Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PENDAPAT IBNU TAIMIYAH Tentang QUNUT SHUBUH, NAAZILAH DAN WITIR

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM



PERKATAAN IBNU TAIMIYAH TENTANG QUNUT


Syeikhul Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam kitabnya “مجموع الفتاوى “ 22/269 dan “الفتاوى الكبرى” 2/118 berkata:

“اختلف العلماء اختلافاً كثيراً حول محل القنوت وأوقاته؛

فطائفة من أهل العراق اعتقدت أن النبي - صلى الله عليه وسلم - لم يقنت إلا شهراً ثم تركه على وجه النسخ له فاعتقدوا أن القنوت في المكتوبات منسوخ،

وطائفة من أهل الحجاز اعتقدوا أن النبي ما زال يقنت حتى فارق الدنيا، ثم منهم من اعتقد أنه كان يقنت قبل الركوع، ومنهم من كان يعتقد أنه كان يقنت بعد الركوع (ابن تيمية: فتاوى، 22/269).

وأما فقهاء أهل الحديث كأحمد وغيره فيجوزون كلا الأمرين، لمجيء السنة الصحيحة بهما، وإن اختاروا القنوت بعده لأنه أكثر وأقيس؛ فإن سماع الدعاء مناسب لقول العبد سمع الله لمن حمده، فإنه يشرع الثناء على الله قبل دعائه، كما بُنيت فاتحة الكتاب على ذلك، أولها ثناء وآخرها دعاء. (ابن تيمية: فتاوى، 23/100)


“Para ulama telah terjadi perbedaan pendapat sekitar qunut dan waktu-waktu nya dengan perbedaan yang banyak.

[PERTAMA]: SEGOLONGAN ULAMA AHLI IRAQ:


Mereka berkeyakinan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak ber qunut kecuali hanya sebulan saja kemudian meninggalkannya, sebagai bentuk penghapusan syariat qunut, maka mereka berkeyakinan bahwa syariat Qunut dalam sholat-sholat maktubah telah di hapus (منسوخ).

[KEDUA]: SEGOLONGAN ULAMA AHLI HIJAZ * (yakni: Makkah, Madinah dan sekitarnya):


Mereka berkeyakinan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم masih terus ber-Qunut hingga beliau meninggal dunia. Kemudian – letak qunutnya - diantara mereka (ada 3 pendapat):

  1. Ada yang berkeyakinan bahwa beliau صلى الله عليه وسلم berqunut sebelum Ruku’.
  2. Sebagian mereka berkeyakinan bahwa beliau صلى الله عليه وسلم berqunut setelah ruku’. (Baca: Majmu’ Fataawaa 22/269)
  3.  adapun para Fuqoha Ahli Hadits seperti Imam Ahmad dan lainnya: Mereka membolehkan dua-duanya (qunut sebelum ruku dan sesudahnya).


Karena adanya dalil sunnah yang shahih untuk masing-masing. Dan jika memilih setelah Ruku’ maka itu adalah sunnah yang lebih banyak diamalkan dan lebih sesuai dengan Qiyas [analogi], karena mendengar doa setelah ruku’ itu terdapat munasabah [kecocokan] dengan perkataan seorang hamba “سمع الله لمن حمده”, karena dengan demikian hamba tsb memulainya dengan pujian kepada Allah sebelum berdoa, sama seperti urutan kandungan dalam surat al-Fatihah, diawali dengan pujian dan di akhiri dengan doa “. (Baca: Majmu’ Fataawaa 23/100).

Kemudian Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mentarjih pendapat yang ke tiga.
Beliau berkata:

والصواب هو القول الثالث الذي عليه جمهور أهل الحديث وكثير من أئمة أهل الحجاز.

وهو الذي ثبت في الصحيحين وغيرهما: أنه صلى الله عليه وسلم قنت شهرا يدعو على رعل وذكوان وعصية ثم ترك هذا القنوت.

ثم إنه بعد ذلك بمدة بعد خيبر.

وبعد إسلام أبي هريرة قنت ، وكان يقول في قنوته: " اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الوَلِيدَ بْنَ الوَلِيدِ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ المُسْتَضْعَفِينَ مِنَ المُؤْمِنِينَ ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ ، اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ ".

فلو كان قد نسخ القنوت لم يقنت هذه المرة الثانية.

وقد ثبت عنه في الصحيح أنه قنت في المغرب وفي العشاء الآخرة.

وفي السنن: أنه كان يقنت في الصلوات الخمس ، وأكثر قنوته كان في الفجر. ولم يكن يداوم على القنوت في الفجر ولا في غيرها ، بل قد ثبت في الصحيحين عن أنس أنه قال: لم يقنت بعد الركوع إلا شهرا ".


Dan yang benar adalah pendapat yang ke tiga, yaitu pendapat Jumhur Ahli Hadits dan kebanyakan para Imam Ahli Hijaz.

Dan itu adalah yang sesuai dengan yang terdapat dalam shohih Bukhori, Muslim dan lainnya: bhw Beliau صلى الله عليه وسلم berqunut satu bulan berdoa atas Ra’l, Dzakwan dan ‘Ushaiyyah, kemudian beliau meninggalkan qunut ini.

Kemudian setelah lewat satu masa Beliau صلى الله عليه وسلم berQunut lagi setelah perang Khaibar.

Dan juga setelah Abu Hurairah RA masuk Islam, Beliau صلى الله عليه وسلم qunut lagi. Doa qunut yang beliau ucapkan adalah:

“اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الوَلِيدَ بْنَ الوَلِيدِ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ المُسْتَضْعَفِينَ مِنَ المُؤْمِنِينَ ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ ، اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ ".


Maka, jika seandainya amalan qunut itu di mansukh/di hapus, tentunya Beliau صلى الله عليه وسلم tidak akan mengulang untuk kedua kalinya.

Dan juga telah ada hadits Shahih bahwa beliau صلى الله عليه وسلم Qunut di waktu Sholat Maghrib dan Isya akhir.

Dan Dalam kitab-kitab hadits Sunan di sebutkan: bahwa beliau berqunut dalam sholat lima waktu, akan tetapi yang paling banyak qunutnya di waktu sholat shubuh. Namun tidak terus menerus berqunut, baik di waktu shubuh maupun di waktu lainnya. Bahkan telah ada ketetapan dalam dalam Shahih Bukhori dan Muslim dari Anas bhw beliau berkata: “ Beliau tidak berqunut setelah Ruku’ kecuali satu bulan “. (Selesai perkataan Ibnu Taimiyah)
Baca: “مجموع الفتاوى “ 22/269 dan “الفتاوى الكبرى” 2/118.


* END NOTE

HIJAZ: Daerah ini memanjang sejajar dengan Laut Merah “Laut Hijaz”. Di sebelah selatan Hijaz terdapat Kota Al-Qunfudzah dan Al-Lits, juga mencakup Kota Makkah, Thaif, Jeddah, Rabigh, Mandinah, Yanbu’, dan kota-kota sekitarnya. Sementara di sebelah utara, terdapat Kota Umm Lajj, Badar Al-Ula, Hanakiyah, dan Madain Shalih.
 

Dari Laut Merah, sebelah barat Hijaz menuju timur terdapat Tha’if, Herrat Al-Buqum, Ranyah, Al-Khurmah, kota-kota di timur pegunungan Hijaz, Madinah, Al-Ula, Madain Shalih, dan perbatasan Hijaz yang berujung di Gunung Hadhan, terletak di puncak Najed, sebelah utara Herrat Al-Buqum.
Gunung Hadhan telah dikenal orang-orang Arab tempo dulu. Hal ini dinyatakan dalam ungkapan mereka yang terkenal:
" ..Siapa yang telah melihat Hadhan, Berarti dia telah memasuki wilayah Najed.."

Maksudnya, seseorang yang berangkat dari Makkah menuju Timur, lalu melihat Gunung Hadhan berarti dia telah memasuki Najed. Saat ini, Hijaz terbagi menjadi dua daerah; Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah.
 

Menurut DR Bakar Abu Zaid, alasan penggunaan nama Hijaz ada dua. Pertama, karena disabuki dan dikelilingi pegunungan atau tanah bebatuan, atau dengan keduannya, sehingga dinamakan Hijaz. Kata “hijaz” berasal dari kata “ihtijaz”, yaitu mengikat bagian tengah dengan sabuk atau ikat pinggang.
 

Kedua, karena pegunungan dan tanah bebatuannya memisahkan Najed dengan Sarah, Yaman, dan Tihamah, atau memisahkan Syam dengan Ghaur.
 

Berdasarkan geografis, Hijaz terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Hijaz Madinah, yaitu wilayah yang dibatasi oleh Hirar. Hirar adalah garis yang membentuk gugusan batu-batu hitam yang memanjang dari selatan ke utara dalam rangkaian berurutan. Terkadang melebar, tetapi terkadang menyempit di beberapa tempat. Tepatnya, dari dekat Makkah hingga ke Madinah, lalu Tabuk. Ia berdiri di Herrat Bani Sulaim, Herrat Waqim, Herrat Laila, Herrat Syauran, dan Herrat Api yang merupakan gugusan terpanjang.
  2. Hijaz Aswad, yaitu daerah yang dikelilingi oleh deretan pegunungan Sarah Syanau’ah. Pegunungan ini merupakan pegunungan terbesar di negara Arab. Sarah artinya puncak sesuatu. Seperti ungkapan ini juga digunakan untuk menyebut punggung unta “Sarah”. Wilayah ini membentang dari Gunung Tatslits di sebelah selatan hingga ke Thaif utara. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)


Posting Komentar

0 Komentar