Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PERBEDAAN PENDAPAT "HUKUM BACA AL-QURAN DI KUBURAN", BESERTA DALIL MASING-MASING.

 PERBEDAAN PENDAPAT HUKUM BACA AL-QURAN DI KUBURAN, BESERTA DALIL MASING-MASING

---

Di Tulis Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

---

==

DAFTAR ISI :

  • PENDAHULUAN
  • PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN DI SISI KUBURAN
  • PENDAPAT PERTAMA : MAKRUH ATAU TIDAK DISYARI’AT-KAN
  • DALIL PENDAPAT PERTAMA:
  • PENDAPAT KEDUA : MUSTAHAB ATAU TIDAK MENGAPA
  • DALIL PENDAPAT KEDUA :

****

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

===***===

PENDAHULUAN

Ibnu al-Qoyyim rahimahullah (wafat 751 H) dalam kitab ar-Ruuh hal 10 (Cet. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah) berkata :

وَقَد ذُكِرَ عَن جَمَاعَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّهُمْ أَوْصَوْا أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قُبُورِهِمْ وَقْتَ الدَّفْنِ قَالَ عَبْدُ الْحَقِّ يُرْوَى أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَمِمَّنْ رَأَى ذَلِكَ الْمُعَلَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَكَانَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ يُنْكِرُ ذَلِكَ أَوَّلًا حَيْثُ لَمْ يُبَلَّغْهُ فِيهِ أَثَرٌ ثُمَّ رَجَعَ عَنْ ذَلِكَ

“Dan telah disebutkan dari sekelompok salaf bahwa mereka berwasiat agar dibacakan (Al-Qur’an) di sisi kubur mereka pada waktu penguburan.

Abdul Haq berkata: Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar memerintahkan agar dibacakan di kuburnya surah Al-Baqarah.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Mu‘alla bin Abdurrahman.

Dan Imam Ahmad pada awalnya mengingkari hal itu karena belum sampai kepadanya atsar tentangnya, kemudian beliau menarik kembali pendapatnya tersebut”. [Selesai]

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) dalam al-Adzkar hal. 162 no. 470 berkata:

وَرُوِيَانَا فِي "سُنَنِ الْبَيْهَقِيِّ" بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ اسْتَحَبَّ أَنْ يُقْرَأَ عَلَى الْقَبْرِ بَعْدَ الدَّفْنِ أَوَّلُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا

“Dan kami meriwayatkan dalam "Sunan al-Bayhaqi" dengan isnad yang hasan, bahwa Ibnu Umar memustahab-kan (menganjurkan) untuk membaca al-Qur’an di atas kuburan setelah pemakaman, yaitu awal surat Al-Baqarah dan akhirnya”.

Asy-Sya‘bi rahimahullah (wafat 103 H), ia berkata:

«كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ ‌الْمَيِّتُ ‌اخْتَلَفُوا ‌إِلَى ‌قَبْرِهِ ‌يَقْرَءُونَ ‌عِنْدَهُ ‌الْقُرْآنَ»

“Kaum Anshar apabila ada seseorang dari mereka yang meninggal, mereka datang silih berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Qur’an di sisinya.” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 89]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 728 H) berkata dalam *Iqtidho’ Ash-Shiroth Al-Mustaqim* 2/264:

(القِرَاءَةُ عِنْدَهُ وَقْتَ الدَّفْنِ لَا بَأْسَ بِهَا، كَمَا نُقِلَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، وَبَعْضِ المُهَاجِرِينَ، وَأَمَّا القِرَاءَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ـ مِثْلَ الَّذِينَ يَنْتَابُونَ القَبْرَ لِلْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ ـ فَهَذَا مَكْرُوهٌ، فَإِنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ مِثْلُ ذَلِكَ أَصْلًا، وَهَذِهِ الرِّوَايَةُ لَعَلَّهَا أَقْوَى مِنْ غَيْرِهَا، لِمَا فِيهَا مِنَ التَّوْفِيقِ بَيْنَ الدَّلَائِلِ)

“Membaca (Al-Qur’an) di sisi kuburan pada saat penguburan itu tidak mengapa, sebagaimana dinukil dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan sebagian kaum Muhajirin.

Adapun membaca setelah itu -seperti orang-orang yang datang berulang kali ke kubur untuk membaca di dekatnya- maka hal itu makruh, karena tidak dinukil sama sekali dari seorang pun dari kalangan salaf. Riwayat ini barangkali lebih kuat daripada selainnya, karena di dalamnya terdapat upaya menggabungkan berbagai dalil.”

===***===

PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA
TENTANG HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN DI SISI KUBURAN

Sebagaimana yang disebutkan dalam “pendahuluan” bahwa al-Imam ath-Thahawi menyebutkan ada tiga pendapat : (1) Makruh. (2) Boleh. (3). Boleh Saat Pemakaman.

Namun di sini penulis hanya menyebutkan dua pendapat saja, berikut dalil masing-masing dari dua pendapat tersebut:

 ****

PENDAPAT PERTAMA : 
MAKRUH ATAU TIDAK DISYARI’AT-KAN

Dimakruhkan membacakan Al-Qur’an untuk mayit di sisi kuburan.

Mereka hanya memakruhkan bukan membid’ahkan. Pembid’ahan terjadi pada masa ulama abad pertengahan dan belakangan.

Diantara para ulama yang berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an di atas kubur itu di makrukhan atau tidak disyariatkan adalah sbb :

[1] Pendapat madzhab Malikiyyah .

[Baca :(Manh al-Jalil) untuk ‘Alish (1/509). Lihat juga: (Syarh Mukhtasar Khalil li al-Khurshi ma‘a Hashiyat al-‘Adawi) (2/136, 137)].

Syaikh Ibnu Abi Jamrah mengatakan bahwa Imam Malik memakruhkan membaca Al Qur’an di kuburan. (Syarh Mukhtashar Khalil, 5 /467)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili mengatakan dalam Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu:

قَالَ الْمَالِكِيَّةُ: تُكْرَهُ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَوْتِ إِنْ فَعَلَهُ اسْتِنَانًا، كَمَا يُكْرَهُ الْقِرَاءَةُ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَعَلَى الْقَبْرِ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِ السَّلَفِ

Berkata kalangan Malikiyah: dimakruhkan membaca Al Qur’an baik ketika naza’ (sakaratul maut) jika dilakukan menjadi kebiasaan, sebagaimana makruh membacanya setelah wafat, begitu pula di kubur, karena hal itu tidak pernah dilakukan para salaf (orang terdahulu). (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/599)

Disebutkan dalam Al Mausu’ah:

وَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ يُكْرَهُ قِرَاءَةُ شَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ مُطْلَقًا

“Menurut Malikiyah, dimakruhkan secara mutlak membaca apa pun dari Al Qur’an.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/8).

[2] Salah satu pendapat Abu Hanifah.

[Baca : (al-Muḥīṭ al-Burhānī) menurut Ibnu Māzah (5/311), (Majma‘ al-Anhar) oleh Syikhizadah (1/219)].

Syaikh Athiyah Shaqr mengatakan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik memakruhkan membaca Al Qur’an di kubur, alasannya karena tak ada yang sah dari sunnah tentang hal itu. (Fatawa Al Azhar, 7/458).

Namun, dalam sumber lainnya menyebutkan adanya perbedaan pendapat sesama Hanafiyah. (Lihat : Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 16/8).

[3] Salah satu riwayat dari Imam Ahmad.

Al-Mardawi berkata:

(وَلَا تُكْرَهُ الْقِرَاءَةُ عَلَى الْقَبْرِ فِي أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ.. الرِّوَايَةُ الثَّانِيَةُ: تُكْرَهُ؛ اخْتَارَهَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الْوَرَّاقُ، وَالشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ)

“Membaca di kubur tidak makruh (mubah) dalam salah satu dari dua riwayat yang sahih

Riwayat kedua: makruh; ini dipilih oleh ‘Abdul-Wahhab al-Warraq dan Syekh Taqiyuddin.” [(al-Inshof) (2/391)].

===

Pendapat Yang Membid’ahkan Baca Al-Qur’an Di Kuburan:

Para ulama yang membid’ahkan baca al-Qur'an di kuburan, diantaranya adalah sbb :

[1] Fatwa Syeikh Bin Baz . [Baca : (Majmū Fatāwā Ibnu Bāz) (4/345), (5/407), 13/397].

[2] Fatwa Syaikh Shalih al Fauzan (al Mulakhash al Fiqhi, 1/297)

[3] Fatwa Syeikh Ibnu ‘Utsaimīn. [Baca : (Majmū Fatāwā wa Rasāil Ibnu ‘Utsaimīn) (17/329), (al-Syar al-Mumti) oleh Ibnu Utsaimīn (5/369)].

[4] Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad al Badr (Syarh Sunan Abi Daud, 225/34)

[5] Dan lainnya .

Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah dalam kitabnya Zaad al-Ma'aad mengatakan:

وَكَانَ مِنْ هَدْيِهِ ﷺ تَعْزِيَةُ أَهْلِ الْمَيّتِ وَلَمْ يَكُنْ مِنْ هَدْيِهِ أَنْ يَجْتَمِعَ لِلْعَزَاءِ وَيَقْرَأَ لَهُ الْقُرْآنَ لَا عِنْدَ قَبْرِهِ وَلَا غَيْرِهِ وَكُلّ هَذَا بِدْعَةٌ حَادِثَةٌ مَكْرُوهَةٌ

“Di antara petunjuk Nabi adalah bertakziah ke keluarga mayit. Dan, bukanlah petunjuk Rasulullah berkumpul di rumah keluarga mayit untuk menghibur, lalu membaca Al Qur’an untuk si mayit baik di kuburnya, atau di tempat lain. Semua ini adalah bid’ah yang dibenci.” (Zaadul Ma’ad, 1/527. Muasasah Ar Risalah).

Namun, dalam kitab nya “Ar Ruh” (hal. 10-11), Ibnu Qayyim memilih pendapat: “Bahwa tidak mengapa membaca Al-Qur’an di sisi kubur secara suka rela (tathowwu’)”Berdasarkan perkataan Hasan bin Ash-Shabbah az-Za’farani: Aku bertanya kepada Asy-Syafi’i tentang membaca Al-Qur’an di sisi kubur, maka ia menjawab: “Tidak mengapa dengannya.” Al-Khallal meriwayatkan dari Asy-Sya’bi, ia berkata: Kaum Anshar apabila salah seorang dari mereka meninggal dunia, mereka bergantian mendatangi kuburnya lalu membaca Al-Qur’an di sisinya (lihat : Ar-Ruh hal. 10-11 Cet. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah).

----

Ibnu Utsaimin berkata tentang ceramah nasihat dan maw’idzoh saat pemakaman:

(الموعظةُ عِندَ القَبرِ جَائِزَةٌ عَلى حَسَبِ ما جَاءَ في السُّنَّةِ، وَلَيْسَتْ أَنْ يَخْطُبَ الإِنسَانُ قَائِمًا يَعِظُ النَّاسَ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَرِدْ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ خُصُوصًا إِذَا اتُّخِذَت رَاتِبَةً، كُلَّمَا خَرَجَ شَخْصٌ مَعَ جِنَازَةٍ قَامَ وَوَعَظَ النَّاسَ، لَكِنَّ الموعِظَةَ عِندَ القَبرِ تَكُونُ كَمَا فَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ؛ وَعَظَهُم وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى القَبرِ، وَقَالَ: ((مَا مِنكُم مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ)).

وَأَتَى مَرَّةً وَهُمْ فِي البَقِيعِ فِي جِنَازَةٍ، وَلَمَّا يُلْحَدِ القَبرُ فَجَلَسَ وَجَلَسَ النَّاسُ حَوْلَهُ، وَجَعَلَ يَنكُتُ بِعُودٍ مَعَهُ عَلَى الأَرْضِ، ثُمَّ ذَكَرَ حَالَ الإِنسَانِ عِندَ احْتِضَارِهِ وَعِندَ دَفْنِهِ، وَتَكَلُّمُ الكَلامِ هُوَ موعِظَةٌ فِي حَقِيقَتِهِ؛ فَمِثْلُ هَذَا لَا بَأْسَ بِهِ، أَمَّا أَنْ يَقُومَ خَطِيبًا يَعِظُ النَّاسَ؛ فَهَذَا لَمْ يَرِدْ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ)

“Menyampaikan nasihat dan maw’idzoh di kuburan itu diperbolehkan sesuai dengan apa yang datang dalam sunnah, tetapi bukan berarti seseorang berdiri untuk berkhotbah dan memberi nasihat kepada orang banyak, karena hal itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi , apalagi jika dijadikan kebiasaan, yaitu setiap kali ada jenazah keluar, seseorang berdiri dan memberi nasihat kepada orang banyak. Akan tetapi, menyampaikan nasihat di kuburan dilakukan seperti yang dicontohkan Nabi ; beliau memberi nasihat kepada mereka sambil berdiri di atas kuburan, seraya berkata:

‘Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah ditulis tempatnya dari surga dan neraka.’

Pernah beliau hadir sekali di Baqi’ dalam suatu jenazah, dan ketika kuburan digali, beliau duduk dan orang-orang duduk mengelilinginya, kemudian beliau menekankan dengan sebatang kayu di tanah, lalu beliau menjelaskan keadaan manusia saat sakaratul maut dan saat dikuburkan. Berkata-kata seperti ini sejatinya adalah nasihat, dan hal semacam ini tidak apa-apa. Namun berdiri sebagai khatib untuk memberi nasihat kepada orang banyak, hal ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi .” [Baca : (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il al-Utsaimin, 17/230)].

****

DALIL PENDAPAT PERTAMA: MAKRUH

===

DALIL PERTAMA : Dari Hadits Nabawi

Hadits ke1: Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah bersabda:

((أَلَا أُحَدِّثُكُم عَنِّي وَعَن رَسُولِ اللهِ ﷺ، قُلْنَا: بَلَى.. الحَدِيثُ، وَفِيهِ: قَالَتْ: قُلْتُ: كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: قُولِي: السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ المُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالمُسْتَأْخِرِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ))

“Apakah aku tidak menceritakan kepada kalian tentang diriku dan Rasulullah ?” Kami berkata: “Ya, ceritakanlah.” Dalam hadits itu disebutkan: Aisyah berkata: “Aku berkata: Bagaimana aku mengucapkannya kepada mereka, ya Rasulullah? Beliau berkata: Katakanlah: ‘Salam sejahtera atas penghuni rumah-rumah dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim, semoga Allah merahmati yang terdahulu dan yang kemudian dari kami, dan insya Allah kami akan menyusul kalian.’”

[Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (974)].

Sisi Pendalilan:

Aisyah radhiyallahu ‘anha menanyakan apa yang harus dikatakan ketika mengunjungi kubur, maka beliau mengajarkannya untuk memberi salam dan doa, dan tidak mengajarkan untuk membaca Al-Fatihah atau ayat-ayat Al-Qur’an lainnya. Jika membaca di kubur itu diperbolehkan, tentu beliau tidak akan menyembunyikannya darinya. Bagaimana mungkin menyembunyikan padahal keterlambatan penjelasan saat diperlukan tidak dibolehkan, apalagi menyembunyikannya sama sekali.

Hadits ke 2: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:

((لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ؛ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ البَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ البَقَرَةِ))

“Jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan; sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim 780)

Sisi Pendalilan:

Rasulullah menganjurkan membaca surat Al-Baqarah di rumah, dan melarang menjadikan rumah seperti kuburan, sehingga menunjukkan bahwa kuburan bukan tempat membaca Al-Qur’an.

===

DALIL KE DUA:

Karena tidak ada dalil dari Nabi bahwa beliau pernah membaca surat atau ayat Al-Qur’an untuk orang mati, padahal beliau sering mengunjungi kubur mereka. Jika hal itu diperbolehkan, tentu beliau akan melakukannya, menjelaskannya kepada para sahabat, untuk meraih pahala, rahmat bagi umat, dan menunaikan kewajiban menyampaikan. Karena beliau tidak melakukannya padahal ada kesempatan, ini menunjukkan bahwa hal itu tidak diperbolehkan. (Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 9/39)

DALIL KE TIGA:

Karena tidak ada yang diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau membaca atau memerintahkan untuk membaca saat penguburan, bahkan beliau mengatakan kepada para sahabatnya:

"اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ"

"Mintalah ampun untuk saudaramu" (HR. Muslim).

Dan dalam Shahih Muslim juga diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:

كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: "قُولِي: السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ".

Aku bertanya, "Bagaimana aku mengatakannya kepada mereka, ya Rasulullah?"

Beliau menjawab: "Katakanlah: Salam atas penghuni rumah-rumah dari kalangan orang-orang mukmin dan Muslim, semoga Allah merahmati mereka yang datang sebelumnya dari kita dan mereka yang datang kemudian, dan insya Allah kami akan menyusul kalian."

===

DALIL KE EMPAT :

Karena tidak ada yang diriwayatkan dari salah satu salaf melakukan hal tersebut. (Iqtidā as-Sirāṭ al-Mustaqīm, 2/264)

Jika seandainya ada, maka yang meninggalkan hal itu dari kalangan sahabat lebih banyak daripada yang melakukannya.

 ****

PENDAPAT KEDUA : 
MUSTAHAB ATAU TIDAK MENGAPA

Tidak ada halangan untuk membaca Al-Qur'an di atas kubur; karena tidak ada larangan yang datang mengenai hal itu; dan karena orang-orang yang telah meninggal mendengarnya sehingga mereka merasa senang.

Membaca Al-Qur'an di kubur adalah dianjurkan secara mutlak dalam Islam, tanpa memandang tempat dan waktu, selama tidak ada larangan yang datang mengenai hal itu.

Muhammad bin Al-Hasan asy-Syaibani (sahabat Abu Hanifah) dan Imam Asy-Syafi’i berpendapat: Disunnahkan membaca Al-Qur’an di sisi kubur.

Begitu pula Ulama Hanabilah dan sebagian Malikiyah berpendapat: Tidak mengapa membaca Al-Qur’an di sisi kubur dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit. (lihat Al-Mughni karya Ibnu Qudamah 2/424).

Dan al-Khollal (lahir 235 H – wafat 311 H) meriwayatkan dengan sanadnya dari Asy-Sya‘bi (wafat 103 H), ia berkata:

«كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ ‌الْمَيِّتُ ‌اخْتَلَفُوا ‌إِلَى ‌قَبْرِهِ ‌يَقْرَءُونَ ‌عِنْدَهُ ‌الْقُرْآنَ»

“Kaum Anshar apabila ada seseorang dari mereka yang meninggal, mereka datang silih berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Qur’an di sisinya.” [Baca : Al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 89].

Bahkan sebagian para ulama ada yang mengatakan:

"وَالْخِلَافُ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ ضَعِيفٌ، وَمَذْهَبُ مَنْ اسْتَحَبَّ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ وَأَجَازَهَا هُوَ الْأَقْوَى، حَتَّى إِنَّ بَعْضَ الْعُلَمَاءِ رَحِمَهُمُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ رَأَى أَنَّ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ فِيهَا إِجْمَاعٌ وَصَرَّحُوا بِذَلِكَ".

Perbedaan pendapat dalam masalah ini lemah, dan pendapat orang-orang yang menganjurkan membaca Al-Qur'an dan membolehkannya adalah yang paling kuat, bahkan sebagian ulama rahimahumullah melihat bahwa masalah ini telah terjadi ijma’ dan mereka menyatakannya secara jelas.

Diantara yang menyebutkan ijma’ ini adalah Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali rahimahullah ta’ala, di mana dia berkata:

(وَأَنَّهُ إجْمَاعُ الْمُسْلِمِينَ؛ فَإِنَّهُمْ فِي كُلِّ عَصْرٍ وَمِصْرٍ يَجْتَمِعُونَ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَيُهْدُونَ ثَوَابَهُ إلَى مَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ. وَلِأَنَّ الْحَدِيثَ صَحَّ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ: (إنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ) وَاَللَّهُ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يُوصِلَ عُقُوبَةَ الْمَعْصِيَةِ إليه، وَيَحْجِبُ عَنْهُ المثُوبةَ)

“Dan sesungguhnya itu adalah ijma’ umat Islam; karena mereka di setiap zaman dan negeri berkumpul, membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit mereka tanpa ada penolakan. Dan karena hadits shahih dari Nabi :

Sesungguhnya mayit disiksa karena tangisan keluarganya terhadapnya’

Dan Allah lebih mulia daripada menimpakan adzab atas dosa kepadanya, dan menutup pahala darinya. (Al-Mughni 2/423–424).

Namun demikian Ibnu Quddamah menyebutkan pendapat lain :

وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ عِنْدَ الْمَيِّتِ، أَوْ أُهْدِيَ إلَيْهِ ثَوَابُهُ، كَانَ الثَّوَابُ لِقَارِئِهِ، وَيَكُونُ الْمَيِّتُ كَأَنَّهُ حَاضِرُهَا، فَتُرْجَى لَهُ الرَّحْمَةُ.

Dan sebagian ulama berpendapat: Jika Al-Qur’an dibacakan di hadapan mayit atau pahalanya dihadiahkan kepadanya, maka pahala itu tetap bagi pembacanya, sedangkan mayit seolah-olah hadir di situ, sehingga diharapkan rahmat turun baginya. (Al-Mughni 2/423–424)

===

PERNYATAAN ULAMA MADZHAB HANAFI:

Ibnu Abidin berkata :

وَفِي شَرْحِ اللُّبَابِ وَيَقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ لَهُ مِنَ الْفَاتِحَةِ وَأَوَّلِ الْبَقَرَةِ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾ وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ وَآمَنَ الرَّسُولُ وَيٰس وَتَبَارَكَ وَسُورَةَ التَّكَاثُرِ وَالْإِخْلَاصَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ مَرَّةً أَوْ إِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً أَوْ سَبْعًا أَوْ ثَلَاثًا. ثُمَّ يَقُولُ: اَللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ إِلَى فُلَانٍ أَوْ إِلَى الْأَمْوَاتِ.

Dalam Syarh Al-Lubab disebutkan: Dianjurkan membaca dari Al-Qur’an apa yang mudah baginya, yaitu Al-Fatihah, awal surat Al-Baqarah sampai firman-Nya:

“Mereka itulah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Juga Ayat Kursi, akhir surat Al-Baqarah, surat Yasin, surat Al-Mulk, surat At-Takatsur, dan surat Al-Ikhlas dua belas kali, atau sebelas kali, atau tujuh kali, atau tiga kali. Kemudian ia berkata:

“Ya Allah, sampaikanlah pahala dari apa yang kami baca kepada si Fulan atau kepada orang-orang yang sudah meninggal.”

(Lihat : Radd Al-Muhtar 2/243).

===

PERNYATAAN ULAMA MADZHAB MALIKI:

Syaikh ad-Dardir rahimahullah ta’ala berkata:

(الْمُتَأَخِّرُونَ عَلَى أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالذِّكْرِ وَجَعْلِ ثَوَابِهِ لِلْمَيِّتِ وَيَحْصُلُ لَهُ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ وَهُوَ مَذْهَبُ الصَّالِحِينَ)

“Orang-orang belakangan (muta’akhkhiriin) berpendapat bahwa tidak mengapa membaca Al-Qur'an dan dzikir serta meniatkan pahalanya untuk orang yang meninggal, dan pahala akan diperoleh, insya Allah. Pendapat ini adalah madzhab orang-orang saleh.” (Asy-Syarh al-Kabir 1/423)

Imam al-Qarafi rahimahullah ‘azza wa jalla berkata:

(وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ عَلَى الْقَبْرِ فَقَدْ نَصَّ ابْنُ رُشْدٍ فِي الْأَجْوِبَةِ وَابْنُ الْعَرَبِيِّ فِي أَحْكَامِ الْقُرْآنِ وَالْقُرْطُبِيِّ فِي التَّذْكِرَةِ عَلَى أَنَّ الْمَيِّتَ يَنْتَفِعُ بِالْقِرَاءَةِ قُرِئَتْ عَلَى الْقَبْرِ أَوْ فِي الْبَيْتِ أَوْ فِي بِلَادٍ إلَى بِلَادٍ وَوُهِبَ الثَّوَابُ)

“Adapun membaca Al-Qur'an di atas kubur, Ibnu Rusyd dalam Al-Ajwibah, Ibnu al-Arabi dalam Ahkam al-Qur’an, dan al-Qurtubi dalam At-Tazkirah telah menegaskan bahwa orang yang meninggal mendapat manfaat dari bacaan tersebut, baik dibacakan di kubur, di rumah, atau di negeri lain, dan pahalanya diberikan kepadanya.” (Baca : Anwar al-Buroq fi Anwa’ al-Furuq 3/233)

Dan maksud perkataan “atau di negeri lain, dan pahalanya diberikan” adalah bahwa pahala bacaan sampai kepada orang yang meninggal, baik pembacanya berada di dekat kuburan, di rumahnya, atau di negeri lain sementara mayat berada di negeri berbeda. Ini adalah sebagian dari keutamaan Allah azza wa jalla atas umat-Nya dan karunia-Nya yang luas.

Imam al-Qurtubi menukil dari Imam al-Khara’iti rahimahumullah ta’ala, beliau berkata:

(سُنَّة فِي الْأَنْصَارِ إِذَا حَمَلُوْا الْمَيتِ أَنْ يَقْرَأُوْا مَعَهُ سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ)

“Adalah sunnah bagi kaum Anshar, apabila mereka mengusung jenazah, untuk membaca bersama jenazah surat Al-Baqarah.” (Baca : At-Tazkirah bi Ahwal al-Mawta wa Umur al-Akhirah, hlm. 292)

===

PERNYATAAN ULAMA MADZHAB SYAFI’I

Imam An-Nawawi rahimahullah:

(قَالَ الشًّافِعيُّ وَالأَصْحَابُ: يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَءُوْا عِنْدَهُ شَيْئًا مِنَ القُرْآنِ، قَالُوْا فَإِنْ خَتَمُوْا القُرْآنَ كُلَّهُ كَانَ حَسَنًا)

“al-Imam Asy-Syafi‘i dan para sahabatnya berkata: Disunnahkan untuk membaca sesuatu dari Al-Qur’an di sisinya. Mereka berkata, jika mereka mengkhatamkan seluruh Al-Qur’an, itu baik.” (Al-Adzkar, hlm. 162)

Dan beliau juga berkata:

(وَيُسْتَحَبُّ ـ أيْ لِزَائِرِ القُبُورِـ أَنْ يَقْرَأَ مِنْ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ)

“Disunnahkan bagi pengunjung kubur untuk membaca dari Al-Qur’an sesuai kemampuan dan mendoakan mereka setelahnya. Hal ini ditegaskan oleh al-Imam Asy-Syafi‘i dan disepakati oleh para sahabatnya.” (Al-Majmu‘ Syarh Al-Muhadhdhab 5/311)

Al-Khollal (lahir 235 H – wafat 311 H) meriwayatkan dari asy-Syafi’i :

أَخْبَرَنِي رَوْحُ بْنُ الْفَرَجِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ بْنَ الصَّبَّاحِ الزَّعْفَرَانِيَّ، يَقُولُ: "‌‌ ‌سَأَلْتُ ‌الشَّافِعِيَّ ‌عَنِ ‌الْقِرَاءَةِ ‌عِنْدَ ‌الْقَبْرِ ‌فَقَالَ: لَا بَأْسَ بِهِ ".

Rauh bin Al-Faraj mengabarkan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Hasan bin Ash-Shobbah Az-Za’farani berkata:

“Aku bertanya kepada al-Imam Asy-Syafi’i tentang membaca Al-Qur’an di sisi kuburan, maka beliau menjawab: Tidak mengapa dengannya.” [al-Qiro’ah Indal Qobr dari kitab al-Jami’ karya al-Khollaal hal. 89]

Di hasankan sanadnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Imta’ Bil Arab’in hal. 85.

Lalu Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :

"وَهَذَا نَصٌّ غَرِيبٌ عَنِ الشَّافِعِيِّ وَالزَّعْفَرَانِيِّ مِنْ رُوَاةِ الْقَدِيمِ وَهُوَ ثِقَةٌ وَإِذَا لَمْ يُرِدْ فِي الْجَدِيدِ مَا يُخَالِفُ مَنْصُوصَ الْقَدِيمِ فَهُوَ مَعْمُولٌ بِهِ وَلَكِنْ يَلْزَمُ مِنْ ذَلِكَ أَن يَكُونَ الشَّافِعِيُّ قَائِلًا بِوُصُولِ ثَوَابِ الْقُرْآنِ لِأَنَّ الْقُرْآنَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ وَالذِّكْرُ يَحْتَمِلُ بِهِ بَرَكَةً لِلْمَكَانِ الَّذِي يَقَعُ فِيهِ وَتَعُمُّ تِلْكَ الْبَرَكَةُ سُكَّانَ الْمَكَانِ وَأَصْلُ ذَلِكَ وَضْعُ الْجَرِيدَتَيْنِ فِي الْقَبْرِ بِنَاءً عَلَى أَنَّ فَائِدَتَهُمَا أَنَّهُمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ تَسْبَحَانِ فَتَحْصُلُ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيحِهِمَا لِصَاحِبِ الْقَبْرِ وَلِهَذَا جُعِلَ غَايَةُ التَّخْفِيفِ جَفَافَهُمَا وَهَذَا عَلَى بَعْضِ التَّأْوِيلَاتِ فِي ذَلِكَ وَإِذَا حَصَلَتِ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيحِ الْجَمَادَاتِ فَبِالْقُرْآنِ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ مِنَ الْآدَمِيِّ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الْحَيَوَانِ أَوْلَى بِحُصُولِ الْبَرَكَةِ بِقِرَاءَتِهِ وَلَا سِيمَا إِنْ كَانَ الْقَارِئُ رَجُلًا صَالِحًا وَاللَّهُ أَعْلَمُ".

“Dan ini adalah nash yang asing dari Asy-Syafi’i, dan dari Az-Za‘farani -salah seorang perawi pendapat beliau yang lama (القَوْلُ القَدِيْم)- padahal ia seorang yang tepercaya.

Apabila dalam pendapat baru (القَوْلُ الجَدِيْدُ) tidak terdapat sesuatu yang menyelisihi nash pada pendapat lama (القَوْلُ القَدِيْم), maka pendapat lama itulah yang diamalkan.

Tetapi, hal itu mengharuskan bahwa Asy-Syafi’i berpendapat sampainya pahala bacaan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah dzikir yang paling mulia.

Dzikir dapat memberikan keberkahan bagi tempat di mana ia dibacakan, dan keberkahan tersebut meliputi para penghuni tempat itu.

Dasar dari hal ini adalah peletakan dua pelepah kurma di atas kubur, berdasarkan bahwa manfaat keduanya ialah selama keduanya masih basah, keduanya bertasbih, sehingga keberkahan tasbih itu sampai kepada penghuni kubur. Karena itu, batasan paling ringan yang disebutkan adalah ketika keduanya telah kering -ini berdasarkan sebagian penafsiran dalam masalah tersebut.

Jika keberkahan dapat diperoleh dari tasbih benda-benda mati, maka dengan Al-Qur’an -yang merupakan dzikir paling mulia- dan dari manusia yang merupakan makhluk hidup paling mulia, tentu lebih layak didapatkan keberkahan melalui bacaannya, terlebih lagi jika yang membaca adalah orang saleh. Dan Allah lebih mengetahui.”

===

PERNYATAAN ULAMA MADZHAB HANBALI

Al-Khollal berkata: Abu Bakar Al-Marwazi menceritakan kepada kami:

سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ يَقُولُ إِذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَؤُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمَعَوْذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوا ذَلِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ إِلَيْهِمْ

Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Hanbal berkata:

“Apabila kalian memasuki kuburan, bacalah Fatihatul Kitab, Al-Mu’awwidzatain, dan Qul Huwallahu Ahad, dan jadikanlah itu untuk para penghuni kubur, karena hal itu akan sampai kepada mereka.” [Dikutip dari Syarah al-Misykat karya Syarfud din ath-Thiibi 4/1414 dan al-Imta’ Bil Arab’in karya al-Hafidz Ibnu Hajar hal. 85.]

Di hasankan sanadnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Imta’ Bil Arab’in hal. 85.

Dan Ibnu Muflih dalam al-Maqshod al-Arsyad 2/338-339 no. 862 menyebutkan :

مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ الْمَرُورُوذِيِّ ذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ الْخَلَّالِ بِجَمِيلٍ وَقَالَ سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ يَقُولُ إِذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَؤُوا آيَةَ الْكُرْسِيِّ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قُولُوا اللَّهُمَّ اجْعَلْ فَضْلَهُ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ

رَوَى أَبُو بَكْرٍ فِي الشَّافِي قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ الْمَرُورُوذِيِّ سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ يَقُولُ إِذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَؤُوا فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَالْمَعَوْذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ إِلَيْهِمْ

Muhammad bin Ahmad Al-Marurudzi disebutkan oleh Abu Bakar Al-Khallal dengan pujian yang baik. Ia berkata:

“Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: Jika kalian masuk ke pemakaman, bacalah Ayat Kursi dan *Qul Huwallahu Ahad* tiga kali, kemudian ucapkan: *Ya Allah, jadikanlah keutamaannya bagi para penghuni kubur*.”

Dan Abu Bakar meriwayatkan dalam *Asy-Syafi*: Muhammad bin Ahmad Al-Marurudzi berkata:

“Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: Jika kalian masuk ke pemakaman, bacalah Surah Al-Fatihah, Al-Mu'awwidzatain, dan *Qul Huwallahu Ahad*, lalu hadiahkanlah pahalanya kepada para penghuni kubur, karena sesungguhnya pahala itu sampai kepada mereka.” [Selesai]

Ali bin Musa al-Haddad berkata:

كُنْتُ مَعَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَمُحَمَّدِ بْنِ قُدَامَةَ فِي جِنَازَةٍ، فَلَمَّا دُفِنَ الْمَيِّتُ جَلَسَ رَجُلٌ ضَرِيرٌ يَقْرَأُ عِنْدَ الْقَبْرِ، فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: يَا هَذَا إِنَّ الْقِرَاءَةَ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ، فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنَ الْقَبْرِ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ لِأَحْمَدَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ مَا تَقُولُ فِي مُبَشِّرٍ الْحَلَبِيِّ؟ قَالَ: ثِقَةٌ. قَالَ: كَتَبْتَ عَنْهُ شَيْئًا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: أَخْبَرَنِي مُبَشِّرٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَلَاءِ ابْنِ اللَّجْلَاجِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَوْصَى إِذَا دُفِنَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا. وَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوصِي بِذَلِكَ. فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: فَارْجِعْ وَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأْ.

Aku pernah bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah dalam sebuah jenazah. Ketika mayit telah dikuburkan, seorang laki-laki buta duduk membaca di sisi kubur. Maka Ahmad berkata kepadanya:

“Wahai orang ini, sesungguhnya membaca Al-Qur’an di sisi kubur adalah bid’ah.”

Ketika kami keluar dari kuburan, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad:

“Wahai Abu Abdillah, bagaimana pendapatmu tentang Mubasyir al-Halabi?”

Ahmad menjawab: “Tsiqah.”

Ia bertanya lagi: “Apakah engkau menulis sesuatu darinya?”

Ahmad menjawab: “Ya.”

Ia berkata: “Mubasyir mengabarkan kepadaku dari Abdurrahman bin al-‘Ala bin al-Lajjaj, dari ayahnya, bahwa ia berwasiat apabila ia dikuburkan agar dibacakan di sisi kepalanya Fatihah Al-Baqarah dan penutupnya. Dan ia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar juga berwasiat dengan hal itu.”

Maka Ahmad berkata kepadanya: “Kembalilah, lalu katakan kepada orang itu agar ia membaca.”

Hal ini disebutkan oleh Al-Khallal (lihat kitab Ar-Ruh halaman 14; dan telah disebutkan pula dengan lafaz lain, marfu’ dan mauquf, nomor 677, halaman 367, jilid 7, dalam kitab Ad-Din Al-Khalish bagian doa untuk mayit saat dikubur).

Dan Imam fuqaha Burhanuddin bin Muflih berkata:

((وَلَا تُكْرَهُ الْقِرَاءَةُ عَلَى الْقَبْرِ) وَفِي الْمَقْبَرَةِ (فِي أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ) هَذَا الْمَذْهَبُ، رَوَى أَنَسٌ مَرْفُوعًا قَالَ: مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ فِيهَا (يس) خُفِّفَ عَنْهُمْ يَوْمَئِذٍ، وَكَانَ لَهُ بِقَدْرِهِمْ حَسَنَاتٌ، وَصَحَّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ أَوْصَى إِذَا دُفِنَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَهُ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، وَلِهَذَا رَجَعَ أَحْمَدُ عَنِ الْكَرَاهَةِ)

"Dan membaca Al-Qur'an di atas kubur tidaklah makruh, bahkan di pemakaman (dalam dua riwayat yang lebih shahih) inilah pendapat madzhab ini.

Diriwayatkan dari Anas secara marfu’, ia berkata: Barang siapa masuk ke kuburan lalu membaca (Yasin) di dalamnya, maka pada hari itu mereka akan diberi keringanan, dan ia memperoleh pahala sesuai kadar mereka.

Dan telah ada riwayat shahih dari Ibnu Umar bahwa ia mewasiatkan, jika telah dikuburkan, agar dibacakan di dekatnya surat Al-Fatihah, awal dan akhir surat Al-Baqarah. Untuk hal ini Ahmad berpegang dari sisi tidak makruh." (Al-Mubdi’ fi Syarh Al-Muqni’, 2/281)

Ibnu al-Qoyyim dalam kitab ar-Ruuh hal- 10 berkata :

وَقَد ذُكِرَ عَن جَمَاعَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّهُمْ أَوْصَوْا أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قُبُورِهِمْ وَقْتَ الدَّفْنِ قَالَ عَبْدُ الْحَقِّ يُرْوَى أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَمِمَّنْ رَأَى ذَلِكَ الْمُعَلَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَكَانَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ يُنْكِرُ ذَلِكَ أَوَّلًا حَيْثُ لَمْ يُبَلَّغْهُ فِيهِ أَثَرٌ ثُمَّ رَجَعَ عَنْ ذَلِكَ

“Dan telah disebutkan dari sekelompok salaf bahwa mereka berwasiat agar dibacakan (Al-Qur’an) di sisi kubur mereka pada waktu penguburan.

Abdul Haq berkata: Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar memerintahkan agar dibacakan di kuburnya surah Al-Baqarah.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Mu‘alla bin Abdurrahman.

Dan Imam Ahmad pada awalnya mengingkari hal itu karena belum sampai kepadanya atsar tentangnya, kemudian beliau menarik kembali pendapatnya tersebut”. [Selesai]

====

KUTIPAN DARI PARA ULAMA SALAF :

Ibnu al-Qoyyim dalam kitab ar-Ruuh hal- 10 berkata :

وَقَد ذُكِرَ عَن جَمَاعَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّهُمْ أَوْصَوْا أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قُبُورِهِمْ وَقْتَ الدَّفْنِ قَالَ عَبْدُ الْحَقِّ يُرْوَى أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَمِمَّنْ رَأَى ذَلِكَ الْمُعَلَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَكَانَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ يُنْكِرُ ذَلِكَ أَوَّلًا حَيْثُ لَمْ يُبَلَّغْهُ فِيهِ أَثَرٌ ثُمَّ رَجَعَ عَنْ ذَلِكَ

“Dan telah disebutkan dari sekelompok salaf bahwa mereka berwasiat agar dibacakan (Al-Qur’an) di sisi kubur mereka pada waktu penguburan.

Abdul Haq berkata: Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar memerintahkan agar dibacakan di kuburnya surah Al-Baqarah.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Mu‘alla bin Abdurrahman.

Dan Imam Ahmad pada awalnya mengingkari hal itu karena belum sampai kepadanya atsar tentangnya, kemudian beliau menarik kembali pendapatnya tersebut”. [Selesai]

Dan al-Khollal (lahir 235 H – wafat 311 H) meriwayatkan :

Telah mengabarkan kepadaku Abu Yahya An-Naqid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hafsh, dari Mujalid, dari Asy-Sya‘bi (wafat 103 H), ia berkata:

«كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ ‌الْمَيِّتُ ‌اخْتَلَفُوا ‌إِلَى ‌قَبْرِهِ ‌يَقْرَءُونَ ‌عِنْدَهُ ‌الْقُرْآنَ»

“Kaum Anshar apabila ada seseorang dari mereka yang meninggal, mereka datang silih berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Qur’an di sisinya.” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 89].

Lalu al-Khollal berkata :

Telah mengabarkan kepadaku Ibrahim bin Hashim Al-Baghawi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sinan Al-Marwazi Abu Muhammad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin Musa As-Sinani, dari Syarik, dari Manshur, dari Ibrahim an-Nakho’i (wafat 96 H) , ia berkata:

‌‌«لَا بَأْسَ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ فِي الْمَقَابِرِ»

“Tidak mengapa membaca Al-Qur’an di kuburan.” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 89].

Lalu al-Khollal berkata :

Telah mengabarkan kepadaku Abu Yahya An-Naqid, ia berkata: Aku mendengar Al-Hasan bin Al-Hurr, ia berkata:

"‌‌ مَرَرْتُ عَلَى قَبْرِ أُخْتٍ لِي، فَقَرَأْتُ عِنْدَهَا تَبَارَكَ لِمَا يُذْكَرُ فِيهَا، فَجَاءَنِي رَجُلٌ فَقَالَ: إِنِّي رَأَيْتُ أُخْتَكَ فِي الْمَنَامِ تَقُولُ: جَزَى اللَّهُ أَبَا عَلِيٍّ خَيْرًا، فَقَدِ انْتَفَعْتُ بِمَا قَرَأَ "

“Aku pernah melewati kuburan saudariku, lalu aku membaca surah Al-Mulk (‘Tabaarak’) di sisinya sebagaimana disebutkan di dalamnya. Kemudian datang kepadaku seorang laki-laki dan berkata: ‘Sesungguhnya aku melihat saudaramu perempuan dalam mimpi, ia berkata: Semoga Allah membalas Abu Ali dengan kebaikan, sungguh aku telah mendapatkan manfaat dari apa yang ia baca.’” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 90].

Kemudian al-Khollaal berkata :

Telah mengabarkan kepadaku Al-Hasan bin Al-Haitsam, ia berkata:

"‌‌ كَانَ خَطَّابٌ يَجِيئُنِي وَيَدُهُ مَعْقُودَةٌ فَيَقُولُ: إِذَا وَرَدْتَ الْمَقَابِرَ فَاقْرَأْ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَاجْعَلْ ثَوَابَهَا لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ "

“Khattab datang kepadaku dengan tangannya terikat, lalu ia berkata: Jika engkau mendatangi kuburan, maka bacalah ‘Qul Huwallahu Ahad’, dan jadikanlah pahalanya untuk penghuni kuburan.” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 90].

Kemudian al-Khollaal berkata :

Telah mengabarkan kepadaku Al-Hasan bin Al-Haitsam, ia berkata: Aku mendengar Abu Bakar bin Al-Atrosh, cucu dari putri Abu Nashr At-Tammar, berkata:

"‌‌ كَانَ رَجُلٌ يَجِيءُ إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَيَقْرَأُ سُورَةَ يس، فَجَاءَ فِي بَعْضِ أَيَّامِهِ فَقَرَأَ سُورَةَ يس، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ قَسَمْتَ لِهَذِهِ السُّورَةِ ثَوَابًا فَاجْعَلْهَا فِي أَهْلِ هَذِهِ الْمَقَابِرِ، فَلَمَّا كَانَ فِي الْجُمُعَةِ الَّتِي تَلِيهَا، جَاءَتِ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: أَنْتَ فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَتْ: إِنَّ بِنْتًا لِي مَاتَتْ، فَرَأَيْتُهَا فِي النَّوْمِ جَالِسَةً عَلَى شَفِيرِ قَبْرِهَا، فَقُلْتُ: مَا أَجْلَسَكِ هَاهُنَا؟ فَقَالَتْ: إِنَّ فُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ جَاءَ إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ فَقَرَأَ سُورَةَ يس، وَجَعَلَ ثَوَابَهَا لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ، فَأَصَابَنَا مِنْ رَوْحِ ذَلِكَ، أَوْ غُفِرَ لَنَا أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ "

“Ada seorang laki-laki yang biasa datang ke kubur ibunya pada hari Jumat, lalu membaca surah Yasin. Suatu ketika, ia datang di salah satu harinya, lalu membaca surah Yasin, kemudian berdoa: ‘Ya Allah, jika Engkau telah menetapkan pahala untuk surah ini, maka jadikanlah pahala itu bagi penghuni kuburan ini.’

Kemudian pada hari Jumat berikutnya, datang seorang wanita dan berkata: ‘Apakah engkau Fulan bin Fulana?’

Ia menjawab: ‘Ya.’

Wanita itu berkata: ‘Sesungguhnya seorang anak perempuan-ku telah meninggal, lalu aku melihatnya dalam mimpi sedang duduk di tepi kuburnya. Maka aku bertanya: Apa yang membuatmu duduk di sini? Ia menjawab: Sesungguhnya Fulan bin Fulana datang ke kubur ibunya lalu membaca surah Yasin, dan menjadikan pahalanya untuk penghuni kuburan, maka sampailah kepada kami dari keberkahan bacaan itu, atau kami diampuni, atau semisal itu.’” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 90]

====

DALIL PENDAPAT KEDUA : MUSTAHAB

----

DALIL PERTAMA :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah bersabda:

وَما اجْتَمع قَوْمٌ في بَيْتٍ مِن بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بيْنَهُمْ؛ إِلَّا نَزَلَتْ عليهمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ المَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَن عِنْدَهُ، وَمَن بَطَّأَ به عَمَلُهُ، لَمْ يُسْرِعْ به نَسَبُهُ.

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, membaca Kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, para malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya. Dan siapa yang amalnya membuatnya terlambat, nasabnya tidak akan mempercepatnya.” [Diriwayatkan oleh Muslim (2699) secara panjang].

Jika al-Qur’an di bacakan, maka turun ketenangan, rahmat dan para malaikat ditempat tersebut dan sekitarnya.

---

DALIL KE DUA :

Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah Al-Makki berkata: Aku mendengar Ibnu Umar berkata: Aku mendengar Nabi bersabda:

‌‌«إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ ‌فَلَا ‌تَحْبِسُوهُ، ‌وَأَسْرِعُوا ‌بِهِ ‌إِلَى ‌قَبْرِهِ، وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ، وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ»

“Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, maka janganlah kalian menahannya, dan segerakanlah membawanya ke kuburnya. Hendaklah dibacakan di dekat kepalanya Surah Al-Fatihah, dan di dekat kedua kakinya dibacakan penutup Surah Al-Baqarah di dalam kuburnya.”

TAKHRIJ :

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabiir 12/444 no. 13613, al-Khollal  dalam al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ hal. 88, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman 11/471 no. 8854 dan ad-Dailamy dalam al-Firdaus 1/284 no. 1115.

Al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab 12/444 berkata :

لَمْ يَكْتُبْ إِلَّا بِهَذَا الْإِسْنَادِ فِيمَا أَعْلَمُ وَقَدْ رَوَيْنَا الْقِرَاءَةَ الْمَذْكُورَةَ فِيهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ مَوْقُوفًا عَلَيْهِ

“Ia tidak menuliskan hadits itu kecuali dengan sanad ini sejauh yang aku ketahui, dan kami telah meriwayatkan bacaan yang disebutkan di dalamnya dari Ibnu Umar secara mauquf padanya”.

Al-Hatsami dalam Majma’ az-Zawaid 3/44 no. 4242 berkata :

رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَفِيهِ يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْبَابِلُتِّيُّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ

“Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, dan di dalam sanadnya terdapat Yahya bin Abdullah Al-Bābilutti, dan ia adalah perawi yang lemah”.

Dinilai dhoif oleh al-Albaani dalam Misykatul Mashobih karya at-Tibrizy [25] (1/538 no. 1717).

Ali al-Malaa al-Qori dalam Mirqot al-Mafaatih 3/1228 no. 1717 berkata:

"رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي شُعَبِ الْإِيمَانِ وَقَالَ: وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ عَلَيْهِ".

“Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman dan ia berkata: Yang sahih adalah bahwa hadits itu mauquf padanya”.

Sementara Al-Hafidz Ibnu Hajar menghukumi hasan sanad hadits ini, beliau berkata :

"حَدِيث بْنِ عُمَرَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلَا تَحْبِسُوهُ وَأَسْرِعُوا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ".

“Hadits Ibnu Umar: Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, maka janganlah kalian menahannya, dan segerakanlah membawanya ke kuburnya.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Ath-Thabarani dengan sanad hasan”. (Fathul Bari 3/184).

Penilaian derajat hasan terhadap hadits ini diikuti pula oleh: al-Imam Badruddin Al ‘Ainiy (‘Umdatul Qari, 12/382). Al-Imam Ash-Shon’aniy (Subulussalam, 2/106), dan al-Imam Az-Zurqoniy (Syarh Az Zurqoniy, 2/127)

----

DALIL KE TIGA :

Al-Imam ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabiir 19/220 no. 491 meriwayatkan:

Abu Usamah Abdullah bin Muhammad bin Abi Usamah Al-Halabi menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami; dan Ibrahim bin Duhayyim Ad-Dimasyqi menceritakan kepada kami, ayahnya menceritakan kepada kami; dan Al-Husain bin Ishaq At-Tustari menceritakan kepada kami, Ali bin Bahr menceritakan kepada kami. Mereka berkata: Mubasyyir bin Isma'il menceritakan kepada kami, Abdul Rahman bin Al-Ala’ bin Al-Lajlaj menceritakan kepadaku dari ayahnya, Ia berkata:

قَالَ لِي أَبِي: " يَا بُنَيَّ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَلْحِدْنِي، فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي فَقُلْ: بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ، ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سِنًّا، ثُمَّ ‌اقْرَأْ ‌عِنْدَ ‌رَأْسِي ‌بِفَاتِحَةِ ‌الْبَقَرَةِ ‌وَخَاتِمَتِهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ ذَلِكَ "

Ayahku berkata kepadaku: “Wahai anakku, apabila aku mati maka kuburkanlah aku. Ketika engkau meletakkanku di lahadku, maka ucapkanlah:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ

Dengan nama Allah dan di atas agama Rasulullah.

Kemudian timbunlah tanah atasku dengan lembut. Lalu bacakanlah di dekat kepalaku awal Surah Al-Baqarah dan penutupnya, karena aku mendengar Rasulullah mengatakan demikian.”

[diriwayatkan pula oleh an-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra karya An-Nasa’i 6/168 (10927) dan al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/365.

Disebutkan pula oleh az-Zaila’i dalam Nashbur Royah 2/302 dan al-Hafid Ibnu Hajar dalam at-Talkhish 2/301.

Badruddin al-‘Ainy dalam al-Binayah 3/252 berkata :

قُلتُ: الحَلَّاجُ أَبُو العَلاءِ العَامِرِيُّ صَحَابِيٌّ نَزَلَ دِمَشْقَ، رَوَى عَنْهُ ابْنَاهُ العَلَاءُ وَخَالِدٌ.

Aku berkata: Al-Hallaj Abu Al-Ala’ Al-‘Amiri adalah seorang sahabat yang tinggal di Damaskus. Dua putranya, Al-Ala’ dan Khalid, meriwayatkan darinya.

Abdurrahman bin Al-Ala’ bin Al-Lajlaj, penduduk Halab. Disebutkan oleh Al-Bukhari dan Ibnu Abi Hatim, dan keduanya diam tidak mengomentarinya. Tidak ada yang terus terang men-tautsiq-nya selain Ibnu Hibban, dia menyebutkannya dalam kitab “Ats-Tsiqat”. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Maqbul, dari tabaqah ketujuh.”

At-Tarikh Al-Kabir (5/335), Al-Jarh wat-Ta'dil (5/272), Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban (7/90), Tahdzib Al-Kamal (17/332), At-Tahdzib (6/223), At-Taqrib (348/T3975).

Muhammad ash-Sholihi asy-Syaami dalam Subulul Huda war Rosyaad 8/379 berkata :

رَوَى الطَّبَرَانِيُّ ـ بِرِجَالٍ ثِقَاتٍ ـ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ العَلَاءِ بْنِ اللَّجْلَاجِ، قَالَ لِي أَبِي ... فَذَكَرَ الحَدِيثَ.

“Ath-Thabarani meriwayatkannya dengan para perawi yang terpercaya, dari Abdurrahman bin Al-Ala’ bin Al-Lajlaj. Ia berkata: Ayahku berkata kepadaku … lalu ia menyebutkan hadits tersebut”.

Disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaid 3/44 no. 4243, dan ia berkata:

رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَرِجَالُهُ مُوَثَّقُونَ

“Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, dan para perawinya terpercaya”.

RIWAYAT MAWQUF PADA IBNU UMAR (RA):

Namun berbeda dengan Bardruddin Abu Thohir al-Ashbahani, beliau meriwayatkannya mawquf kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu :

Ahmad memberitakan kepada kami, Ali bin Muhammad bin Lu’lu’ menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad bin Najiyah menceritakan kepada kami, Abu Hammam menceritakan kepada kami, Mubasysyir bin Isma’il menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Al-Ala’ bin Al-Lajlah menceritakan kepada kami dari ayahnya. Ia berkata:

((قَالَ لِي أَبِي: يَا بُنَيَّ، إِذَا أَنَا مِتُّ فَالْحَدْنِي، فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي فَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنّةِ رسُولِ اللَّهِ ﷺ ثُمَّ شُنَّ عَلَيَّ التُّرابَ شَنًّا، ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِيْ بِفاتِحَةِ الْبَقَرةِ وخَاتِمَتِها؛ فإنِّي سَمِعتُ ابنَ عُمَر يَقُولُ ذلِكَ))

Ayahku berkata kepadaku, “Wahai anakku, apabila aku mati maka kuburkanlah aku. Ketika engkau meletakkanku di lahadku, maka ucapkanlah: Dengan nama Allah dan di atas sunah Rasulullah . Kemudian timbunlah tanah atasku dengan lembut. Lalu bacakanlah di dekat kepalaku awal Surah Al-Baqarah dan penutupnya, karena aku mendengar Ibnu Umar mengatakan hal itu.”

Begitu pula apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (Mukhtashar-nya 21/233].

Dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kabir 4/93 nomor 7065 dan ad-Da’awaat al-Kabir 2/297 no. 638 dari Abdurrahman bin Al-Ala’ bin Al-Lajlaj dari ayahnya, bahwa ia berkata kepada anak-anaknya—hadits tersebut—dan pada bagian akhirnya:

"فَإِنِّي ‌رَأَيْتُ ‌ابْنَ ‌عُمَرَ ‌يَسْتَحِبُّ ‌ذَلِكَ".

“Aku melihat Ibnu Umar memustahab-kan hal itu”. (Selesai).

Lalu al-Baihaqi dalam ad-Da’awaat al-Kabir 2/297 no. 638 berkata :

هَذَا مَوْقُوفٌ حَسَنٌ

“Ini adalah mawquf yang hasan”.

Al-Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar hal. 162 no. 470 berkata :

وَرُوِيَانَا فِي "سُنَنِ الْبَيْهَقِيِّ" بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ اسْتَحَبَّ أَنْ يُقْرَأَ عَلَى الْقَبْرِ بَعْدَ الدَّفْنِ أَوَّلُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا

“Dan kami meriwayatkan dalam "Sunan al-Bayhaqi" dengan isnad yang hasan, bahwa Ibnu Umar memustahab-kan (menganjurkan) untuk membaca al-Qur’an di atas kuburan setelah pemakaman, yaitu awal surat Al-Baqarah dan akhirnya”.

Abul Hasan al-Mubarokfuri dalam Mar’atul Mafaatih 5/452 no. 1731 berkata:

وَهَذَا مَوْقُوفٌ عَلَى ابْنِ عُمَرَ، كَمَا تَرَى، وَلَيْسَ بِمَرْفُوعٍ

“Dan ini adalah mauquf pada Ibnu Umar, sebagaimana yang anda lihat, dan bukan marfu’.”

Dan Ibnu ‘Allaan dalam al-Futuuhaat ar-Rabbaaniyyah 4/194 berkata :

قَالَ الحَافِظُ بَعْدَ تَخْرِيجِهِ: هَذَا مَوْقُوفٌ حَسَنٌ

Al-Hafizh berkata setelah mentakhrij hadits ini: “Ini adalah hadits mauquf yang hasan.”

Dan Ahmad al-Banaa as-Saa’ati dalam al-Fathu ar-Rabbaani 8/101 tentang riwayat mawquf ini, ia berkata:

رَوَاهُ البَيْهَقِيُّ وَالطَّبَرَانِيُّ وَسَنَدُهُ جَيِّدٌ

“Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani, dan sanadnya baik”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam *Iqtidha’ Ash-Shirath Al-Mustaqim* 2/264:

(القِرَاءَةُ عِنْدَهُ وَقْتَ الدَّفْنِ لَا بَأْسَ بِهَا، كَمَا نُقِلَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، وَبَعْضِ المُهَاجِرِينَ، وَأَمَّا القِرَاءَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ـ مِثْلَ الَّذِينَ يَنْتَابُونَ القَبْرَ لِلْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ ـ فَهَذَا مَكْرُوهٌ، فَإِنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ مِثْلُ ذَلِكَ أَصْلًا، وَهَذِهِ الرِّوَايَةُ لَعَلَّهَا أَقْوَى مِنْ غَيْرِهَا، لِمَا فِيهَا مِنَ التَّوْفِيقِ بَيْنَ الدَّلَائِلِ)

“Membaca (Al-Qur’an) di dekat-nya pada saat penguburan tidak mengapa, sebagaimana dinukil dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan sebagian kaum Muhajirin. Adapun membaca setelah itu—seperti orang-orang yang datang berulang kali ke kubur untuk membaca di dekatnya—maka hal itu makruh, karena tidak dinukil sama sekali dari seorang pun dari kalangan salaf. Riwayat ini barangkali lebih kuat daripada selainnya, karena di dalamnya terdapat upaya menggabungkan berbagai dalil.”

Namun berbeda dengan Syeikh Mahmud as-Subki dalam ad-Din al-Kholish 8/100, dia mengkritisinya dengan mengakatan:

عَبْدُ الرَّحْمَنِ اللَّجْلَاجُ، وَهُوَ لَيْسَ مِنْ رِجَالِ الصَّحِيحِ وَلَا السُّنَنِ الَّذِينَ يُعْتَدُّ بِهِمْ، وَلَا يُعْرَفُ لَهُ فِي الصَّحِيحَيْنِ إِلَّا حَدِيثٌ وَاحِدٌ عِنْدَ التِّرْمِذِيِّ، وَقَدْ قَالُوا إِنَّهُ مَقْبُولٌ، وَلَمْ يُوَثِّقْهُ إِلَّا ابْنُ حِبَّانَ، وَتَسَاهُلُهُ فِي التَّعْدِيلِ مَعْرُوفٌ، عَلَى أَنَّ مُبَشِّرًا نَفْسَهُ ضَعَّفَهُ بَعْضُهُمْ وَلَمْ يَعْتَدُّوا بِمَا رَوَاهُ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَبَيَّنْ سَبَبُهُ، فَهُوَ حَدِيثٌ لَا يَثْبُتُ، وَعَلَى فَرْضِ ثُبُوتِهِ فَهُوَ مِنْ قَوْلِ الْعَلَاءِ وَابْنِ عُمَرَ، وَلَعَلَّهُ اجْتِهَادٌ مِنْهُمَا، وَهُوَ مَوْقُوفٌ لَا حُجَّةَ فِيهِ. وَلَمْ يَرِدْ فِي هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَلَا حَسَنٌ أَلْبَتَّةَ.

“Dijawab bahwa hadits ini syadz dan munkar, diriwayatkan oleh Mubasyir dari Abdurrahman al-Lajjaj. Ia bukan termasuk perawi Shahih maupun Sunan yang dapat dijadikan pegangan, dan tidak dikenal darinya dalam Shahihain kecuali satu hadits saja di At-Tirmidzi. Mereka berkata bahwa ia maqbul, namun yang men-tatsiqah-kan hanyalah Ibnu Hibban, sementara sikap longgarnya dalam menilai tsiqah sudah dikenal. Adapun Mubasyir sendiri dilemahkan oleh sebagian ulama, dan riwayatnya tidak dianggap, karena sebab kelemahannya tidak jelas. Maka hadits ini tidak tsabit. Seandainya pun dianggap tsabit, maka itu hanyalah ucapan al-‘Ala dan Ibnu Umar, yang mungkin merupakan ijtihad mereka berdua. Itu hukumnya mauquf, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Tidak ada hadits sahih atau hasan sama sekali dalam masalah ini”. [Selesai]

----

DALIL KE EMPAT :

Al-Khollaal meriwayatkan dengan sanadnya :

Telah mengabarkan kepada kami Asy-Syaikh Al-Imam Syarafuddin Abu Abdirrahman ‘Isa, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami ayahku Al-Imam Muhyiddin Abu Muhammad Abdu Al-Qadir bin Abi Shalih, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abu Al-Husain Al-Mubarak bin Abdi Al-Jabbar Ash-Shairafi, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abu Ishaq Al-Barmaki, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Abdu Al-Aziz bin Ja’far Al-Faqih, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Khallal, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Al-Abbas bin Muhammad Ad-Duuri, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ma’in, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Mubasyyir Al-Halabi, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Al-‘Ala bin Al-Lajlaj, dari ayahnya (Al-‘Ala bin Al-Lajlaj), ia berkata:

"‌‌ إِنِّي إِذَا أَنَا مُتُّ، فَضَعْنِي فِي اللَّحْدِ، وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ، وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ، وَسُنَّ عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَأَوَّلِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ ذَلِكَ.

“Sesungguhnya jika aku meninggal, maka letakkanlah aku di dalam lahad, dan ucapkanlah: Bismillah, dan di atas sunnah Rasulullah . Timbunlah tanah di atasku dengan perlahan, dan bacakanlah di sisiku surah Al-Fatihah, awal surah Al-Baqarah, dan penutupnya. Karena aku mendengar Abdullah bin Umar berkata demikian.”

Kemudian Ad-Duri berkata:

وَسَأَلْتُ يَحْيَى بْنَ مَعِينٍ، فَحَدَّثَنِي عَنْ مُبَشِّرِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ الْحَلَبِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ اللَّجْلَاجِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ: إِنِّي إِذَا أَنَا مِتُّ فَضَعُونِي فِي اللَّحْدِ، وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ، وَسُنَّ عَلَيَّ التُّرَابَ سَنًّا، وَاقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ، وَأَوَّلَ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتَهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوصِي بِذَلِكَ.

Dan aku pun bertanya kepada Yahya bin Ma'in, lalu ia menceritakan kepadaku dari Mubasyyir bin Isma'il Al-Halabi. Ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Al-Ala’ bin Al-Lajlaj dari ayahnya. Ia berkata:

“Jika aku meninggal, maka letakkanlah aku di liang lahad, dan ucapkan: Dengan nama Allah dan di atas sunnah Rasulullah . Dan taburkanlah tanah secara perlahan, serta bacakan di dekat kepalaku Surah Al-Fatihah, permulaan Surah Al-Baqarah, dan penutupnya. Karena aku mendengar Ibnu Umar berwasiat demikian.”

[al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 88, al-Amr bil Ma’ruf wa an-Nahyu ‘Anil Munkar karya al-Khollal hal. 87 dan al-Qiro’ah ‘Indal Qobr karya al-Khollal hal. 87]

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Imtaa’ Bi al-Arba’in hal. 85 berkata : “مُنْكَر

Kemudian al-Khollal dalam al-Qiro’ah ‘Indal Qobr karya al-Khollal hal. 88 meriwayatkan dengan sanadnya : dari Abu Bakar bin Shadaqah meriwayatkan, ia berkata: Aku mendengar Utsman bin Ahmad Al-Mushili berkata:

كَانَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ وَمَعَهُ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ الجَوْهَرِيُّ فِي جِنَازَةٍ، فَلَمَّا دُفِنَ المَيِّتُ جَلَسَ رَجُلٌ ضَرِيرٌ يَقْرَأُ عِنْدَ القَبْرِ، فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: يَا هَذَا إِنَّ القِرَاءَةَ عِنْدَ القَبْرِ بِدْعَةٌ. فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنَ المَقَابِرِ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، مَا تَقُولُ فِي مُبَشِّرٍ الحَلَبِيِّ؟ قَالَ: ثِقَةٌ. قَالَ: كَتَبْتَ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَأَخْبَرَنِي مُبَشِّرٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ العَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ وَصَّى إِذَا دُفِنَ بِأَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ البَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، وَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوصِي بِذَلِكَ. فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ: فَارْجِعْ فَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأْ.

Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu bersama Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari hadir dalam sebuah jenazah. Ketika mayit telah dikuburkan, seorang lelaki buta duduk membaca (Al-Qur’an) di dekat kubur. Maka Ahmad berkata kepadanya:

“Wahai orang ini, membaca (Al-Qur’an) di dekat kubur adalah bid’ah.”

Ketika kami keluar dari pemakaman, Muhammad bin Qudamah berkata:

“Wahai Abu Abdillah, bagaimana pendapatmu tentang Mubasysyir Al-Halabi?”

Ahmad menjawab: “Ia seorang yang terpercaya.”

Ia bertanya lagi: “Apakah engkau menulis riwayat darinya?” Ahmad menjawab: “Ya.”

Lalu ia berkata: “Mubasysyir menceritakan kepadaku dari Abdurrahman bin Al-Ala’ dari ayahnya, bahwa ia berwasiat ketika dimakamkan agar dibacakan di dekat kepalanya awal Surah Al-Baqarah dan penutupnya, dan ia berkata:

Aku mendengar Ibnu Umar berwasiat demikian.”

Maka Ahmad berkata kepadanya:

“Kembalilah dan katakan kepada orang itu agar lanjut membacanya.” (Ar-Riwayatain wal-Wajhain karya Al-Qadhi Abu Ya’la 1/214).

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Imtaa’ Bi al-Arba’in hal. 85 berkata : “ضَعِيْفٌ جِدًّا

---

DALIL KE LIMA :

Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata: Nabi bersabda:

«‌اقْرَءُوا ‌يس ‌عَلَى ‌مَوْتَاكُمْ»

“Bacakanlah surah Yasin untuk orang-orang yang meninggal di antara kalian.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3121.

Sanadnya lemah karena ketidakjelasan Abu Utsman dan ayahnya. Sulaiman at-Taimi adalah putra Tharkhan, sedangkan Ibnu al-Mubarak adalah Abdullah. Ibnu al-Qaththan melemahkan hadits ini dalam *Bayan al-Wahm wa al-Iham* 5/49 karena adanya kegoncangan serta ketidakjelasan Abu Utsman dan ayahnya.

Ad-Daraquthni berkata sebagaimana disebut dalam *Talkhis al-Habir* 2/104:

هٰذَا حَدِيثٌ ضَعِيفُ الإِسْنَادِ، مَجْهُولُ الْمَتْنِ، وَلَا يَصِحُّ فِي الْبَابِ حَدِيثٌ.

“Hadits ini sanadnya lemah, matannya tidak jelas, dan tidak ada satu pun hadits sahih dalam bab ini.”

Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1448), an-Nasa’i dalam *al-Kubra* (10846) melalui jalur Abdullah bin al-Mubarak dengan sanad yang sama.

An-Nasa’i juga meriwayatkannya (10847) melalui jalur Mu’tamir bin Sulaiman at-Taimi, dari ayahnya, dari seorang laki-laki, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar.

Hadits ini terdapat dalam *Musnad Ahmad* (20301), dan *Shahih Ibnu Hibban* (3002).

Dalam bab ini juga terdapat riwayat dari Shafwan bin ‘Amr as-Saksaki. Ia berkata:

حَدَّثَنِي الْمَشِيخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوا غُضَيْفَ بْنَ الْحَارِثِ الثُّمَالِيَّ حِينَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ، فَقَالَ: هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ {يس}؟ قَالَ: فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِيُّ، فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِينَ مِنْهَا قُبِضَ، قَالَ: وَكَانَ الْمَشِيخَةُ يَقُولُونَ: إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا. قَالَ صَفْوَانُ: وَقَرَأَهَا عِيسَى بْنُ الْمَعْمَرِ، عِنْدَ ابْنِ مَعْبَدٍ.

Telah menceritakan kepadaku sekelompok orang tua bahwa mereka menghadiri Ghudhaif bin al-Harits ats-Tsumali ketika sakaratul maut menimpanya. Ia berkata: “Adakah di antara kalian yang membaca surah Yasin?” Maka Shalih bin Syuraih as-Sakuni membacakannya, dan ketika sampai ayat ke-40 ia pun wafat. Shafwan berkata: Orang-orang tua itu mengatakan: “Apabila Yasin dibacakan di sisi orang yang akan meninggal, maka diringankanlah (sakaratul maut) dengannya.” Shafwan juga berkata: Isa bin al-Ma’mar membacakannya di sisi Ibnu Ma’bad.

Riwayat ini diriwayatkan oleh Ahmad (16969) dan Ibnu Sa’d dalam *Thabaqat* 7/443.

Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij Abu Daud 5/40 berkata :

وَهُوَ أَثَرٌ إِسْنَادُهُ حَسَنٌ، وَغُضَيْفٌ صَحَابِيٌّ، وَجَهَالَةُ الْمَشِيخَةِ لَا تَضُرُّ، لِأَنَّهُمْ جَمْعٌ. وَمَعْنَى "عَلَى مَوْتَاكُمْ" أَيْ: الَّذِينَ حَضَرَهُمُ الْمَوْتُ.

Riwayat ini hukumnya HASAN. Adapun Ghudhaif adalah seorang sahabat, dan ketidakjelasan para orang tua (massyikhah) tidak berbahaya karena mereka disebut secara kolektif.

Namun makna sabda Nabi (عَلَى مَوْتَاكُمْ) ini adalah: orang-orang yang sedang dalam keadaan menghadapi kematian”.

----

DALIL KE ENAM :

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib secara marfu’:

مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ "قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ" إِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهَا لِلْأَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ

“Barangsiapa melewati kuburan lalu membaca ‘Qul Huwallahu Ahad’ sebelas kali, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah meninggal, maka ia diberi pahala sebanyak jumlah mereka yang meninggal.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Ad-Daraquthni (lihat Fath Al-Qadir karya Ibnu Al-Humam jilid 2 halaman 309).

Namun dijawab bahwa Ibnu Al-Jauzi berkata dalam kitab At-Tadzkirah:

هُوَ مَأْخُوذٌ مِنْ نُسْخَةِ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ أَحْمَدَ فِي الْمَوْضُوعَاتِ

Hadits itu diambil dari naskah Abdullah bin Ahmad dalam kitab Al-Maudhu‘at (kumpulan hadits palsu). [Lihat : ad-Diin al-Kholish oleh Mahmud as-Subki 8/11 dan al-Minhal al-‘Adzeb oleh Mamhud as-Subki 9/109].

---

DALIL KE TUJUH :

Diriwayatkan dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:

"مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَرَأَ عِنْدَهُ (يٰس) غُفِرَ لَهُ"

“Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada hari Jumat lalu membaca surat Yasin di sisinya, maka diampuni dosanya.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu ‘Ady dan dilemahkan oleh As-Suyuthi.

Ibnu ‘Ady berkata:

هٰذَا الْحَدِيثُ بِهٰذَا الْإِسْنَادِ بَاطِلٌ، لِأَنَّ فِيهِ عَمْرُو بْنُ زِيَادٍ مُتَّهَمٌ بِالْوَضْعِ

Hadits ini dengan sanad tersebut adalah batil, karena di dalamnya terdapat Amr bin Ziyad yang dituduh sebagai pendusta pembuat hadits palsu (lihat Faydh al-Qadir karya Al-Munawi, jilid 6 halaman 141, nomor 8717).

Karena itu, Ibnu al-Jauzi menghukuminya sebagai hadits maudhu’ (Palsu).

As-Suyuthi mengoreksi dengan mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid, yaitu hadits:

"مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وَكُتِبَ بَرًّا"

“Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya sekali setiap hari Jumat, maka Allah mengampuninya dan menuliskannya sebagai anak yang berbakti.” Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Hakim At-Tirmidzi dari Abu Hurairah (lihat Faydh al-Qadir, nomor 8718, jilid 6 halaman 141).

Namun koreksi ini tidak tepat, karena para ulama, bahkan As-Suyuthi sendiri, menegaskan bahwa syawahid (penguat) tidak berlaku bagi hadits maudhu’ (palsu), melainkan hanya berlaku bagi hadits dhaif (lihat Faydh al-Qadir 6/141).

---

DALIL KE DELAPAN:

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Abdul Aziz, sahabat Al-Khallal, dengan sanadnya dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:

"مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ سُورَةَ يٰس خَفَّفَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَوْمَئِذٍ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيهَا حَسَنَاتٌ"

“Siapa yang memasuki kuburan lalu membaca Surah Yasin, maka Allah meringankan (azab) mereka pada hari itu, dan ia mendapatkan kebaikan sebanyak jumlah penghuni kuburan tersebut.”

Dan dengan sanadnya pula dari Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah bersabda: “Siapa yang menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya, lalu membaca Yasin di sisinya, maka Allah mengampuninya.”

[Lihat: *Al-Kalam ‘ala Wushul al-Qira’ah lil-Mayyit* karya Ibnu Surur al-Maqdisi, hlm. 222. Disebutkan pula oleh Al-Qurthubi dan Ibnu Qudamah (lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an 15/3, dan Al-Mughni karya Ibnu Qudamah 2/425).

Golongan pendapat pertama menjawab : bahwa hadits tersebut tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits.

Nu'man Al-Alusi berkata dalam kitab Tahqiq Al-Ayat Al-Bayyinât halaman 91:

وَسَكَتَ عَلَيْهِ الطَّحْطَاوِيُّ فِي حَاشِيَتِهِ ص ٦١٠ وَلَمْ يُخْرِجْهُ، وَهُوَ حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ كَمَا بَيَّنْتُهُ فِي الضَّعِيفَةِ رَقْم ١٢٩١

“Aku berkata: Dan Al-Tahthawi diam terhadapnya dalam Hasyiyah-nya halaman 610 dan tidak mengeluarkannya. Hadits ini adalah hadits maudhu’ sebagaimana aku jelaskan dalam Al-Dha’ifah nomor 1291.”

Husamuddin Affanah berkata dalam kitab Yas’alunaka ‘an Ramadhan halaman 270:

هَذَا الْحَدِيثُ مَوْضُوعٌ مَكْذُوبٌ عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، أَخْرَجَهُ الثَّعْلَبِيُّ فِي تَفْسِيرِهِ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ أَحْمَدَ الرِّيَاحِيِّ … إِلَى آخِرِ السَّنَدِ

“Hadits ini adalah hadits palsu, dusta atas nama Rasulullah . Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Tha’labi dalam tafsirnya melalui jalur Muhammad bin Ahmad Al-Riyahi … dan seterusnya dari sanad tersebut.

Al-Allamah Al-Albani menjelaskan bahwa sanad ini gelap, rusak, dan penuh dengan beberapa illat, kemudian beliau menjelaskan keadaan para perawinya dalam Silsilah Al-Ahadits Al-Dha’ifah jilid 3 halaman 397–398.

Al-Hafidz As-Sakhawi juga membahas hadits ini dan mengatakan bahwa hadits tersebut tidak sahih. Hal itu disebutkan dalam Al-Ajwibah Al-Murdhiyyah 1/ 170.”

----

DALIL KE SEMBILAN:

Dan al-Khollal (lahir 235 H – wafat 311 H) meriwayatkan : Telah mengabarkan kepadaku Abu Yahya An-Naqid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hafsh, dari Mujalid, dari Asy-Sya‘bi, ia berkata:

«كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ ‌الْمَيِّتُ ‌اخْتَلَفُوا ‌إِلَى ‌قَبْرِهِ ‌يَقْرَءُونَ ‌عِنْدَهُ ‌الْقُرْآنَ»

“Kaum Anshar apabila ada seseorang dari mereka yang meninggal, mereka datang silih berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Qur’an di sisinya.” [al-Qiro’ah ‘Indal Qobr dari al-Jami’ karya al-Khollal hal. 89].

Al-Albani berkata dalam Ahkam al-Janazah 1/193:

قَدْ أَوْرَدَهُ فِي (شَرْحِ الصُّدُورِ) (ص 15) بِاللَّفْظِ: (كَانَتِ الْأَنْصَارُ يَقْرَءُونَ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُورَةَ الْبَقَرَةِ).

قَالَ: (رَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَالْمُرُوزِي) أَوْرَدَهُ فِي (بَابِ مَا يَقُولُ الْإِنْسَانُ فِي مَرَضِ الْمَوْتِ، وَمَا يُقْرَأُ عِنْدَهُ).

ثُمَّ رَأَيْتُهُ فِي (الْمُصَنَّفِ) لابْنِ أَبِي شَيْبَةَ (4/ 74) وَتَرْجَمَ لَهُ بِقَوْلِهِ: (بَابُ مَا يُقَالُ عِنْدَ الْمَرِيضِ إِذَا حَضَرَ).

فَتَبَيَّنَ أَنَّ فِي سَنَدِهِ مُجَالِدًا وَهُوَ ابْنُ سَعِيدٍ. قَالَ الْحَافِظُ فِي (التَّقْرِيبِ): (لَيْسَ بِالْقَوِيِّ، وَقَدْ تَغَيَّرَ فِي آخِرِ عُمْرِهِ).

فَظَهَرَ بِهَذَا أَنَّ الْأَثَرَ لَيْسَ فِي الْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ بَلْ عِنْدَ الْاحْتِضَارِ، ثُمَّ هُوَ عَلَى ذَلِكَ ضَعِيفُ الْإِسْنَادِ.

Terjemahnya :

“Dia menyebutkannya dalam Syarh al-Sudur (hlm. 15) dengan redaksi:

(كَانَتِ الْأَنْصَارُ يَقْرَءُونَ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُورَةَ الْبَقَرَةِ)

Kaum Anshar membacakan Surah Al-Baqarah di sisi mayit.’

Dia berkata: ‘Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Murudzi.’ Dia menyebutkannya dalam :

Bab ‘Apa yang dikatakan manusia saat sakit menjelang mati, dan apa yang dibaca di sisinya.’

Kemudian aku melihatnya dalam Al-Musannaf karya Ibnu Abi Syaibah (4/74) dan diterangkan dengan redaksi:

Bab apa yang dikatakan pada orang sakit jika datang ajalnya.

Terlihat bahwa dalam sanadnya terdapat mudallis, yaitu Ibnu Sa’id. Al-Hafizh berkata dalam At-Taqrib: ‘Ia tidak kuat, dan mengalami perubahan hafalannya pada akhir hayat-nya.

Maka jelas dengan ini bahwa riwayat tersebut bukan untuk bacaan di kubur, tetapi saat menghadapi kematian, dan juga sanadnya lemah.” [Selesai]

----

DALIL KE SEPULUH:

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma :

أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَقَالَ: «‌إِنَّهُمَا ‌لَيُعَذَّبَانِ، ‌وَمَا ‌يُعَذَّبَانِ ‌فِي ‌كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ»، ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ فَقَالَ: «لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا»

Bahwa Nabi melewati dua kubur yang sedang disiksa, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan mereka tidak disiksa karena dosa besar. Adapun salah satunya, ia tidak menutup diri dari kencing, dan adapun yang lain, ia suka menyebarkan ghibah." Kemudian beliau mengambil sebatang pelepah kurma yang basah, membelahnya menjadi dua, lalu menancapkannya di masing-masing kubur satu batang. Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?" Beliau bersabda: "Mudah-mudahan hal itu meringankan mereka selama pelepah itu belum kering."

Diriwayatkan oleh Bukhari nomor 1361 dan 6052.

Dari hadits mulia ini dapat dipahami bolehnya menanam pohon dan membaca Al-Qur'an di atas kubur kaum Muslimin. Jika dengan pohon saja dapat meringankan mereka, apalagi dengan bacaan seorang mukmin. Jika manfaat sampai kepada mayat dengan tasbih saat pelepah masih basah, maka manfaat membaca Al-Qur'an oleh seorang mukmin di dekat kuburnya lebih utama.

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

(وَاسْتَحَبَّ الْعُلَمَاءُ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقَبْرِ لِهَذَا الْحَدِيثِ لِأَنَّهُ إِذَا كَانَ يُرْجَى التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِ الْجَرِيدِ فَتِلَاوَةُ الْقُرْآنِ أَوْلَى)

"Para ulama menganjurkan membaca Al-Qur'an di dekat kubur berdasarkan hadits ini, karena jika diharapkan keringanan dengan tasbih pelepah kurma, maka membaca Al-Qur'an lebih utama." (Syarh Shahih Muslim 3/202)

Sesungguhnya membaca Al-Qur'an oleh seorang Muslim lebih agung dan lebih bermanfaat daripada tasbih dengan pelepah, dan Al-Qur'an yang mulia telah memberi manfaat bagi sebagian orang yang mendapat bahaya ketika hidup, demikian pula bagi orang yang telah meninggal.

----

DALIL KE SEBELAS :

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :

وَاسْتَدَلَّ جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ عَبْدُ الْحَقِّ عَلَى حُصُولِ الِاسْتِمَاعِ مِنَ الْمَيِّتِ بِمَشْرُوعِيَّةِ السَّلَامِ عَلَى الْمَوْتَى، فَقَالُوا: لَوْ لَمْ يَسْمَعُوا السَّلَامَ لَكَانَ خِطَابُهُمْ بِهِ عَبَثًا، وَهُوَ بَحْثٌ ضَعِيفٌ لِأَنَّهُ يَحْتَمِلُ خِلَافَ ذَلِكَ.

فَقَدْ ثَبَتَ فِي التَّشَهُّدِ مُخَاطَبَةُ النَّبِيِّ ﷺ، فَهُوَ لَا يَسْمَعُ جَمِيعَ ذَلِكَ قَطْعًا. فَخِطَابُ الْمَوْتَى بِالسَّلَامِ فِي قَوْلِ الَّذِي يَدْخُلُ الْمَقْبَرَةَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْقُبُورِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، لَا يَسْتَلْزِمُ أَنَّهُمْ يَسْمَعُونَ ذَلِكَ، بَلْ هُوَ بِمَعْنَى الدُّعَاءِ، فَالتَّقْدِيرُ: اللَّهُمَّ اجْعَلِ السَّلَامَ عَلَيْكُمْ، كَمَا تُقَدِّرُ فِي قَوْلِنَا: الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنَّ الْمَعْنَى: اللَّهُمَّ اجْعَلِ الصَّلَاةَ وَالسَّلَامَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ.

فَقَدْ ثَبَتَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ أَنَّ الْعَبْدَ إِذَا قَالَ: السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ صَالِحٍ //صَحِيْحٌ// - فَهُوَ خَبَرٌ بِمَعْنَى الطَّلَبِ، فَالتَّقْدِيرُ: اللَّهُمَّ سَلِّمْ عَلَيْهِمْ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Dan sekelompok ulama, di antaranya Abdul Haq, berdalil tentang sampainya pendengaran kepada mayit dengan adanya pensyariatan salam kepada orang-orang yang telah meninggal.

Mereka berkata: “Seandainya para mayit tidak mendengar salam, niscaya mengucapkan salam kepada mereka adalah perbuatan sia-sia.” Namun, ini adalah pembahasan yang lemah karena masih mungkin dipahami dengan makna lain.

Telah tetap dalam tasyahhud adanya bentuk khithāb kepada Nabi , padahal beliau tidak mendengarkan semua itu secara pasti. Maka, mengucapkan salam kepada orang-orang yang telah mati dalam ucapan orang yang memasuki kuburan, “Assalāmu ‘alaikum ahlal-qubūr minal-mu’minīn,” tidak mengharuskan bahwa mereka mendengarnya.

Bahkan, hal itu bermakna doa. Maksudnya adalah: “Ya Allah, jadikanlah keselamatan itu untuk kalian,” sebagaimana dalam ucapan kita: “Shalawat dan salam kepada Rasulullah,” yang maknanya adalah: “Ya Allah, jadikanlah shalawat dan salam atas Rasulullah.”

Telah ada ketetapan dalam hadits yang sahih :

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا قَالَ: السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ صَالِحٍ

“Bahwa seseorang apabila berkata: “Assalāmu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”, maka salam itu mengenai setiap hamba Allah yang shalih. (Hadits Shahih)

Ini adalah bentuk pemberitaan yang bermakna permohonan. Maknanya: “Ya Allah, berikanlah keselamatan kepada mereka.” Wallahu a’lam. [Baca : al-Imta’ Bi al-Arba’in hal. 86]

----

DALIL KE DUA BELAS : Ijma’ Para Ulama

Ada yang mengatakan :

"وَالْخِلَافُ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ ضَعِيفٌ، وَمَذْهَبُ مَنْ اسْتَحَبَّ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ وَأَجَازَهَا هُوَ الْأَقْوَى، حَتَّى إِنَّ بَعْضَ الْعُلَمَاءِ رَحِمَهُمُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ رَأَى أَنَّ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ فِيهَا إِجْمَاعٌ وَصَرَّحُوا بِذَلِكَ".

Perbedaan pendapat dalam masalah ini lemah, dan pendapat orang-orang yang menganjurkan membaca Al-Qur'an dan membolehkannya adalah yang paling kuat, bahkan sebagian ulama rahimahumullah melihat bahwa masalah ini telah terjadi ijma’ dan mereka menyatakannya secara jelas.

Diantara yang menyebutkan ijma’ ini adalah Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali rahimahullah ta’ala, dia berkata:

(وَأَنَّهُ إجْمَاعُ الْمُسْلِمِينَ؛ فَإِنَّهُمْ فِي كُلِّ عَصْرٍ وَمِصْرٍ يَجْتَمِعُونَ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَيُهْدُونَ ثَوَابَهُ إلَى مَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ. وَلِأَنَّ الْحَدِيثَ صَحَّ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ: (إنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ) وَاَللَّهُ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يُوصِلَ عُقُوبَةَ الْمَعْصِيَةِ إليه، وَيَحْجِبُ عَنْهُ المثُوبةَ)

“Dan dalil bagi kami adalah -sebagaimana telah kami sebutkan- yaitu ijma’ umat Islam; karena mereka di setiap zaman dan negeri berkumpul, membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit mereka tanpa ada penolakan.

Dan karena hadits shahih dari Nabi : ‘Sesungguhnya mayit disiksa karena tangisan keluarganya atasnya,’ dan Allah lebih mulia daripada mengantarkan siksa atas dosa kepadanya, dan menutup pahala darinya.” (Al-Mughni 2/423–424).

****

PENDAPAT KETIGA : 
DIPERBOLEHKAN SAAT PEMAKAMAN, TAPI DIMAKRUHKAN DI SELAIN ITU.

Boleh Dan tidak Makruh baca al-Qur’an saat penguburan mayit. Ini adalah pendapat pilihan Ibnu Taimiyyah dan pilihan Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi.

Mereka menghukumi makruh baca al-Qur’an diatas kuburan, namun mengecualikan membaca al-Qur’an saat pemakaman , maka itu diperbolehkan. [lihat: (Iqtidā al-irāṭ al-Mustaqīm) (2/264), (Majmū al-Fatāwā) (24/317) dan (Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah 2/675-676)].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) berkata dalam *Iqtidho’ Ash-Shiroth Al-Mustaqim* 2/264:

(القِرَاءَةُ عِنْدَهُ وَقْتَ الدَّفْنِ لَا بَأْسَ بِهَا، كَمَا نُقِلَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، وَبَعْضِ المُهَاجِرِينَ، وَأَمَّا القِرَاءَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ـ مِثْلَ الَّذِينَ يَنْتَابُونَ القَبْرَ لِلْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ ـ فَهَذَا مَكْرُوهٌ، فَإِنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ مِثْلُ ذَلِكَ أَصْلًا، وَهَذِهِ الرِّوَايَةُ لَعَلَّهَا أَقْوَى مِنْ غَيْرِهَا، لِمَا فِيهَا مِنَ التَّوْفِيقِ بَيْنَ الدَّلَائِلِ)

“Membaca (Al-Qur’an) di sisi kuburan pada saat penguburan itu tidak mengapa, sebagaimana dinukil dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan sebagian kaum Muhajirin.

Adapun membaca setelah itu -seperti orang-orang yang datang berulang kali ke kubur untuk membaca di dekatnya- maka hal itu makruh, karena tidak dinukil sama sekali dari seorang pun dari kalangan salaf. Riwayat ini barangkali lebih kuat daripada selainnya, karena di dalamnya terdapat upaya menggabungkan berbagai dalil.”

Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi (wafat 792 H) dalam Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah 2/675-676 berkata :

[اخْتِلَافُ الْعُلَمَاءِ فِي حُكْمِ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقُبُورِ]

‌وَاخْتَلَفَ ‌الْعُلَمَاءُ ‌فِي ‌قِرَاءَةِ ‌الْقُرْآنِ ‌عِنْدَ ‌الْقُبُورِ، ‌عَلَى ‌ثَلَاثَةِ ‌أَقْوَالٍ: هَلْ تُكْرَهُ، أَمْ لَا بَأْسَ بِهَا وَقْتَ الدَّفْنِ، وَتُكْرَهُ بَعْدَهُ؟

فَمَنْ قَالَ بِكَرَاهَتِهَا، كَأَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ - قَالُوا: لِأَنَّهُ مُحْدَثٌ، لَمْ تَرِدْ بِهِ السُّنَّةُ، وَالْقِرَاءَةُ تُشْبِهُ الصَّلَاةَ، وَالصَّلَاةُ عِنْدَ الْقُبُورِ مَنْهِيٌّ عَنْهَا، فَكَذَلِكَ الْقِرَاءَةُ.

وَمَنْ قَالَ: لَا بَأْسَ بِهَا، كَمُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ - اسْتَدَلُّوا بِمَا نُقِلَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ أَوْصَى أَنْ يُقْرَأَ عَلَى قَبْرِهِ وَقْتَ الدَّفْنِ بِفَوَاتِحِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَوَاتِمِهَا. وَنُقِلَ أَيْضًا عَنْ بَعْضِ لْمُهَاجِرِينَ قِرَاءَةُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ.

وَمَنْ قَالَ: لَا بَأْسَ بِهَا وَقْتَ الدَّفْنِ فَقَطْ، وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ - أَخَذَ بِمَا نُقِلَ عَنْ عُمَرَ وَبَعْضِ الْمُهَاجِرِينَ.

وَأَمَّا بَعْدَ ذَلِكَ، كَالَّذِينِ يَتَنَاوَبُونَ الْقَبْرَ لِلْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ - فَهَذَا مَكْرُوهٌ، فَإِنَّهُ لَمْ تَأْتِ بِهِ السُّنَّةُ، وَلَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ مِثْلَ ذَلِكَ أَصْلًا".

Perbedaan pendapat para ulama tentang hukum membaca Al-Qur’an di sisi kuburan.

Para ulama berbeda pendapat tentang membaca Al-Qur'an di kuburan menjadi tiga pendapat:

Apakah hukumnya makruh, atau tidak mengapa ketika pemakaman, namun makruh setelahnya ???.

Pendapat Pertama : Mereka yang berpendapat makruh seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam satu riwayat, mengatakan bahwa hal itu adalah perkara baru yang tidak ada sunnahnya. Membaca Al-Qur'an menyerupai shalat, sedangkan shalat di kuburan dilarang, demikian pula membaca Al-Qur'an.

Pendapat Kedua : Mereka yang berpendapat tidak mengapa seperti Muhammad bin Al-Hasan dan Ahmad dalam salah satu riwayat, berdalil dengan riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau berwasiat agar dibacakan pada kuburnya saat pemakaman awal Surah Al-Baqarah dan akhirnya. Juga diriwayatkan dari sebagian kaum Muhajirin bahwa mereka membaca Surah Al-Baqarah.

Pendapat Ketiga : Mereka yang berpendapat tidak mengapa hanya saat pemakaman saja, yaitu satu riwayat dari Ahmad, mengambil dalil dari riwayat Ibnu Umar dan sebagian kaum Muhajirin tersebut. Adapun setelah itu, seperti bergiliran mendatangi kubur untuk membaca Al-Qur'an di sisinya, maka hal itu makruh, karena tidak datang dalam sunnah dan tidak diriwayatkan dari seorang pun dari kalangan salaf sama sekali.

Lalu Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi berkata :

وَهَذَا الْقَوْلُ لَعَلَّهُ أَقْوَى مِنْ غَيْرِهِ، لِمَا فِيهِ مِنَ التَّوْفِيقِ بَيْنَ الدَّلِيلَيْنِ

Pendapat ini lebih kuat dibanding selainnya karena menggabungkan dalil-dalil yang ada.

Posting Komentar

0 Komentar