang barisan musuh hingga mengoyak-ngoyak
mereka, sedang bersama kami Abu Ayub Al-Anshari. Ketika beberapa orang berkata
:
“Orang itu telah
mencampakkan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan,”
Maka Abu Ayub meluruskan kekeliruan perkataan orang
itu dengan mengatakan :
" Kami lebih mengerti mengenai ayat ini.
Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami. Kami menjadi sahabat
Rasulullah ﷺ, bersama
beliau ﷺ kami
mengalami beberapa peperangan, dan kami membela beliau ﷺ.
Dan ketika Islam telah tersebar unggul, kami kaum
Anshar berkumpul untuk mengungkapkan rasa suka cita. Lalu kami berkata :
" Sesungguhnya Allah telah memuliakan kita sebagai sahabat dan pembela Nabi sehingga Islam tersebar luas dan memiliki banyak penganut. Dan kita telah mengutamakan beliau ﷺ daripada keluarga, harta kekayaan, dan anak-anak.
Peperangan pun kini telah berakhir, maka sebaiknya
kita kembali pulang kepada keluarga dan anak-anak kita masing-masing dan
menetap bersama mereka", maka turunlah ayat ini (sebagai teguran dan
peringatan).
Jadi, kebinasaan itu terletak pada tindakan kami
menetap bersama keluarga dan harta kekayaan, serta meninggalkan kesiagaan
jihad". [Selesai]
[Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Kitab Sahih, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, semuanya bersumber dari Yazid bin Abi Habib.
At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan sahih gharib. Sedangkan menurut Al-Hakim hadis ini shahih memenuhi
persyaratan Al-Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkannya “].
Dan Ibnu Katsir menyebutkan
pula riwayat lain:
" Ibnu Wahab meriwayatkan dari Abdullah bin
Iyasy, dari Zaid bin Aslam mengenai firman Allah Ta’ala ini bahwa artinya ada
beberapa orang yang pergi bersama dalam delegasi yang diutus Rasulullah ﷺ tanpa membawa bekal (nafkah), lalu Allah
Ta’ala memerintahkan mereka mencari bekal (nafkah) dari apa yang telah
dikaruniakan-Nya serta tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan. Kebinasaan
berarti seseorang mati karena lapar dan haus atau (keletihan) berjalan “.
Firman-Nya :
﴿وَأَحۡسِنُوٓاْۚ
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ﴾
"Dan berbuat baiklah kalian , karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" . [195] (Selesai
perkataan Ibnu Katsir )
Dan Allah SWT berfirman :
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انفِرُوا جَمِيعًا﴾
“Wahai orang-orang yang
beriman, senantiasa berwaspadalah (bersiap siagalah) kalian (terhadap musuh),
maka berangkatlah kalian (ke medan tempur ketika ada seruan berperang) secara
berkelompok atau berangkatlah semuanya bersama-sama”. [QS. An-Nisaa: 71]
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ bersabda :
«مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِالغَزْوِ
مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنَ النِفَاقٍ»
Dari Tsauban Maula
Rasulullah ﷺ ,
bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
«يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمُ الأُمَمُ مِنْ كُلِّ أُفُقٍ
كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ عَلَى قَصْعَتِهَا» .
قُلْنَا : يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ ؟
قَالَ : «أَنْتُمْ
يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ تُنزعُ
الْمَهَابَةَ مِنْ قُلُوبِ عَدُوِّكُمْ وَيُجْعَل فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ»
قَالُوا وَمَا الْوَهَنُ؟ قَالَ: «حُبُّ الْحَيَاةِ وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ».
“Hampir saja tiba masanya pada kalian
di mana bangsa-bangsa dari segala penjuru mengeroyok kalian [dengan cara
membunuh dan merampas harta dan tanah air] , sebagaimana halnya seperti
orang-orang makan memperebutkan makanan di atas mangkuk ceper yang
besar".
Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya
jumlah kita?”
Beliau ﷺ menjawab : ”Bahkan jumlah kalian banyak, namun keadaan kalian
(sangat lemah) seperti lemahnya buih yang mengapung diatas air bah [banjir] .
Sehingga Allah mencabut dari dada musuh kalian rasa gentar dan takut terhadap
kekuatan kalian. Maka Allah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan
(tidak percaya diri/ pengecut)”.
Seseorang bertanya : ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan
itu?”
Nabi ﷺ bersabda :
”Cinta dunia dan takut akan kematian [tidak percaya diri/ pengecut] ”.
[(HR Abu Dawud 4297) di Shahihkan al-Albaani dalam
Shahih Abu Daud no. 4297dan Shahih
al-Jaami' no. 8183.]
Makna sabdanya : " ”Cinta dunia
dan takut akan kematian ”.
"Cinta dunia" yakni mereka lebih menyukai
permainan yang tidak membangun kekuatan dan wibawa umat. Mereka tidak menyukai
permainan semisal lomba militer, pacuan kuda, bela diri dan latihan senjata yang dianjurkan oleh
Allah dan Rasul-Nya, yang tujuannya agar menjadi umat yang kuat dan tangguh
.
" Takut akan kematian ” yakni mereka menjadi para
pengecut karena tidak percaya diri dan
gentar menghadapi kekuatan yang dimiliki oleh
musuh.
Itu semua disebabkan karena mereka tidak membiasakan diri berlatih militer yang
bisa membentuk karakter pemberani melawan musuh dan tidak mempersiapkan senjata
tempur yang bisa mengimbangi atau mengungguli kecanggihan senjata musuh. Karena
jika mereka bisa mengusai semua itu , maka mereka akan menjadi berani serta
tidak mudah direndahkan dan dilecehkan oleh musuh-musuhnya, bahkan para musuh
pun menjadi gentar karena-nya.
Rosulullah ﷺ bersabda :
وَلَيْسَ اللَّهْوُ إِلَّا فِي
ثَلَاثَةٍ تَأْدِيبِ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتِهِ امْرَأَتَهُ وَرَمْيِهِ
بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْيُ بَعْدَ مَا عَلِمَهُ رَغْبَةً
عَنْهُ فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ كَفَرَهَا أَوْ قَالَ كَفَرَ بِهَا".
Tidak ada hiburan [permainan] kecuali dalam tiga hal :
(*) Seorang laki-laki yang melatih kuda perang-nya.
(*) Candaan seorang terhadap isterinya.
(*) Dan lemparan anak panahnya.
Dan barangsiapa yang tidak [terus berlatih] melempar
setelah ia menguasai ilmunya karena sudah tidak menyenanginya lagi, maka
sesungguhnya hal itu adalah kenikmatan yang ia kufuri atau kufur dengannya
."
( HR. An-Nasaa’i no. 3522 , Ahmad no. 16697 , Turmudzi
no. 1561 , Abu Daud no. 2152 dan Ibnu Majah no. 2801 . Dan ini adalah lafadz
Nasaa’i dan Ahmad .
Hadits ini di shahihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi
setuju dengannya, serta Ibnu Khuzaymah dan Ibnu Hibban (Fath Al-Bari 6/91,
11/91).
Syeikh Bin Baz -rahimahullah- berkata :
"وَأَمَّا مَا
يَتَعَلَّقُ بِالإِعْدَادِ لَهُمْ فَهَذَا أَمْرٌ وَاجِبٌ، وَكَذَلِكَ أَخْذُ الحِرْزِ
أَمْرٌ وَاجِبٌ فِي الْحَرْبِ وَالشِّدَّةِ جَمِيعًا، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ} [النِّسَاء:٧١]، وَقَالَ عَزَّ
وَجَلَّ: {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ} [الْأَنْفَال:٦٠]. فَالإِعْدَادُ
لَهُمْ هُوَ التَّأَهُّبُ لَهُمْ وَأَخْذُ الحِرْزِ مِنْهُمْ؛ حَتَّى لَا يَغْتَنِمُوا
غُرَّةً لَنَا. هَذَا أَمْرٌ وَاجِبٌ عَلَى وُلاةِ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ أَنْ يَعِدُّوا
لِأَعْدَائِهِمْ مَا يَسْتَطِيعُونَ، وَأَنْ يَتَأَهَّبُوا لِلْجِهَادِ، وَأَنْ يَحْذَرُوا
مَغَبَّةَ التَّسَاهُلِ، فَإِنَّ الأَعْدَاءَ لَا يُؤْمِنُونَ أَبَدًا، وَلِهَذَا يَقُولُ
عَزَّ وَجَلَّ : {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ} [النِّسَاء:٧١]،
وَيَقُولُ عَزَّ وَجَلَّ : {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ} [الْأَنْفَال:٦٠].
هَذَا هُوَ الْوَاجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَيْنَمَا كَانُوا".
Adapun yang berkaitan dengan mempersiapkan diri untuk menghadapi
mereka (musuh-musuh umat Islam), maka itu adalah perkara yang wajib, demikian
pula mengambil langkah berjaga (al-hirz) adalah wajib dalam perang dan masa
kesulitan semuanya, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang
beriman, bersiap siagalah kalian (berwaspadalah)..” [an-Nisa’: 71].
Dan Dia berfirman:
“Dan siapkanlah untuk (menghadapi)
mereka apa saja yang kalian mampu dari (segala macam) kekuatan” (al-Anfal: 60).
Maka persiapan bagi mereka adalah kesiapsiagaan
terhadap mereka dan pengambilan langkah berjaga dari mereka; supaya mereka
tidak mendapat kesempatan atas kita. Ini adalah kewajiban bagi para pemimpin
urusan kaum Muslimin untuk menyiapkan bagi musuh-musuh mereka apa yang mereka
mampu, untuk bersiap menghadapi jihad, dan untuk mewaspadai akibat kelalaian,
karena musuh tidak pernah dapat dipercaya.
Oleh sebab itu Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang
beriman, bersiaplah kamu...”
Dan berfirman:
“Dan siapkanlah untuk mereka
apa yang kamu mampu dari kekuatan.”
Inilah yang menjadi kewajiban bagi kaum Muslimin di mana
pun mereka berada.
[Sumber : durūs wa muhāḍarāt at-ta‘līqāt ‘alā nadawāt al-jāmi‘ al-kabīr: ahammiyyat al-i‘dād lil-‘aduw.. wal-ḥirṣ ‘alā da‘watihim ilā al-islām].
PERINTAH MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH DI ATAS KALIMAT ORANG KAFIR :
Umat Islam diwajibkan untuk menjadi umat yang kuat, dan diwajibkan
untuk mengerahkan segala cara kekuatan yang mereka bisa agar umat ini di segani
di muka bumi, dan untuk menjadikan :
Pertama : “كَلِمَةُ
اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ,
yakni : kalimat Allah , dia lah yang tinggi “
Kedua : “وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ”, yakni : agama itu semuanya milik Allah .
Allah swt berfirman :
وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ
كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Dan ia (al-Qur’an) menjadikan orang-orang kafir itulah
yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. ( QS. Attaubah : 40 ).
Perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
اْلإِسْلاَمُ
يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى عَلَيْهِ
Artinya : “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi darinya”
TAKHRIIJ HADITS :
Dari ‘Ikrimah ia berkata :
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا – فِي الْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّة تَكُونُ تَحْتَ
النَّصْرَانِيِّ أَوْ الْيَهُودِيِّ ، فَتُسْلِمُ هِيَ ، قَالَ: يُفَرَّقُ
بَيْنَهُمَا ، الْإِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ ".
Ibnu Abbas rodhiyallahu anhumaa berkata tentang Yahudi
dan Nasroni, (yakni) ada seorang istri yang bersuamikan seorang Nasroni atau
Yahudi, kemudian sang istri masuk Islam, maka Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu
berkata :
“Ceraikan ia, karena Islam tinggi dan tidak boleh ada
yang lebih tinggi diatasnya”.
Dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Irwaul
Gholil (no. 1268).
****
KONSEKWENSI YANG HARUS DITEMPUH UNTUK MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH :
Kalimat Allah tidak akan bisa menjadi tinggi kecuali
dengan menjadikan kedudukan orang-orang kafir itu rendah dibawah kekuasaan kaum
muslimin, yang ditandai dengan kepatuhan mereka untuk membayar jizyah .
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
﴿قَاتِلُوا الَّذِينَ
لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ﴾
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk. [Tawbah: 29]
Lalu bagaimana mungkin kalimat Allah ditinggikan,
hukum Allah ditegakkan dan mereka orang-orang kafir bisa patuh dan tunduk serta
mau membayar Jizyah jika kaum Muslimin tidak kuat dan tidak berkuasa ?.
Dan bagaimana mungkin bisa berkuasa tanpa kekuataan
ekonomi, militer dan senjata yang dengannya mampu mengalahkan mereka ?.
Dan bagaimana mungkin bisa kuat dan berkuasa, jika
ekonomi, militer dan senjata umat Islam masih bergantung kepada musuh-musuhnya
?.
Diantara kekuatan yang paling utama adalah kekuatan
militer ? . Dan kekuatan militer tidak bisa lepas dari kekuatan alat senjata
tempur yang mandiri.
Allah SWT berfirman :
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا
الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ﴾
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang
kafir yang di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemukan ketangguhan
pada di kalian, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang
bertakwa. [QS. At-Tawbah: 123]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَقَاتِلُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. [QS.
Al-Baqarah: 190]
Dan firman Allah SWT :
﴿وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ انتَهَوْا
فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan
supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”.
[QS. Al-Anfal: 39]
AYAT PERINTAH MEMBANGUN KEKUATAN DAN KESIAGAAN UNTUK MELINDUNGI AGAMA DAN KEDAULATAN UMAT
Agar agama Islam terjaga dan hukumnya ditegakkan,
serta agar umat Islam menjadi umat yang mulia , terhormat , berwibawa , di
segani dan ditakuti oleh umat-umat lain terutama para musuh-musuh Islam , maka
Allah SWT memerintahkan umat Islam agar sejak dini mempersiapkan segala macam
kekuatan dan kemampuan yang terkuat sehingga membuat para musuh agama dan umat
menjadi gentar.
Diantaranya kekuatan ekonomi, politik, kekuasaan,
militer, senjata, armada perang, media dan lain sebagainya.
Allah SWT telah berfirman yang isinya memerintakan
kita untuk itu :
﴿ وَأَعِدُّوا
لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ
عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ
اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ
إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ ﴾
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Anfal: 60)
Syeikh Jamaluddiin
Al-Qaasimi berkata, dalam konteks penafsirannya tentang firman Allah diatas,
beliau berkata:
“Hari ini, kaum Muslim telah meninggalkan pengamalan
dari ayat yang mulia ini. Dan mereka mengabaikan salah satu kewajiban dari
fardlu-fardlu kifayah, sehingga seluruh umat ini menjadi berdosa dengan
meninggalkannya, dan itulah sebabnya hari ini umat ini menderita akibat
rasa sakit yang disebabkan oleh perbuatannya.
Dan bagaimana mungkin musuh-musuh umat tidak
berkeinginan menguasai kerajaan-kerajaan Islam yang di dalamnya tidak ada
pabrik senjata dan amunisi untuk perang, bahkan semua itu dibelinya dari mereka
, yaitu negara musuh?
Bukankah sudah waktunya umat ini untuk bangun dari
kelalaiannya, dan mendirikan pabrik untuk pembuatan meriam, senapan, misil, dan
amunisi Arab?
Musuh-musuh umat ini telah memberinya pelajaran bahwa
mereka sedang melumpuhkan negara kaum mislimin pada semua sisi . Ini yang harus
direnungkan oleh umat ini , dan hindari apa yang telah dia abaikan.
(Baca
: “مَحَاسِنُ التَّأْوِيلِ”
di kutip dari “الْقِتَالُ وَالْجِهَادُ فِي
السِّيَاسَةِ الشَّرْعِيَّةِ”)
===***===
TAFSIR AYAT 60 SURAT AL-ANFAL DIATAS :
Dalam ayat diatas terdapat beberapa perintah dari
Allah SWT terhadap kaum muslimin, diantaranya adalah sbb :
****
TAFSIR KE SATU : TAFSIR FIRMAN-NYA :
﴿ وَأَعِدُّوا
لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ ﴾
“Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi”. (QS. Al-Anfal: 60)
Kata ( مِنْ قُوَّةٍ = dari kekuatan) adalah
kata nakiroh ( نَكِرَة
) yang menunjukkan umum, maka yang di maksud “ kekuatan” dalam ayat adalah kekuatan
apa saja yang paling dahsyat . Termasuk di dalamnya adalah persiapan
kekuatan ekonomi, politik, kekuasaan, media, intelektual, sains, tehnologi, fisik,
militer dan berbagai senjata militer yang sesuai dengan masanya, yang dengan
semua itu bisa mengimbangi serta mengalahkan kekuatan musuh.
Namun terkait dengan lafadz ( مِنْ قُوَّةٍ = dari kekuatan) Nabi ﷺ menafsirkan-nya dengan makna senjata apa
saja yang memiliki daya lempar paling terkuat dan terdahsyat . Mungkin kalau
untuk zaman sekarang itu sejenis rudal dan senapan.
Dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu ‘anhu berkata,
"سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ : ﴿وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ﴾ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ
الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ".
"Saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ menyampaikan ketika beliau di atas mimbar:
﴿وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ﴾
'(Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi) ' (Qs. Al Anfaal: 60)
Ketahuilah sesungguhnya yang
dimaksud kekuatan itu adalah kekuatan daya lempar senjata! (beliau ucapkan 3
x). [HR. Muslim no. 3541].
Persiapan kekuatan (إِعْدَادُ الْقُوَّةِ) dengan segala kemampuan adalah kewajiban yang
menyertai kewajiban berjihad fii sabilillah, dan nash al-Qur’an memerintahkan
untuk mempersiapkan kekuatan dengan berbagai macam jenis , corak dan sebab .
Mempersiapkan kekuatan adalah mengerahkannya hingga batas energi
maksimum. Sehingga umat Islam tidak hanya duduk-duduk tanpa perjuangan dan
tanpa usaha untuk menggapai sebagian dari sebab-sebab yang bisa membangun
kekuatan umat .
Al-Imam Fakhrur Rozy dalam Tafsirnya Mafatih al-Ghoib 15/499
berkata :
هَذِهِ
الْآيَةُ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ الِاسْتِعْدَادَ لِلْجِهَادِ بِالنَّبْلِ وَالسِّلَاحِ
وَتَعْلِيمِ الْفُرُوسِيَّةِ وَالرَّمْيِ فَرِيضَةٌ، إِلَّا أَنَّهُ مِنْ فُرُوضِ الْكِفَايَاتِ
“Ayat ini menunjukkan bahwa kesiapan untuk berjihad dengan panah
dan senjata lainnya, serta latihan berkuda, dan memanah adalah suatu kewajiban,
namun termasuk dalam kategori fardhu kifayah”.
Asy-Syihaab berkata:
"وَذَكَرَ
الْقُوَّةَ هُنَا لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ فِي بَدْرٍ اسْتِعْدَادٌ تَامٌّ، فَنُبِّهُوا
عَلَى أَنَّ النَّصْرَ مِنْ غَيْرِ اسْتِعْدَادٍ لَا يَتَأَتَّى فِي كُلِّ زَمَانٍ".
Dia menyebutkan kekuatan di sini karena mereka tidak memiliki
persiapan yang lengkap di perang Badar, maka mereka diperingatkan bahwa
kemenangan tanpa persiapan tidak akan datang setiap masa “. (Baca : “صَفْوَةُ التَّفْسِيرِ” oleh ash-Shobuni 10/511)
Ayat ini menunjukkan bahwa mempersiapkan keperluan
jihad dengan panah dan senjata, berlatih menunggang kuda dan menembak adalah
suatu kewajiban, tetapi itu adalah bagian dari fardlu kifayah . ( Baca : “بَذْلُ
الْمَجْهُودِ” karya
Kholil Ahmad as-Sahaaronbuury 9/70).
Oleh karena itu, perlu selalu dipersiapkan untuk menghadapi musuh,
dalam segala aspek persiapan , baik materi, mental, teknis maupun finansial ,
dengan cara yang sesuai dengan tuntutan setiap masa dan zaman ; Karena pasukan
tempur adalah perisai negara dan pagar tanah air, yang dengan nya bisa mengusir
agresi militer , dan menghancurkan kekuatan pemberontakan , kejahatan dan
penjajahan . ( Baca :
“تَفْسِيرُ الْوَسِيطِ”
oleh DR. Wahbah az-Zuhaily 1/817 ).
Dan sesungguhnya banyak orang yang salah paham
terhadap ayat ini, dikira hanya melempar tombak dan memanah dengan busur saja ,
akan tetapi yang benar ayat tersebut mencakup semua jenis persiapan , yaitu
menyiapkan segala macam senjata yang memiliki daya lempar atau luncur yang
dahsyat, dan segala macam senjata lainnnya ; karena kata (مِنْ =
dari) dalam ayat tersebut menjelaskan jenis.
Maka maksud dari ayat “ Dan persiapkanlah
untuk menghadapi mereka apa saja yang kalian mampu “ adalah dua jenis persiapan
:
Pertama : dari jenis alat yang dengannya digunakan untuk
MELEMPAR .
Kedua : dari jenis KUDA PERANG yang ditambatkan , yaitu,
dari jenis yang dikendarai untuk bertempur, maka ini dan ini adalah termasuk
semua peralatan yang tergambarkan semisalnya.
( Baca : “الْأَسَاسُ فِي التَّفْسِيرِ” oleh Sa’id Hawa 4/2194 .
Dua jenis senjata inilah yang menjadi sandaran semua
negara yang suka berperang sampai era di mana seni militer dan peralatan perang
maju ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. ( Baca : “المَنَارُ” oleh Muhammad Rasyid Ridlo 10/61).
Tanpa persiapan yang tepat untuk perang pada setiap
zaman, maka perdamaian tidak dapat dipertahankan. Dan pelestarian perdamaian
berdasarkan kebiasaan, tradisi, dan logika tidak dapat dicapai kecuali dengan
alat-alat perang modern.
(Baca : “التَّفْسِيرُ الْمُنِيرُ” oleh DR. Wahbah az-Zuhaily 10/49-50 ).
Setelah meninjau ayat yang mulia di atas, maka
menjadi jelas bagi kita bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk sepenuhnya
mempersiapkan segalanya, baik secara materi maupun moral, untuk menghadapi
musuh.
Oleh karena itu Allah SWT berfirman: “ Dan
persiapkanlah oleh kalian .... dst “.
Artinya, sebelum mereka menyerang kalian, kalian
harus benar-benar siap, dan kalian harus memiliki kekuatan, yang tidak ada satu
musuh pun setelah melihatnya yang berani menyerang negeri kalian . Bukannya kalian
senantiasa duduk dan menunggu musuh menyerang kalian? Jadi kalian harus sudah
siap sejak dini .
Yang dimaksud dengan (القوّة = kekuatan) adalah segala sesuatu yang
dengannya bisa memperkuat dalam
peperangan dan pertempuran.
Dalam tafsir (القوّة = kekuatan) tidak bertentangan dengan
sabda beliau ﷺ (الرَّمْيُ =
melempar senjata) di mana beliau ﷺ bersabda tiga kali :
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan
itu adalah الرَّمْي (daya lempar senjata)”.
Beliau ﷺ mengkhususkan-nya dalam penyebutan karena
melempar senjata itu adalah kemampuan yang paling terkuat . Ini mirip seperti
sabdanya “الحج العرفة
= Haji adalah wuquf di Arafah “ artinya wukuf di Arafah adalah rukun yang
paling besar di bab Haji. (Baca : Tafsir
al-Baidhoowi 2/28 ) .
Ibnu Katsir radhiyallahu
'anhu, berkata:
" أَمَرَ تَعَالَى
بِإِعْدَادِ آلَاتِ الْحَرْبِ لِمُقَاتَلَتِهِمْ حَسَبَ الطَّاقَةِ وَالإِمْكَانِ وَالِاسْتِطَاعَةِ،
فَقَالَ: ﴿وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾، أيْ مَهْمَا أَمْكَنَكُمْ مِنْ قُوَّةٍ
وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ"
“Allah Yang Mahakuasa memerintahkan untuk mempersiapkan
senjata-senjata perang untuk memerangi mereka sesuai dengan kekuatan,
kemungkinan dan kemampuan.
Dia berfirman: “ Persiapkan untuk mengahadapi mereka
apa saja yang kalian mampu “, yaitu kekuatan dan kuda-kuda perang yang stand by
sebanyak mungkin yang kalian bisa. (Tafsir Ibnu Katsir 7/109)
Al-Thobari dalam menjelaskan
jenis-jenis kekuatan, setelah berbicara tentang ar-Romyu ( kekuatan daya
melempar ), Dia berkata:
"وَمِنَ الْقُوَّةِ
أَيْضًا السَّيْفُ وَالرُّمْحُ وَالْحَرْبَةُ، وَكُلُّ مَا كَانَ مُعُونَةً عَلَى قِتَالِ
الْمُشْرِكِينَ كَمُعُونَةِ الرَّمْيِ أَوْ أَبْلَغَ مِنَ الرَّمْيِ فِيهِمْ وَفِي
النَّكَايَةِ مِنْهُمْ"
“Dan di antara kekuatan ada juga pedang,
tombak, dan tombak pendek. Dan segala sesuatu yang membantu dalam memerangi
kaum musyrikin, seperti alat bantu melempar, atau yang lebih dahsyat dari
melempar dan dalam mengalahkan musuh ”. ( Jaami’ al-Bayaan karya at-Thobari
10/42 , tafsir surat al-Anfaal ayat : 60 ) .
TAFSIR KEDUA : FIRMAN-NYA :
﴿وَمِن
رِّبَاطِ الْخَيْلِ﴾
“Dan dari penempatan kuda-kuda perang (ribath)
di perbatasan negeri musuh”.
(QS. Al-Anfal: 60)
Ini adalah perintah untuk melakukan ribath (mengawasi
dan mewaspadai pergerakan dan konspirasi musuh) dengan menyiapkan kendaraan
perang tercanggih beserta senjata tempur
yang memadai bahkan mampu mengalahkan musuh.
Ibnu ‘Athiyah berkata :
وَالْقَوْلُ الصَّحِيحُ هُوَ أَنَّ الرِّبَاطَ
هُوَ الْمُلَازَمَةُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَصْلُهَا مِنْ رَبْطِ الْخَيْلِ، ثُمَّ
سُمِّيَ كُلُّ مُلَازِمٍ لِثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الإِسْلَامِ مُرَابِطًا، فَارِسًا كَانَ
أَوْ رَاجِلًا
“Pendapat yang shahih adalah bahwa
ar-Ribaath adalah mulaazamah berjuang di jalan Allah, asal maknanya dari
PENAMBATAN KUDA PERANG . Kemudian setiap orang yang mulaazamah di salah satu
perbatasan negeri Islam disebut muraabith, baik berkuda maupun infantri / jalan kaki . ( Baca : “الْمُحَرَّرُ الْوَجِيزُ” 6/85)
Firman-Nya : ( وَمِن رِّبَاطِ
الْخَيْلِ / yang
artinya : penempatan kuda-kuda perang di perbatasan negeri musuh), maksudnya
adalah Ribath Fii Sabillah; dikatakan demikian karena perbatasan itu adalah
jalan masuk bagi para musuh dan pintu-pintu masuk nya serangan terhadap sebuah
negara. Dengan keberadaannya di perbatasan maka bisa mengawasi pergerakan
musuh, sehingga kaum muslimin bisa bergerak cepat ketika ada serangan dari luar
perbatasan . Sementara kuda-kuda perang yang sangat terlatih itu adalah alat
perang darat yang dianggap mengerikan di masa lalu. Tentunya harus didampingi
oleh pasukan penunggang kuda-kuda perang tersebut.
Tujuan utama ribath fii Sabilillah adalah membangun
kewaspadaan terhadap serangan musuh yang datang secara tiba-tiba dengan cara
melakukan pengawasan dan pemantauan pergerakan musuh dari segala arah dan celah
yang memungkinkan mereka sewaktu-waktu bisa menyerang kaum muslimin. Oleh sebab
itu, saat melakukan ribath harus di back up dengan kuda perang, maksudnya
adalah senjata yang terkuat, karena pada masa dulu kudang perang adalah
fisilitas senjata perang yang paling ditakuti musuh.
Al-Imam Fakhrur Rozy dalam Tafsirnya Mafatih al-Ghoib 15/499
berkata :
وَقَوْلُهُ:
{وَمِنْ رِباطِ الْخَيْلِ} الرِّبَاطُ الْمُرَابَطَةُ ... .
وَلَا
شَكَّ أَنَّ رَبْطَ الْخَيْلِ مِنْ أَقْوَى آلَاتِ الْجِهَادِ. رُوِيَ أَنَّ رَجُلًا
قَالَ لا بن سِيرِينَ: إِنَّ فُلَانًا أَوْصَى بِثُلُثِ مَالِهِ لِلْحُصُونِ. فَقَالَ
ابْنُ سِيرِينَ: يُشْتَرَى بِهِ الْخَيْلُ فَتُرْبَطُ فِي سَبِيلِ اللَّه وَيُغْزَى
عَلَيْهَا، فَقَالَ الرَّجُلُ إِنَّمَا أَوْصَى لِلْحُصُونِ، فَقَالَ هِيَ الْخَيْلُ
أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ الشَّاعِرِ:
وَلَقَدْ
عَلِمْتُ عَلَى تَجَنُّبِيَ الرَّدَى … أَنَّ الْحُصُونَ الْخَيْلُ لَا مَدَرُ الْقُرَى
“Firman Allah: “Dan dari kuda perang yang ditambatkan
untuk berperang” maksudnya adalah kesiagaan dan persiapan dengan mengikat
kuda.
Tidak diragukan lagi bahwa menambatkan dan memelihara
kuda perang adalah termasuk salah satu sarana terkuat dalam berjihad.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada
Ibnu Sirin: “Sesungguhnya si fulan telah berwasiat agar sepertiga hartanya
diberikan untuk benteng-benteng.”
Maka Ibnu Sirin berkata: “Gunakanlah untuk membeli
kuda, kemudian ikatlah kuda itu di jalan Allah dan berperanglah dengannya !!!.”
Laki-laki itu berkata: “Tetapi dia hanya berwasiat
untuk benteng-benteng.”
Maka Ibnu Sirin menjawab: “Itulah yang dimaksud dengan
benteng, tidakkah engkau mendengar perkataan penyair:
‘Dan sungguh aku tahu, meskipun aku
menghindari kebinasaan *** bahwa benteng yang sebenarnya adalah kuda
perang, bukan tembok-tembok desa.’” [Selesai]
Ribath Fii Sabilillah adalah amal ibadah yang yang
agung sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits. Diantaranya adalah :
Hadits Salman bin Al-Islam radhiyallahu
‘anhu, dia pernah
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"رِبَاطُ
يَوۡمٍ وَلَيۡلَةٍ خَيۡرٌ مِن صِيَامِ شَهۡرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنۡ مَاتَ جَرَى عَلَيۡهِ
عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعۡمَلُهُ وَأُجۡرِيَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُ وَأَمِنَ الۡفَتَّانَ
".
"Ribath ( berjaga-jaga di perbatasan ) sehari
semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan penuh. Dan jika ia
meninggal dalam keadaan Ribath maka amalnya akan terus mengalir sebagaimana
yang pernah ia amalkan, rizkinya juga terus mengalir dan terbebas dari
fitnah-firnah ( bebas dari pertanyaan mungkar Nakir dan lainnya ) ."
(Shahih Muslim: 1913).
GAMBARAN SINGKAT TENTANG RIBATH FII SABILILLAH
Allah SWT berfirman :
﴿ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصابِرُوا وَرابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (200)﴾.
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah
kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah melakukan RIBATH (bersiap
siaga di perbatasan antara negeri kalian dan negeri musuh). Dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kalian beruntung”. [QS. Ali Imran : 200]
Al-Hafidz Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini
berkata :
قَالَ
الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ: أُمِرُوا أَنْ يَصْبِرُوا عَلَى
دِينِهِمُ الَّذِي ارْتَضَاهُ اللَّهُ لَهُمْ، وَهُوَ الْإِسْلَامُ، فَلَا
يَدْعُوهُ لِسَرَّاءَ وَلَا لضرّاءَ وَلَا لشِدَّة وَلَا لرِخَاء، حَتَّى
يَمُوتُوا مُسْلِمِينَ، وَأَنْ يُصَابِرُوا الْأَعْدَاءَ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ
دِينَهُمْ. وَكَذَلِكَ قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ عُلَمَاءِ السَّلَفِ
Al-Hasan Al-Basri mengatakan : Mereka diperintahkan
untuk senantiasa bersabar dalam menjalankan agama mereka yang diridhai oleh
Allah, yaitu agama Islam. Janganlah sekali-kali mereka
meninggalkannya, baik dalam keadaan suka maupun duka, dan baik dalam
keadaan miskin maupun kaya, hingga mereka mati dalam keadaan memeluk agama
Islam.
Hendaklah mereka saling bahu membahu dengan penuh
kesabaran, teguh dan waspada dalam mengawasi dan menghadapi musuh-musuh yang
menyusup ditengah kaum muslimin dengan cara menyembunyikan agama mereka yang
sebenarnya .
Hal yang sama dikatakan pula bukan
hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf saja. [Baca : Tafsir
Ibnu Katsir 2/195].
Rosulullah ﷺ bersabda
:
"رِبَاطُ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى
عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
وَأَمِنَ الْفَتَّانَ"
"Ribaath (berjaga-jaga di
perbatasan negeri musuh) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan
shalat malam sebulan penuh. Jika dia meninggal maka amalannya senantiasa
mengalir sebagaimana yang pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya dan dia
terbebas dari Penguji [pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir]. ( HR. Muslim No.
3537 )
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah - semoga Allah merahmatinya – berkata :
" Abu Hurairah berkata :
لَأَنْ
أُرَابِطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ
“Sungguh aku melakukan ribaath semalaman
fii sabiilillah lebih aku cintai daripada shalat di malam Lailatul
Qodar di sisi Hajar Aswad “.
Lalu Ibnu Taimiyah berkata
:
“ Keutamaan-keutamaan Ribaath dan
berjaga-jaga fii sabilillah itu banyak sekali, dan lembaran-lembaran kertas ini
tidak akan cukup untuk memuatnya “. (Majmu’ al-Fataawaa 18/160 ).
Ribaath di jalan Allah adalah
salah satu amal ketaatan yang paling afdhol , dan amal ibadah yang paling mulia
yang dengannya Allah menjaga umat Islam dari banyak kejahatan, dan yang
dengannya bisa tercapai mashlahat-mashlat yang besar .
Ribaath adalah salah satu amalan
yang sangat diperlukan dalam jihad. Dan syariat Islam mendorong untuk melakukannya.
Syeikh bin Baaz rahimahullah berkata :
"المُرَابِط يُجْرَىٰ لَهُ
عَمَلُهُ - ثَوَابُ عَمَلِهِ - وَيُجْرَىٰ لَهُ رِزْقُهُ، وَيُؤْمَنُ فِتَنَ
الْقَبْرِ، هَـٰذَا مِنَ النَّعْمِ الْعَظِيمَةِ وَمِنَ الْجَزَاءِ الْعَظِيمِ.
وَفِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ: "رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ
مِّنْ أَلْفِ يَوْمٍ مِّمَّا سَوَاهُ" هَـٰذَا أَيْضًا فَضْلٌ كَبِيرٌ
وَعَظِيمٌ فِي حَدِيثِ عُثْمَانَ، وَفِي هَـٰذَا التَّرْغِيبِ وَالتَّحْرِيضِ
عَلَى المُرَابِطةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَنَّ لِزَوْمَ الثُّغُورِ الَّتِي
يُحَمَّىٰ بِهَا ظَهْرُ الْمُسْلِمِينَ وَتُحَمَّىٰ بِهَا بِلَادُهُمْ فِيهِ
هَـٰذَا الْفَضْلُ الْعَظِيمُ لِأَنَّ الْعَدُوَّ قَدْ يَنتَهِزُ الْفَرْصَةَ
فَيَلْجَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ مِن بَعْضِ الْأَطْرَافِ الْخَالِيَةِ، وَرُبَّمَا
أَخَذَ بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ، وَرُبَّمَا قَتَلَ مِنْهُم مَّن يُقَتَّلُ،
فَالرِّبَاطُ فِي الثُّغُورِ حِمَايَةٌ لَّهَا مِنَ الْعَدُوِّ وَإِنذَارُ
الْمُسْلِمِينَ، لَوْ هَجَمَ الْعَدُوُّ عَلِمَ بِهِ الْمُسْلِمُونَ وَقَابَلُوهُ
وَقَاتَلُوهُ، فَالمُرَابِط يُحَمِّي ظَهْرَ الْمُسْلِمِينَ وَيُنذِرُ لَوْ هَجَمَ
الْعَدُوُّ وَيُدَافِعُ حَسْبَ طَاقَتِهِ، فَهُوَ عَلَى خَيْرٍ عَظِيمٍ وَفَضْلٍ
كَبِيرٍ".
"Seorang Muroobiṭh [orang
yang berjaga-jaga di perbatasan musuh] itu pahala amalnya akan terus mengalir
meski telah dia wafat, rezekinya terus mengalir, dan dia akan terhindar dari
fitnah kubur . Ini adalah nikmat yang besar dan balasan yang agung. Dan dalam
hadis lain dinyatakan :
"رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ يَوْمٍ مِّمَّا سَوَاهُ"
“Satu hari melakukan ribath di
jalan Allah lebih baik dari seribu hari dari selainnya”.
Ini juga merupakan keutamaan
besar dan agung dalam hadis Utsman.
Dalam hadits ini terdapat targhib
dan motivasi untuk ribath di jalan Allah.
Dan dalam bermulazamah
[senantiasa tetap] diperbatasan negeri musuh untuk melindungi punggung umat
Islam dan melindungi negara mereka, terdapat keutamaan yang besar ; karena jika
tidak ada yang melakukannya , maka musuh dapat memanfaatkan peluang untuk
menyerang umat Islam dari arah-arah yang kosong dan sepi. Mereka bahkan bisa
merampas sebagian harta kekayaan umat Islam atau bahkan membunuh mereka.
Jadi, ribath [berjaga-jaga
diperbatasan musuh] ini adalah untuk memberikan perlindungan bagi umat Islam
dari musuh dan juga untuk memberi warning [peringatan adanya bahaya] bagi umat
Islam.
Dengan adanya murobith, maka jika
musuh menyerang, umat Islam bisa mengetahuinya lebih dini , mereka
bisa segera bersiap siaga menghadapinya, dan mereka siap bertempur melawannya.
Seorang Murobith [Orang yang berjaga-jaga
diperbatasan musuh] akan selalu berusaha melindungi punggung umat Islam,
memberi peringatan jika musuh menyerang, dan membelanya sebisa mungkin. Oleh
karena itu, ini adalah kebaikan yang besar dan keutamaan yang agung."
[Syarah Riyadhus Shalihin pada
hadis nomor 409, Ta’liq Syeikh Bin Baaz terhadap hadits yang baca oleh Sheikh
Muhammad Ilyas].
HUKUM RIBATH FII SABILILLAH
Hukum ribath fii Sabilillah
adalah Fardhu Kifayah.
DR. Hamud bin Muhsin Ad-Da'ajani
- Anggota Dewan Pengajar di Universitas Shaqra. Dia berkata dalam artikelnya
(ar-Ribaath Fii Sabilillah) :
وَالرِّبَاطُ مِنْ تَوَابِعِ الْجِهَادِ،
وَالْجِهَادُ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَقَدْ يَجِبُ فِي حَالَاتٍ وَعَلَيْهِ فَإِنَّ الرِّبَاطَ
فَرْضُ كِفَايَةٍ، إِذَا قَامَ بِهِ الْبَعْضُ الْكَافِي سَقَطَ الْإِثْمُ عَنِ الْبَاقِينَ،
وَإِلَّا أَثِمَ الْجَمِيعُ،
وَمِنْ فَوَائِدِ الرِّبَاطِ الْحِفَاظُ
عَلَى أَرْضِ الْمُسْلِمِينَ وَدِمَائِهِمْ وَحُرُمَاتِهِمْ، وَإِشْعَارُ الْعَدُوِّ
بِالِاسْتِعْدَادِ لِكُلِّ طَارِئٍ، وَاسْتِعْرَاضٌ لِلْقُوَّةِ مِمَّا يَكُونُ رَادِعًا
لِلْعَدُوِّ، وَتَحْقِيقُ الْأَمْنِ وَالطُّمَأْنِينَةِ لِلْمُسْلِمِينَ، عِنْدَمَا
يَشْعُرُونَ بِأَنَّ هُنَاكَ مَنْ يُرَابِطُ لِحِمَايَتِهِمْ وَالذَّوْدِ عَنْهُمْ.
وَلَيْسَ لِلرِّبَاطِ مُدَّةٌ مُحَدَّدَةٌ،
فَكُلُّ مُدَّةٍ أَقَامَهَا الشَّخْصُ بِنِيَّةِ الرِّبَاطِ، فَهُوَ فِي رِبَاطٍ، قَلَّتْ،
أَوْ كَثُرَتْ، وَذَلِكَ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمْ يُحَدِّدْ مُدَّةً لِلرِّبَاطِ".
“Dan
ribath termasuk bagian dari jihad. Jihad adalah fardhu kifayah yang bisa
menjadi wajib dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, ribath juga merupakan
fardhu kifayah; jika sudah dilaksanakan oleh sebagian orang yang mencukupi,
maka kewajiban itu gugur dari yang lainnya, jika tidak, maka semuanya berdosa.
Manfaat dari ribath
antara lain adalah
menjaga tanah kaum muslimin, darah mereka, kehormatan mereka, menunjukkan
kesiapan menghadapi segala kejadian tak terduga kepada musuh, dan
memperlihatkan kekuatan yang dapat menjadi pencegah bagi musuh. Ini juga
memberikan keamanan dan ketenangan bagi kaum muslimin ketika mereka merasa ada
yang menjaga dan melindungi mereka.
Dan tidak ada batas
waktu tertentu untuk ribath; setiap waktu yang dihabiskan seseorang dengan niat ribath, maka dia
berada dalam ribath, baik lama maupun sebentar. Hal ini karena Nabi ﷺ tidak menetapkan waktu tertentu untuk ribath”.
CAKUPAN MAKNA RIBATH JAUH LEBIH LUAS DARI SEKEDAR BEJAGA-JAGA DIPERBATASAN :
Intinya : tujuan utama ribath adalah menjaga dan
melindungi kaum muslimin dari para musuhnya, terutama musuh-musuh yang datang
secara tiba-tiba, baik dari arah yang terduga maupun dari arah yang tidak
terduga . Dan juga para musuh yang menyusup ditengah kaum muslimin,
berpura-pura Islam padahal bukan .
Penulis perhatikan : bahwa sebagian besar para ulama ahli fiqih
cenderung membatasi makna ribath pada makna tinggal di
perbatasan negeri musuh , baik di darat maupun di laut atau pantai, serta
menyiapkan kuda-kuda perang di sana dan menjaganya.
Di sini penulis ingin mencoba menjelaskan
bahwa Ribaath itu tidak terbatas hanya pada berjaga-jaga dengan cara tinggal di
perbatasan negeri musuh serta menempatkan kuda-kuda perang di sana.
Menurut penulis : cakupan makna ribaath itu jauh lebih luas dari
sekedar makna tersebut . Karena di sana ada perbatasan-perbatasan yang jauh
lebih berbahaya dari pada perbatasan darat dan pantai, yang semuanya itu
memerlukan pengawasan dan perlindungan yang exra ketat dan sesuai dengan
porsinya . Oleh karena itu, makna Ribaathh didefinisikan oleh para ulama adalah
sebagai berikut :
"(مُلازَمَةُ
ثَغْر فِيهِ خَطَرٌ عَلَى الْمُسْلِمِينَ؛ لِرَدِّ خَطَرٍ مَتَوَقَّعٍ
عَنْهُم)"
'Menjaga perbatasan yang
berpotensi berbahaya bagi umat Islam untuk menghindari potensi ancaman yang tak
terduga dan datang tiba-tiba.'
Penulis berikan contoh beberapa
perbatasan yang bisa menjadi ancaman lebih serius dalam konteks saat ini, yaitu
seperti:
·
Perbatasan udara,
satelit, media informasi, tehnologi IT dan hacker.
·
Begitu juga perbatasan dalam
dunia politik dan kekuasaan.
·
Penjajahan pemikiran,
ideologi dan ekonomi.
·
Serangan senjata biologi
dengan cara penyebaran virus, wabah penyakit dan sejenisnya.
·
Dan yang paling berbahaya
adalah Para Penyusup Yang Masuk Dalam Lingkaran Kekuasaan, Politik, Militer Dan
Lainnya, Yang Dengannya Mereka Bisa Leluasa Mengandalikan Dan Meruntuhkan
Kekuatan Umat Islam. Lalu Secara Perlahan Mereka terus berusaha Menggerus Umat
Islam. Contohnya seperti Mustafa Kemal Atatürk di Turki.
·
Begitu Pula para Penyusup
non Muslim yang berkedok Ustadz & berKTP Muslim, Mereka Masuk Ke
Tengah-Tengah Kaum Muslimin. Mereka ini terdiri dari beberapa Level, yaitu :
C1, C2, C3, C4, C5 dan yang tertinggi adalah C6, Penyusup Yang Nampak Kyai
banget . Tujuan utamanya adalah sebagai mata-mata, serta menciptakan perpecahan
sekaligus memperuncing permusuhan antara sesama umat Islam. Methode
Penyusupan ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi ﷺ, sebagaimana dalam al-Quran surat
at-Taubah tentang tragedi masjid Dhiror . Yaitu Mesjid Yang di bangun oleh
seorang pastur Nasrani yang bernama Abu 'Amir Ar-Rahib dan orang-orang munafiq,
di danai oleh kekaisaran Romawi.
Allah SWT berfirman Tentang
Masjid Dhiror ini :
﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا
وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا
الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ﴾
“Dan (di antara orang-orang yang berpura-pura masuk
Islam) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan
(pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara
orang-orang mukmin serta memata-matai untuk kepentingan orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah:
"Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi
bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)”. [QS.
At-Taubah : 107]
Perbatasan-perbatasan seperti ini
adalah area yang sangat penting untuk dilakukan ribaathh.
DR. Hamud bin Muhsin Ad-Da'ajani - Anggota Dewan Pengajar di
Universitas Shaqra. Dia berkata dalam artikelnya (ar-Ribaath Fii Sabilillah) :
إنَّ
الثُّغُورَ الَّتِي يَجِبُ عَلَى الْأُمَّةِ الْمُسْلِمَةِ الرِّبَاطُ فِيهَا لَا تَقْتَصِرُ
عَلَى الْحُدُودِ الْجُغْرَافِيَّةِ بَلْ إِنَّ هُنَاكَ ثُغُورًا أُخْرَى لَا تَقِلُّ
خُطُورَةً عَنْ الْحُدُودِ الْجُغْرَافِيَّةِ وَمِنْهَا الثُّغُورُ الْفِكْرِيَّةُ
فَهِيَ مِنْ أَخْطَرِ الثُّغُورِ الَّتِي تُهَدِّدُ عَقِيدَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِيمَانَهُمْ،
بِوَاسِطَةِ شُبُهَاتِ الْإِلْحَادِ وَالطَّعْنِ فِي الثَّوَابِتِ الْإِسْلَامِيَّةِ،
وَهَذَا يَقْتَضِي تَرْسِيخَ الْعَقِيدَةِ الصَّحِيحَةِ فِي نُفُوسِ الْمُسْلِمِينَ
لَاسِيَّمَا النَّاشِئَةِ حَتَّى يَكُونَ لَدَى الْمُسْلِمِ مَنَاعَةٌ فِكْرِيَّةٌ
تُقَابِلُ مَا يَأْتِي بِهِ أَهْلُ الْبَاطِلِ مِنْ شُبُهَاتٍ.
وَمِنْ
هَذِهِ الثُّغُورِ أَيْضًا الثُّغُورُ الصِّحِّيَّةُ فَفِي هَذَا الْعَصْرِ بَدَأَتْ
بَعْضُ الْأَمْرَاضِ تُصْنَعُ جَرَاثِيمُهَا فِي الْمُخْتَبَرَاتِ، وَأَصْبَحَتْ وَسِيلَةً
هُجُومِيَّةً تُسْتَخْدَمُ ضِدَّ الْعَدُوِّ، وَأَصْبَحَ بِإِمْكَانِ الْعَدُوِّ، نَشْرُ
جَرَاثِيمِ أَمْرَاضٍ مُعْدِيَةٍ فِي مَنْطِقَةٍ مَا، بِوَاسِطَةِ الدِّمَاءِ الْمُلَوَّثَةِ
أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ فَيَحْتَاجُ إِلَى رِبَاطٍ عَلَى الْحُدُودِ وَفِي الْمُخْتَبَرَاتِ
لِمَنْعِ دُخُولِ الْمُصَابِينَ وَالْأَدَوَاتِ الْمُلَوَّثَةِ بِتِلْكَ الْجَرَاثِيمِ.
وَمِنْ
هَذِهِ الثُّغُورِ أَيْضًا الثُّغُورُ الْإِعْلَامِيَّةُ فَالْإِعْلَامُ وَالْفَضَائِيَّاتُ
ثَغْرٌ خَطِيرٌ يَتَسَلَّلُ مِنْهُ الْفَسَادُ وَالِانْحِرَافُ الْفِكْرِيُّ وَالْعَقَائِدِيُّ
وَالسُّلُوكِيُّ، فَلَا بُدَّ مِنَ الرِّبَاطِ لِمُرَاقَبَةِ الْقَنَوَاتِ الْفَضَائِيَّةِ،
وَالْمَوَاقِعِ الْإِلِكْتِرُونِيَّةِ، وَوَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الِاجْتِمَاعِيِّ
لِمَنْعِ الْفَاسِدِ وَالْمُفْسِدِ مِنْهَا، مِنَ الدُّخُولِ إِلَيْنَا قَدْرَ الِاسْتِطَاعَةِ
وَإِيجَادِ الْبَدَائِلِ النَّظِيفَةِ وَالْآمِنَةِ.
وَمِنْ
هَذِهِ الثُّغُورِ أَيْضًا ثُغُورُ الْبَحْثِ الْعِلْمِيِّ فِي كُلِّ جَوَانِبِ الْمَعْرِفَةِ
سَوَاءٌ الشَّرْعِيَّةِ أَوِ الْعَسْكَرِيَّةِ أَوِ الْمَدَنِيَّةِ، فَالْبَاحِثُ الَّذِي
يُفَنِّدُ الشُّبُهَاتِ الَّتِي تُثَارُ حَوْلَ الْإِسْلَامِ وَعَقِيدَتِهِ وَشَرِيعَتِهِ،
لَهُوَ حَارِسٌ عَلَى ثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْإِسْلَامِ، وَالْبَاحِثُ فِي الْعُلُومِ
الْعَسْكَرِيَّةِ الَّذِي يُطَوِّرُ الْأَسْلِحَةَ وَالْخُطَطَ الْعَسْكَرِيَّةَ، لَهُوَ
عَلَى ثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْإِسْلَامِ، وَالْخَبِيرُ فِي الْمُخْتَبَرِ الَّذِي يَكْشِفُ
الْفَيْرُوسَاتِ الَّتِي تُهَدِّدُ الْمُواطِنِينَ وَيُعْطَى الْمُضَادَّاتِ الْمُنَاسِبَةَ
لَهَا لَهُوَ عَلَى ثَغْرٍ عَظِيمٍ أَيْضًا فَكُلُّ عَمَلٍ فِيهِ جَلْبُ مَصْلَحَةٍ
لِلْمُسْلِمِينَ، أَوْ دَفْعُ شَرٍّ عَنْهُمْ فِي دِينِهِمْ أَوْ صِحَّتِهِمْ أَوْ
سُمْعَتِهِمْ أَوْ ثَرَوَاتِهِمْ، يُعْتَبَرُ جِهَادًا وَرِبَاطًا فِي سَبِيلِ اللهِ،
وَصَاحِبُهُ الْمُحْتَسِبُ عَيْنٌ سَاهِرَةٌ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللهِ.
Adapun tsuguur
(perbatasan-perbatasan) yang wajib dijaga oleh umat Islam tidak hanya terbatas
pada perbatasan geografis, tetapi ada juga perbatasan lain yang tidak kalah
penting dari perbatasan geografis, seperti perbatasan pemikiran.
Perbatasan ini merupakan salah satu yang paling
berbahaya karena mengancam akidah dan iman kaum muslimin melalui syubhat
ateisme dan serangan terhadap dasar-dasar Islam. Oleh karena itu, perlu untuk
menanamkan akidah yang benar dalam jiwa kaum muslimin, terutama generasi muda,
sehingga mereka memiliki kekebalan pemikiran untuk menghadapi syubhat yang
datang dari para pengikut kebatilan.
Tsuguur / perbatasan
kesehatan dan penyebaran wabah, virus dan penyakit :
Dan di antara tsuguur (perbatasan-perbatasan) yang wajib
dijaga, juga terdapat perbatasan kesehatan. Di era ini, beberapa penyakit mulai
diciptakan kuman-kumannya di laboratorium dan menjadi alat serangan yang
digunakan terhadap musuh. Musuh dapat menyebarkan kuman penyakit menular di
suatu wilayah melalui darah yang terkontaminasi atau cara lainnya. Oleh karena
itu, diperlukan penjagaan di perbatasan dan di laboratorium untuk mencegah
masuknya orang yang terinfeksi dan alat-alat yang terkontaminasi dengan
kuman-kuman tersebut.
Tsuguur / perbatasan berbagai
macam Media :
Di antara perbatasan lainnya juga terdapat perbatasan
media. Media dan saluran televisi adalah perbatasan yang berbahaya karena
melalui mereka bisa merembes kerusakan dan penyimpangan pemikiran, akidah, dan
perilaku. Maka dari itu, diperlukan penjagaan untuk memantau saluran televisi,
situs web, dan media sosial guna mencegah masuknya konten dan orang-orang yang
merusak sejauh mungkin serta menyediakan alternatif yang bersih dan aman.
Tsuguur / perbatasan
Penelitian & riset Ilmiah :
Selain itu, ada juga perbatasan penelitian ilmiah di
berbagai bidang pengetahuan, baik syariah, militer, maupun sipil. Peneliti yang
mengkaji dan menangkis keraguan yang diajukan terhadap Islam, akidah, dan
syariatnya adalah penjaga di salah satu (perbatasan yang harus di jaga) dalam
Islam.
Peneliti dalam ilmu militer yang mengembangkan senjata
dan strategi militer juga berada di salah satu tsugur (perbatasan yang harus di
jaga) dalam Islam. Ahli laboratorium yang mengidentifikasi virus yang mengancam
masyarakat dan memberikan penangkal yang sesuai juga berada di perbatasan yang
sangat penting.
Setiap pekerjaan yang mendatangkan manfaat bagi kaum
muslimin, atau mencegah keburukan dari mereka dalam hal agama, kesehatan,
reputasi, atau kekayaan mereka, dianggap sebagai jihad dan penjagaan di jalan
Allah. Dan orang yang melakukannya dengan niat yang tulus , maka ia adalah mata
yang waspada untuk menjaga di jalan Allah”.
TUJUAN UTAMA DARI RIBATH FII SABILILLAH :
Ada tiga tujuan dalam menjaganya , yaitu sbb :
1.
Menjaga kemaslahatan dan progres pencapaian tujuan umat Islam di masa sekarang
dan masa depan.
2.
Memberikan dorongan spiritual untuk mengaktifkan aktivitas duniawi .
3. Mendorong semua umat Islam
untuk berpartisipasi dalam menjaga kemaslahatan umat."
POINT-POINT LAIN YANG BERKENAN DENGAN MANFAAT RIBATH ADALAH SBB:
1. Ribaath adalah jenis jihad dan
persiapan terus-menerus untuk mendeteksi dan menghadapi ancaman.
2. Ribaath harus ada di setiap
tempat yang membahayakan umat Islam, baik dalam jangka waktu dekat maupun
jauh.
3. Setiap tindakan yang dilakukan
oleh seorang Muslim dengan niat menjaga kemaslahatan umat Islam adalah dianggap
sebagai ribaath.
4. Ketika seorang Muslim memandang pekerjaan sehari-harinya itu dapat
memberikan kemaslahatan umum bagi umat Islam, dan ia melakukannya semata-mata
untuk mendapatkan keridhaan Allah. Dan ternyata apa yang dia lakukan itu
benar-benar menciptakan keamanan dan kenyaman bagi umat, sesuai dengan yang
diinginkan ; maka dia akan mendapat pahala ribaath.
TAFSIR KE TIGA : FIRMAN-NYA :
﴿تُرْهِبُونَ
بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ
اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ﴾
Artinya : “(yang dengan
persiapan kekuatan, ribath dan penambatan kuda perang itu) kalian menggentarkan
musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya”. (QS. Al-Anfal: 60)
Batas minimal persiapan segala macam kekuatan yang
diperintahkan Allah -terutama senjata tempur dan kendaraan perang- adalah kekuatan
yang mampu menggentarkan musuh-musuh Allah, musuh-musuh umat Islam serta
musuh-musuh yang tidak bisa terdeteksi, yang hanya Allah yang mengetahuinya.
Sehingga dengan semua itu para musuh tersebut merasa gentar dan tidak memiliki
keberanian untuk melecehkan Allah dan Rasul-Nya, tidak berani menghina agama
Islam, serta tidak berani mengganggu dan mengusik umat Islam, kapan pun dan di
mana pun adanya.
Ketika agama Allah dan umat Islam memiliki wibawa,
disegani, dihormati dan ditakuti oleh musuh-musuhnya, maka kalimat Allah
semakin menjulang tinggi di atas kalimat orang-orang kafir.
Allah swt berfirman :
وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ
كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Dan ia menjadikan orang-orang kafir itulah yang
rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. ( QS. Attaubah : 40 ).
Dan sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhuma :
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى
عَلَيْهِ
Artinya :
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya”
[Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Irwaul
Gholil (no. 1268)].
TAFSIR KE EMPAT : FIRMAN-NYA
﴿تُرْهِبُونَ
بِهِ﴾
Artinya : “Yang dengan
persiapan itu kalian menggentarkan”. (QS. Al-Anfal: 60)
Ayat ini menunjukkan adanya perintah untuk menggunakan
sebab dan wasilah, saran dan prasarana dalam membangun kekuatan dan wibawa umat.
Dalam ayat diatas , dengan tegas Allah swt mewajibkan
umat Islam untuk mempersiapkn dan membangun berbagai macam kekuatan, seperti
politik, kekuasaan, ekonomi dan militer, terutama yang terkait dengan persiapan
jihad fii sabilillah, kekuatan tempur yang mampu mengalahkan musuh-musuh Allah
dan umat Islam.
Kewajiban tersebut minimal sampai kepada level yang
Allah firmankan :
“Yang dengan persiapan itu
kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka
yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya“.
Dalam
hal ini ada sebuah Qoidah Fiqhiyah yang berbunyi :
مَا لاَ يَتِمُّ
الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali
dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “.
Qaidah ini menunjukkan akan wajibnya
berupaya mencari wasilah, sebab, fasilitas, solusi, perangkat dan apa saja yang
mengantarkan kepada tercapainya sebuah tujuan .
Ada dua jenis Wasilah dalam membangun
kekuatan :
Pertama : الْوَسِيلَةُ الكَوْنِيَّة/
al-wasiilah al-kauniyah / wasiilah alami : wasilah yang dibangun diatas hukum
alam , seperti sains , tehnologi , ekonomi , fisik … dan lain-lain.
Kedua : الْوَسِيلَةُ الدِّينِيَّةُ / al-wasiilah ad-diiniyyah / wasiilah
i’tiqoodi : wasiilah yang dibangun diatas keyakinan dalam agama .
Dalam hali ini Syeikh
Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsiri firman Allah SWT :
﴿مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ﴾
Artinya : “Kekuatan apa saja yang kalian sanggupi “. (QS.
Al-Anfal: 60)
Beliau berkata :
" أَي: كُلَّ مَا تَقْدِرُونَ عَلَيْهِ، مِنَ القُوَّةِ العَقْلِيَّةِ
وَالبَدَنِيَّةِ، وَأَنْوَاعِ الأَسْلِحَةِ وَنَحْوَ ذَلِكَ، مِمَّا يُعِينُ عَلَى
قِتَالِهِمْ، فَدَخَلَ فِي ذَلِكَ أَنْوَاعُ الصِّنَاعَاتِ الَّتِي تَعْمَلُ فِيهَا
أَصْنَافُ الأَسْلِحَةِ وَالآلَاتِ، مِنَ المَدَافِعِ، وَالرَّشَّاشَاتِ، وَالبَنَادِقِ،
وَالطَّيَّارَاتِ الجَوِّيَّةِ، وَالمَرَاكِبِ البَرِّيَّةِ وَالبَحْرِيَّةِ، وَالقِلَاعِ،
وَالخَنَادِقِ، وَآلَاتِ الدِّفَاعِ، وَالرَّأْيِ وَالسِّيَاسَةِ الَّتِي بِهَا يَتَقَدَّمُ
المُسْلِمُونَ وَيَنْدَفِعُ عَنْهُمْ بِهِ شَرُّ أَعْدَائِهِمْ، وَتَعَلُّمُ الرَّمْيِ،
وَالشَّجَاعَةِ وَالتَّدْبِيرِ".
Yakni , segala
sesuatu yang kalian mampu terhadapnya , baik dari yang berkaitan dengan
kekuatan akal maupun badan , menciptkan berbagai macam jenis senjata dan yang
semisalnya, yang bisa membantu dalam memerangi orang-orang kafir .
Maka masuk
didalamnya membangun pabrik-pabrik yang memproduksi berbagai macam jenis
senjata dan alat perang, seperti alat-alat penangkal rudal, rudal-rudal,
senapan-senapan, jet-jet tempur, tank-tank baja, kapal laut, kapal selam,
benteng pertahanan dan alat-alat pertahanan lainnya .
Dan begitu juga
menguasai ilmu logika dan politik yang dengan semua itu membuat umat Islam
terus bergerak maju dan bisa mempertahankan diri kaum muslimin dari kejahatan
para musuhnya .
Begitu juga belajar
memanah, melatih mental pembarani dan belajar strategi bertempur “.
Kemudian Syeikh
As-Sa’dy berkata :
وَقَوْلُهُ تَعَالَى : ﴿ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ
بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ ﴾ :
وَهَذِهِ العِلَّةُ مَوْجُودَةٌ فِيهَا فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ،
وَهِيَ إِرْهَابُ الأَعْدَاءِ، وَالحُكْمُ يَدُورُ مَعَ عِلَّتِهِ، فَإِذَا كَانَ شَيْءٌ
مَوْجُودًا أَكْثَرَ إِرْهَابًا مِنْهَا، كَالسَّيَّارَاتِ البَرِّيَّةِ وَالهَوَائِيَّةِ،
المُعَدَّةِ لِلْقِتَالِ الَّتِي تَكُونُ النَّكايَةُ فِيهَا أَشَدَّ، كَانَتْ مَأْمُورًا
بِالِاسْتِعْدَادِ بِهَا، وَالسَّعْيِ لِتَحْصِيلِهَا، حَتَّى إِنَّهَا إِذَا لَمْ
تُوجَدْ إِلَّا بِتَعَلُّمِ الصِّنَاعَةِ، وَجَبَ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ مَا لَا يَتِمُّ
الوَاجِبُ إِلَّا بِهِ، فَهُوَ وَاجِبٌ.
Dan Firman Allah SWT : “dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh
kalian, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya;
sedangkan Allah mengetahuinya “.
Illat (العِلَّةُ) perintah Allah dalam
ayat ini akan terus ada dalam setiap zaman , yaitu : illat perintah utk
menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh umat Islam .
Dan hukum itu akan
terus ada dan berlaku selama illat nya masih ada . Maka segala sesuatu yang
lebih besar pengaruhnya untuk menggentarkan mereka – seperti mempersiapkan
tank-tank baja dan jet-jet tempur yang
dinilai memiliki kemampuan yang lebih dahsyat utk bertempur – maka itu semua
termasuk yang diperintahkan utk menyiapkannya , dan harus berusaha untuk
mendapatkannya , sehingga ketika tidak ada yang bisa mendapatkannya kecuali
dengan cara belajar memproduksinya , maka itu adalah sebuah kewajiban .
Karena ada qaidah
mengatakan :
مَا لَا يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya : “ Apa saja yang
kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula
hukumnya“. (KUTIPAN SELESAI)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
تَرْكُ الأَسْبَابِ قَدَحٌ فِي الشَّرِيعَةِ، وَالِاعْتِمَادُ عَلَى
الأَسْبَابِ شِرْكٌ
“Meninggalkan sebab-sebab adalah celaan
terhadap syari'at (sebab mencela hikmah Allah dalam menetapkan segala sesuatu),
dan bersandar kepada sebab adalah kesyirikan”.
(Baca “شرح باب توحيد الألوهية من
فتاوى ابن تيمية” no. 15 oleh Syeikh Naashir
bin Abdul Karim al-‘Aql).
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
مِنْ أَعْظَمِ الجِنَايَاتِ عَلَى الشَّرْعِ تَرْكُ الأَسْبَابِ بِزَعْمِ
أَنَّ ذَلِكَ يُنَافِي التَّوَكُّلَ (شِفَاءُ العَلِيلِ)
Termasuk pelanggaran syari'at yang paling besar
adalah meninggalkan sebab dengan sangkaan bahwa hal itu menafikkan
tawakkal.
(Di kutip dari Tuhfatul Murid Syarah Qoulul Mufid
oleh Syaikh Nu'man bin Abdul Karim Al-Watr hal 123-127).
Ketika kaum kafir mengetahui bahwa kaum Muslimin siap siaga untuk berjihad dan bersiap menghadapinya, serta menguasai segala macam jenas senjata tempur dan perlengkapan perang tercnggih, maka mereka menjadi takut dan gentar kepada kaum muslimin.
Dan ketakutannya itu akan memberikan banyak faidah bagi umat Islam dan agama-nya, diantaranya adalah sbb :
1]. Mereka tidak akan berani
memasuki Dar al-Islam untuk melakukan kejahatan.
2]. Jika ketakutan mereka
bertambah, maka mungkin mereka akan bersedia membayar jizyah atas inisiatif
sendiri demi untuk mendapatkan suaka.
3]. Hal itu mungkin menjadi
dorongan bagi sebagian orang-orang kafir untuk beriman.
4]. Mereka tidak akan bersedia
bekerja sama dengan kaum kafir lainnya untuk memerangi umat Islam.
5]. Hal itu menjadi sebab
bertambahnya kemuliaan, keindahan dan perhiasan di dalam Dar al-Islam.
Dari sisi lain, apabila kaum Muslimin memiliki kekuatan dan memperoleh kemenangan, maka kebanyakan manusia akan mengikuti mereka dan masuk ke dalam agama Islam dengan kerelaan, bukan karena ketakutan. Hal itu karena manusia pada fitrahnya cenderung meniru pihak yang menang dan mengagumi yang kuat.
Ibnu Khaldun
berkata:
(إِنَّ النَّفْسَ الإِنسَانِيَّةَ أَبَدًا تَعْتَقِدُ الْكَمَالَ فِيمَنْ
غَلَبَهَا وَانْقَادَتْ إِلَيْهِ؛ وَلِذَلِكَ تَرَى الْمَغْلُوبَ يَتَشَبَّهُ أَبَدًا
بِالْغَالِبِ فِي مَلْبَسِهِ وَمَرْكَبِهِ وَسِلَاحِهِ، فِي اتِّخَاذِهَا وَأَشْكَالِهَا،
بَلْ وَفِي سَائِرِ أَحْوَالِهِ، وَانْظُرْ ذَلِكَ فِي الأَبْنَاءِ مَعَ آبَائِهِمْ
كَيْفَ تَجِدُهُمْ مُتَشَبِّهِينَ بِهِمْ دَائِمًا، وَمَا ذَلِكَ إِلَّا لاِعْتِقَادِهِمُ
الْكَمَالَ فِيهِمْ، وَانْظُرْ إِلَى كُلِّ قُطْرٍ مِنَ الأَقْطَارِ كَيْفَ يَغْلِبُ
عَلَى أَهْلِهِ زِيُّ الْحَامِيَةِ وَجُنْدِ السُّلْطَانِ فِي الأَكْثَرِ؛ لأَنَّهُمُ
الْغَالِبُونَ لَهُمْ، حَتَّى إِنَّهُ إِذَا كَانَتْ أُمَّةٌ تُجَاوِرُ أُخْرَى وَلَهَا
الْغَلَبَةُ عَلَيْهَا، فَيَسْرِي إِلَيْهِمْ مِنْ هَذَا التَّشَبُّهِ وَالاقْتِدَاءِ
حَظٌّ كَبِيرٌ، ثُمَّ تَأَمَّلْ فِي هَذَا سِرَّ قَوْلِهِمْ: العَامَّةُ عَلَى دِينِ
المَلِكِ، فَإِنَّهُ مِنْ بَابِهِ؛ إِذِ المَلِكُ غَالِبٌ لِمَنْ تَحْتَ يَدِهِ، وَالرَّعِيَّةُ
مُقْتَدُونَ بِهِ؛ لاِعْتِقَادِ الْكَمَالِ فِيهِ اعْتِقَادَ الأَبْنَاءِ بِآبَائِهِمْ،
وَالْمُتَعَلِّمِينَ بِمُعَلِّمِيهِمْ، وَاللَّهُ العَلِيمُ الحَكِيمُ)
“Sesungguhnya jiwa
manusia selalu meyakini adanya kesempurnaan pada pihak yang mengalahkannya dan
tunduk kepadanya. Karena itu, engkau akan melihat pihak yang kalah selalu
meniru pihak yang menang — dalam cara berpakaian, berkendaraan, bersenjata, dan
dalam segala bentuk kehidupan lainnya.
Lihatlah bagaimana
anak-anak meniru orang tua mereka secara terus-menerus — hal itu terjadi karena
mereka meyakini adanya kesempurnaan pada diri orang tua mereka.
Demikian pula setiap
negeri, engkau akan dapati bahwa gaya hidup dan pakaian tentaranya atau pasukan
penguasa biasanya diikuti oleh rakyatnya, karena mereka adalah pihak yang
menang dan berkuasa atas rakyat tersebut.
Bahkan jika suatu
bangsa bertetangga dengan bangsa lain yang lebih unggul darinya, maka pengaruh
peniruan dan keteladanan itu akan menjalar kepada mereka dalam kadar yang
besar.
Maka perhatikanlah
rahasia di balik ungkapan ini: ‘Rakyat mengikuti agama rajanya’,
karena hal itu berasal dari kenyataan tersebut — bahwa raja memiliki kekuasaan
atas rakyatnya, dan rakyat menirunya sebagaimana anak meniru ayahnya dan murid
meniru gurunya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Lihat : Muqaddimah
Ibnu Khaldun, hal. 160)
Ulama terkemuka Sayyid Abul-Hasan Ali Al-Nadawi,
rahimahullah, mengatakan :
«النَّاحِيَةُ الْعِلْمِيَّةُ وَالصِّنَاعِيَّةُ
الَّتِي أَخَلَّ بِهَا الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ فِي الْمَاضِي، فَعُوقِبَ
بِالْعُبُودِيَّةِ الطَّوِيلَةِ وَالْحَيَاةِ الذَّلِيلَةِ، وَابْتُلِيَ
الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ بِالسِّيَادَةِ الْأُورُوبِيَّةِ الْجَائِرَةِ الَّتِي
سَاقَتِ الْعَالَمَ إِلَى النَّارِ وَالدَّمَارِ وَالتَّنَاحُرِ وَالِانْتِحَارِ؛
فَإِنْ فَرَّطَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ مَرَّةً ثَانِيَةً فِي الِاسْتِعْدَادِ
الْعِلْمِيِّ وَالصِّنَاعِيِّ وَالِاسْتِقْلَالِ فِي شُؤُونِ حَيَاتِهِ كُتِبَ
الشَّقَاءُ لِلْعَالَمِ وَطَالَتْ مِحْنَةُ الْإِنْسَانِيَّةِ».
“Aspek ilmiah dan industri yang
ditinggalkan oleh dunia Islam di masa lalu, telah menyebabkan dunia Islam
dihukum dengan perbudakan yang panjang dan kehidupan yang hina .
Dunia Islam dirundung oleh kedaulatan
Eropa yang tidak adil yang mendorong dunia ke dalam bara api, kehancuran,
perselisihan dan tindakan bunuh diri .
Jika dunia Islam untuk kedua kalinya
tetap mengabaikan persiapan ilmiah dan industri dan kemandirian dalam urusan
hidupnya, maka kesengsaraan akan terus melanda pada dunia dan penderitaan umat
manusia akan semakin panjang “.
( Baca : “مَاذَا
خَسِرَ العَالَمُ بِانْحِطَاطِ المُسْلِمِينَ؟”
hal. 368 . cet. Dar Ibnu Katsir ) .
MACAM-MACAM PERSIAPAN WASILAH UNTUK MEMBANGUN WIBAWA & KEKUATAN
Berikut ini macam-macam persiapan kekuatan
yang harus dipersiapkan oleh kaum muslimin sebagai wasilah dan sebab, sarana
dan prasana untuk menggetarkan musuh-musuh Allah dan umat Islam serta dengannya
mampu mengalahkan mereka ketika mereka menyerang kaum muslimin:
• الإِعْدَادُ العِلْمِيُّ / Persiapan dengan penguasaan berbagai macam keilmuan ,
terutama ilmu Agama.
• الإِعْدَادُ الِاعْتِقَادِيُّ / persiapan ketakwaan , keimanan dan aqidah yang kokoh .
• الإِعْدَادُ الإِعْلَامِيُّ / persiapan dan penguasaan media informasi
• الإِعْدَادُ الاقْتِصَادِيُّ / persiapan dan penguasaan di bidang ekonomi
• الإِعْدَادُ النَّفْسِيُّ / persiapan dan penguasaan mental
• الإِعْدَادُ السِّيَاسِيُّ / persiapan dan penguasaan di bidang politik dan kekuasaan.
• الإِعْدَادُ العَسْكَرِيُّ / persiapan dan penguasaan kekuatan di bidang militer .
*****
TAFSIR KE LIMA : FIRMAN-NYA :
﴿وَمَا
تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا
تُظْلَمُونَ﴾
Artinya : “Apa saja yang
kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan
kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Anfal: 60)
Ini adalah perintah dari Allah SWT untuk meng-infakq-kan
segala kemampuan yang dimiliki oleh setiap muslim demi untuk menjaga dan
melindungi agama Allah dan umatnya dari segala kejahatan musuh-musuhnya.
Kata (مِنْ شَيْءٍ =
dari segala sesuatu) adalah kata nakiroh ( نَكِرَة ) yang menunjukkan umum, maka yang di maksud “ segala
sesuatu” dalam ayat adalah infaq apa saja. Termasuk di
dalamnya adalah infaq untuk membanguan kekuatan ekonomi, politik, kekuasaan,
media, ideologi, intelektual, sains, tehnologi, fisik, militer dan berbagai
senjata militer yang sesuai dengan masanya, yang dengan semua itu bisa
mengimbangi serta mengalahkan kekuatan musuh.
MACAM-MACAM
PERANG DAN
TANTANGAN:
Perang membela agama disebut Jihad. Makna
jihad yang secara harfiah berarti "berjuang"
atau "berusaha keras", dalam konteks syariat Islam adalah :
“Usaha sungguh-sungguh untuk
mencapai kebaikan umat, memperkuat agama Islam, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan sesuai dengan tuntunan Allah SWT”.
Pengertian
ini lebih luas dari sekadar perang fisik dan mencakup perjuangan melawan hawa
nafsu (jihad an-nafs), penyebaran ajaran Islam melalui dakwah serta perjuangan dengan harta dan tenaga untuk kebaikan umat,
hingga berperang membela diri secara
proporsional ketika diserang.
Dan sesungguhnya jihad di jalan Allah merupakan salah
satu amal yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadi
ajang berlomba bagi orang-orang yang ingin meraih kedekatan kepada-Nya.
Hal itu tidak lain karena jihad menghasilkan kemuliaan
dengan meninggikan kalimat Allah, menolong agama-Nya, menolong hamba-hamba-Nya
yang beriman, serta menundukkan para pelaku kezaliman dan kemunafikan yang
menghalangi manusia dari jalan-Nya dan berdiri menghadang di jalannya.
Selain itu, jihad juga berperan dalam mengeluarkan
manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, dari ketidakadilan
agama-agama menuju keadilan agama Islam, serta berbagai kemaslahatan lainnya
yang bermanfaat bagi kaum beriman dan seluruh makhluk secara umum.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
«وَالتَّحْقِيقُ
أَنَّ جِنْسَ الْجِهَادِ فَرْضُ عَيْنٍ إِمَّا بِالْقَلْبِ، وَإِمَّا بِاللِّسَانِ،
وَإِمَّا بِالْمَالِ، فَعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يُجَاهِدَ بِنَوْعٍ مِنْ هَذِهِ
الْأَنْوَاعِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾»
“Yang benar adalah bahwa jihad secara umum merupakan
kewajiban individu, baik jihad dengan hati, lisan, atau harta. Maka setiap
Muslim wajib berjihad dengan salah satu dari bentuk tersebut.”
Allah Ta’ala berfirman: *“Berangkatlah kamu baik dalam
keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”*
(At-Taubah: 41) (Zadul Ma’ad, 3/64).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
«وَالْجِهَادُ مِنْهُ
مَا هُوَ بِالْيَدِ، وَمِنْهُ مَا هُوَ بِالْقَلْبِ، وَالدَّعْوَةُ وَالْحُجَّةُ وَاللِّسَانُ
وَالرَّأْيُ وَالتَّدْبِيرُ وَالصِّنَاعَةُ، فَيَجِبُ بِغَايَةِ مَا يُمْكِنُ»
“Jihad itu ada yang dilakukan dengan tangan, ada pula
dengan hati, dengan dakwah, dengan hujjah, dengan lisan, dengan pendapat,
perencanaan, dan keahlian, maka wajib dilakukan semampunya.” (Al-Fatawa Al-Kubra,
5/538).
Dalam sebuah hadits disebutkan:
«جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ
بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ»
*“Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian,
jiwa kalian, dan lisan kalian.”* (Sunan Abu Dawud no. 2504, dinyatakan sahih
oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam *Takhrij Ahadits Misykat Al-Mashabih*
2/1124, no. 3821).
Adapun macam-macam perang dan tantangan, maka
diantarnya adalah sbb :
1] Perang Ideologi dan Budaya.
2] Perang Media dan Informasi.
3] Perang Ekonomi (Perang Dagang).
4] Perang Politik dan Kekuasan.
5] Perang Sains dan Tehnologi.
6] Perang Angkat Senjata.
7] Perang Senjata Biologi
8] Dan Perang-Perang lainnya .
ORANG MUNAFIK TIDAK PERNAH SIAGA DAN TIDAK PERNAH ADA KEINGINAN UNTUK BERJIHAD.
Salah satu ciri orang munafik dari umat ini, adalah
tidak memikirkan masa depan umat, tidak pernah berusaha membangun kekuatan umat
untuk menghadapi musuh, tidak pernah bersiap siaga jika sewaktu-waktu musuh
umat akan menyerang-nya, tidak pernah waspada alias tidak pernah melakukan
ribath mengawasi dan mengamati pergerakan musuh umat. Bahkan tidak pernah
terbesit sedikitpun dalam jiwanya keinginan untuk berjihad fi sabilillah.
Allah SWT berfirman :
﴿ لَا
يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ
يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ
. اِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ
وَارْتَابَتْ قُلُوْبُهُمْ فَهُمْ فِيْ رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُوْنَ﴾.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan
harta dan jiwa mereka. Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad
tidak ikut berjihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka
selalu bimbang dalam keraguan. [QS. At-Taubah : 44-45].
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَلَوْ
أَرَادُوا الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَٰكِنْ كَرِهَ اللَّهُ
انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ﴾
"Dan jika mereka [orang-orang munafiq]
benar mau berangkat [perang], maka tentulah mereka telah menyiapkan persiapan
untuk [perang] itu, akan tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka
[untuk perang], maka Allah menahan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada
mereka: "Duduklah kalian bersama orang-orang yang duduk-duduk [tidak mau pergi
berperang] itu". [QS. At-Taubah : 46].
Maka Allah SWT menjadikan perbuatan meninggalkan
persiapan yang diperlukan untuk jihad (termasuk latihan militer ) sebagai salah
satu sifat orang munafik.
Dan ini menegaskan dan memperkuat bahwa perintah yang
ada dalam firman Allah : '(Dan
siapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian
sanggupi) ' (Qs. Al Anfaal: 60) adalah perintah wajib; karena adanya
celaan atas orang yang meninggalkannya , sebagaimana yang terdapat dalam hadits
Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ bersabda :
«مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِالغَزْوِ
مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنَ النِفَاقٍ»
"Barangsiapa meninggal sedang ia belum
pernah ikut berperang atau belum pernah terbetik dalam dirinya niat untuk berperang,
maka ia mati di atas cabang kemunafikan." [HR. Muslim no. 3533].
Dan dari 'Uqbah bin 'Aamir radhiyallahu 'anhu ,
Rasulullah ﷺ
bersabda:
«مَنْ عَلِمَ الرَّمْيُ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ
عَصَى»
“Barangsiapa yang menguasai ilmu melempar [tombak atau
panah] lalu ia meninggalkannya, maka ia bukan termasuk golongan kami atau
sungguh ia telah bermaksiat [durhaka].” [HR Muslim no 1919].
Al-Imam
An-Nawawi berkata:
هَذَا تَشْدِيدٌ
عَظِيمٌ فِي نِسْيَانِ الرَّمْيُ بَعْدَ عِلْمِهِ وَهُوَ مَكْرُوهٌ كَرَاهَةً
شَدِيدَةً لِمَنْ تَرَكَه بِلا عُذْرٍ
"Ini
adalah tekanan besar dalam melupakan keahlian melempar setelah menguasai
ilmunya, dan itu sangat dibenci atas mereka yang meninggalkannya tanpa ada
udzur ". [ Syarah Shahih Muslim 13/65]
Saya
katakan :
Jika
peringatan dan ancaman ini berlaku atas seseorang yang belajar memanah kemudian
dia meninggalkannya dan tidak terus menerus berlatih agar dia tidak
melupakannya, lalu bagaimana dengan seseorang yang tidak pernah mempelajarinya
sejak awal ?
Kesimpulannya
:
Bahwa mempersiapan kekuatan jihad
(militer) adalah wajib bagi setiap Pria Muslim Mukallaf
yang tidak punya udzur.
Namun demikian, kaum muslimin jangan berharap
terjadinya peperangan, kecuali dalam keadaan darurat militer. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abdullah bin Amr radhiyallau 'anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"لَا
تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ، وَاسْأَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا
لَقِيتُمُوهُمْ فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ فَإِنْ أَجْلَبُوا وَضَجُّوا
فَعَلَيْكُمْ بِالصَّمْتِ".
"Janganlah kalian mengharapkan untuk
bersua dengan musuh, tetapi mohonlah kesejahteraan kepada Allah; dan apabila
kalian bersua dengan mereka, maka hadapilah dengan hati yang teguh dan
berzikirlah kepada Allah. Dari jika mereka gaduh dan berteriak-teriak ;
maka kalian harus tetap diam " .
[ HR. Abd al-Razzaq dalam al-Musannaf no. (9518) ,
Ibnu Abi Shaybah dalam al-Musannaf (12/463) dan al-Bayhaqi dalam as-Sunan
al-Kubra (9/153)
Dihasankan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam
al-Futuuhaat ar-Rabbaaniyyah 5/67]
Mayor
Jendral Profesor Muhammad Shits Khaththab, seorang penulis di Militer Islam,
mengatakan:
(التَّدْرِيبُ عَلَى السِّلَاحِ) لَا قِيمَةَ لِأَيِّ سِلَاحٍ مِنَ
الأسْلِحَةِ إِلَّا بِاسْتِعْمَالِهِ، وَالتَّدْرِيبُ عَلَى اسْتِعْمَالِ السِّلَاحِ
تَدْرِيبًا رَاقِيًا دَائِبًا هُوَ الَّذِي يُؤَدِّي إِلَى اسْتِعْمَالِهِ بِكِفَايَةٍ،
وَالْمُقَاتِلُ المُدَرَّبُ عَلَى اسْتِعْمَالِ سِلَاحِهِ هُوَ وَحْدُهُ يُسْتَطِيعُ
اسْتِعْمَالَهُ بِنَجَاحٍ، أَمَّا المُقَاتِلُ غَيْرُ المُدَرَّبِ فَلَا يَسْتَفِيدُ
مِنْ سِلَاحِهِ كَمَا يَنْبَغِي، وَالْمُدَرَّبُ يَسْتَطِيعُ التَّغَلُّبَ عَلَى غَيْرِ
المُدَرَّبِ بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ ـ .....
وَقَدْ كَانَ
الْعَرَبُ قَبْلَ الْإِسْلَامِ يَتَدَرَّبُونَ عَلَى اسْتِعْمَالِ السِّلَاحِ وَلَكِنْ
لَمْ يَكُنْ تَدْرِيبُهُمْ إِلْزَامِيًّا، فَكَانَ مِنْهُمْ مَنْ لَا يَتَدَرَّبُ بِحَسَبِ
رَغْبَتِهِ وَهَوَاهُ. فَلَمَّا جَاءَ الْإِسْلَامُ أَمَرَ بِالتَّدْرِيبِ وَحَثَّ
عَلَيْهِ، لِأَنَّ الْجِهَادَ فَرْضٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ قَادِرٍ عَلَى حَمْلِ السِّلَاحِ.
فَالْمُسْلِمُونَ كُلُّهُمْ جُنْدٌ فِي جَيْشِ الْمُسْلِمِينَ، يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ
اللهِ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا.
وَقَدْ وَرَدَتْ
أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ فِي التَّحْثِ عَلَى الرَّمْيِ."
(Pelatihan
senjata tempur) Tidak ada nilai untuk senjata apa pun kecuali dengan cara
menggunakannya, dan pelatihan penggunaan senjata adalah pelatihan konstan dan
canggih yang mengarah pada penggunaannya yang memadai.
Hanya
tentara yang terlatih menggunakan senjatanya yang dapat berhasil menggunakannya
dengan sukses , sedangkan tentara yang tidak terlatih , dia tidak akan dapat
menggunakan senjatanya dengan baik.
Dan
yang terlatih dapat dengan mudah mengalahkan yang tidak terlatih………
Orang-orang Arab sebelum Islam , mereka berlatih dalam penggunaan
senjata, tetapi pelatihan mereka tidak wajib, sehingga sebagian dari mereka
tidak berlatih sesuai dengan keinginan dan hobi mereka. Ketika Islam datang,
Islam memerintahkan pelatihan dan menekankannya ; Karena jihad itu wajib bagi
setiap muslim yang mampu memanggul senjata.
Pria muslim semuanya adalah prajurit dalam pasukan kaum muslimin , wajib
berjihad fi sabilillah sehingga kalimat Allah adalah yang tertinggi , dan
kalimat orang-orang kafir adalah yang terendah .
Ada
banyak hadits yang menganjurkan orang untuk belajar melempar senjata ".
Lalu
Profesor Muhammad Shits mengutip sejumlah hadits tentang melempar, diantaranya
hadits berikut ini :
«مَنْ عَلِمَ الرَّمْيُ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ
عَصَى»
“Barangsiapa yang menguasai ilmu melempar [tombak atau
panah] lalu ia meninggalkannya, maka ia bukan termasuk golongan kami atau
sungguh ia telah bermaksiat [durhaka].” [HR Muslim no 1919].
Dan
kemudian beliau berkata :
وَقَدْ شُوهِدَ
كَثِيرٌ مِنَ الأَئِمَةِ وَكِبَارِ الْعُلَمَاءِ يُمَارِسُونَ الرَّمْيَ بَعْدَ أَنْ
بَلَغُوا الشَّيْخُوخَةَ الْمُتَقَدِّمَةَ، وَمِنْهُمْ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، فَإِذَا سُئِلُوا عَنْ سَبَبِ هَذِهِ الْمُمارَسَةِ أَوْ لَمَحُوا اسْتِغْرَابَ
النَّاسِ مِمَّا يَفْعَلُونَ أَجَابُوا الْمُتَسَائِلِينَ وَالْمُسْتَغْرِبِينَ بِهَـٰذَا
الْحَدِيثِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيفِ
Banyak
para imam dan para ulama besar yang terus berlatih memanah hingga mereka
mencapai usia lanjut, termasuk Ahmad bin Hanbal - rahimahullah -. Ketika mereka
ditanya tentang alasan pelatihan ini atau ketika orang-orang nampak keheranan
atas apa yang mereka lakukan, maka mereka menjawab kepada mereka yang
bertanya-tanya dan keheranan dengan hadits Nabi yang mulia ini .
[Sumber : الْعَسْكَرِيَّةُ الْعَرَبِيَّةُ الْإِسْلَامِيَّةُ hal. 146
karya May-Jen Profesor Muhammad Shits Khaththab].
Saya katakan :
Di antara mereka yang terus berlatih melempar senjata
sampai tua adalah 'Uqbah bin 'Aamir, dia seorang sahabat, perawi hadits, dan
dia mengatakan hadits ini ketika si perawi nampak keheranan ketika dia dilatih
di usia tuanya, oleh sebab itu dia meriwayatkan hadits kepadanya seperti yang
ada dalam Sahih Muslim.
Tingkat
pelatihan yang paling minim - jika tidak ada peralatan senjata - adalah latihan
fisik yang keras, yang insya Allah akan bermanfaat dengan niat yang baik. Ini
adalah dasar dari setiap pelatihan militer, dan itu banyak kemudahan bagi semua
Muslim, bahkan di ruangan sempit dengan peralatan olahraga sederhana, jadi ini
tidak boleh diabaikan.
****
ORANG MUNAFIK MERASA SENANG KETIKA TIDAK IKUT SERTA BERJIHAD DI JALAN ALLAH
Orang-orang munafik merasa senang ketika tidak ikut
serta berperang dan berjihad di jalan Allah. Bahkan mereka tidak pernah ada
kesiapan dan keinginan untuk berjihad.
Diantara sebabnya disamping keimanan mereka yang
labil, juga karena mereka tidak pernah mempersiapkan diri sebagai mujahid,
mereka tidak pernah menyisihkan sebagian waktunya untuk berlatih latihan
militer dan latihan lainnya untuk mendukung kesiapan jihad berperang menghadapi
musuh.
Allah SWT berfirman :
﴿فَرِحَ الْمُخَلَّفُوْنَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلٰفَ رَسُوْلِ اللّٰهِ وَكَرِهُوْٓا
اَنْ يُّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ
وَقَالُوْا لَا تَنْفِرُوْا فِى الْحَرِّۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ اَشَدُّ حَرًّاۗ لَوْ
كَانُوْا يَفْقَهُوْنَ﴾.
Orang-orang
yang ditinggalkan (orang-orang munafiq yang tidak ikut berperang Tabuk), merasa gembira dengan duduk-duduk diam sepeninggal Rasulullah. Mereka
tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan mereka
berkata :
“Janganlah
kalian berangkat (pergi berperang) dalam cuaca panas terik ini.”
Katakanlah
(Muhammad) : “Api neraka Jahanam lebih panas,” jika mereka mengetahui". [QS. At-Taubah : 81
]
Ayat berikutnya :
﴿فَلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلًا وَّلْيَبْكُوْا كَثِيْرًاۚ جَزَاۤءًۢ بِمَا
كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ﴾.
"
Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak, sebagai
balasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat". [QS. At-Taubah : 82]
Dan ayat berikutnya :
﴿فَاِنْ رَّجَعَكَ اللّٰهُ اِلٰى طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوْكَ
لِلْخُرُوْجِ فَقُلْ لَّنْ تَخْرُجُوْا مَعِيَ اَبَدًا وَّلَنْ تُقَاتِلُوْا
مَعِيَ عَدُوًّاۗ اِنَّكُمْ رَضِيْتُمْ بِالْقُعُوْدِ اَوَّلَ مَرَّةٍۗ
فَاقْعُدُوْا مَعَ الْخٰلِفِيْنَ﴾.
Maka
jika Allah mengembalikanmu (Muhammad) kepada suatu golongan dari mereka
(orang-orang munafik), kemudian mereka meminta izin kepadamu untuk keluar
(pergi berperang), maka katakanlah, “Kamu tidak boleh keluar bersamaku
selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah
rela tidak pergi (berperang) sejak semula. Karena itu duduklah (tinggallah)
bersama orang-orang yang tidak ikut (berperang).” [QS. At-Taubah : 83]
Firman Allah SWT tentang orang-orang munafiq Saat
Perang Ahzaab :
﴿فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ
رَأَيْتَهُمْ يَنظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَىٰ عَلَيْهِ
مِنَ الْمَوْتِ ۖ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُم بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً
عَلَى الْخَيْرِ ۚ أُولَٰئِكَ لَمْ يُؤْمِنُوا فَأَحْبَطَ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ﴾
“Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka
itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang
pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci
kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan.
Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya”. [QS.
Al-Ahzab: 19]
Ayat berikutnya :
﴿يَحْسَبُونَ الْأَحْزَابَ
لَمْ يَذْهَبُوا ۖ وَإِن يَأْتِ الْأَحْزَابُ يَوَدُّوا لَوْ أَنَّهُم بَادُونَ فِي
الْأَعْرَابِ يَسْأَلُونَ عَنْ أَنبَائِكُمْ ۖ وَلَوْ كَانُوا فِيكُم مَّا قَاتَلُوا
إِلَّا قَلِيلًا﴾
“Mereka mengira (bahwa) pasukan sekutu (ahzab) itu
belum pergi; dan jika pasukan sekutu (ahzab) itu datang kembali, niscaya mereka
ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Baduwi, sambil
menanya-nanyakan tentang berita-berita kalian. Dan seandainya mereka berada
bersama kalian, maka tetap saja mereka tidak akan mau ikut serta berperang,
melainkan sebentar saja. [QS. Al-Ahzab: 20]
Katakanlah dengan jujur, jangan ngibul! Ketika kalian
tidak mau ikut serta berjihad saat pemimpin kalian menyerunya dan
memobilisasinya.
Allah SWT berfirman :
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ﴾
﴿مَا كَانَ لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ الْأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا عَن رَّسُولِ
اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنفُسِهِمْ عَن نَّفْسِهِ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ
ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا
يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَّيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُم بِهِ
عَمَلٌ صَالِحٌ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ﴾
﴿وَلَا يُنفِقُونَ
نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ
لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾
[119] : Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang
yang benar.
[120] : Tidaklah pantas
bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badui di sekitarnya untuk tetap tinggal
(dikediaman mereka) tidak ikut serta bersama Rasulullah [untuk berjihad ke
Tabuk], atau mereka lebih mengutamakan diri mereka sendiri daripada diri
Rasulullah.
Yang demikian itu, karena [jika mereka ikut serta
berjihad, maka] tidaklah mereka ini ditimpa kehausan, keletihan, dan kelaparan
di jalan Allah, dan tidak mereka ini menginjak suatu tempat yang membangkitkan
amarah orang-orang kafir, dan tidak mereka ini menimpakan suatu musibah kepada
musuh, melainkan dicatat bagi mereka sebagai suatu amal saleh. Sesungguhnya
Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
[121] : Dan [jika mereka
ikut serta berjihad, maka ] tidaklah mereka ini menafkahkan sesuatu harta, yang
kecil atau yang besar, dan tidaklah (pula) mereka ini melintasi suatu lembah,
melainkan dicatat bagi mereka, agar Allah memberi balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. [QS. At-Taubah :
119-121]
LARANGAN MENSHALATI MAYIT MUNAFIK YANG TIDAK IKUT BERJIHAD DI JALAN ALLAH TANPA ADA UDZUR
Allah SWT berfirman :
﴿وَلَا تُصَلِّ عَلٰٓى اَحَدٍ مِّنْهُمْ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمْ عَلٰى
قَبْرِهٖۗ اِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَمَاتُوْا وَهُمْ
فٰسِقُوْنَ﴾.
"
Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di
antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau
berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah
dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik". [QS. At-Taubah : 84]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿اِسْتَغْفِرْ لَهُمْ اَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْۗ اِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ
سَبْعِيْنَ مَرَّةً فَلَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَهُمْ ۗذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَفَرُوْا
بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ ࣖ﴾.
(Sama
saja) engkau (Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan
ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh
kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu karena
mereka ingkar (kafir) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik. [ [QS. At-Taubah : 80 ]
Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah
bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata :
لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
أَبِي جَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَسَأَلَهُ
أَنْ يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ يُكَفِّنُ فِيهِ أَبَاهُ فَأَعْطَاهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ أَنْ
يُصَلِّيَ عَلَيْهِ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ عُمَرُ
فَأَخَذَ بِثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَدْ نَهَاكَ رَبُّكَ
أَنْ تُصَلِّيَ عَلَيْهِ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللَّهُ فَقَالَ:
﴿اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ﴾ [التوبة: 80]. وَسَأَزِيدُهُ عَلَى
السَّبْعِينَ، قَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ. قَالَ فَصَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَـٰذِهِ الآيَةَ: ﴿وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ
مِنْهُمْ مَاتَ أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ﴾ [التوبة:84]
Ketika Abdullah bin Ubay bin Sallul wafat.
Anak lelaki Abdullah bi Ubay, datang menemui Rasulullah ﷺ, meminta agar beliau memberikan salah satu
Qamishnya untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah ﷺ pun memberikannya .
Kemudian dia meminta agar Rosulullah ﷺ menshalatinya , maka Rosulullah ﷺ berdiri mau pergi menshalatinya .
Tiba-tiba Umar langsung berdiri dan memegang baju
Rosulullah ﷺ , dan
berkata : Wahai Rosulullah, Engkau akan menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu
untuk menshalatkannya?
Rasulullah ﷺ menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua
pilihan :
﴿اسْتَغْفِرْ لَهُمْ
أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ
اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ﴾
“ Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau
tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu
memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak
akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka
kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang fasik “. (QS at-Taubah:80) Dan saya
akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali .
Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang MUNAFIQ”.
Setelah Rasulullah ﷺ menshalatkannya, barulah turun ayat:
وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ
أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا
وَهُمْ فَاسِقُونَ [التوبة:84[
“Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)
(HR. Bukhori dan Muslim ).
Sebagian para Ulama berkata :
إِنَّمَا صَلَّى النَّبِيُّ ﷺ عَلَى عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ أَبِي بِناءٍ عَلَى الظَّاهِرِ مِنْ لَفْظِ إِسْلَامِهِ. ثُمَّ لَمْ يَكُنْ
يَفْعَلُ ذَلِكَ لِمَا نُهِيَ عَنْهُ.
Rasulullah ﷺ menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya secara
dzahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang Muslim. Dan Islam
mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia sesuai dengan kondisi
zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah kewenangan Allah SWT.
Bisa juga dimaknai bahwa Rasulullah ﷺ menshalatkan Abdullah bin Ubay –tokoh
munafiq itu- untuk menghormati anaknya –Abdullah bin Abdullah bin Ubay- yang
merupakan salah satu sahabat mulia.
Sedangkan pemberian baju qamish Rasulullah ﷺ sebagai baju qamish kafan Abdullah bin
Ubay bisa difahami sebagai pembuktian karakter Rasulullah ﷺ yang tidak pernah menolak permintaan
siapapun selama Rasulullah ﷺ
memilikinya. Bisa juga difahami bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah melupakan kebaikan Abdullah
bin Ubay –tokoh munafiq itu- di samping keburukannya yang tidak terhitung.
Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya
itu menjadi salah satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan
oleh seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur
maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat maksiat atau
melarangnya beramal shalih.
ORANG BERIMAN SENANTIASA SIAP SIAGA BERJIHAD. DAN DIA MERASA SEDIH KETIKA DITOLAK IKUT BERJIHAD, MESKI ADA UDZUR :
Cinta terhadap jihad di jalan Allah dianggap sebagai
salah satu tanda keimanan yang kuat pada seorang mukmin, karena hakikat jihad
itu adalah mengerahkan upaya dalam mewujudkan apa yang dicintai Allah, menolong
kebenaran, serta membelanya dengan jiwa, harta, dan lisan. Cinta ini menuntut
keberanian dalam membela kebenaran dan mematahkan hawa nafsu dengan mengikuti
perintah dan larangan Allah. Selain itu, kesesuaian dengan syariat dan
persatuan di atas kebenaran mencerminkan kejujuran dalam cinta dan jihad.
Orang beriman akan bersedih hati ketika tidak ikut
serta dalam berjihad di jalan Allah SWT untuk membela agama Allah SWT serta
melindunginya .
Allah SWT berfirman :
﴿وَلا عَلَى
الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ
عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلا يَجِدُوا
مَا يُنْفِقُونَ (92)﴾.
Artinya : “ Dan tiada (pula dosa) atas
orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka
kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk
membawa kalian, " niscaya mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran
air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan
mereka nafkahkan. ( QS. At-Taubah : 92 )
TAFSIR IBNU KATSIR :
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan ayat ini, bahwa demikian itu terjadi ketika Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada orang-orang untuk
berangkat berperang bersamanya. Lalu datanglah segolongan orang dari kalangan
sahabat, antara lain Abdullah ibnu Mugaffal ibnu Muqarrin Al-Muzani.
Mereka berkata, ''Wahai Rasulullah, bawalah kami
serta." Rasulullah ﷺ bersabda
kepada mereka, "Demi Allah, aku tidak menemukan kendaraan untuk membawa
kalian."
Maka mereka pulang seraya MENANGIS. Mereka menyesal
karena duduk tidak dapat ikut berjihad karena mereka tidak mempunyai biaya,
tidak pula kendaraan untuk itu. Ketika Allah melihat kesungguhan mereka dalam
cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menurunkan ayat yang menerima
uzur (alasan mereka), yaitu firman-Nya :
“ Tiada dosa (lantaran tidak pergi
berjihad) atas orang-orang yang lemah. (At-Taubah: 91) Sampai dengan
firman-Nya: maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka) “.
(At-Taubah: 93)
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya
: “ dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka
datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan “ (At-Taubah: 92) :
“ Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Bani Muqarrin
dari kalangan Bani Muzayyanah.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa jumlah mereka
ialah tujuh orang, dari Bani Amr ibnu Auf adalah Salim ibnu Auf, dari Bani
Waqif adalah Harami ibnu Amr, dari Bani Mazin ibnun Najjar adalah Abdur Rahman
ibnu Ka'b yang dijuluki Abu Laila, dari Banil Ma'la adalah Fadlullah, dan dari Bani
Salamah adalah Amr Ibnu Atabah dan Abdullah ibnu Amr Al Muzani.
Muhammad ibnu Ishaq dalam konteks riwayat mengenai
Perang Tabuk mengatakan bahwa ada segolongan kaum lelaki datang menghadap
Rasulullah ﷺ. seraya
MENANGIS , mereka ada tujuh orang yang terdiri atas kalangan Ansar dan
lain-lainnya.
Dari Bani Amr ibnu Auf adalah Salim ibnu Umair, lalu
Ulayyah ibnu Zaid (saudara lelaki Bani Harisah), Abu Laila Abdur Rahman ibnu
Ka'b (saudara lelaki Bani Mazin ibnun Najjar), Amr ibnul Hamam ibnul Jamuh
(saudara lelaki Bani Salamah), dan Abdullah ibnul Mugaffal Al-Muzani.
Menurut sebagian orang : dia adalah Abdullah ibnu Amr
Al-Muzani, lalu Harami ibnu Abdullah (saudara lelaki Waqif), dan Iyad ibnu
Sariyah Al-Fazzari. Mereka meminta kendaraan kepada Rasulullah ﷺ. agar dapat berangkat berjihad, karena
mereka adalah orang-orang yang tidak mampu. Maka Rasulullah ﷺ. bersabda, seperti yang disitir oleh
firman Allah :
"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian,
" niscaya mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena
kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka
nafkahkan. (At-Taubah: 92)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Amr ibnul Audi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ar-Rabi', dari
Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ. telah bersabda:
"لَقَدْ
خَلَّفْتُمْ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا، مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلَا
قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا نِلْتُمْ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا وَقَدْ شَركوكم
فِي الْأَجْرِ"، ثُمَّ قَرَأَ: ﴿وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ
لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ﴾ الْآيَةَ.
“ Sesungguhnya kalian telah meninggalkan
banyak kaum di Madinah; tidak sekali-kali kalian mengeluarkan suatu nafkah dan
tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah dan tidak sekali-kali kalian
memperoleh suatu kemenangan atas musuh, melainkan mereka bersekutu dengan
kalian dalam perolehan pahala “.
Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman Allah SWT :
“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang
apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu
berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa
kalian.” (At-Taubah: 92) .... hingga akhir ayat “.
Sumber hadits dari kitab Sahihain ( Bukhori
dan Muslim ) melalui riwayat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ. Pernah bersabda:
"إِنَّ
بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا سِرْتُمْ مَسِيرًا
إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ". قَالُوا: وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ:
"نَعَمْ، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ"
Sesungguhnya di Madinah terdapat kaum-kaum; tidak
sekali-kali kalian menempuh suatu lembah, tidakpula kalian menempuh suatu
perjalanan, melainkan mereka selalu beserta kalian.
Para sahabat bertanya, “Padahal mereka di Madinah?”
Rasulullah ﷺ bersabda, “Ya, mereka tertahan oleh uzurnya.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Waki’, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir
yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ. Pernah bersabda:
"لَقَدْ
خَلَّفْتُمْ بِالْمَدِينَةِ رِجَالًا مَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا سَلَكْتُمْ
طَرِيقًا إِلَّا شَركوكم فِي الْأَجْرِ، حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ".
Sesungguhnya kalian telah meninggalkan banyak kaum
lelaki di Madinah; tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah, tidak pula
suatu jalan, melainkan mereka bersekutu dengan kalian dalam perolehan pahala,
mereka tertahan oleh sakitnya.
Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya
melalui berbagai jalur dari Al-A’masy dengan sanad yang sama.
ANCAMAN ATAS SEORANG MUKMIN YANG ENGGAN BERJIHAD ATAU LARI DARI MEDAN JIHAD
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kalian bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang
melakukan penyerbuan pada kalian, maka janganlah kalian membelakangi mereka
(mundur melarikan diri).
Barangsiapa yang
membelakangi mereka (mundur melarikan diri ) di waktu itu – kecuali berbelok
untuk (mengatur strategi) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan
yang lain – maka sesungguhnya orang itu [yang melarikan diri] kembali dengan
membawa KEMURKAAN dari Allah, dan tempatnya ialah NERAKA JAHANNAM. Dan amat
buruklah tempat kembalinya. [QS. Al-Anfaal: 15-16].
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ
إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ
ۚ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ . إِلَّا تَنْفِرُوا
يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا
تَضُرُّوهُ شَيْئًا ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾.
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila
dikatakan kepada kalian: “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah ,”
kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian? Apakah kalian lebih
menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan
hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.
Jika kalian tidak berangkat (untuk berperang), niscaya
Allah akan menghukum kalian dengan azab yang pedih dan menggantikan kalian
dengan kaum yang lain, dan kalian tidak akan merugikan-Nya sedikit pun. Dan
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. [QS. At-Taubah : 38-39].
Allah SWT memerintahkan Nabi ﷺ untuk mengucilkan dan meng-hajer tiga
sahabat yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, padahal dua dari tiga sahabat
tersebut sebelumnya termasuk pasukan perang Badar.
Dalam al-Qur’an Surat At-Taubah , ayat 118-119 Allah
SWT berfirman :
﴿وَعَلَى الثَّلاثَةِ
الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ
وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا
إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ (118) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ
الصَّادِقِينَ (119)﴾
Artinya : “ dan terhadap tiga orang yang
ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah
menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah
sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa
tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja.
Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya.
Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar “.
Mereka adalah :
1]. Ka’b ibnu Malik. 2]. ‘Mararah ibnu Rabi’ Al-Amiri.
3]. Hilal ibnu Umayyah Al-Waaqifii.
Mereka pun menyesal dan langsung bertaubat , namun
taubat mereka meskipun sungguh-sungguh baru di terima oleh Allah SWT setelah
lewat 50 hari dengan turunnya ayat al-Qur’an, sebagaimana yang telah disebutkan
diatas.
PARA PEMIMPIN ISLAM DULU SANGAT MEMPERHATIKAN PERSIAPAN SENJATA :
Pada masa dulu para pemimpin dan para sultan umat
Islam sangat memperhatikan terhadap persiapan militer dan tehnik berperang .
Contohnya : seperti yang kita lihat dalam kehidupan Sultan
Muhammad al-Faatih ( 883 – 886 H / 1429-1481 M), sehingga tentara dalam
pandangan beliau adalah sebagai fondasi dan pilar utama sebuah negara, maka
beliau melakukan perombakan susunan organisasi dan masalah kepemimpinannya .
Oleh karena itu, pada masa pemerintahan beliau
memiliki keistimewaan pada sisi kekuatan manusia dan keunggulan jumlah tentara,
dengan banyak nya mendirikan markaz-markaz militer.
Lalu beliau mendirikan peran industri militer, dan
pabrik-pabrik amunisi dan senjata ..... dst.
Dan beliau juga mendirikan universitas militer untuk
menghasilkan para insinyur, dokter, dokter hewan, dokter anak dan ilmuwan luar
angkasa.
Universitas beliau dirikan ini membekali para tentara
dengan ilmu-ilmu teknik khusus.
Dan beliau sangat memperhatikan pula pada angkatan
laut , sama dengan perhatiannya pada angkatan darat, maka dia menunjuk
komandan-lomandan, dan menempatkan di bawah masing-masing komandannya tiga ribu
marinir.
Maka hanya dalam waktu singkat armada Utsmaniyah
menguasai dua lautan , laut Hitam dan laut Putih .
( Baca : “السلطان محمد الفاتح” karya DR. Abdus Salam Abdul Aziz Fahmi .
cet. Dar al-Qalam).
Jumlah Armada lautnya yang mengelilingi negerinya
dari laut ada (120) kapal perang ...
Barron Carra de vaux mengatakan dalam bukunya " مُفَكِّرُو الإِسْلَام(Para pemikir Islam)" di bagian
pertama ketika menjelaskan biografi Muhammad Al-Fatih:
(إِنَّ
هَذَا الْفَتْحَ لَمْ يُقَيَّضْ لِمُحَمَّدِ الْفَاتِحِ اتِّفَاقًا، وَلَا تَيَسَّرَ
لِمُجَرَّدِ ضَعْفِ دَوْلَةِ بَيْزَنْطِيَّةَ، بَلْ كَانَ هَذَا السُّلْطَانُ يُدَبِّرُ
التَّدَابِيرَ اللَّازِمَةَ لَهُ مِنْ قَبْلُ، وَيَسْتَخْدِمُ لَهُ كُلَّ مَا كَانَ
فِي عَصْرِهِ مِنْ قُوَّةِ الْعِلْمِ، فَقَدْ كَانَتِ الْمَدَافِعُ حِينَئِذٍ حَدِيثَةَ
الْعَهْدِ بِالْإِيجَادِ، فَأَعْمَلَ فِي تَرْكِيبِ أَضْخَمِ الْمَدَافِعِ الَّتِي
يُمْكِنُ تَرْكِيبُهَا يَوْمَئِذٍ، وَانْتَدَبَ مُهَنْدِسًا مَجَرِيًّا رَكَّبَ مِدْفَعًا
كَانَ وَزْنُ الْكُرَةِ الَّتِي يَرْمِي بِهَا ٣٠٠ كِيلُو جِرَامٍ، وَكَانَ مَدَى مَرْمَاهُ
أَكْثَرَ مِنْ مِيلٍ).
(Penaklukan ini tidak diberikan kepada
Muhammad al-Faatih dengan cara kebetulan, juga tidak dipermudah hanya karena
kelemahan negara Bizantium , Akan tetapi sultan ini biasa mengatur
setrategi-strategi yang diperlukan untuknya sebelumnya, dan menggunakan untuknya
semua kekuatan ilmu pengetahuan yang ada pada masa itu .
Sungguh senjata meriam-meriam pada saat itu masih
baru ada, maka beliau melakukan perakitan meriam terbesar yang memungkin bisa
dirakit pada saat itu.
Dia menugaskan seorang insinyur untuk melaksanakan
tugas perakitan meriam yang memiliki kemapuan daya lempar bola meriam seberat
300 kilogram , dan jangkauan jarak tempuh lemparnya lebih dari satu mil (1 mil
= 1,60934 km).
(Baca : “مَاذَا خَسِرَ العَالَمُ بِانْحِطَاطِ المُسْلِمِينَ؟” hal. 218-219 . cet. Dar Ibnu
Katsir).
Pembahasan di potong dulu :
Ada sebuah hadits tentang penaklukan Konstanstinopel
/ Bizantium :
Dari Abdullah bin Busyr Al Khats'ami dari bapaknya bahwa ia
mendengar Nabi ﷺ
bersabda:
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ
فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ .
"Konstantinovel benar-benar akan
ditaklukkan, maka senikmat-nikmat pemimpin adalah pemimpinnya dan
senikmat-nikmat pasukan adalah pasukan itu."
(HR. Ahmad no. 18189, Bukhari dalam *At-Tarikh
Al-Kabir* dan *At-Tarikh Al-Awsath*, Al-Baghawi dan Ibnu Qani‘ keduanya dalam
*Mu‘jam Ash-Shahabah*, Ibnu Mandah dalam *Ma‘rifat Ash-Shahabah*, Abu Nu‘aim
dan Al-Hakim).
Dan al-Hakim berkata : “Hadits Shahih Sanadnya “ dan di setujui oleh Adz-Dzahabi dalam pentashihannya
.
Dan juga al-Hafidz al-Haitsami berkata dalam “Majma’
az-Zawa’id” :
رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبَزَّارُ وَالطَّبَرَانِيُّ
وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ
“Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar, dan Ath-Thabrani,
dan para perawinya terpercaya”.
Namun hadits ini di dhaifkan oleh Syu’aib al-Arna’uth
, Sholahud Diin al-Idlibi , al-Albaani dan lainnya .
Jika hadits itu shahih , apakah yang dimaksud dalam
hadits adalah Muhammad al-Faatih ?.
Jawabnya adalah : Wallaahu
a’lam .
Lanjut :
Betul , Kami umat Islam tidak kalah cerdas dari
negara-negara industri yang dikenal dari masa ke masa, seperti yang telah kita
lihat sejarah di masa lalu, dimana kitab-kitab ulama kita seperti kitab-kitab
karya Ibnu Rusyd, Al-Razi, Ibnu Nafis dan lain-lain tetap menjadi referensi
bagi orang-orang Eropa selama berabad-abad. Hari ini kita saksikan bahwa Barat
mendapat manfaat dari pengetahuan dan pengalaman pikiran orang-orang muslim
imigran.
Ketika orang Eropa berada di zaman kegelapan mereka,
di Abad Pertengahan, maka saat itu kami dalam puncak ketinggian peradaban dan
sains .
Harun Al-Rasyiid (149-193 H) pernah mengirim ke Charlemagne sebuah
jam waktu yang berdetak dengan tehnologi tekanan air . Ketika jam itu tiba di
Prancis, mereka berkata :
“Ada setan di dalamnya”.
Dan jika kita ingin mengetahui sejauh mana kamajuan
umat Islam dengan Islam, maka kita harus mengaitkan setiap ilmu yang ada
sekarang dengan asal-usulnya.
Maka kita akan menemukan bahwa benihnya dan pelopor
pertama di dalamnya adalah para sarjana Muslim, karena mereka adalah jembatan
yang dilalui orang Eropa untuk memasuki peradaban mereka, dan ini adalah
menurut pengakuan mereka sendiri.
( Baca : “خُصُومُ الإِسْلَامِ وَالرَّدُّ عَلَيْهِمْ” karya Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi
hal. 85 )
Kita bisa menjadi sesuatu yang disebutkan jika kita tahu tujuan
akhir kita, tahu jalan kita, dan yakin dengan risalah kita.
Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa sejak para penguasa Muslim
telah menyimpang dari aturan hukum Allah SWT, keterasingan mereka darinya telah
membawa individu dan umat pada kesengsaraan dan kesulitan di dunia ini.
Allah SWT berfirman :
﴿وَمَنْ
أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا﴾ .
“ Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit “ ( QS. Thoha
: 124 ) .
Dan semenjak adanya sebagian para ulama dan para da’i yang
saling menyerang dan mengkliam sesat orang lain yang tidak mengikuti
pendapatnya, dan sebaliknya mereka mengabaikan orang-orang kafir musuh mereka, maka
perpecahan pun merajalela di tengah kaum muslimin, merek berkubu-kubu, sehingga
membuat mereka menjadi umat yang lumpuh seperti buih diatas lautan.
Sudah begitu, ditambah lagi dengan adanya para
penguasa muslim yang terus berusaha memperluas wilayah mereka dengan cara
mencaplok dan merebut negeri-negeri sesama muslim yang bertetangga, dan
sebaliknya mereka malah mengabaikan musuh-musuh agama mereka, maka
perang pun pecah di antara negara-negara kaum muslimin , dan karena itu
kekuatan berperang umat Islam menjadi lumpuh , dan energi pertahanannya
terkuras habis, sehingga negara-negara Islam menjadi mangsa dan santapan
musuh-musuhnya .
Jika Umat Islam ingin menjadi penguasa di negerinya,
dan tidak ada non muslim yang berkuasa atasnya, maka ia harus berpegang teguh
kepada Islam. Dengan menjadikan agama Islam ini “يَعْلُو وَلَا يُعْلَى = tinggi dan tidak ada yang diatasnya ” , dan menjadikan hukum Islam sebagai
hakim , bukan yang di hakimi .
Dan untuk itu, umat Islam harus mempersiapkan diri
untuk menghadapi musuh-musuhnya yang telah menjajahnya dan menduduki negerinya
dengan segala macam kekuatan yang bisa dilakukan oleh umat , dalam rangka untuk
mempertahankan kehormatannya, untuk melancarkan kegiatan dakwahnya, untuk
memberdayakan peradabannya, dan untuk menggentarkan musuh-musuh Allah dan
musuh-musuh umat Islam .
Berikut ini, kami menjelaskan
pentingnya persenjataan militer dalam naungan ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadit-hadits Nabi ﷺ
:
CONTOH PERSIAPAN MILITER UMAT ISLAM DAHULU DENGAN BERLATIH SENJATA
===
MADRASAH BELAJAR MEMANAH PADA ZAMAN DAHULU
-----
PADA MASA PARA SAHABAT NABI ﷺ :
Pada zaman Khulafaur Rasyidin, keahlian Sahabat dalam
memanah telah mencapai tingkat
yang luar biasa. Dalam salah satu pertempuran mereka melawan pasukan
Persia, mereka memusatkan tembakan anak panah pada mata musuh, dan berhasil
mencungkil seribu mata musuh , sehingga
pertempuran itu dinamakan “Dzat al-‘Uyuun” (Pertempuran Mata). Pertempuran ini
terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar (ra) dan di bawah komando Khalid bin Walid (ra) pada tahun 12
H.
PADA MASA MAMALIK :
Pada zaman Mamluk, seorang prajurit tidak akan lulus
dari Madrasah Memanah kecuali jika dia berhasil
menancapkan tiga anak panah ke sasaran dalam jarak 75 meter dalam waktu satu
setengah detik.
Salah satu latihan tentara Mamluk adalah melesatkan
beberapa anak panah (saat menunggang kuda) pada mata pedang yang tertanam di
tanah, sehingga pedang tersebut membelah anak panah menjadi dua bagian!
Beberapa sultan Mamluk menguji para ulama ahli fiqih
dan mahasiswa ilmu syarimm,ah dalam bidang memanah, dan siapa yang tidak
menguasainya akan dihukum dan tunjangannya dihentikan.
PADA MASA TURKI UTSMANI :
Sementara itu, pada masa Kesultanan Utsmaniyah,
prajurit al-Inkisyariyah Utsmaniyah melakukan latihan dengan menarik dan mengencangkan
busur sebanyak 500 kali dalam sehari.
===***===
PUNCAK KEBERHASILAN NABI ﷺ DALAM MEMBANGUN KEKUATAN DAN
KESIAGAAN
KEBERHASILAN PERTAMA :
KEKUATAN EKONOMI DAN RUNTUHNYA MONOPOLI PARA CUKONG
YAHUDI
Para sahabat
muhajirin dari Makkah, diantaranya Abdur Rahman bin Auf, Utsman bin ‘Affan, Abu
Bakar, Umar bin Khaththab, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwaam, Sa’ad
bin Abi Waqqash dan lainnya (radhiyallahu anhum), mereka memainkan peran
penting dalam membangun ekonomi Islam dan membuka pasar untuk mengakhiri monopoli
ekonomi dan perdagangan oleh orang Yahudi.
Pasar-pasar yang
ramai di Madinah Al-Munawwarah berkat tahap awal dari hijrah Nabi. Setelah
Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, beliau mulai mengatur ulang urusan politik,
ekonomi, dan sosial kota tersebut.
Salah satu tugas
mendesak yang diperintahkan oleh beliau ﷺ adalah membangun pasar bagi kaum muslimin di Madinah.
Sebelumnya, orang Yahudi memonopoli perdagangan di sana dan menguasai sebagian
besar sumber daya ekonomi.
Rasulullah ﷺ ingin mengakhiri monopoli dan dominasi tersebut serta mendorong
para saudagar muslim untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Salah satu diantara
para sahabat muhajirin yang sangat berjasa dalam mendirikan pasar di Madinah
adalah sahabat yang mulia, Abdur Rahman bin Auf. Kemampuan berdagangnya tidak
hanya muncul di Madinah, tetapi ia juga memiliki aktivitas perdagangan yang
besar di Mekah sebelum hijrah. Dia salah satu pembisnis Elaf Quraisy yang
terkenal .
Pengalaman
Abdurrahman bin Auf dalam bisnis system ELAF QUREISY di Makkah tetap dia
jalankan ketika dia telah tinggal di Madinah.
Dari Abdurrahman bin
Auf radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
لَمَّا قَدِمْنا المَدِينَةَ آخَى رَسولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنِي
وبيْنَ سَعْدِ بنِ الرَّبِيعِ، فقالَ سَعْدُ بنُ الرَّبِيعِ: إنِّي أكْثَرُ
الأنْصارِ مالًا، فأَقْسِمُ لكَ نِصْفَ مالِي، وانْظُرْ أيَّ زَوْجَتَيَّ هَوِيتَ
نَزَلْتُ لكَ عَنْها، فإذا حَلَّتْ تَزَوَّجْتَها. قالَ: فقالَ له عبدُ
الرَّحْمَنِ: لا حاجَةَ لي في ذلكَ، هلْ مِن سُوقٍ فيه تِجارَةٌ؟ قالَ: سُوقُ
قَيْنُقاعٍ. قالَ: فَغَدا إلَيْهِ عبدُ الرَّحْمَنِ، فأتَى بأَقِطٍ وسَمْنٍ، قالَ:
ثُمَّ تابَعَ الغُدُوَّ ..... ".
Ketika kami tiba di
Madinah, Rasulullah ﷺ mempersaudarakan antara saya dan Sa’ad bin Rabi’. Sa’ad bin
Rabi’ berkata, “Saya adalah orang Anshar yang paling kaya, maka saya akan
membagi separuh hartaku untukmu, dan lihatlah salah satu dari kedua istriku
yang kamu sukai, aku akan menceraikannya untukmu, dan setelah selesai masa
iddahnya, kamu dapat menikahinya.”
Abdur Rahman berkata
kepadanya, “Saya tidak membutuhkan itu, adakah pasar tempat berjualan?”
Dia menjawab, “Pasar
Qainuqa.” Maka Abdur Rahman pergi ke sana, dan datang dengan membawa keju
kering dan lemak. Setelah itu dia terus-menerus pergi pagi-pagi ke pasar hingga
.... [HR. Bukhari No. 2048]
Dan Imam Bukhari
berkata:
بَاب مَا ذُكِرَ فِي الْأَسْوَاقِ . وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ عَوْفٍ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ قُلْتُ هَلْ مِنْ سُوقٍ فِيهِ تِجَارَةٌ
قَالَ سُوقُ قَيْنُقَاعَ وَقَالَ أَنَسٌ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ دُلُّونِي عَلَى
السُّوقِ وَقَالَ عُمَرُ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ
[Bab :
tentang apa yang disebutkan tentang pasar-pasar.
Abdur Rahman bin Auf
berkata: Ketika kami tiba di Madinah, aku berkata: Apakah ada pasar yang ada
perdagangannya? Mereka berkata: Pasar Qainuqa. Dan Anas berkata bahwa Abdur
Rahman berkata: Tunjukkan aku pasar. Dan Umar berkata: Kesibukanku di
pasar-pasar membuatku lalai (dari majlis ilmu)]”. [Lihat : Mukhtashar Shahih
Bukhori oleh al-Albaani 2/39].
Al-Hafizh Ibnu Hajar
al-Asqalani berkata:
[قَوْلُهُ: (بَابُ مَا ذُكِرَ فِي الْأَسْوَاقِ) قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ:
أَرَادَ بِذِكْرِ الْأَسْوَاقِ إِبَاحَةَ الْمَتَاجِرِ وَدُخُولَ الْأَسْوَاقِ لِلْأَشْرَافِ
وَالْفُضَلَاءِ ...
قَوْلُهُ: (وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ إِلَخْ)
تَقَدَّمَ مَوْصُولًا فِي أَوَائِلِ الْبُيُوعِ, وَالْغَرَضُ مِنْهُ هُنَا ذِكْرُ السُّوقِ
فَقَطْ وَكَوْنُهُ كَانَ مَوْجُودًا فِي عَهْدِ النَّبِيِّ – ﷺ - , وَكَانَ يَتَعَاهَدُهُ
الْفُضَلَاءُ مِنَ الصَّحَابَةِ لِتَحْصِيلِ الْمَعَاشِ لِلْكِفَافِ وَلِلتَّعَفُّفِ
عَنِ النَّاسِ]
“Perkataan Imam
Bukhori dalam Shahihnya : (Bab : apa yang disebutkan tentang pasar) : Ibnu
Baththal berkata: Yang dimaksud dengan penyebutan pasar adalah diperbolehkannya
berdagang dan memasuki pasar bagi orang-orang yang terhormat dan mulia ...
Perkataan Bukhori :
(Dan Abdurrahman bin Auf berkata, dan seterusnya) : telah disebutkan secara
lengkap di awal bab jual beli, dan tujuan dari penyebutan ini di sini adalah
hanya untuk menyebutkan pasar saja dan bahwa pasar itu sudah ada sejak pada
masa Nabi ﷺ .
Dan para sahabat
yang mulia senantiasa pergi ke pasar untuk mencari penghidupan yang bisa
mencukupi kebutuhan hidup dan untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada
orang lain”. [Fathul Bari 4/429]
Abdurrahaman bin Auf
sejak masih di Makkah dan belum hijrah ke Madinah sudah berpengalaman dalam
mengelola dan mengatur strategi menghidupkan pasar.
Ketika dia memasuki
pasar Yahudi Bani Qainuqo’ di Madinah, saat itu usianya empat puluh tiga tahun.
Dia memanfaatkan orang-orang Yahudi Bani Qaynuqa’ sebagai para makelarnya”.
Di pasar Yahudi Bani
Qainuqo’, dia tidak patah semangatnya dan tidak kehilangan keseriusannya
meskipun harus berhadapan dengan system monopoli Yahudi Bani Qaynuqa’ ini,
melainkan dia terus berjuang untuk menguasai pasar, membeli, menjual, mendapat
untung, dan menabung.
Dan hari-hari terus
berlalu. Dan dia terus bekerja keras tak kenal lelah di tempat kerjanya dalam
rangka mencari rizki yang halal dan menjaga kehormatan dirinya dari minta-minta
dan mengharapkan pemberian serta belas kasihan dari orang lain.
Al-Ustadz Samah
Rajab dalam “Barnamij Kunuz
as-Salihin” mengatakan:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا عَفَّ عَنْ السُّؤَالِ وَاتَّقَى رَبَّهُ
فِي طَلَبِ الْحَلَالِ مَعَ فِعْلِ الأَسْبَابِ أَغْلَقَ اللَّهُ تَعَالَى دُونَهُ
أَبْوَابَ الْفَقْرِ، وَهَكَذَا كَانَ الصَّحَابِيُّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ
الْمُلَقَّبُ بِـ "الْغَنِيِّ الشَّاكِرِ" لِعِفَّةِ يَدِهِ وَشَرَفِ نَفْسِهِ
وَكَثْرَةِ مَالِهِ.
Sungguh, jika
seorang hamba menjauhkan diri dari meminta-minta dan bertakwa kepada Tuhannya
dalam mencari yang halal serta melakukan sebab-sebab (usaha), maka Allah akan
menutup baginya pintu-pintu kemiskinan.
Begitulah sahabat
Abdurrahman bin Auf, yang dijuluki “Orang kaya yang pandai bersyukur” karena
menjaga kehormtan tangannya dari minta-minta, kemuliaan jiwanya, dan banyaknya
hartanya.
Lalu Samah Rajab
menambahkan: :
أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَتَحَ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ عَوْفٍ بَابَ الرِّزْقِ وَسَاعَدَهُ عَلَى ذَلِكَ حَمَاسَتُهُ فِي التِّجَارَةِ
وَذَكَاؤُهُ فِي اسْتِجْلَابِ السُّلَعِ، وَكَانَ بْنُ عَوْفٍ مِثَالًا صَادِقًا لِلرَّجُلِ
الَّذِي يُعْطِي وَلَا يَأْخُذُ، وَيُؤْثِرُ وَلَا يَسْتَأْثِرُ، وَيَجُودُ وَلَا يَسْتَجْدِي،
وَهُوَ أَحَدُ الْعَشَرَةِ المُبَشَّرِينَ بِالْجَنَّةِ.
Bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu rezeki bagi Abdurrahman bin Auf dan
membantunya dalam hal itu berkat semangatnya dalam berdagang dan kecerdasannya
dalam menarik barang dagangan. Abdurrahman bin Auf adalah contoh nyata seorang
pria yang memberi tanpa meminta, lebih mementingkan orang lain daripada
dirinya, dan murah hati tanpa berharap balasan. Ia adalah salah satu dari
sepuluh sahabat yang dijanjikan surga.
Kemudian Samah Rajab
menyebutkan :
أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ دَخَلَ سُوقَ الْمَدِينَةِ
الْمُنَوَّرَةِ وَعُمْرُهُ ٤٣ سَنَةً، وَكَانَ سُمَّاسِرَةُ السُّوقِ مِنْ يَهُودِ
بَنِي قَيْنُقَاعٍ، فَلَمْ يُثْنِ هَذَا الاحْتِكَارُ الْيَهُودِيُّ عَزِيمَتَهُ وَلَمْ
يُضْعِفْ هِمَّتَهُ، وَزَاحَمَ فِي السُّوقِ، وَاشْتَرَى وَبَاعَ، وَرَبِحَ وَادَّخَرَ،
وَسَارَتْ بِهِ الأَيَّامُ وَهُوَ يُقْدِحُ فِي الْعَمَلِ وَطَلَبِ الْحَلَالِ، وَعَرَفَ
كَيْفَ يَجْمَعُ الْمَالَ وَيُحْسِنُ اسْتِخْدَامَهُ.
Bahwa Abdurrahman
bin Auf memasuki pasar Madinah pada usia 43 tahun, di mana para makelar
pasar adalah orang-orang Yahudi dari Bani Qainuqa. Namun, monopoli Yahudi ini
tidak melemahkan tekadnya dan tidak menurunkan semangatnya. Dia bersaing di
pasar, membeli dan menjual, memperoleh keuntungan dan menabung. Seiring
berjalannya waktu, dia terus bekerja keras mencari yang halal, dan dia tahu
bagaimana mengumpulkan harta dan menggunakannya dengan baik.
Samah Rajab juga
menunjukkan :
أَنَّ بْنَ عَوْفٍ لَمْ يَكُنْ كَدَّاسًا لِلثَّرَوَاتِ وَلَا
جَمَّاعًا لِلْمَالِ فِي غَيْرِ نَفْعٍ، وَلَكِنْ كَانَ يُنْفِقُ الْمَالَ عَلَى أَهْلِهِ
وَأَقَارِبِهِ وَإِخْوَانِهِ وَعَشِيرَتِهِ وَالْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ سِرًّا
وَجَهْرًا، وَفِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ، حَتَّى مَلَكَ الْقُلُوبَ بِمَالِهِ، امتِثَالًا
لِقَوْلِ اللهِ تَعَالَى: "فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى
* فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى".
Bahwa Abdurrahman
bin Auf bukanlah orang yang menumpuk kekayaan atau mengumpulkan uang tanpa
manfaat, tetapi ia menginfakkan harta untuk keluarganya, kerabatnya,
saudara-saudaranya, kaumnya, serta orang-orang fakir dan miskin, baik secara
terang-terangan maupun diam-diam, dalam keadaan sulit maupun lapang, hingga ia
menguasai hati dengan hartanya, sebagai realisasi dari firman Allah Ta’ala:
"فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى *
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى".
“Adapun orang yang
memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, serta membenarkan adanya
pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya jalan kemudahan.”
[Sumber : “كُنُوزُ
الصَّالِحِينَ" يُلْقِي الضَّوْءَ عَلَى الصَّحَابِيِّ الجَلِيلِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ عَوْفٍ oleh Amani
Fathi].
Pengalaman Abdurrahman bin Auf dalam bisnis system
ELAF QUREISY di Makkah benar-benar dia jalankan di Madinah setelah hijrah demi
untuk membangun kekuatan perekonomian kaum muslimin di Madinah al-Munawwarah.
====
PARA SAHABAT YANG AKTIF MEMBANGUN KEKUATAAN EKONOMI:
Berikut ini contoh
lain dari kalangan para sahabat yang aktif berbisnis dan menyibukkan sebagian
waktunya untuk membangun kekuatan ekonomi umat Islam :
-----
PERTAMA : ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ :
Abu Bakar
ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, di samping aktif berbisnis dan berdagang, juga
beliau adalah guru besar ilmu bisnis.
Ibnu Katsir berkata:
«وَكَانَ رَجُلًا تَاجِرًا ذَا خُلُقٍ وَمَعْرُوفٍ، وَكَانَ رِجَالُ
قَوْمِهِ يَأْتُونَهُ وَيَأْلِفُونَهُ لِغَيْرِ وَاحِدٍ مِنَ الأَمْرِ: لِعِلْمِهِ
وَتِجَارَتِهِ وَحُسْنِ مُجَالَسَتِهِ».
"Dia adalah seorang pedagang yang berakhlak mulia dan dikenal
baik. Orang-orang dari kaumnya sering dan terbiasa datang kepadanya ; karena
adanya berbagai keperluan: yaitu untuk mengambil ilmunya, terutama belajar ilmu
perdagangannya, dan meneladani kebaikan dalam pergaulannya." [ Lihat :
Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 3/39].
Shaleh ath-Thabur berkata :
كَانَ
أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- يَعْمَلُ قَبْلَ الْإِسْلَامِ بِالتِّجَارَةِ
وَبَعْدَ الْإِسْلَامِ بَقِيَ يَعْمَلُ بِهَا، وَكَانَ تَاجِرًا صَاحِبَ خُلُقٍ وَمَعْرُوفٍ
عِنْدَ قَوْمِهِ، كَانُوا يُجَالِسُونَهُ لِيَتَعَلَّمُوا مِنْهُ أُمُورًا تَخُصُّ
التِّجَارَةَ، وَقِيلَ: كَانَ رَأْسُ مَالِهِ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِرْهَمٍ وَتَنَقَّلَ
بَيْنَ الْبُلْدَانِ طَلَبًا لِلتِّجَارَةِ، وَكَانَ يُنْفِقُ أَمْوَالَهُ مِنْ أَجْلِ
الْإِسْلَامِ.
Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu 'anhu bekerja di bidang perdagangan
sebelum Islam, dan setelah masuk Islam, ia tetap bekerja di bidang tersebut. Ia
adalah seorang pedagang yang memiliki akhlak mulia dan dikenal oleh kaumnya.
Para kaumnya sering
duduk-duduk berkumpul bersamanya untuk belajar hal-hal terkait dengan ilmu
bisnis perdagangan. Disebutkan : bahwa modalnya adalah empat puluh ribu dirham,
dan ia sering bepergian ke berbagai negara untuk berdagang. Dan dia juga
senantiasa membelanjakan hartanya demi kepentingan Islam”.
-----
KEDUA : UMAR BIN AL-KHATHTHAB :
Imam Bukhori
meriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa dia pernah
berkata:
" أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ يَعْنِي
الخُرُوجَ إِلَى تِجَارَةٍ".
“Kesibukanku di
pasar-pasar (yakni keluar untuk berbisnis) membuatku lalai dari majlis
ilmu”. [HR. Bukhori no. 2062].
Dalam Kitab جَامِعُ
بَيَانِ العِلْمِ وَفَضْلِهِ karya al-Hafidz Ibnu Abdil
Barr, disebutkan :
"Bahwa Umar ra. telah
mewasiatkan 1/3 hartanya yang nilainya melebihi 40.000 (dinar)".
Berarti total harta yang
ditinggalkannya melebihi nilai 120.000 dinar (510 kg emas murni)
[NOTE: Berarti :120.000
dinar x 4.25 gram x Rp. 1.600.000 maka total warisan Umar radhiyallahu ‘anhu
adalah Rp. 816.000.000.000. Ini jika harga emas murni per gramnya
Rp. 1600.000,-].
-----
KETIGA : UTSMAN BIN AFFAN :
Bisnis utama Ustman bin Affaan
radhiyallahu ‘anhu adalah export import sembako antara Syam, Yaman Selatan,
Afrika dan lain-nya
Barang-barang dagang
utama yang dibisniskan Utsman mencakup gandum, kurma, jelai, kismis, dan
barang-barang lainnya.
Ia berdagang di
darat dan laut, dan bepergian ke Syam [Eropa] dan Habasyah [Afrika] untuk
berdagang.
Kekayaan Utsman bin
Affan diperkirakan sekitar “30 juta dirham perak, 150 ribu dinar emas, 1000
unta, serta sedekah yang diperkirakan sekitar 200 ribu dinar, ditambah dengan
aset seperti rumah, tanah, dan barang-barang lainnya.”
[ Baca : “عُثْمَانُ
بْنُ عَفَّانَ وَإِسْتِرَاتِيجِيَّاتُ النَّجَاحِ الاِقْتِصَادِيّ” oleh DR. Jasim al-Jazaa’]
Note: 1 Dinar = 4,25 gram emas murni. Pada
zaman Nabi ﷺ 12 dirham = 1 dinar . Dan 1 Dinar = 4,25 gram emas murni.
-----
KEEMPAT : ALI BIN ABI THALIB :
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengutip pernyataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:
قَالَ عَلِيٌّ : لَقَدْ رَأَيْتُنِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
ﷺ أُرَبِّطُ الْحَجَرَ عَلَى بَطْنِي مِنْ شِدَّةِ الْجُوعِ وَأَنَّ صَدَقَةَ مَالِي
لِتَبْلُغَ الْيَوْمَ أَرْبَعِينَ أَلْفًا.
رَوَاهُ أَحْمَدُ عَنْ حَجَّاجٍ عَنْ شَرِيكٍ وَرَوَاهُ إِبْرَاهِيمُ
بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ وَفِيهِ لِتَبْلُغَ أَرْبَعَةَ آلافِ دِينَارٍ.
Ali berkata : " Aku
melihat diriku pada masa Rasulullah ﷺ mengikatkan batu ke perut ku karena kelaparan yang parah. Namun
hari ini sedekah [zakat] harta ku telah mencapai 40.000 (dinar). [Sekitar
272 milyar rupiah]" .
Atsar Ali ini diriwayatkan
oleh Ahmad [ Dalam al-Musnad 1/59 ] dari Hajjaaj dari Shariik .
Dan diriwayatkan pula oleh
Ibrahim bin Sa'iid Al-Jawhari dan lafadz di dalamnya :
لِتَبْلُغَ
أَرْبَعَةَ آلافِ دِينَارٍ
"Sungguh telah mencapai 4.000 Dinar [Sekitar
Rp. 27.200.000.000 Pen]"".
[Baca : Minhaaj
as-Sunnah 7/481-482]
-----
KELIMA : THALHAH BIN UBAIDILLAH
Tholhah bin Ubaidillah
radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang kaya raya. Di samping dia sibuk
beribadah dan berjihad fi sabiilillah, namun dia juga aktif berbisnis.
Dan dia tidak menyukai para
pengangguran, yang hidupnya banyak dihabiskan untuk duduk-duduk di rumah.
Sebagaimana yang di riwayatkan
oleh Muhammad bin Sa'ad dalam الطَّبَقَاتُ الكُبْرَى [3/166 cet. دار الكتب العلمية] dengan sanadnya: Thalhah bin Ubaidillah berkata:
إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.
“Aib [perbuatan tercela] yang
paling terendah dan hina bagi seseorang adalah dia hanya duduk-duduk di
rumahnya”.
Macam-macam bisnis Thalhah :
Bisnis Thalhah bergerak di bidang sbb:
1]
Lahan Hijau Pertanian gandum, perkebunan kurma dan lainnya di pinggir-pinggir
kota dan tepi lembah-lembah.
2]
Pertanahan atau real estate di pusat-pusat kota
3] Perdagangan.
Harta warisan yang di tinggalkan ketika dia wafat:
Ketika dia meninggal dunia, dia
meninggalkan harta:
A. 2 juta 200 ribu dirham [Rp.
293.333.333.333 (293 milyar rupiah].
B. 200 ribu dinar emas [Rp.
1.360.000.000.000 (1 trilyun 360 milyar rupiah)]
C. Emas batangan murni sebanyak
300 muatan yang diangkut 300 hewan.
D. Nilai Aset dan real estatenya
30 juta dirham [17 trilyun rupiah]
[Lihat: Siyar al-A’lam an-Nubalaa karya Adz-Dzahabi dalam biografi Thalhah
1/40-41]
------
KEENAM : AZ-ZUBAIR BIN AWAM RADHIYALLAHU ‘ANHU :
Az-Zubair bin
Al-‘Awwam (wafat 36 H/656 M) adalah putra bibi Nabi Muhammad ﷺ , yaitu Shofiiyah binti Abdul Muththolib radhiyallahu ‘anha.
Az-Zubair adalah
salah satu sahabat Nabi dan termasuk as-Saabiquun al-Awwaluun , yaitu
salah seorang dari 10 orang yang pertama masuk Islam.
Az-Zubair bin
Al-'Awwam juga termasuk salah satu dari 10 sahabat yang di jamin masuk surga.
Al-Zubair memeluk
Islam ketika dia berusia 8 tahun, dan ada yang mengatakan : ketika dia berusia
12 tahun, dan ada yang mengatakan : ketika dia berusia 16 tahun .
[Baca : سِيَرُ
أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ (1/67) , حِلْيَةُ الأَوْلِيَاءِ (1/89) dan Fathul
Bâri 7/93]
BISNIS ZUBAIR BIN AWAM
RADHIYALLAHU ‘ANHU:
Al-Zubair bin
Al-Awwam radhiyallahu 'anhu, beliau bekerja sebagai pembisnis ulung dan
merupakan salah seorang sahabat yang terkaya.
Az-Zubair, dia adalah seorang sahabat
yang waktu-nya banyak di habiskan untuk berjihad fii sabiillillah . Dalam
Shahih Bukhori di sebutkan bahwa dia berkata :
وَمَا وَلِيَ إِمَارَةً قَطُّ وَلاَ جِبَايَةَ خَرَاجٍ
وَلاَ شَيْئًا، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِي غَزْوَةٍ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم أَوْ مَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ ـ رضى الله عنهم ـ
"
Sedangkan aku tidak memiliki jabatan sedikitpun dan juga tidak punya pungutan
hasil bumi (upeti) atau sesuatu dari jabatan lainnya , melainkan aku selalu
sibuk berperang bersama Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, Abu Bakr, 'Umar dan
'Utsman radliallahu 'anhum". [ HR. Bukhori
no. 3129 ]
Namun demikian
: di tengah-tengah kesibukannya dengan jihad dan keterbatasan waktunya untuk
berbisnis , az-Zubair masih bisa menyempatkan dirinya untuk berbisnis.
Awal bisnisnya sangat sederhana ,
yaitu berkebun kurma. Itu terjadi setelah menikah dengan Asma binti Abi Bakar
ash-Shiddiiq radhiyallahu ‘anhuma. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Asma’ binti
Abu Bakr radliallahu ‘anhuma, dia berkata:
" وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ
الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى رَأْسِي، وَهْىَ
مِنِّي عَلَى ثُلُثَىْ فَرْسَخٍ . فَلَقِيتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ ومعهُ نَفَرٌ مِنَ الأنْصارِ، فَدَعانِي، ثُمَّ قالَ: إخْ إخْ؛
لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ، فاسْتَحْيَيْتُ أنْ أَسِيرَ مع الرِّجالِ، وَذَكَرْتُ
الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ، وَكَانَ أَغْيَرَ النَّاسِ ".
“Aku biasa
membawa benih kurma dari kebun milik Az-Zubair yang diberikan oleh Rasulullah ﷺ di atas kepalaku. Kebun itu jaraknya dari (rumah) ku dua
pertiga farsakh”.
Pada suatu hari, aku
bertemu dengan Rasulullah ﷺ beserta sejumlah orang Anshaar. Beliau memanggilku , seraya
berkata : ‘Ikh, ikh” (menderumkan ontanya) – agar aku naik ke atas
untanya dan membawaku di belakangnya. Namun aku malu berjalan bersama para
lelaki dan aku ingat akan kecemburuan Az-Zubair, karena ia seorang laki-laki
yang paling pencemburu. [ HR. Bukhori no. 5224 dan Muslim no. 2182 ]
1 Farsakh = 4.828
Kilo Meter .
Setelah Az-Zubair bin al-'Awaam memiliki
cukup modal hasil dari pinjaman dana yang awalnya adalah wadi’ah yang kemudian
dirubah akadnya menjadi hutang piutang, maka dari situ beliau mengembangkan
bisnisnya. Beliau memilih bisnis yang sesuai dengan kondisi waktu yang
dimilikinya . Diantara bisnis nya yang paling utama dia jalani adalah bisnis
Properti, perumahan dan tanah kavling .
Ibnu Asaakir meriwayatkan dengan
sanadnya :
Muhammad bin Umar memberi tahu
kami, Abu Hamza memberi tahu kami, Abdul Wahed bin Maimun memberi tahu kami,
dari Urwah bin az-Zubair, dia berkata :
كَانَ لِلزُّبَيْرِ بِمِصْرَ خُطَطٌ وَبِالإِسْكَنْدَرِيَّةِ
خُطَطٌ وَبِالْكُوفَةِ خُطَطٌ وَبِالْبَصْرَةِ دُورٌ وَكَانَتْ لَهُ غَلَّاتٌ تُقَدَّمُ
عَلَيْهِ مِنْ أَعْرَاضِ الْمَدِينَةِ.
“Al-Zubair (bin al-‘Awwaam) punya bisnis tanah-tanah
kavling di Mesir, dan tanah-tanah kavling di Alexandria, dan tanah-tanah
kavling di Kufah, dan rumah-rumah di Basrah dan baginya sumber-sumber
penghasilan , yang disetorkan padanya dari lahan-lahan yang ada di Madinah .
[Tarikh Damaskus 18/428].
Contoh bisnis kavling tanah nya
adalah :
Az-Zubair membeli hutan seharga 170
ribu . Lalu dibikin kavling-kavling menjadi 16 kavling . Dengan harga jual
perkavling 100 ribu . Dan terjual habis . Maka total harga jual seluruhnya
adalah 1 juta 600 ribu .
Ini sebagaimana di sebutkan dalam
shahih Bukhori :
"قَالَ : وَكَانَ الزُّبَيْرُ اشْتَرَى الْغَابَةَ
بِسَبْعِينَ وَمِائَةِ أَلْفٍ، فَبَاعَهَا عَبْدُ اللَّهِ بِأَلْفِ أَلْفٍ
وَسِتِّمِائَةِ أَلْفٍ . ثُمَّ قَامَ فَقَالَ مَنْ كَانَ لَهُ عَلَى الزُّبَيْرِ
حَقٌّ فَلْيُوَافِنَا بِالْغَابَةِ، فَأَتَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ،
وَكَانَ لَهُ عَلَى الزُّبَيْرِ أَرْبَعُمِائَةِ أَلْفٍ فَقَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ
إِنْ شِئْتُمْ تَرَكْتُهَا لَكُمْ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لاَ. قَالَ فَإِنْ
شِئْتُمْ جَعَلْتُمُوهَا فِيمَا تُؤَخِّرُونَ إِنْ أَخَّرْتُمْ. فَقَالَ عَبْدُ
اللَّهِ لاَ. قَالَ قَالَ فَاقْطَعُوا لِي قِطْعَةً. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ
لَكَ مِنْ هَا هُنَا إِلَى هَا هُنَا. قَالَ فَبَاعَ مِنْهَا فَقَضَى دَيْنَهُ
فَأَوْفَاهُ، وَبَقِيَ مِنْهَا أَرْبَعَةُ أَسْهُمٍ وَنِصْفٌ، فَقَدِمَ عَلَى
مُعَاوِيَةَ وَعِنْدَهُ عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ وَالْمُنْذِرُ بْنُ الزُّبَيْرِ
وَابْنُ زَمْعَةَ فَقَالَ لَهُ مُعَاوِيَةُ كَمْ قُوِّمَتِ الْغَابَةُ قَالَ كُلُّ
سَهْمٍ مِائَةَ أَلْفٍ. قَالَ كَمْ بَقِيَ قَالَ أَرْبَعَةُ أَسْهُمٍ
وَنِصْفٌ.
قَالَ الْمُنْذِرُ بْنُ الزُّبَيْرِ قَدْ أَخَذْتُ سَهْمًا
بِمِائَةِ أَلْفٍ. قَالَ عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ قَدْ أَخَذْتُ سَهْمًا
بِمِائَةِ أَلْفٍ. وَقَالَ ابْنُ زَمْعَةَ قَدْ أَخَذْتُ سَهْمًا بِمِائَةِ
أَلْفٍ. فَقَالَ مُعَاوِيَةُ كَمْ بَقِيَ فَقَالَ سَهْمٌ وَنِصْفٌ. قَالَ
أَخَذْتُهُ بِخَمْسِينَ وَمِائَةِ أَلْفٍ. قَالَ وَبَاعَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
جَعْفَرٍ نَصِيبَهُ مِنْ مُعَاوِيَةَ بِسِتِّمِائَةِ أَلْفٍ ".
'Urwah
berkata; "Dahulu Az Zubair membeli hutan itu seratus tujuh puluh ribu lalu
'Abdullah menjualnya dengan harga satu juta enam Ratus ribu kemudian dia
berdiri dan berkata; "Bagi siapa saja yang mempunyai hak (piutang) atas Az
Zubair hendaklah dia menagih haknya kepada kami dari hutan ini".
Maka 'Abdullah bin
Ja'far datang kepadanya karena Az Zubair berhutang kepadanya sebanyak empat
Ratus ribu seraya berkata kepada 'Abdullah;
"Kalau kalian
mau, hutang itu aku bebaskan untuk kalian".
'Abdullah berkata;
"Tidak".
'Abdullah bin Ja'far
berkata lagi; "Atau kalau kalian mau kalian boleh lunasi di akhir saja
(tunda) ".
'Abdullah berkata;
"Tidak".
'Abdullah bin Ja'far
berkata lagi; 'Kalau begitu, ukurlah bagian hakku".
'Abdullah berkata;
"Hak kamu dari batas sini sampai sana".
('Urwah) berkata;
"Maka 'Abdullah menjual sebagian dari tanah hutan itu sehingga dapat
melunasi hutang tersebut dan masih tersisa empat setengah bagian .
Lalu dia menemui
Mu'awiyah yang saat itu bersamanya ada 'Amru bin 'Utsman, Al Mundzir bin Az
Zubair dan Ibnu Zam'ah.
Mu'awiyah bertanya
kepadanya; "Berapakah nilai hutan itu? '.
'Abdullah menjawab;
'Setiap bagian bernilai seratus ribu".
Mu'awiyah bertanya
lagi; "Sisanya masih berapa?".
'Abdullah berkata;
"Empat setengah bagian".
Al Mundzir bin Az
Zubair berkata; "Aku mengambil bagianku senilai seratus ribu".
'Amru bin 'Utsman
berkata; "Aku mengambil bagianku senilai seratus ribu".
Dan berkata Ibnu
'Zam'ah; "Aku juga mengambil bagianku seratus ribu".
Maka Mu'awiyah
berkata; "Jadi berapa sisanya?".
'Abdullah berkata;
"Satu setengah bagian".
Mu'awiyah berkata;
"Aku mengambilnya dengan membayar seratus lima puluh ribu".
'Urwah berkata;
"Maka 'Abdullah bin Ja'far menjual bagiannya kepada Mu'awiyah dengan harga
enam Ratus ribu". [ HR. Bukhori no. 3129 ]
Adapun Al-Zubayr bin Al-Awwam
radhiyallahu 'anhu- kekayaannya dari nilai properti yang dia wariskan ,
mencapai " 50 juta 200 ribu dinar atau dirham " seperti yang
disebutkan dalam shahih Bukhori :
قُتِلَ الزُّبَيْرُ ـ رضى الله عنه ـ وَلَمْ يَدَعْ
دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا، إِلاَّ أَرَضِينَ مِنْهَا الْغَابَةُ، وَإِحْدَى
عَشْرَةَ دَارًا بِالْمَدِينَةِ، وَدَارَيْنِ بِالْبَصْرَةِ، وَدَارًا بِالْكُوفَةِ،
وَدَارًا بِمِصْرَ.
Bahwa al-Zubair radliallahu 'anhu ketika terbunuh , dia tidak
meninggalkan satu dinar pun , juga dirham , kecuali beberapa bidang tanah yang
salah satunya berupa hutan serta sebelas rumah di Madinah, dua rumah di
Bashrah, satu rumah di Kufah dan satu rumah lagi di Mesir. [ HR. Bukhori no.
3129 ]
Jika yang di maksud
[ 50 juta 200 ribu ] di sini adalah Dinar , maka total harta warisan nya adalah
:
[ 50.200.000 x 4,25
gram emas murni x Rp. 1.600.000 = 341 Trilyun + 360 milyar rupiah].
Namun jika yang di maksud adalah Dirham , maka
totalnya adalah :
[ 50.200.000 : 12 x
4,25 x Rp. 1600.000 = 28 trilyun + 447 milyar rupiah ] .
SUMBER DANA PERMODALAN BISNIS
ZUBAIR BIN AWWAM:
Dari mana modalnya ?
Az-Zubair bin al-'Awwam , sosok
sahabat yang sangat amanah dan dipercaya dalam menjaga hak orang lain .
Sehingga banyak orang yang menitipkan dananya kepada beliau dalam bentuk
WADII'AH [ الوديعة = Titipan ] , lalu oleh az-Zubair
ditawarkan kepada mereka agar merubah transaksinya dari Wadii'ah menjadi HUTANG
PIUTANG .
Dengan demikian dana tsb lebih
aman bagi mereka , dan az-Zubair pun boleh menggunakan dana tsb .
Maka sebagian sumber modal bisnis
az-Zubair adalah dari uang titipan / wadi'ah yang dirubah akadnya menjadi
piutang .
TOTAL hutang modal az-Zubair bin
al-'Awaam adalah 2 juta 200 ribu '
Sebagaimana yang di sebutkan dalam
shahih Bukhori :
قَالَ : وَإِنَّمَا كَانَ دَيْنُهُ الَّذِي عَلَيْهِ أَنَّ
الرَّجُلَ كَانَ يَأْتِيهِ بِالْمَالِ فَيَسْتَوْدِعُهُ إِيَّاهُ فَيَقُولُ
الزُّبَيْرُ لاَ وَلَكِنَّهُ سَلَفٌ، فَإِنِّي أَخْشَى عَلَيْهِ الضَّيْعَةَ،
وَمَا وَلِيَ إِمَارَةً قَطُّ وَلاَ جِبَايَةَ خَرَاجٍ وَلاَ شَيْئًا، إِلاَّ أَنْ
يَكُونَ فِي غَزْوَةٍ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَوْ مَعَ أَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ ـ رضى الله عنهم ـ
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ : فَحَسَبْتُ مَا
عَلَيْهِ مِنَ الدَّيْنِ فَوَجَدْتُهُ أَلْفَىْ أَلْفٍ وَمِائَتَىْ أَلْفٍ
'Abdullah
berkata ; "Hutang yang menjadi tanggungannya berwal terjadi ketika ada
seseorang yang datang kepadanya dengan membawa harta untuk dititipkan dan
dijaganya .
Az Zubair berkata ;
"Jangan, tapi jadikanlah sebagai pinjamanku (yang nanti akan aku bayar)
karena aku khawatir akan hilang , sedangkan aku tidak memiliki jabatan
sedikitpun dan juga tidak punya pungutan hasil bumi (upeti) atau sesuatu dari
jabatan lainnya melainkan aku selalu sibuk berperang bersama Nabi ﷺ, Abu Bakr, 'Umar atau 'Utsman radliallahu 'anhum. '
Abdullah bin
Az-Zubair berkata ; "Kemudian aku menghitung hutang yang ditanggungnya dan
ternyata aku dapatkan sebanyak 2 juta 200 ribu".
Jika yang di maksud
[ 2 juta 200 ribu ] di sini adalah Dinar , maka total harta warisan nya adalah
:
[ 2.200.000 x 4,25
gram emas murni x Rp. 1.600.000 = 14 Trilyun + 960 Milyar rupiah ].
Namun jika yang di maksud adalah Dirham , maka
totalnya adalah :
[ 2.200.000 : 12 x
4,25 x Rp. 1.600.000 = 1 trilyun + 247 milyar rupiah ] .
Namun dalam riwayat Ibnu Asaakir : Total hutangnya 1 juta 200 ribu. [ HR. Ibnu Asaakir dlm Tarikh Damaskus 18/427 ]
KEBERHASILAN KEDUA :
TEGAKNYA KEDAULATAN NEGARA ISLAM PADA MASA NABI ﷺ :
Perjanjian
Hudaibiyah adalah kemenangan dan awal pengukuhan kedaulatan negara Islam.
Setelah pasukan Ahzab [pasukan sekutu] gagal
mengalahkan kaum muslimin dalam perang Khandak, maka kekuatan pasukan kaum muslimin
betul-betul semakin ditakuti oleh para musuhnya , terutama oleh kaum musyrikin
Quraisy. Orang-orang pun berbondong-bondong masuk Islam.
Peristiwa Perjanjian Hudaibiyah terjadi
pada bulan Dzulqa'dah tahun ke-6 Hijriah atau sekitar tahun 628 M. Hudaibiyah
merupakan sebuah sumur yang terdapat di arah barat daya Kota Makkah, yaitu
sekitar 22 kilometer.
Terjadinya perjanjian Hudaibiyah berawal dari
Mimpinya Nabiﷺ, sebagaimana yang Allah SWT firmankan:
{لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا
بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ
مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ
تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا (27) }
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada
Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa
sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, Insya Allah dalam keadaan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedangkan kamu tidak
merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia
memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat". [QS. al-Fath: 27].
Tersebutlah
bahwa Rasulullah ﷺ telah bermimpi bahwa dirinya menaklukan Mekah, memasukinya dan
melakukan tawaf di Baitullah dengan aman, namun dalam mimpi tersebut
tidak ditentukan kapan waktunya, lalu beliau menceritakan mimpinya itu kepada
para sahabatnya, sedangkan beliau ﷺ saat
itu berada di Madinah.
Rasulullah
ﷺ mulai mengira-ngira dan mencoba menetapkan waktunya,
maka pada awal bulan Dzulqa'dah tahun ke 6 Hijriyah, Rasulullah ﷺ bersama 1400 atau1500 sahabat berangkat umroh ke
Makkah.
Walaupun Rasulullah ﷺ tahu
bahwa orang-orang kafir Quraisy akan menghalanginya dan akan terjadi
kontak senjata. Adapun kepemimpinan di Madinah dipasrahkan untuk sementara
kepada Abdullah bin Ummi Maktum.
Ketika Rosulullah ﷺ dan para
sahabatnya berangkat untuk ber-umrah di tahun Perjanjian Hudaibiyah, tiada
suatu golongan pun dari kalangan sahabat-sahabatnya yang merasa ragu bahwa
mimpi itu akan menjadi kenyataan tahun itu.
Namun ketika tiba di daerah Hudaibiyah sebelum kota
Makkah, keinginan beliau tersebut terpaksa ditunda karena penduduk Makkah dari
kuffar Quraisy melarang beliau dan rombongannya untuk masuk Makkah.
Singkatnya setelah melakukan negosiasi, maka terjadilah
perjanjian damai dan gencatan senjata, yang salah satu isinya bahwa mereka
harus kembali ke Madinah tidak boleh berumroh tahun itu dan mereka
diperbolehkan berumrohnya pada tahun depannya ; maka sebagian dari kalangan
sahabat ada yang mengalami tekanan jiwa karena peristiwa tersebut, sebagaimana
yang akan penulis sebutkan dalam hadits Bukhori di bawah ini.
Perjanjian damai Hudaibiyah ini dibuat di antara
kedua belah pihak.
Padahal jika umat Islam memilih untuk berperang
pada saat itu mereka pasti akan menang, tapi mereka ingin menegakkan kesucian
Ka’bah dan tanah Haram. Di tambah lagi karena motivasi utama keberangktan umroh
tahun itu adalah mimpi Nabi ﷺ masuk Mesjidil Haram dengan aman
dan tanpa peperangan.
Perjanjian
Hudaibiyah tersebut terdiri dari:
1]. Tidak saling menyerang antara kaum muslimin
dengan penduduk Mekah selama sepuluh tahun.
2]. Kaum muslimin menunda untuk Umroh dan
diperbolehkan memasuki kota Mekah pada tahun berikutnya dengan tidak membawa
senjata kecuali pedang dalam sarungnya serta senjata pengembara.
3]. Siapa saja yang datang ke Madinah dari penduduk
kota Mekah harus di kembalikan ke kota Mekah.
4]. Siapa saja dari penduduk Madinah yang datang ke
Mekah, maka dia tidak boleh dikembalikan ke Madinah.
5]. Kesepakatan ini disetujui oleh kedua belah
pihak dan tidak boleh ada pengkhianatan atau pelanggaran.
6]. Diperkenankan siapa saja di antara suku-suku
Arab untuk mengikat perjanjian damai dan menggabungkan diri kepada salah satu
dari kedua pihak , yakni boleh masuk dalam perjanjian Quraisy atau dalam
perjanjian Rasulullah ﷺ dan perjanjian ini hanya berlaku
bagi laki-laki, sedangkan wanita tidak diikutsertakan.
Ketika itu, suku Khuza’ah yang saat itu masih
musyrik berpihak kepada Nabi Muhammad ﷺ, menjalin kerja sama dengannya dan
mengikat perjanjian pertahanan bersama dengannya. Sementara suku Bani Bakar
memihak kaum musyrikin Qureisy.
Setelah selesai kesepakatan perjanjian Hudaibiyah ,
maka Allah SWT menurunkan surat al-Fath (surat kemenangan atas kedaulatan
negara umat Islam) yang diawali dengan firman-Nya:
{إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا (1)
لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ
نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (2) وَينْصُركَ اللَّهُ
نَصْرًا عَزِيزًا (3) }
Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan yang
nyata kepadamu, supaya Allah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpinmu ke jalan yang
lurus, dan supaya Allah membantumu dengan pertolongan yang kuat (banyak). [QS.
al-Fath: 1-3].
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya:
“Surat yang mulia ini diturunkan ketika Rasulullah ﷺ kembali
dari Hudaibiyah dalam bulan Zul Qa'dah tahun enam Hijriah".
Dari Al-Bara' Bin 'Aazib - radliallahu 'anhu- ia
berkata;
“تَعُدُّونَ أنْتُمُ الفَتْحَ فَتْحَ
مَكَّةَ، وقدْ كانَ فَتْحُ مَكَّةَ فَتْحًا، ونَحْنُ نَعُدُّ الفَتْحَ بَيْعَةَ
الرِّضْوَانِ يَومَ الحُدَيْبِيَةِ؛ كُنَّا مع النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ
أرْبَعَ عَشْرَةَ مِئَةً، والحُدَيْبِيَةُ بئْرٌ، فَنَزَحْنَاهَا فَلَمْ نَتْرُكْ
فِيهَا قَطْرَةً، فَبَلَغَ ذلكَ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأتَاهَا،
فَجَلَسَ علَى شَفِيرِهَا، ثُمَّ دَعَا بإنَاءٍ مِن مَاءٍ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ
مَضْمَضَ ودَعَا، ثُمَّ صَبَّهُ فِيهَا، فَتَرَكْنَاهَا غيرَ بَعِيدٍ، ثُمَّ
إنَّهَا أصْدَرَتْنَا ما شِئْنَا نَحْنُ ورِكَابَنَا ".
"Kalian mengira penaklukan kota Makkah adalah
kemenangan dan memang itu suatu kemenangan. Namun kami menganggap kemenganan
itu bermula saat Bai'at ar-Ridlwan pada peristiwa Hudaibiyyah. Saat itu kami
bersama Nabi ﷺ berjumlah seribu empat ratus orang.
Hudaybiyah adalah sebuah sumur lalu kami mengambil
airnya hingga tak bersisa setetespun. Setelah kejadian itu terdengar oleh Nabi ﷺ, beliau
segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepi sumur tersebut, selanjutnya
beliau minta diambilkan bejana, beliau berwudlu' sambil berkumur-kumur,
kemudian beliau berdo'a dan menuangkan airnya ke dalam sumur tersebut. Setelah
kami mendiamkan sejenak, akhirnya kami dapat minum sesuka kami hingga puas,
begitu juga dengan hewan-hewan tungangan kami." [HR. Bukhori no. 4150].
Tak diragukan lagi, bahwa Perjanjian Hudaibiyah ini
adalah suatu kemenangan yang nyata sekali. Dan memang demikianlah adanya.
Sejarah pun mencatat, bahwa isi perjanjian ini adalah suatu hasil politik yang
bijaksana dan pandangan jauh ke depan, yang besar sekali pengaruhnya terhadap
masa depan Islam dan bangsa Arab.
Inilah pertama kalinya pihak Quraisy mengakui
Rasulullah ﷺ bukan sebagai pemberontak,
melainkan sebagai orang yang tegak sama tinggi duduk sama rendah. Dan sekaligus
mengakui pula berdirinya dan adanya KEDAULATAN NEGARA ISLAM itu.
Perjanjian Hudaibiyah juga merupakan suatu
pengakuan bahwa kaum Muslimin pun berhak berziarah ke Ka'bah dan melakukan amalan-amalan
ibadah haji. Dengan demikian, mereka mengakui bahwa Islam adalah agama dan
negara yang sah di antara agama-agama dan negara-negara lain di jazirah itu.
Selanjutnya, gencatan senjata
yang selama dua tahun atau sepuluh tahun itu, membuat pihak kaum Muslimin
merasa lebih aman dari jurusan selatan, tidak khawatir akan mendapat serangan
Quraisy. Hal ini berarti membuka jalan buat Islam untuk lebih tersebar lagi.
Bukankah kaum Quraisy -yang merupakan musuh Islam paling gigih dan lawan
berperang paling keras- sudah tunduk, sedang sebelum itu mereka sama sekali
tidak pernah tunduk?
[Note : Sebagaimana yang kita ketahui dalam sejarah bahwa penaklukan kota Mekkah terjadi pada tahun 8 hijriah yang disebabkan karena kaum kafir Quraisy telah melanggar perjanjian Hudaibiyah]
====
NEGERI-NEGERI NON MUSLIM YANG MINTA SUAKA KEPADA NABI ﷺ:
CONTOHNYA ADALAH SBB :
------
CONTOH KE 1 : SUAKA BAGI KAUM NASRANI NEGERI NAJRAN:
Najran
merupakan suatu daerah yang berada di perbatasan Saudi Arabia dan Yaman.
Sejarawan Islam Ibnu Ishaq menyebutkan:
"Bahwa
Najran merupakan tempat pertama di daerah Arab Selatan yang menjadi basis
pemeluk agama Nasrani di masa Pra Islam. Dulunya, mereka adalah para penganut
ajaran politeis, dimana mereka menjadikan pohon kurma yang tinggi sebagai
sesembahan mereka. Hingga akhirnya, kepala suku mereka yang bernama Abdullah
ibn ath-Thamir masuk agama Nasrani diikuti oleh kaumnya. Sumber menyebutkan
bahwa peristiwa ini terjadi antara abad keempat hingga kelima masehi.
Pada
kuartal pertama abad keenam, seorang raja bernama Yusuf As’ar Dhu Nuwas yang
telah memeluk agama Yahudi membantai pengikut Nasrani di Najran. Banyak gereja
dibakar dan pemeluk nasrani dibunuh pada saat itu. Raja Byzantium, Justin I
kemudian meminta sekutunya, Raja Abyssinian, Ella-Asbeha dari Aksum untuk
membebaskan Najran dari kekuasaan Dhu Nuwas. Abraha al-Ashram, seorang raja
muda pemeluk Nasrani dari Negus, Abyssinia mampu mengalahkan pasukan Dhu Nuwas
dan berhasil memulihkan pemerintahan Nasrani di Najran.
Pada
abad ketujuh, Islam mulai menyebar ke berbagai penjuru Arab. Selepas perjanjian
Hudaibiyah yang terjadi pada tahun 6 H, Nabi Muhammad banyak sekali melakukan
kampanye penyebaran agama Islam ke sekeliling Arab dengan mengirimkan utusan
yang membawa surat dari beliau ke berbagai kerajaan yang ada di Arab. Salah
satunya adalah ke Najran.
Sekitar tahun 9 H atau 631 M, nabi mengutus Khaled bin Walid dan Ali bin Abi
Thalib menemui pimpinan di Najran agar mau masuk Islam. Mereka tidak bersedia.
Kemudian, Nabi mengirim Al-Mughirah bin Syu’bah.
Ada
banyak riwayat dan berbeda-beda dalam deskripsi pembicaraan delegasi Najran
dengan Nabi ﷺ di Madinah pada tahun para
delegasi [عَامُ الوُفُوْدِ].
Penduduknya
adalah orang Kristen, dan mereka mengirim delegasi kepada Rasulullah ﷺ dan
delegasi ini datang ke Madinah. Setelah dia menerima surat dari Rasulullah ﷺ yang
isinya mengajak mereka untuk masuk Islam.
Rombongan
delegasi ini terdiri dari empat belas orang dalam beberapa riwayat. Sedangkan
dalam riwayat delegasi lainnya mencapai enam puluh orang
Pimpinan
delegasi adalah seorang laki-laki bernama Al-Aqib, dan seorang lagi bertugas
mengatur perjalanan, mereka memanggilnya as-Sayyid, sedangkan ada orang ketiga
yang mengurusi urusan agama, dia adalah uskup perjalanan dan rabinya, dan
namanya adalah Abu Al-Harits. Dan ketiga-tiganya adalah para kepala delegasi,
dan merekalah yang menangani negosiasi.
Kedatangan
delegasi mereka terjadi pada tahun sembilan Hijriah, karena Az-Zuhri pernah
mengatakan:
Bahwa penduduk Najran adalah orang yang mula-mula membayar jizyah kepada
Rasulullah ﷺ. Sedangkan ayat mengenai jizyah baru
diturunkan hanya sesudah kemenangan atas Mekah, yaitu yang disebutkan di dalam
firman-Nya:
قَاتِلُوا
الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا
يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ
الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ
يَّدٍ وَّهُمْ صٰغِرُوْنَ
Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang
tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka
yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang)
yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar JIZYAH (pajak) dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At-Taubah: 29)
[Baca: as-Siirah an-Nabawiyyah
oleh Ibnu Hisyam 1/573, 575 dan ath-Thabaqaat al-Kubraa oleh Ibnu sa'ad 1/357
dan al-Bidaayh wan Nihayah 2/78].
AKTA PERJANJIAN DENGAN NASRANI NAJRAN
Berdasarkan
riwayat Ibnu Sa'ad dalam Ath-Thabaqoot Al-Kubra 1/219-220. Ibnu Sa'ad berkata:
قَالُوا:
وَكَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ - ﷺ - لأَهْلِ نَجْرَانَ: هَذَا كِتَابٌ مِنْ مُحَمَّدٍ
النَّبِيِّ رَسُولِ اللَّهِ لأَهْلِ نَجْرَانَ أَنَّهُ كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ
حُكْمُهُ فِي كُلِّ ثَمَرَةٍ صَفْرَاءَ أَوْ بَيْضَاءَ أَوْ سَوْدَاءَ أَوْ
رَقِيقٍ فَأَفْضَلَ عَلَيْهِمْ وَتَرَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ عَلَى أَلْفَيْ حُلَّةٍ
حُلَلِ الأَوَاقِي فِي كُلِّ رَجِبٍ أَلْفُ حُلَّةٍ وَفِي كُلِّ صَفَرٍ أَلْفُ
حُلَّةٍ كُلُّ حُلَّةٍ أُوقِيَّةً فَمَا زَادَتْ حُلَلُ الْخَرَاجِ أَوْ نَقَصَتْ
عَلَى الأَوَاقِي فَبِالْحِسَابِ وَمَا قَبَضُوا مِنْ دُرُوعٍ أَوْ خَيْلٍ أَوْ
رِكَابٍ أَوْ عَرْضٍ أُخِذَ مِنْهُمْ فَبِالْحِسَابِ وَعَلَى نَجْرَانَ مَثْوَاةُ
رُسُلِي عِشْرِينَ يَوْمًا فَدُونَ ذَلِكَ وَلا تُحْبَسُ رُسُلِي فَوْقَ شَهْرٍ
وَعَلَيْهِمْ عَارِيَّةُ ثَلاثِينَ دِرْعًا وَثَلاثِينَ فَرَسًا وَثَلاثِينَ
بَعِيرًا إِذَا كَانَ بِالْيَمَنِ كَيَدٌ وَمَا هَلَكَ مِمَّا أَعَارُوا رُسُلِي
مِنْ دُرُوعٍ أَوْ خَيْلٍ أَوْ رِكَابٍ فَهُوَ ضَمَانٌ عَلَى رُسُلِي حَتَّى
يُؤَدُّوهُ إِلَيْهِمْ.
وَلِنَجْرَانَ
وَحَاشِيَتِهِمْ جِوَارُ اللَّهِ وذمة محمد النبي رسول الله على أنفسهم
وَمِلَّتِهِمْ وَأَرْضِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ وَغَائِبِهِمْ وَشَاهِدِهِمْ
وَبِيَعِهِمْ وَصَلَوَاتِهِمْ لا يُغَيِّرُوا أُسْقُفًا عَنْ أُسْقُفِيَّتِهِ وَلا
رَاهِبًا عَنْ رَهْبَانِيَّتِهِ وَلا وَاقِفًا عَنْ وَقْفَانِيَّتِهِ وَكُلُّ مَا
تَحْتِ أَيْدِيهِمْ مِنْ قَلِيلٍ أَوْ كَثِيرٍ وَلَيْسَ رِبًا وَلا دَمَ
جَاهِلِيَّةٍ وَمَنْ سَأَلَ مِنْهُمْ حَقًّا فَبَيْنَهُمُ النَّصْفُ غَيْرَ
ظَالِمِينَ وَلا مَظْلُومِينَ لِنَجْرَانَ وَمَنْ أَكَلَ رِبًا مِنْ ذِي قَبْلَ
فَذِمَّتِي مِنْهُ بَرِيئَةٌ وَلا يُؤَاخَذُ أَحَدٌ مِنْهُمْ بِظُلْمِ آخَرَ
وَعَلَى مَا فِي هَذِهِ الصَّحِيفَةِ جِوَارُ اللَّهِ وَذِمَّةُ النَّبِيِّ
أَبَدًا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنْ نَصَحُوا وَأَصْلَحُوا فِيمَا
عَلَيْهِمْ غَيْرَ مُثْقَلِينَ بِظُلْمٍ.
شَهِدَ
أَبُو سُفْيَانَ بْنُ حَرْبٍ وَغَيْلانُ بْنُ عَمْرٍو وَمَالِكُ بْنُ عَوْفٍ
النَّصْرِيُّ وَالأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ وَالْمُسْتَوْرِدُ بْنُ عَمْرٍو أَخُو
بَلِيٍّ وَالْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ وَعَامِرٌ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ
Mereka
berkata: Dan Rasulullah ﷺ menuliskan untuk orang-orang
Najran:
Ini
adalah akta perjanjian dari Muhammad, Nabi, Rosulullah, ﷺ untuk
penduduk Najran.
Bahwa
bagi beliau ﷺ atas mereka berlaku hukum pada
semua penghasilan dari buah-buahan, semua yang kuning [Emas], yang putih
[perak], yang hitam [besi], budak dan harta yang dianugerahkan pada mereka,
semuanya adalah milik mereka, tetapi diwajibkan atas mereka membayar dua ribu
hullah-hullah uqiyah setiap tahunnya [Yakni: hullah yang nilainya 1 Uqiyah.
arti hullah adalah pakaian atau senjata atau keranjang. Nilai 1 uqiyah adalah
40 dirham. PEN), yang dibayarkan pada tiap bulan Rajab seribu hullah, dan yang
seribunya lagi dibayar pada tiap bulan Safar. Dan pada setiap masing-masing
hullah terdapat satu uqiyah perak [40 dirham].
Dan
setiap ada kelebihan bayar dari upeti [kharaj] atau kurang dari uqiyah-uqiyah
dirham, maka akan ada hitung-hitungannya.
Dan
apa yang mereka gunakan dari baju perang, kuda, pelana, atau barang-barang;
maka diambil darinya upeti sesuai perhitungan.
Dan
wajib atas Najran biaya opersional perjalanan para utusanku, dan kebutuhan
mereka dalam perjalanan selama kurang dari dua puluh hari atau kurang darinya,
dan tidak ada seorang pun utusan yang tertahan lebih dari satu bulan.
Dan
wajib atas mereka meminjamkan tiga puluh perisai, tiga puluh kuda perang, dan
tiga puluh unta, [ketika negara dalam bahaya perang, yiatu] ketika terjadi
adanya tipu daya musuh dan sesuatu yang membahayakan dari pihak musuh.
Dan
apa saja yang dipinjamkan kepada utusan-utusanku berupa perisai, kuda, atau
penunggang kuda [peralatan perang]; maka itu menjadi tanggungan para utusan-Ku
sampai mereka selesai menunaikan tugasnya dan mengembalikannya.
Bagi
Najran dan kelompoknya yang berada di sekitarnya berada dalam perlindungan Allah
dan jamninan pembelaan Muhammad Rasulullah ﷺ menyangkut
jiwa mereka, harta benda mereka, mereka yang tidak hadir (di negerinya), mereka
yang hadir (di negerinya), keluarga mereka, gereja-gereja mereka.
Dan
mereka tidak dirubah dari apa yang telah ada sebelumnya, tidak dirubah
hak-haknya dan agamanya, tidak dirubah para usquf nya, tidak dirubah para
rahibnya dan tidak di rubah para putra mahkota nya [وَلِيُ العَهْدِ]
Dan
bilamana ada orang-orang yang sedikit atau banyak harta yang ada di tangan [yakni:
baik kaya atau miskin], maka mereka semua tetap harus dilindungi dari
orang-orang yang merendahkan-nya, dari tuntutan darah Jahiliyyah, dari
pengepungan musuh dan dari pungutan pajak persepuluh [oleh kelompok lain,
karena mereka sudah bayar upeti tahunan kepada Rosulullah ﷺ sebagai
jaminan keamanan bagi mereka].
Dan
tanah air mereka harus di lindungi dari tentara asing yang hendak menginjakkan
kakinya.
Dan barang siapa yang menuntut hak kepada mereka, maka diantara mereka harus
berlaku adil, tidak ada yang dzalim dan tidak ada yang terdzalimi.
Dan
barang siapa yang memakan harta riba dari sebelumnya, maka aku bebas darinya,
dan tidak boleh ada seorang pun yang mengambil sesuatu dari mereka untuk
kezaliman orang lain.
Dan yang ada dalam lembaran ini adalah perlindugan dari Allah SWT dan jaminan
pembelaan dari Nabi Muhammad, Rasulullah ﷺ selama-lamanya, sampai Allah SWT
mendatangkan keputusan yang lain.
Apa yang mereka sarankan untuk
memperbaiki urusannya dengan apa yang telah diwajibkan atas mereka, itu tanpa
ada paksaan dan tanpa terbebani oleh ketidakadilan
Disaksikan Abu Sufyan bin Harb, Ghailan bin Amr, Malik bin Auf dari Banu Nasr,
Al-'Aqra' bin Habis, al-Mustaurad bin 'Amr saudara Baliyyin dan al-Mughirah,
'Aamir Maula Abu Bakar.
[Baca: At-Thobaqoot al-Kubro 1/219-220]
----
CONTOH KE 2 : SUAKA BAGI KAUM MAJUSI NEGERI BAHRAIN
Nabi
ﷺ menulis
surat kepada Al-Mundzir bin Sawa, raja Bahrain, yang berisi seruan agar dia
masuk Islam. Al-Mundhir negaranya menginduk pada kekaisaran Majusi di Persia:
Beliau
mengutus Al-Ala’ bin Hadharni untuk menghantarkannya.
Az-Zayla'i
menyebutkan ini di akhir kitabnya Nashb Ar-Rayah jilid 4 halaman 243 [Takhriij
Ahadiits al-Hidaayah], dan dia berkata:
“Al-Waqidi
meriwayatkan dalam akhir kitab ar-Riddah: Muadz bin Muhammad bin Abi Bakr bin
Abdullah bin Abi Jahm, dari Abu Bakar bin Sulayman bin Abu Khoytsamah, dia
berkata:
Rasulullah
ﷺ mengutus
al-'Alaa' bin al-Hadhramiy kepada al-Mundzir bin Saawaa al-'Abdiy di Bahrain
pada malam-malam terakhir dari bulan Rajab tahun ke sembilan, saat Nabi ﷺ kembali
pulang dari Tabuk.
Dan
Beliau ﷺ menuliskan
untuknya sebuah surat, yang isinya:
" بِسْمِ اللَّهِ الرَّحَمْنِ الرَّحِيمِ.
مِنْ
مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ، إِلَى الْمُنْذِرِ بْنِ سَاوَى, سَلامٌ عَلَى مَنِ
اتَّبَعَ الْهُدَى.
أَمَّا
بَعْدُ: فَإِنِّي أَدْعُوكَ إِلَى الإِسْلامِ فَأَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَسْلِمْ
يَجْعَلِ اللَّهُ لَكَ مَا تَحْتَ يَدَيْكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ دِينِي سَيَظْهَرُ
إِلَى مُنْتَهَى الْخُفِّ وَالْحَافِرِ ". [أيْ حَيْثُ تَقْطَع الإبِل
والخَيْلُ]
“Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari
Muhammad Rasulullah kepada al-Mundzir bin Sawa: Salam sejahtera bagi
orang-orang yang mengikuti hidayah.
Ammaa
Ba'du: Saya mengajak Anda masuk Islam, maka masuk Islam lah, anda akan selamat!
Dan
masuk Islamlah, maka Allah akan menjaga untuk Anda kekuasaan yang ada di bawah
kedua tangan Anda!. Dan ketahuilah bahwa agama saya ini akan berkibar hingga
ujung negeri yang bisa ditempuh oleh kendaraan unta dan kuda ".
Dan
Rasulullah ﷺ men stempel surat tsb. Lalu
al-'Alaa' bin Al-Hadrami pergi safar menuju al-Mudzir, dan bersamanya ada
beberapa orang sahabat diantaranya adalah Abu Huraairah.
Dan
Rosulullah ﷺ berkata kepadanya:
«اسْتَوْصِ
بِهِمْ خَيْرًا» ، وَقَالَ: «إِنْ أَجَابَكَ إِلَى مَا دَعَوْتُهُمْ إِلَيْهِ،
فَأَقِمْ حَتَّى يأْتِيكَ أَمْرِي، وَخُذِ الصَّدَقَةَ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ
فَرُدَّهَا فِي فُقَرَائِهِمْ»
“Nasihatilah
mereka dengan baik”. Lalu beliau bersabda: “Jika dia menerima ajakanmu kepada
apa yang aku serukan kepadanya, maka bermukimlah di sana sampai perintahku
datang kepadamu, dan ambillah zakat dari orang-orang kaya lalu di berikan
kepada orang-orang yang fakir di kalangan mereka”.
Al-'Alaa
berkata:
"
وَكَتَبَ لِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كِتَابًا يَكُونُ مَعِي، وَكَتَبَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ فَرَائِضَ الإِبِلِ، وَالْبَقَرِ، وَالْغَنَمِ، وَالْحَرْثِ،
وَالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةِ، عَلَى وَجْهِهَا ".
Dan
Rasulullah ﷺ menuliskan untuk ku sebuah
tulisan yang senantiasa bersamaku. Dan Rasulullah ﷺ menulis
untuknya kewajiban-kewajiban zakat unta, sapi, domba, pertanian, emas dan perak
sesuai dengan ketentuannya.
Al-'Alaa
bin Al-Hadhrami pun tiba dan menghadap kepadanya [al-Mundzir], dan dia membaca
surat itu, dan berkata:
"
أَشْهَدُ أَنَّ مَا دَعَا إِلَيْهِ حَقٌ، وَأَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ،
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ".
“Aku
bersaksi bahwa apa yang dia serukan adalah benar, bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.”
Dia
memuliakan dan menghormati kedatangan al-'Alaa. Setelah itu al-'Alaa kembali
pulang, lalu mengkabarkannya kepada Nabi ﷺ Dan beliau sangat senang sekali
mendengarnya.
[Baca:
إِعْلَامُ
السَّائِلِينَ عَنْ كُتُبِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ karya
Ibnu Thuuluun 1/61-63]
Abu
Ubaid dalam kitabnya al-Amwaal (hal. 28 no. 51) meriwayatkan:
Telah
bercerita kepada kami Usman bin Shalih, dari Abdullah bin Lahi`ah, dari Abi
Al-Aswad dari Urwah bin Zubair: Rosulullah ﷺ menuliskan
surat yang ditujukan al-Mundzir bin Sawi:
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ: مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى الْمُنْذِرِ بْنِ سَاوَى.
«سَلَامٌ أَنْتَ، فَإِنِّي أَحْمَدُ إِلَيْكَ اللَّهَ الَّذِي لَا
إِلَهَ إِلَّا هُوَ أَمَّا بَعْدَ ذَلِكَ فَإِنَّ مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا، وَاسْتَقْبَلَ
قِبْلَتَنَا، وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا، فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ
ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ الرَّسُولِ، فَمَنْ أَحَبَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَجُوسِ
فَإِنَّهُ آمِنٌ، وَمَنْ أَبَى فَإِنَّ الْجِزْيَةَ عَلَيْهِ»
Dengan
menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang: Dari Muhammad,
Rasul Allah, kepada al-Mundhir bin Saawa:
Salam
untukmu, Aku memuji pada Mu, Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Amma
ba'du.
Barang
siapa yang mengerjakan sholat seperti yang telah kami lakukan, menghadap kiblat
kami, dan memakan sembelihan binatang kami, maka adalah orang muslim yang telah
mendapatkan jaminan Allah dan Rasul-Nya.
Barang
siapa yang menginginkan yang demikian dari kalangan Majusi, dia telah
mendapatkan jaminan keamanan.
Barang
siapa yang enggan, maka dia wajib membayar jizyah."
[Baca:
Fathul Bari oleh Ibnu Rajab 3/56, Nurul Yaqiin hal. 178 dan Nadhrotun Na'iim
1/347]
Setelah
menerima dan membaca surat beliau, Al-Mundzir menulis balasannya sebagai
berikut:
أَمَّا
بَعْدُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنِّي قَرَأْتُ كِتَابَكَ عَلَى أَهْلِ
الْبَحْرَيْنِ، فَمِنْهُمْ مَنْ أَحَبَّ الْإِسْلَامَ وَأَعْجَبَهُ، وَدَخَلَ
فِيهِ وَمِنْهُمْ مَنْ كَرِهَهُ وَبِأَرْضِي مَجُوسٌ وَيَهُودُ، فَأَحْدِثْ
إِلَيَّ فِي ذَلِكَ أَمْرَكَ
“Amma
ba’du.
Wahai
Rasulullah, saya sudah membaca surat tuan yang tertuju kepada rakyat Bahrain.
Di antara mereka ada yang menyukai Islam dan kagum kepadanya lalu memeluknya, dan
di antara mereka ada pula yang tidak menyukainya. Sementara di negeriku ada
orang-orang Majusi dan Yahudi. Maka tulislah lagi surat kepadaku yang bisa
menjelaskan urusan tuan.”
[Baca:
al-Iktifaa 3/604 karya Abu Ar-Raii' al-Humairi dan Zaad al-Maad 3/604]
Maka
Rasulullah ﷺ menulis surat lagi sebagaimana di
sebutkan dalam as-Siirah al-Halabiyah oleh Abu al-Farj al-Halabi 3/353, yang
isinya:
«بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
مِنْ
مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى المنذر بن ساوى.
سَلَامٌ عَلَيْكَ،
فَإِنِّي أَحْمَدُ إِلَيْكَ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا
بَعْدُ: فَإِنِّي أُذَكِّرُكَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّهُ مَنْ يَنْصَحْ
فَإِنَّمَا يَنْصَحُ لِنَفْسِهِ، وَإِنَّهُ مَنْ يُطِعْ رُسُلِي وَيَتَّبِعْ
أَمْرَهُمْ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ نَصَحَ لَهُمْ فَقَدْ نَصَحَ لِي، وَإِنَّ
رُسُلِي قَدْ أَثْنَوْا عَلَيْكَ خَيْرًا، وَإِنِّي قَدْ شَفَعْتُكَ فِي قَوْمِكَ،
فَاتْرُكْ لِلْمُسْلِمِينَ مَا أَسْلَمُوا عَلَيْهِ، وَعَفَوْتُ عَنْ أَهْلِ
الذُّنُوبِ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَإِنَّكَ مَهْمَا تُصْلِحْ فَلَنْ نَعْزِلَكَ
عَنْ عَمَلِكَ، وَمَنْ أَقَامَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ أَوْ مَجُوسِيَّةٍ فَعَلَيْهِ
الْجِزْيَةُ»
“Bismillahirrahmanirrahim.
Dari
Muhammad Rasul Allah kepada Al-Mundzir bin Sawa. Kesejahteraan bagi dirimu. Aku
memuji bagimu kepada Allah yang tiada Illah selain-Nya. Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,
Amma
ba’du.
Aku
mengingatkanmu terhadap Allah Azza wa Jalla. Barangsiapa yang memberi nasihat
kepada dirinya sendiri, dan siapa yang menaati utusan-utusanku dan mengikuti
mereka, berarti dia telah menaatiku.
Barang
siapa memberi nasihat kepada mereka, berarti dia telah memberi nasihat karena
aku. Aku telah memberi syafaat kepadamu tentang kaummu.
Biarkanlah
orang-orang muslim karena mereka telah masuk Islam, kumaafkan orang-orang yang
telah berbuat kesalahan dan terimalah mereka. Selagi engkau tetap berbuat baik,
maka kami tidak akan menurunkanmu dari kekuasaanmu. Sapa yang ingin melindungi
orang-orang Majusi atau Yahudi, maka dia harus membayar jizyah [Upeti].”
Mundzir
kemudian masuk Islam dan membayar zakat.
[Baca: al-Amwaal no. 51 karya Abu
Ubaid, As-Siirah al-Halabiyyah 3/353 dan Ar-Rahiiq al-Makhtuum hal. 327 karya
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri]
Rasululllah ﷺ pernah menugaskan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah untuk mengambil Jizyah dari kaum Majusi Bahrain, sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu :
أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ بنَ
الجَرَّاحِ إلى البَحْرَيْنِ يَأْتي بجِزْيَتِهَا، وكانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عليه وسلَّمَ هو صَالَحَ أَهْلَ البَحْرَيْنِ، وأَمَّرَ عليهمُ العَلَاءَ بنَ الحَضْرَمِيِّ،
فَقَدِمَ أَبُو عُبَيْدَةَ بمَالٍ مِنَ البَحْرَيْنِ، فَسَمِعَتِ الأنْصَارُ بقُدُومِ
أَبِي عُبَيْدَةَ، فَوَافَتْ صَلَاةَ الصُّبْحِ مع النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ،
فَلَمَّا صَلَّى بهِمُ الفَجْرَ انْصَرَفَ، فَتَعَرَّضُوا له، فَتَبَسَّمَ رَسولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ حِينَ رَآهُمْ، وقالَ: أَظُنُّكُمْ قدْ سَمِعْتُمْ أنَّ
أَبَا عُبَيْدَةَ قدْ جَاءَ بشيءٍ؟، قالوا: أَجَلْ يا رَسولَ اللَّهِ، قالَ: فأبْشِرُوا
وأَمِّلُوا ما يَسُرُّكُمْ، فَوَاللَّهِ لا الفَقْرَ أَخْشَى علَيْكُم، ولَكِنْ أَخَشَى
علَيْكُم أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كما بُسِطَتْ علَى مَن كانَ قَبْلَكُمْ،
فَتَنَافَسُوهَا كما تَنَافَسُوهَا وتُهْلِكَكُمْ كما أَهْلَكَتْهُمْ.
Bahwa Rasulullah ﷺ mengutus Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ke Bahrain untuk mengambil
jizyah (upeti) dari sana. Rasulullah ﷺ sebelumnya telah membuat perjanjian damai dengan penduduk
Bahrain dan mengangkat Al-Ala’ bin Al-Hadhrami sebagai pemimpin mereka. Maka
datanglah Abu Ubaidah membawa sejumlah harta dari Bahrain.
Kaum Anshar mendengar kedatangan
Abu Ubaidah, maka mereka pun menghadiri shalat Subuh bersama Nabi ﷺ. Setelah Nabi ﷺ selesai memimpin shalat
Subuh, beliau berpaling dan mereka menghadangnya di jalan. Rasulullah ﷺ tersenyum ketika melihat mereka, lalu bersabda:
“Aku kira kalian telah mendengar
bahwa Abu Ubaidah datang membawa sesuatu?”
Mereka menjawab, “Benar, wahai
Rasulullah.”
Beliau ﷺ bersabda, “Berbahagialah kalian
dan berharaplah akan hal-hal yang menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan
kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian, tetapi aku khawatir dunia akan
dibentangkan untuk kalian sebagaimana telah dibentangkan bagi orang-orang
sebelum kalian. Lalu kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya sebagaimana
mereka berlomba-lomba, dan dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana ia
telah membinasakan mereka.”
(HR. Bukhari no. 3158 dan Muslim
no. 2961).
KEBERHASILAN KETIGA :
KEKUATAN MILITER DAN PENAKLUKAN NEGERI-NEGERI MUSUH
Contohnya adalah sbb
:
===
CONTOH KE 1 : PENAKLUKAN BENTENG TERKUAT YAHUDI DI KHAIBAR.
Kota Khaibar adalah kota yang terletak sekitar 150 km
dari Madinah. Khaibar adalah sebuah kota yang dipenuhi dengan benteng-benteng,
memiliki sumber air di bawah tanah, dan persediaan makanan yang mencukupi untuk
bertahun-tahun.
Kota ini dihuni oleh komunitas Yahudi, diantaranya
sepuluh ribu pasukan tempur Yahudi, termasuk ribuan pasukan panah yang sangat
mahir dalam memanah.
Khaybar dipenuhi dengan harta kekayaan yang sangat
melimpah . Dan para Yahudi di sana terlibat dalam praktik bisnis ribawi dengan
berbagai macam suku dan negara.
Khaybar merupakan sarang pengkhianatan dan konspirasi,
pusat provokasi militer, dan tempat persiapan untuk perang.
Harus diingat bahwa penduduk Khaybarlah yang membentuk
aliansi pasukan sekutu [ahzaab] melawan umat Islam, memprovokasi Yahudi Bani
Quraizhah untuk melakukan pembelotan dan pengkhianatan terhadap kaum muslimin .
Dan menjalin hubungan dengan kaum munafikin serta suku Ghatafan dan suku-suku
Badui, sementara mereka yahudi Khaibar sendiri telah bersiap siaga untuk
berperang.
Akibat makar Yahudi Khaibar, maka Umat Islam
menghadapi cobaan yang terus-menerus , mereka terpaksa menghadapi pengkhianatan
dari pihak Yahudi, bahkan umat Islam harus mengambil tindakan tegas terhadap
beberapa tokoh mereka seperti Salam bin Abi al-Huqaiq dan Asiir bin Zaaram.
Namun, untuk mengatasi ancaman Yahudi ini, umat Islam
tidak bisa bertindak langsung berhadapan dengan mereka , melainkan kaum
muslimin terlebih dahulu menghadapi musuh yang lebih besar, lebih kuat, dan
lebih berbahaya, yaitu suku Quraysh.
Perang Khaybar ini berbeda dari perang-perang
sebelumnya, karena menjadi perang pertama setelah peristiwa Bani Quraizhah dan
Perjanjian Hudaibiyah. Ini menandakan bahwa dakwah Islam memasuki fase baru
setelah perdamaian Hudaibiyah.
PEMICU PERANG :
Ketika Rasulullah ﷺ merasa aman dari salah satu dari tiga kekuatan besar pasukan
sekutu, yaitu Quraysh, dan setelah sepenuhnya aman setelah Perjanjian
Hudaibiyah, maka beliau berniat untuk menyelesaikan masalah dengan dua kekuatan
pasukan sekutu lainnya, yaitu komunitas Yahudi dan suku-suku di Najd.
Tujuannya adalah untuk mencapai keamanan dan
perdamaian yang menyeluruh, serta menciptakan ketenangan di wilayah tersebut.
Dengan demikian, umat Islam dapat fokus pada menyebarkan risalah Allah dan
mengajak orang kepada-Nya, setelah terlepas dari konflik berkepanjangan yang
menguras energi.
Yahudi Khaybar, sebagai pusat intrik dan konspirasi,
serta sebagai pusat provokasi militer dan pangkalan persiapan perang, menjadi
sasaran utama untuk diatasi oleh umat Islam. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk memastikan keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut, sehingga umat
Islam dapat membebaskan diri dari konflik berkepanjangan dan fokus pada
tugas-tugas dakwah dan pembangunan damai.
Pertempuran antara kaum Yahudi Khaibar dengan umat
Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad ﷺ ini berakhir dengan kemenangan bagi umat Islam, di mana Nabi
Muhammad ﷺ berhasil memperoleh harta, senjata, dan dukungan dari suku
setempat. Sekitar dua pekan setelahnya, Rasulullah ﷺ bahkan memimpin ekspedisi militer menuju Khaibar, sebuah daerah
yang dapat dicapai dalam tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar merupakan
wilayah subur yang menjadi benteng utama bagi komunitas Yahudi di jazirah Arab,
terutama setelah Yahudi di Madinah dikalahkan oleh Rasulullah ﷺ.
----
"PENGHIMPUNAN PASUKAN SEKUTU DAN MEMBANGUN BENTENG
PERTAHANAN ADALAH KEAHLIAN YAHUDI SEJAK DULU"
----
ROMAWI PUN TAK PERNAH MAMPU MENJEBOL BENTENG KHAIBAR
Meskipun kaum Yahudi tidak memiliki kekuatan yang
cukup untuk menghadapi kaum Muslimin, namun mereka sangat cerdik. Mereka mampu
menghimpun dan menyatukan musuh-musuh Nabi Muhammad ﷺ dan umat Islam dari berbagai macam suku yang sangat kuat,
sebagaimana yang terjadi dalam Perang Khandaq.
Saat itu bagi kaum muslimin di Madinah khususnya,
ancaman dari komunitas Yahudi dianggap jauh lebih serius dan lebih berbahaya
dibandingkan dengan ancaman dari musuh-musuh lainnya; karena salah satu
kepiawaian Yahudi itu mampu memprovokasi dan mengadu domba serta menciptakan
permusuhun yang berujung pada peperangan. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan
:
﴿ كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِّلْحَرْبِ
أَطْفَأَهَا اللَّهُ ۚ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ۚ وَاللَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ﴾
“Setiap kali mereka menyalakan api peperangan, maka
Allah memadamkannya. Dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi. Dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. [QS. Al-Maidah : 64]
Serta kemampuan orang-orang Yahudi dalam menciptakan
senjata, benteng pertahanan dan system keamanan. Adapun benteng, maka Allah SWT
berfirman :
﴿لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي
قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا
يَعْقِلُونَ﴾
“Mereka tidak akan memerangi kalian dalam keadaan
bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik
tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kalian kira mereka
itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti”. [QS. Al-Hasyr: 14]
----
BENTENG-BENTENG KHAIBAR :
Di Khaibar, ditemukan delapan benteng yang kuat dan
tidak dapat ditembus:
1] Benteng Naa'im: Itu adalah hal pertama yang
diserang umat Islam.
2] Benteng Ash-Sho’ab bin Muadz: Ini adalah benteng
terbesar yang ditaklukkan oleh umat Islam, dan mereka menemukan persediaan
makanan dan peralatan militer di dalamnya, yang sebagian besar mereka perkuat.
3] Benteng Al-Zubair: (Benteng Al-Zubair)
Ketiga benteng ini termasuk benteng terkuat di
An-Nathooh [النطاة].
4] Benteng Ubay .
5] Benteng Al-Nizaar (sebagian orang menyebutnya
Benteng Al-Bazzaah)
Benteng-benteng ini termasuk dalam benteng Asy-Syaqq .
Dan ini merupakan paruh pertama Khaibar karena terbagi menjadi dua bagian,
sedangkan paruh kedua adalah tiga benteng lainnya.
6] Benteng Al-Qamoush (Bani Abi Al-Haqiq, dari Yahudi
Banu Al-Nadir)
7] Benteng Al-Nathih (Al-Wathih)
8] Benteng As-Salam (Salalin)
Benteng-benteng ini menyerah tanpa terjadi bentrokan,
meskipun kuat dan tidak dapat ditembus, serta menyerah atas dasar perdamaian
dan evakuasi setelah pengepungan terjadi.
Oleh sebab betapa besarnya bahaya yang ditimbulkan
oleh Yahudi Khaibar maka Nabi Muhammad ﷺ menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tak
mudah dilakukan.
Pasukan Romawi yang lebih kuat pun tak mampu
menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan
berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam bin Misykam mengorganisasikan prajurit
Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng
Watih dan benteng Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng
Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan
Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.
Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi pertahanan
Khaibar belum dapat ditembus. Nabi Muhammad ﷺ menugaskan Abu Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun
gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.
Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Keberhasilannya
mendobrak pintu gerbang benteng selalu dikisahkan dari abad ke abad. Ali dan
pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan.
Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi setelah
Sallam-pun tewas.
Benteng Na’im
jatuh ke tangan pasukan Islam.
Setelah itu benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya
melalui pertarungan sengit.
Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng Zubair
setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun
pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi
keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung.
Benteng Watih dan Sulaim pun jatuh ke tangan pasukan Islam.
Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada
umat Islam.
Namun Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi
dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat
dimintai keterangan Rasulullah ﷺ.
Perlindungan bagi kaum Yahudi itu tampaknya sengaja
diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan antara umat dengan
kalangan umat Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen
dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan kelompok Yahudi yang
dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur
dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ dalam politik.
Nabi Muhammad ﷺ sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Beliau ﷺ bahkan nyaris meninggal lantaran diracun oleh Yahudi .
Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harits menaruh dendam pada Nabi Muhammad ﷺ. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu
mengirim sepotong daging domba untuk Nabi Muhammad ﷺ. Rasulullah ﷺ sempat mengigit sedikit daging tersebut, tetapi segera
memuntahkannya setelah merasa ada hal yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan
sahabat rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.
Dari Abu Hurairah, ia berkata :
أهدت لرسولُ اللَّهِ ﷺ يهوديَّةٌ
بخيبرَ شاةً مَصليَّةً سمَّتْها فأكلَ رسولُ اللَّهِ ﷺ منها وأكلَ القومُ فقالَ
ارفعوا أيديَكُم فإنَّها أخبرتني أنَّها مسمومةٌ فماتَ بِشرُ بنُ البراءِ بنِ
معرورٍ الأنصاريُّ فأرسلَ إلى اليهوديَّةِ ما حملكِ على الَّذي صنعتِ قالت إن كنتَ
نبيًّا لم يضرَّكَ الَّذي صنعتُ وإن كنتَ ملِكًا أرحتُ النَّاسَ منكَ فأمرَ بها
رسولُ اللَّهِ ﷺ فقُتلت ثمَّ قالَ في وجعِهِ الَّذي ماتَ فيهِ مازلتُ أجدُ منَ
الأُكْلَةِ الَّتي أكلتُ بخيبرَ فهذا أوانُ قطعَت أبْهَري
Ada seorang wanita Yahudi Khaibar yang memberi hadiah
daging guling yang telah dilumuri racun kepada Rasulullah ﷺ. Beliau dan para sahabatnya lalu makan daging kambing tersebut.
Namun kemudian, beliau bersabda: "Angkatlah
tangan kalian (berhenti makan), karena sesungguhnya daging kambing ini telah
memberiku kabar bahwa ia telah dibubuhi racun."
Bisyr Ibnul Al Bara bin Ma'rur Al Anshari akhirnya
meninggal dunia.
Rasulullah kemudian mengutus utusan kepada wanita
Yahudi tersebut. Beliau bertanya: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan
hal itu?" Wanita itu menjawab, "Jika engkau seorang Nabi, maka apa
yang aku lakukan tidak akan membahayakanmu. Namun jika engkau hanya seorang
raja, maka dengan begitu aku telah mengistirahatkan manusia darimu."
Rasulullah ﷺ lantas memerintahkan agar wanita itu dibunuh, maka ia pun
dibunuh. Kemudian beliau berkata pada saat sakit yang membawanya kepada
kematian:
"Aku masih merasakan apa yang pernah aku makan di
Khaibar, dan sekarang adalah waktu terputusnya punggungku (kematianku)."
[HR. Abu Daud no.
4512. Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].
****
CONTOH KE 2 : WIBAWA PASUKAN
NABI ﷺ SAAT
BERHADAPAN DENGAN PASUKAN ROMAWI DI TABUK
Antara Pasukan Umat Islam dan Pasukan Imperium Romawi
saat perang Tabuk.
Romawi adalah Kekaisaran super power dan imperium
terkuat di dunia yang belum lama memenangkan peperangan melawan Kekaisaran
Persia, namun ternyata mereka merasa gentar dan ketakutan saat hendak
berhadapan dengan pasukan kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rosulullah ﷺ.
Perang Tabuk, perang terakhir pada masa Nabi Muhammad ﷺ. Perang Tabuk merupakan perang antara
tentara Muslim melawan imperium Romawi.
Perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab tahun kesembilan
Hijriah. Ini adalah perang terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
-shalallahu 'alaihi wassalam-, dan terjadi setelah penaklukan Mekkah yang
terjadi pada bulan Ramadan tahun kedelapan Hijriah, dan sebelum Haji Wada', serta
enam bulan setelah perang di Thaif."
Kendati tidak sempat terjadi kontak fisik karena
pasukan musuh menyerah sebelum bertempur, peperangan ini berlangsung selama 50
hari, dengan pembagian 20 hari Muslim berada di Tabuk dan 30 hari untuk
menempuh perjalanan pulang pergi dari Madinah ke Tabuk. (Safyurrahman
al-Mubarakfuri, Raḫîqul Makhtûm,
[Riyadh: Muntada ats-Tsaqafah, 2013], h. 366)
Konflik antara Muslim dan Romawi sendiri sudah dimulai
sejak terbunuhnya duta Rasulullah bernama Al-Harits bin Umair di tangan
Syurahbil bin Amr al-Ghassani. Setelah terbunuhnya Al-Harits, Rasulullah
mengirim pasukan di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah untuk menyerang pasukan
Romawi di Mu’tah. Setelah peperangan itu, ternyata sejumlah kabilah Arab mulai
melepaskan diri dari Kekaisaran Romawi dan bergabung dengan umat Islam.
Maka Romawi segera mengambil sikap sebelum umat Islam
benar-benar menjelma pasukan yang sangat kuat dan sulit dikalahkan. Imperium
Romawi pun mulai menyiapkan kekuatan besar untuk menghancurkan umat Muslim.
Heraklius, Kaisar Romawi, telah menyiapkan pasukan
besar dengan kakuatan 40.000 prajurit pilihan. Di tambah lagi dengan pasukan
dari kabilah-kabilah Arab Nasrani seperti Lakhm, Judzam, dan lainnya juga turut
bergabung.
Keputusan Nabi ﷺ dan kaum Muslimin :
Rasulullah ﷺ akhirnya memutuskan untuk keluar dari Madinah dan menyerang
imperium terkuat pada masanya itu. Setelah keputusan bulat, beliau segara
melakukan konsolidasi dengan mengirim sejumlah utusan untuk mengajak
kabilah-kabilah Arab agar bergabung.
Tidak hanya itu, beliau juga mengumumkan secara
langsung seruan perang ini. Sesuatu yang baru kali ini beliau lakukan.
Setelah mendengar seruan ini, orang-orang Muslim
dengan sigap bersiap siaga dan berlomba-lomba memberikan sumbangan untuk
kebutuhan perang. Utsman bin Affan menyumbang senilai 900 ekor unta dan 100
ekor kuda, belum termasuk uang kuntan; Abdurrahman bin Auf menyumbang 200
uqiyah perak, Abu Bakar menyerahkan semua hartanya senilai 4000 dirham, dan
masih banyak lagi.
Berangkat ke Tabuk :
Setelah persiapan matang, pasukan Muslim pun bergerak
ke arah utara menuju Tabuk dengan membawa 30.000 prajurit, 10.000 lebih sedikit
dibanding jumlah perajurit Romawi.
Meskipun banyak sumbangan kendaraan perang yang
terkumpul, namun tidak mencukupi untuk pasukan sebanyak itu. Karena
keterbatasan jumlah kendaraan perang , sampai-sampai delapan belas prajurit
hanya mendapat satu ekor unta. Bahkan untuk bisa minum saja mereka harus
menyembelih unta tersebut agar bisa mengambil air di punuknya dan dagingnya untuk
dimakan. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, h. 364-365)
Sementara Rasulullah ﷺ sendiri menitipkan keluarganya di Madinah
kepada Ali bin Abi Thalib. Mengetahui hal itu, orang-orang munafik menghasut
Ali agar pergi perang dan meninggalkan ahlul bait. Hasutan itu gagal dan
Rasulullah berkata kepada Ali :
“Tidakkah engkau senang, hai Ali. Kau bagiku seperti
kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku.” (Abdussalam
Harun, Tahdzîbus Sîrah Ibnu Hisyâm, [Beirut: Muassasar ar-Risalah, 1985], h.
288) .
Setibanya di Tabuk, Rasulullah ﷺ berpidato di hadapan pasukan dan
menyemangati mereka. Semangat mereka berkobar dan siap untuk bertempur. Di sisi
lain, pasukan Romawi yang mendengar kabar bahwa Rasulullah telah menggalang
pasukan, mentalnya menciut sehingga tidak berani maju dan malah pasukan mereka
terpencar ke wilayah sendiri-sendiri.
Singkatnya : Pihak musuh mengajak berdamai dengan
membayar upeti. Dengan ini, kemenangan berada di pihak kaum Muslim, kendati
tidak sampai terjadi pertempuran. Sejak saat itu, pasukan Muslim semakin
berjaya karena berhasil mengalahkan imperium raksasa Romawi. Kabilah-kabilah
Arab yang sebelumnya mendukung Romawi pun kini bergabung bersama pasukan
Muslim. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, h. 365-366)
Dengan kemenangan di perang Tabuk ini, maka dengan
demikian Rasulullah ﷺ benar-benar
telah mengamalkan firman Allah SWT :
﴿ وَأَعِدُّوا
لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ
عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ
اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ
إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ ﴾
“Dan kalian siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda
yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan
musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian nafkahkan pada
jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepada kalian dan kalian tidak
akan dianiaya (dirugikan)”.(QS. Al-Anfal: 60).
===***===
PENUTUP
Sebagai
penutup artikel ini, penulis kutip sebuah hadits dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ
الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ
وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي
اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ
جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ
"Tiga perkara yang merupakan dasar
keimanan (kita), yaitu:
1]. Kita harus menahan diri terhadap orang yang telah mengucapkan
LAA ILAAHA ILLALLAAH (dengan tidak menyakiti-nya).
2]. Dan kita tidak boleh mengkafirkan-nya hanya karena
perbuatan dosa, serta tidak mengeluarkannya dari keislaman-nya hanya karena
sebuah amalan (yang tidak sesuai sunnah).
3]. Dan perjuangan di jalan Allah ( Jihad ) tetap
berjalan sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal,
hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta keadilan
orang yang adil, dan tidak pula digugurkan oleh keimanan kepada taqdir."
(Diriwayatkan
oleh Abu Daud no. 2532, Abu Ya’la (4311) dan (4312), Al-Baihaqi dalam
*As-Sunan* 9/156, dan dalam *Al-I‘tiqad* halaman 188, Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi
dalam *Al-Mukhtarah* (2741) dan (2742)
Dinyatakan
Hasan Lighoirihi oleh Syu’aib al-Arnau’th dalam Takhrij Sunan Abu Daud 4/184.
Namun dinilai dho’if oleh al-Albani dalam Dho’if Abu Daud no. 2532. Dan Syeikh
Bin Baaz berkata : “ضَعِيفٌ
جِدًّا”.
Lihat Majmu’ Fatawa Syeikh Bin Baaz 3/81].
Sabda beliau ﷺ:
«الْكَفُّ
عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ»
“Menahan diri untuk tidak menyakiti orang yang
mengatakan: La ilaha illallah”
Ini memiliki beberapa dalil penguat , di antaranya
sabda Rasulullah ﷺ:
«أُمِرْتُ أَنْ
أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوهَا
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى
اللَّهِ ثُمَّ قَرَأَ: ﴿إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ﴾»
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia
sampai mereka mengucapkan: La ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah).
Apabila mereka mengucapkannya, maka darah dan harta
mereka terpelihara dariku, kecuali karena tuntutan haknya; dan perhitungan amal
mereka ada pada Allah.
Kemudian beliau membaca ayat : ‘Sesungguhnya kamu
hanyalah pemberi peringatan, kamu bukanlah yang menguasai mereka’”.
Diriwayatkan dari hadis Abu Hurairah dalam *Shahih
Al-Bukhari* (2946) dan *Shahih Muslim* (21).
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata
:
بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي سَرِيَّةٍ،
فَصَبَّحْنَا الْحُرَقَاتِ مِنْ جُهَيْنَةَ، فَأَدْرَكْتُ رَجُلًا فَقَالَ: لَا إِلَهَ
إِلَّا اللهُ، فَطَعَنْتُهُ فَوَقَعَ فِي نَفْسِي مِنْ ذَلِكَ، فَذَكَرْتُهُ لِلنَّبِيِّ
ﷺ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «أَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَقَتَلْتَهُ؟» قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلَاحِ، قَالَ:
«أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا؟» فَمَا زَالَ
يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي أَسْلَمْتُ يَوْمَئِذٍ.
قَالَ: فَقَالَ سَعْدٌ: وَأَنَا وَاللهِ
لَا أَقْتُلُ مُسْلِمًا حَتَّى يَقْتُلَهُ ذُو الْبُطَيْنِ يَعْنِي أُسَامَةَ، قَالَ:
قَالَ رَجُلٌ: أَلَمْ يَقُلِ اللهُ: ﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ
الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ﴾ [الأنفال: 39]؟ فَقَالَ سَعْدٌ: قَدْ قَاتَلْنَا حَتَّى
لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ، وَأَنْتَ وَأَصْحَابُكَ تُرِيدُونَ أَنْ تُقَاتِلُوا حَتَّى
تَكُونَ فِتْنَةٌ
Rasulullah ﷺ mengutus kami dalam suatu sariya, lalu kami tiba di al-Hurqat
dari Juhayna pada pagi hari. Aku mengejar seorang lelaki maka ia berkata: “Lā ilāha illā Allāh.” Lalu aku
menikamnya sehingga ia roboh, dan aku merasa sangat terguncang karenanya.
Aku ceritakan kejadian itu kepada Nabi Rasulullah ﷺ, lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Apakah dia mengatakan Lā ilāha illā Allāh lalu engkau
membunuhnya?”
Aku menjawab: “Wahai Rasulullah ﷺ, sesungguhnya dia mengucapkannya karena
takut terhadap senjata.”
Beliau ﷺ bersabda: “Mengapa kamu tidak membelah (membuka) hatinya
untuk mengetahui apakah dia mengucapkannya dengan sungguh-sungguh atau tidak?”
Beliau ﷺ terus mengulanginya kepadaku sampai aku berharap pada hari
itu aku baru masuk Islam.
Lalu Sa‘d radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Allah, aku
tidak akan membunuh seorang Muslim sampai ia dibunuh oleh al-Buṭhayn (yang bermaksud Usāmah).”
Ada seorang lelaki bertanya : “Bukankah Allah
berfirman: ‘Dan berperanglah terhadap mereka sampai tidak ada lagi fitnah dan
(semua) agama menjadi untuk Allah.’ (QS. al-Anfal: 39)?”
Sa‘d menjawab: “Kami telah berperang sampai tidak ada
fitnah, sedangkan kamu dan orang-orangmu ingin terus berperang sampai timbul
fitnah.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4269) dan Muslim (96)
dari hadis Usamah sendiri. Lafaz ini milik Muslim].
Dan sabda beliau ﷺ:
وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي
اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ
جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ
“Dan perjuangan di jalan Allah ( Jihad ) tetap
berjalan sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal,
hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta keadilan
orang yang adil, dan tidak pula digugurkan oleh keimanan kepada taqdir."”
Di antara dalil yang menguatkan hal itu adalah sabda
Rasulullah ﷺ:
«الْخَيْلُ مَعْقُودٌ
بِنَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، الأَجْرُ وَالْمَغْنَمُ»
“Kuda perang akan tetap terikat pada ubun-ubunnya dengan
kebaikan hingga hari kiamat, berupa pahala dan harta rampasan perang.”
Diriwayatkan dari hadis ‘Urwah bin Al-Ja’d dalam
Shahih Al-Bukhari (2850) dan (2852), dan Muslim (1873).
Al-Bukhari memberi judul untuk hadis ini dengan
perkataannya:
الْجِهَادُ مَاضٍ
مَعَ الْبِرِّ وَالْفَاجِرِ
“Jihad tetap berlangsung
bersama orang yang baik maupun orang yang jahat.”
Al-Hafizh berkata dalam kitab *Fathul Bari* (6/56):
سَبَقَهُ إِلَى الِاسْتِدْلَالِ بِهَذَا
الْإِمَامُ أَحْمَدُ، لِأَنَّهُ جَمَعَ ذِكْرَ بَقَاءِ الْخَيْرِ فِي نَوَاصِي الْخَيْلِ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَفَسَّرَهُ بِالْأَجْرِ وَالْمَغْنَمِ، وَالْمَغْنَمُ
الْمُقْتَرِنُ بِالْأَجْرِ إِنَّمَا يَكُونُ مِنَ الْخَيْلِ بِالْجِهَادِ، وَلَمْ يُقَيِّدْ
ذَلِكَ بِمَا إِذَا كَانَ الْإِمَامُ عَادِلًا، فَدَلَّ عَلَى أَنْ لَا فَرْقَ فِي
حُصُولِ هَذَا الْفَضْلِ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ الْغَزْوُ مَعَ الْإِمَامِ الْعَادِلِ
أَوِ الْجَائِرِ.
“Imam Ahmad telah mendahuluinya dalam berhujah dengan
hadis ini, karena ia menggabungkan antara penyebutan keberlangsungan kebaikan
pada ubun-ubun kuda hingga hari kiamat, dan penafsirannya sebagai pahala serta
harta rampasan.
Harta rampasan yang disertai pahala itu hanya terjadi
melalui kuda perang dalam jihad.
Hadis ini tidak membatasi keutamaan tersebut pada saat
imamnya adil, sehingga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam perolehan
keutamaan ini, baik peperangan dilakukan bersama imam yang adil maupun yang dzalim”.
Demikian pula perkataan Ibnu Abdil Barr dalam kitab
*At-Tamhid* (14/97), ketika ia menyebut hadis ini:
وَقَدِ اسْتَدَلَّ جَمَاعَةٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ
بِأَنَّ الْجِهَادَ مَاضٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ تَحْتَ رَايَةِ كُلِّ بَرٍّ وَفَاجِرٍ
مِنَ الْأَئِمَّةِ بِهَذَا الْحَدِيثِ، لِأَنَّهُ قَالَ فِيهِ: "إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ"، وَلَا وَجْهَ لِذَلِكَ إِلَّا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ،
لِأَنَّهُ قَدْ وَرَدَ الذَّمُّ فِيمَنْ ارْتَبَطَهَا وَاحْتَبَسَهَا رِيَاءً وَفَخْرًا
وَنِوَاءً لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ، قُلْنَا: يَعْنِي بِحَدِيثِ الذَّمِّ حَدِيثَ أَبِي
هُرَيْرَةَ عِنْدَ الْبُخَارِيِّ (٧٣٥٦)، وَمُسْلِمٍ (٩٨٧)، وَفِيهِ: "وَرَجُلٌ
رَبَطَهَا فَخْرًا وَرِيَاءً فَهِيَ عَلَى ذَلِكَ وِزْرٌ".
“Sekelompok ulama berdalil bahwa jihad akan terus
berlangsung hingga hari kiamat di bawah panji setiap imam, baik yang saleh
maupun yang fajir, berdasarkan hadis ini, karena di dalamnya disebutkan: “hingga
hari kiamat.”
Tidak ada makna yang sesuai dengan ungkapan itu
kecuali jihad di jalan Allah.
Karena celaan itu ditujukan kepada orang yang memelihara
kuda perang untuk kesombongan, kebanggaan, dan permusuhan terhadap kaum
muslimin, hal itu berdasarkan hadis Abu Hurairah dalam Shahih Al-Bukhari (7356)
dan Muslim (987):
“Dan seorang laki-laki yang
menambatkan kuda perang-nya karena kesombongan dan riya, maka atas hal itu
menjadi dosa baginya.”
Adapun sabda Rasulullah ﷺ “Jihad akan terus berlangsung
(berkesinambungan)”, maka itu diperkuat oleh sabda beliau ﷺ:
«لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ
مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ، ظَاهِرِينَ عَلَى مِنْ نَاوَأَهُمْ،
حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُهُمُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ»
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang
berperang di atas kebenaran; orang yang memusuhi mereka tidak akan dapat
mencelakakan mereka, hingga kelompok terakhir dari mereka memerangi Al-Masih
Ad-Dajjal.”
Diriwayatkan oleh Ahmad (19851), Al-Bazzar (3524),
Al-Hakim (2/71 dan 4/450), Ath-Thabrani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (18/228),
Al-Khathib dalam *Syaraf Ash-hab Al-Hadits* (46), dan Al-Lalikai dalam *Syarh
Ushul I‘tiqad* (168) dan (169). Sanadnya sahih.
Dan diriwayatkan pula dari hadis Jabir bin Abdullah
dalam Shahih Muslim (156). Juga dari hadis Jabir bin Samurah dalam Shahih
Muslim (1922), dan juga dari hadis Mu’awiyah bin Abi Sufyan juga dalam Shahih
Muslim (1037) dan (175).
0 Komentar