KAUM KHAWARIJ DAN DIALOG
MEREKA DENGAN JURU BICARA ALI BIN ABI THALIB DI NAHRAWAN
Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
====
DAFTAR ISI:
- PENDAHULUAN:
- KHAWARIJ ADALAH BID'AH PERTAMA YANG MUNCUL
DALAM ISLAM.
- HUKUM WASHILAH SAMA DENGAN HUKUM MAKSUD DAN
TUJUAN. DOSA MENGHILANGKAN NYAWA SEORANG MUSLIM ITU MEMBUAT KEKAL DI
NERAKA
- DARAH DAN KEHORMATAN KAUM MULIMIN WAJIB DI
JAGA.
- IBADAH KAUM KHAWARIJ LUAR BIASA, SESUAI DALIL,
TAPI PERCUMA. MAKA JANGAN MUDAH TERPUKAU! LIHAT DULU EFEK NEGATIF
MANHAJNYA!
- LANGKAH PREVENTIF [سَدُّ الذَّرِيْعَةِ] GUNA MELINDUNGI UMAT ISLAM DARI BAHAYA FAHAM KHAWARIJ,
PERPECAHAN DAN PERTUMPAHAN DARAH.
- SLOGAN KAUM KHAWARIJ: "Tidak Ada Hukum
Kecuali Hukum Allah".
- KEMUNCULAN KHAWARIJ BERAWAL DARI PEMAHAMAN
DALIL YANG SALAH:
- DALIL KHAWARIJ YANG MEWAJIBKAN MEREKA
MEMISAHKAN DIRI DARI KAUM MUSLIMIN:
- CARA KHAWARIJ BERDALIL ITU TERBALIK
- KAFIR DZIMMI BAGI KHAWARIJ LEBIH MULIA DARI
PADA MUSLIM SELAINNYA
- DIALOG SEBELUM PERANG BERKECAMUK ANTARA JUBIR
ALI radhiyallaahu ‘anhu DENGAN KHAWARIJ
- KISAH PEMBUNUHAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB radhiyallaahu
‘anhu OLEH KAUM KHAWRIJ
- KAUM KHAWARIJ AKAN SELALU ADA HINGGA MUNCUL
DAJJAL.
- LIMA CIRI UTAMA DAN KHAS YANG MELEKAT
PADA KAUM KHAWARIJ.
- CIRI MANHAJ KAHWARIJ KONTEMPORER:
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
PENDAHULUAN:
Abu
Barzah radhiyallahu 'anhu berkata:
أُتيَ رسولُ اللهِ ﷺ بدَنانيرَ،
فكان يَقسِمُها وعندَه رَجُلٌ أسوَدُ مَطمومُ الشَّعرِ عليه ثَوبانِ أبيَضانِ
بيْنَ عَينَيْه أثرُ السُّجودِ، فتَعرَّضَ لرسولِ اللهِ ﷺ، فأتاه مِن قِبلِ وَجهِه
فلمْ يُعطِه شيئًا، ثُمَّ أتاه مِن خَلْفِه فلمْ يُعطِه شيئًا، فقال: واللهِ يا
محمَّدُ، ما عَدَلتَ منذ اليومَ في القِسمةِ! فغَضِبَ رسولُ اللهِ ﷺ غَضَبًا
شَديدًا، ثُمَّ قال: واللهِ لا تَجِدونَ بَعدي أحَدًا أعدلَ عليكم منِّي، قالها
ثلاثًا، ثُمَّ قال: يَخرُجُ مِن قِبلِ المَشرِقِ رِجالٌ، كأنَّ هذا منهم، هَديُهم
هكذا؛ يَقرَؤونَ القُرآنَ لا يُجاوِزُ تَراقيَهم، يَمرُقونَ مِن الدِّينِ كما
يَمرُقُ السَّهمُ مِن الرَّميَّةِ، لا يَرجِعونَ إليه، -ووَضَعَ يدَه على صَدرِه-
سِيماهم التَّحْلِيقُ ، لا يَزالونَ يَخرُجونَ حتى يَخرُجَ آخِرُهم، فإذا
رَأَيتُموهم فاقْتُلوهم، قالها ثلاثًا، شرُّ الخَلقِ والخَليقةِ، قالها
ثلاثًا".
[Pada
saat usai perang Hunain di Ja'ronah] sejumlah uang dinar didatangkan kepada
Rasulullah ﷺ lalu beliau membagi-bagikannya. Ada seorang
laki-laki berkulit hitam, rambutnya dicukur [gundul], mengenakan dua lembar
kain berwarna putih dan di antara kedua matanya terdapat BEKAS SUJUD.
Dia
mendatangi Rasulullah ﷺ dari arah
depan, tetapi Rasulullah ﷺ tidak
memberinya sesuatu pun, kemudian dia mendatanginya dari arah kanan, tetapi
Rasulullah ﷺ juga tidak memberikannya sesuatu pun, lalu dia
mendatanginya dari arah belakang, namun Rasulullah ﷺ pun
tidak memberikannya.
Dia
lantas berkata: “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi ﷺ marah
besar.
Beliau
bersabda: “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan
orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak
tiga kali.
Kemudian
beliau bersabda:
“Akan
keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilannya. Seakan-akan
orang ini bagian dari mereka. Mereka membaca al-Qur’an namun al-Qur’an tidaklah
melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah
melesat dari binatang buruannya, kemudian mereka tidak akan kembali kepada
agama - dan beliau meletakkan tangannya di dadanya – ciri mereka GUNDUL.
Kelompok
ini tidak akan berhenti keluar sampai yang terakhir keluar [yakni Dajjaal].
Jika
kalian melihat mereka, maka kalian bunuhlah mereka - beliau mengatakannya tiga
kali- mereka adalah seburuk-buruknya makhluk dan penciptaan - beliau mengatakannya
tiga kali".
[HR.
Ahmad no. 19783 dan al-Haakim no. 2574]
Al-Hakim
berkata: "Ini hadits Shahih sesuai syarat Shahih Muslim, namun Bukhori dan
Muslim tidak meriwayatkannya ".
Syu'aib
al-Na'uth berkata: Shahih Lighoirihi tanpa kata: “Hingga keluar yang terakhir
".
Dalam
Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu terdapat tambahan sabda Rosulullah ﷺ:
“آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى
عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ
وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ".
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ:
“فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَأَشْهَدُ
أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ
الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ
النَّبِيِّ ﷺ الَّذِي نَعَتَهُ ".
“Ciri-ciri
mereka adalah adanya seorang laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua
lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang
bergerak-gerak. Mereka akan muncul pada zaman saat timbulnya perpecahan di
antara umat Islam".
Abu
Sa'id berkata:
Aku
bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah ﷺ dan aku
bersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya
saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari pria tersebut [seorang laki-laki
berkulit hitam yang salah satu lengan atasnya bagaikan payudara wanita]. Lalu
orang itu diketemukan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti
yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi ﷺ". [HR. Bukhori no. 3610 dan Muslim
no. 1064]
===***===
KHAWARIJ ADALAH BID'AH PERTAMA YANG MUNCUL DALAM ISLAM
"Al-Khawarij"
adalah salah satu kata yang sering diucapkan belakangan ini, digunakan untuk
menggambarkan beberapa golongan [firqoh] dan organisasi yang dianggap sesat,
radikal, teroris, pemecah belah umat dan pengadu domba antara umat Islam dengan
para penguasa muslim yang mereka anggap Thaghut. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman yang jelas tentang karakteristik Al-Khawarij sebagaimana yang
disebutkan dalam hadis-hadis Nabawi, agar setiap kelompok ditempatkan sesuai
dengan posisinya yang pantas, berdasarkan sejauh mana mereka mendekati
ciri-ciri ini atau sejauh mana mereka menjauhinya.
Dalam
hadis-hadis Nabawi, hanya Al-Khawarij yang diberikan peringatan khusus dan
sejak dini oleh Nabi ﷺ dari
berbagai macam firqoh yang akan muncul dalam umat ini.
Lebih
dari dua puluh hadis yang shahih atau hasan diriwayatkan tentang mereka, ini
disebabkan oleh bahaya serius yang mereka miliki terhadap umat ini, pengecohan
ajaran mereka dan pengelabuan mereka terhadap umat. Karena penampilan mereka
tampak shaleh, agamis dan beretika, ditambah lagi perkataan mereka yang memukau
dikemas dengan dalil-dalil al-Qur'an dan hadits yang berdasarkan pemahaman yang
salah, tidak sesuai pemahaman para sahabat radhiyallahu 'anhum. Sementara
dampak negatif faham mereka tidak terbatas pada pandangan dan pemikiran saja,
akan tetapi juga pada perpecahan, permusuhan dan pertumpahan darah kaum
muslimin.
Target
dan sasaran utama mereka adalah umat Islam dengan hujjah bahwa umat Islam
selain golongannya adalah sesat, bahkan kafir dan musyrik. Dengan demikian
menurutnya wajib di tahdzir dan dilecehkan kehormatannya dengan cara
mengghibahnya serta halal ditumpahkan darahnya.
Rosulullah
ﷺ bersabda:
“يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ
وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ
قَتْلَ عَادٍ ".
"Mereka
membunuh umat Islam, akan tetapi mereka membiarkan para penyembah berhala.
Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bantai mereka sebagaimana
kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Kaum
Khawarij adalah sekte pertama yang menyimpang dan bid'ah pertama muncul dalam
sejarah umat Islam.
Syekhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata:
وَكَانَتْ الْبِدَعُ الْأُولَى
مِثْلَ بِدْعَةِ الْخَوَارِجِ إِنَّمَا هِيَ مِنْ سُوءِ فَهْمِ الْقُرْآنِ لَمْ
يَقْصِدُوا مُعَارَضَتَهُ، لَكِنْ فَهِمُوا مِنْهُ مَا لَمْ يَدُلُّ عَلَيْهِ.
"Bid'ah
pertama muncul adalah semisal bid'ah kaum Khawarij, awal munculnya berasal dari
kesalahpahaman terhadap Al-Qur'an. Mereka tidak bermaksud untuk mengingkarinya,
akan tetapi mereka memahami darinya tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
al-Quran". [Majmu' al-Fataawaa: 13/30].
Ibnu
Qayim rahimahullah berkata:
وَالَّذِي صَحَّ عَنْ
النَّبِيِّ ﷺ ذِمَّهُمْ مِنْ طَوَائِفِ أَهْلِ الْبِدَعِ: هُمُ الْخَوَارِجُ،
فَإِنَّهُ قَدْ ثُبِتَ فِيهِمُ الْحَدِيثُ مِنْ وُجُوهِ كُلِّهَا صَحِيحٍ؛ لِأَنَّ
مَقَالَتَهُمْ حَدَثَتْ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ، وَكَلِمَةُ رَئِيسِهِمْ.
“Kelompok
ahli bid’ah yang dikecam Nabi ﷺ berdasarkan riwayat shahih adalah kaum khawarij. Terdapat
hadits tentang mereka yang datang dari berbagai jalur riwayat, dan semuanya
shahih ; Karena ucapan-ucapan mereka terjadi pada zaman Nabi ﷺ, dan
begitu pula ucapan pemimpin mereka." (Tahdzib Sunan Abu Daud, dengan
hamisy ‘Ma’alim Sunan, 7/61)
Kaidah
Atau Batasan Untuk Mengetahui Sesorang itu Khawarij adalah sbb:
إِذَا أَظْهَرَ الْقَوْلَ
بِالْخُرُوجِ عَلَى وُلاَةِ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ كَفَّرَ لِمُسْلِمِينَ
بِالْكَبَائِرِ أَوْ صَحَّحَ مَذْهَبَ الْخَوَارِجِ وَاِسْتَحَلَّ الدِّمَاءَ
بِاسْمِ الْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَإِنْكَارَ الْمُنْكَرِ فَتِلْكَ هِيَ
الضُّوَابِطُ الَّتِي يُعْرَفُ بِهَا الْخَوَارِجُ.
“Jika
terang-terangan mengikrarkan kata keluar dari ketaataan terhadap pemerintah
yang mengayomi urusan umat Islam, atau mengkafirkan umat Islam hanya karena
melakukan dosa besar, atau membenarkan doktrin atau madzhab Khawarij dan
menghalalkan pertumpahan darah dengan mengatas namakan jihad di jalan Allah dan
nahyi munkar, maka inilah batasan-batasan untuk mengetahui kaum Khawarij.”
Bid'ah
Khawarij ini adalah bid'ah yang diisyaratkan dalam hadits 'Irbadh bin Sariyah
radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
“صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ الصُّبْحَ
ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً،
ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ:
يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ
إِلَيْنَا؟ قَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ،
وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى
اخْتِلاَفًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، فَتَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ".
“Rasulullah
ﷺ shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian
beliau menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat
menyentuh, membuat air mata mengalir ﴿dzarafat minha al 'uyuun﴾ dan hati bergetar takut ﴿wajilat minha
al quluub﴾.
Lalu
seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, seolah-olah ini adalah nasihat orang
yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa yang engkau wasiatkan kepada
kami?"
Beliau
berkata: "Aku mewasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mau
mendengarkan, patuh dan taat, meskipun kepada seorang budak hitam
Habasyi Mujadda' [yang cacat terpotong hidung, tangan dan kakinya].
Sesungguhnya
orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka
ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang
teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham.
Dan
jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara
baru yang diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat".
(HR.
Abu Dawud (4607), At Tirmidzi (2676), Ibnu Majah (42, 43, 44), Ahmad (4/126),
Ad Darimi (95) At Thabrani dalam Al Kabir (263), Ibnu Hibban (1/178), Al Hakim
dalam Al Mustadrak (1/176) dan Al Baihaqi dalam Al Kubra (10/114).
FIQH
HADITS: Nabi ﷺ memerintahkan
umat nya agar taat terhadap pemerintah atau pemimpin yang lurus, meskipun
pemimpinnya itu adalah seorang hamba habasyah [afrika negro] yang cacat
terpotong hidung, tangan dan kakinya. Artinya: beliau ﷺ melarang
umatnya bersikap dan melakukan tindakan yang mengandung unsur ketidaktaatan
terhadap pemerintah atau penguasa ; karena jika tidak taat padanya, maka itu
adalah wasiilah yang mengantarkan pada timbulnya gejolak, fitnah, perpecahan
umat, bahkan pertumpahan darah.
****
HUKUM WASILAH SAMA DENGAN HUKUM MAKSUD DAN TUJUAN.
DOSA MENGHILANGKAN NYAWA SEORANG MUSLIM MEMBUAT KEKAL DI NERAKA
Dalam
sebuah qaidah tentang hukum wasilah dan sarana di katakan:
الوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ
المَقَاصِدِ
"Semua
wasilah [sarana] baginya berlaku semua hukum yang dimaksud".
Manhaj
khawarij adalah manhaj pemecah belah dan manhja yang menghalalkan darah kaum
muslimin yang bukan golongannya. Dengan demikian manhaj Kahwarij adalah wasilah
atau pengantar pada permusushan dan pertumpahan darah kaum muslimnin.
Maka
kepada para da'i harus betul-betul bijak dan penuh hikmah dalam berdakwah dan
menyampaikan materi, jangan sampai isi materi dakwahnya sarat dengan wasilah
permusuhan yang mengantarkan pada pertumpahan darah.
Sementara
dosa menumpahkan darah satu muslim saja membuat pembununya kekal dalam api
neraka, jika Allah tidak mengampuninya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا
مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا
“Dan
barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah
neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya
serta menyediakan azab yang besar baginya". [QS. An-Nisaa: 93]
Dan
Allah SWT berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ
أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ
أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ
رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي
الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya". [QS. al-Maidah: 32]
Dan
hukuman atas pembunuhan biasa yang disengaja di dunia adalah qishash [penggal
leher] jika keluarga kobannya tidak memaafkannya. Allah SWT berfirman:
﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ ﴾
"Wahai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan
dengan orang yang dibunuh". [QS. al-Baqarah: 178].
Ayat
diatas berkaitan dengan pembunuhan biasa yang di sengaja. Lain lagi dengan kaum
pemberontak, pembuat kerusakan dan penumpah darah kaum muslimin, maka Allah SWT
berfirman:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ
يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ
يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ
خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ
وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau diasingkan dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, QS Al Maidah ayat 33
Sebab
turun ayat ini: Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu bahwa;
أَنَّ رَهْطًا مِنْ عُكْلٍ
[وعُرَيْنَة] ثَمَانِيَةً قَدِمُوا عَلَى النَّبِيِّ ﷺ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ
فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْغِنَا رِسْلًا قَالَ مَا أَجِدُ لَكُمْ إِلَّا
أَنْ تَلْحَقُوا بِالذَّوْدِ فَانْطَلَقُوا فَشَرِبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا
وَأَلْبَانِهَا حَتَّى صَحُّوا وَسَمِنُوا وَقَتَلُوا الرَّاعِيَ وَاسْتَاقُوا
الذَّوْدَ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ فَأَتَى الصَّرِيخُ النَّبِيَّ ﷺ
فَبَعَثَ الطَّلَبَ فَمَا تَرَجَّلَ النَّهَارُ حَتَّى أُتِيَ بِهِمْ فَقَطَّعَ
أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ ثُمَّ أَمَرَ بِمَسَامِيرَ فَأُحْمِيَتْ فَكَحَلَهُمْ
بِهَا وَطَرَحَهُمْ بِالْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَمَا يُسْقَوْنَ حَتَّى مَاتُوا
قَالَ أَبُو قِلَابَةَ قَتَلُوا وَسَرَقُوا وَحَارَبُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ ﷺ
وَسَعَوْا فِي الْأَرْضِ فَسَادًا
Ada
rambongan pasukan berjumlah sekitar delapan orang dari ‘Ukl (dan Uroinah) yang
menghadap Nabi ﷺ lalu
mereka terkena penyakit yang sedang mewabah di Madinah.
Mereka
berkata: "Wahai Rasulullah, bantulah kami untuk mendapatkan susu
unta".
Beliau
berkata: "Aku tidak dapat membantu kalian kecuali jika kalian memberikan
sekitar tiga sampai sepuluh ekor unta".
Maka
mereka berangkat mencarinya lalu mereka meminum air seni unta-unta itu dan
susunya hingga mereka menjadi sehat dan menjadi gemuk-gemuk, Kemudian mereka
membunuh pengembala unta itu dan mencuri unta-unta tadi serta mereka kembali
menjadi kafir setelah Islam.
Maka
Beliau mengutus orang untuk mencari mereka dan akhirnya sebelum matahari
meninggi pada siang hari itu mereka didatangkan. Maka tangan-tangan dan
kaki-kaki mereka dipotong lalu Beliau memerintahkan untuk membawa paku yang
dipanaskan lalu mereka dipaku dengannya dan dijemur dibawah panas terik hingga
mereka meminta minum namun tidak diberi hingga mereka mati.
Abu
Qilabah berkata: "Mereka telah membunuh dan mencuri serta memerangi Allah
dan Rosul-Nya ﷺ dan telah
berbuat kerusakan di muka bumi". (HR. al-Bukhori dalam Shahihnya no.
2795).
Dengan
dasar hadits Anas inilah al-Hajjaj bin Yusuf at-Tsaqofi menghukum mati dengan
cara memutilasi dan mansalib seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Zubair
bin Awaam, putra Zubair bin Awaam dari Istrinya Asma binti Abu Bakar
ash-Shiddiiq. Beliau oleh al-Hajjaaj di potong-potong tangan dan kakinya secara
menyilang kemudian di salib diatas pohon kurman di Makkah.
Oleh
sebab itu, al-Hasan al-Bashri menegur dan mengingkari Anas bin Malik ketika
beliau menyampaikan hadits Nabi ﷺ tentang
kisah Uroniyyin ini kepada al-Hajjaj bin Yusuf at-Tsaqofi.
Al-Hasan
al-Bashri menegur Anas bin Malik dengan mengatakan: “Kenapa kau ceritakan
hadits ini kepada al-Hajjaaj???”. Padahal Al-Hasan al-Bashri ini seorang
Tabi’ii, tapi beliau menegur seorang sahabat, yaitu Anas bin Malik
radhiyallaahu ‘anhu. Anas pun menyesalinya.
(Baca:
الضوابط الشرعية لموقف المسلم في الفتن dari muhaadhoroh Sholeh bin Abdul Aziiz
Aali Asy-Syeikh hal. 40).
****
DARAH DAN KEHORMATAN KAUM MULIMIN WAJIB DI JAGA
Nabi
ﷺ mengharamkan umatnya merusak dan menginjak-injak
kehormatan serta nama baik seorang muslim, apalagi menumpahkan darahnya.
Nabi
ﷺ pernah berkhutbah pada hari Nahr saat haji Wada',
yang di antara isinya adalah:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ
وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا،
فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فَأَعَادَهَا مِرَارًا ، ثُمَّ
رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ، اللَّهُمَّ هَلْ
بَلَّغْتُ – قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى
أُمَّتِهِ – فَلْيُبْلِغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ ، لاَ تَرْجِعُوا
بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.
“Sesungguhnya
darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, adalah haram atas
sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan
pada bulan kalian ini”. Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang.
Lalu
setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: “Ya Allah, sungguh
telah aku sampaikan hal ini. Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini.
Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Maka demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, sungguh wasiat tersebut adalah wasiat untuk ummat beliau”.
Nabi
bersabda: “Maka hendaknya yang hari ini menyaksikan dapat menyampaikannya
kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali kepada kekufuran
sepeninggalku, sehingga kalian satu sama lai saling membunuh”. (HR. Al
Bukhari).
Janganlah
mendustakan ayat-ayat Allah SWT dan sabda-sabda Nabi-Nya dengan menghalalkan
ghibah, Tajassus, melecehkan, menyudutkan dan melempar gelar busuk pada sesama
kaum mulimin yang dikemas dengan kemasan Tahdzir dan Nahyi Munkar demi untuk
melaris-maniskan pendapat-nya.
Allah
SWT berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ
مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ
وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ
لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11) ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih
baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan).
Dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang
lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang
mengolok-olokkan)
Dan
janganlah kalian saling mencela. Dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman; dan barang siapa yang
tidak bertobat, maka mereka itu orang-orang yang zalim. [QS. Al-Hujurat: 11]
Lalu
pada ayat berikutnya Allah SWT brfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا
كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) ﴾
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujuroot: 12]
Al-Hafidz
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/377 berkata:
“يَقُولُ تَعَالَى نَاهِيًا عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ
عَنْ كَثِيرٍ مِنَ الظَّنِّ، وَهُوَ التُّهْمَةُ وَالتَّخَوُّنُ لِلْأَهْلِ
وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ
إِثْمًا مَحْضًا، فَلْيُجْتَنَبْ كَثِيرٌ مِنْهُ احْتِيَاطًا ".
"Allah
Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk,
yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang
buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut
merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara
keseluruhan sebagai tindakan prefentive".
Ghibah
tetap haram, baik itu sedikit atau banyak sebagaimana dijelaskan dalam
hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
"قُلتُ لِلنَّبِيِّ ﷺ: حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ
كَذَا وَكَذَا. قَالَ: غَيْرُ مُسَدَّدٍ، تَعْنِي قَصِيرَةً، فَقَالَ: لَقَدْ قُلْتِ
كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ. قَالَتْ: وَحَكَيْتُ لَهُ
إِنْسَانًا. فَقَالَ: مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِي كَذَا وَكَذَا".
Aku
berkata kepada Nabi ﷺ: “Cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu
memiliki sifat demikian dan demikian.”
Salah
seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan ‘Aisyah, yaitu bahwa
Shafiyah itu orangnya pendek.
Maka
Nabi ﷺ bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah
kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan
merubahnya”.
[HR.
Abu Dawud (4875) dan Tirmidzi no. 2502. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Abu Dawud].
Dalam
ayat dan hadits diatas Allah SWT dan Rasul-Nya mengharamkan ghibah
[menggunjing]; karena hal ini sangat berkaitan erat dengan harga diri,
kehormatan dan nama baik masing-masing individu manusia.
Dan
kebanyakan manusia yang memiliki harga diri, mereka siap untuk mempertarukan
nyawanya demi untuk menjaga nama baik dan kehormatannya. Maka dengan demikian
perbuatan mengugunjing itu termasuk wasilah yang menimbulkan permusuhan dan
pertumpahan darah.
Sementara
menjaga nyawa merupakan darurat urutan kedua dari lima darurat yang wajib
dijaga. Urutan nomer satunya adalah darurat menjaga agama.
Oleh
sebab itu Nabi ﷺ melarang
membunuh musuh kafir dalam medan pertempuran ketika musuh tersebut mengucapkan
"La ilaaha illallah", meskipun nampaknya dan alibinya hanya
berpura-pura karena takut pedang. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits
berikut ini:
Dari
Abu Ma'bad yaitu al-Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
“قُلْتُ لِرَسُوْلِ الله ﷺ: أَرَأَيْتَ إِنْ
لَقِيتُ رَجُلًا مِنْ الْكُفَّارِ فَاقْتَتَلْنَا فَضَرَبَ إِحْدَى يَدَيَّ
بِالسَّيْفِ فَقَطَعَهَا ثُمَّ لَاذَ مِنِّي بِشَجَرَةٍ فَقَالَ أَسْلَمْتُ
لِلَّهِ أَأَقْتُلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَعْدَ أَنْ قَالَهَا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ لَا تَقْتُلْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ قَطَعَ إِحْدَى
يَدَيَّ ثُمَّ قَالَ ذَلِكَ بَعْدَ مَا قَطَعَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا
تَقْتُلْهُ فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أَنْ تَقْتُلَهُ
وَإِنَّكَ بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ كَلِمَتَهُ الَّتِي قَالَ ".
"Saya
berkata kepada Rasulullah ﷺ: “Bagaimanakah pendapat Engkau, jikalau saya bertemu seorang
dari golongan kaum kafir, kemudian kita BERPERANG, lalu ia memukul salah satu
dari kedua tanganku dengan pedang dan terus memutuskannya. Selanjutnya ia
bersembunyi daripadaku di balik sebuah pohon, lalu ia mengucapkan: "Saya
masuk Agama Islam karena Allah," apakah orang yang sedemikian itu boleh
saya bunuh, ya Rasulullah sesudah ia mengucapkan kata-kata seperti tadi
itu?"
Beliau
ﷺ menjawab: "Jangan engkau membunuhnya."
Saya
berkata lagi: "Ia sudah menebas salah satu dari kedua tanganku, kemudian
dia mengucapkan nya itu setelah menebasnya."
Rasulullah
ﷺ bersabda lagi: "Janganlah kamu membunuhnya,
jika kamu tetap membunuhnya, berarti dia berada di posisimu ketika kamu belum
membunuhnya, sedang kamu berada diposisi dia ketika sebelum ia mengucapkannya.
(Muttafaq
'alaih. Shahih Bukhori no. 3715, 4019 dan Shahih Muslim no. 95)
Dari
Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
إِلَى الحُرَقَةِ مِنْ جُهَيْنَةَ، قَالَ: فَصَبَّحْنَا القَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ،
قَالَ: وَلَحِقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ رَجُلًا مِنْهُمْ، قَالَ:
فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، قَالَ: فَكَفَّ عَنْهُ
الأَنْصَارِيُّ، فَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ، قَالَ: فَلَمَّا
قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ ﷺ، قَالَ: فَقَالَ لِي: «يَا أُسَامَةُ،
أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا، قَالَ: «أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا
قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ،
حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ اليَوْمِ
"Rasulullah
ﷺ mengirim kami dalam sebuah pasukan ke daerah
Huraqah dari suku Juhainah, maka kami dipagi hari menyerang mereka, dan kami
berhasil mengalahkan mereka.
Saya
dan seorang lagi dari kaum Anshar mengejar seorang lelaki dari golongan mereka
-musuh. Setelah kami mengepungnya, maka ia lalu mengucapkan: “La ilaha
illallah".
Orang
dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-,
sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya.
Setelah
kami datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi ﷺ,
kemudian beliau bertanya padaku: "Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya
setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?"
Saya
berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan
diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang
hatinya tidak meyakinkan itu."
Beliau
ﷺ bersabda lagi: "Adakah ia engkau bunuh setelah
mengucapkan La ilaha illallah?"
Ucapan
itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi ﷺ, sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa
saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan
menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam
diriku."
(Muttafaq
'alaih. Shahih Bukhori no. 6872 dan Shahih Muslim no. 96)
Nyawa
adalah amanah dari Allah pada masing-masing individu manusia, maka Allah SWT
melarang tindakan bunuh diri meskipun dalam keadaan terluka saat jihad fii
sabilillah.
Diriwayatkan
dari Sahal bin Sa’ad As-Saidi radhiyallaahu ‘anhu.
أنَّ رَسولَ اللَّهِ ﷺ التَقَى
هو والمُشْرِكُونَ، فَاقْتَتَلُوا، فَلَمَّا مَالَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ إلى
عَسْكَرِهِ، ومَالَ الآخَرُونَ إلى عَسْكَرِهِمْ، وفي أَصْحَابِ رَسولِ اللَّهِ ﷺ
رَجُلٌ لا يَدَعُ لهمْ شَاذَّةً ولَا فَاذَّةً، إلَّا اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا
بسَيْفِهِ، فَقالَ: ما أَجْزَأَ مِنَّا اليومَ أَحَدٌ كما أَجْزَأَ فُلَانٌ،
فَقالَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ: أَمَا إنَّه مِن أَهْلِ النَّارِ. فَقالَ رَجُلٌ مِنَ
القَوْمِ: أَنَا صَاحِبُهُ، قالَ: فَخَرَجَ معهُ؛ كُلَّما وقَفَ وقَفَ معهُ، وإذَا
أَسْرَعَ أَسْرَعَ معهُ، قالَ: فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا،
فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بالأرْضِ، وذُبَابَهُ بيْنَ
ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ علَى سَيْفِهِ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ
إلى رَسولِ اللَّهِ ﷺ، فَقالَ: أَشْهَدُ أنَّكَ رَسولُ اللَّهِ. قالَ: وما ذَاكَ؟
قالَ: الرَّجُلُ الذي ذَكَرْتَ آنِفًا أنَّهُ مِن أَهْلِ النَّارِ، فأعْظَمَ
النَّاسُ ذلكَ، فَقُلتُ: أَنَا لَكُمْ به، فَخَرَجْتُ في طَلَبِهِ، ثُمَّ جُرِحَ
جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ في الأرْضِ،
وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عليه فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَقالَ
رَسولُ اللَّهِ ﷺ عِنْدَ ذلكَ: إنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الجَنَّةِ
-فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ النَّارِ، وإنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ
عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ الجَنَّةِ.
Artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bertemu
dengan orang-orang musyrik, lalu mereka pun berperang.
Maka
ketika beliau kembali ke pasukannya dan mereka juga orang-orang musyrik kembali
ke pasukannya, ada di antara pasukan Rasulullah ﷺ seorang
laki-laki yang saat bertempur dia tidak membiarkan musuh, baik yang bergerombol
maupun yang sendirian, kecuali ia mengejarnya untuk ditebas dengan pedangnya,
maka mereka para sahabat berkata:
“Tidak
ada seorang pun dari kita yang sehebat si fulan pada hari ini”.
Rasulullah
ﷺ berkata, “Adapun ia termasuk ahli neraka.”
Lalu
seseorang berkata: ‘Aku akan selalu menemaninya.’ (Yakni mengawasi orang tsb.
Pen)
Kemudian
orang tersebut pun keluar bersama si fulan itu, setiap kali si fulan berhenti
ia pun berhenti bersamanya. Apabila si fulan bergerak cepat, ia pun bergerak
cepat bersamanya. Kemudian si fulan terluka dengan luka yang sangat parah. Ia
pun ingin segera mati, maka ia meletakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya
yang tajam di dadanya, kemudian ia menekannya ke dirinya sehingga ia membunuh
dirinya sendiri.
Lalu
orang yang menemaninya tersebut pergi menemui Rasulullah ﷺ, ia
kemudian berkata:
“Aku
bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah”.
‘Beliau
bersabda, ‘Ada apa denganmu?’
Orang
tersebut menjawab: ‘Laki-laki yang engkau sebutkan bahwasanya ia dari ahli
neraka “.
Lalu
orang-orang menganggap berita ini masalah yang besar.
‘Aku
(Sahal bin Sa’ad) berkata: “aku menjadi jaminannya untuk kalian untuk
membuktikannya”.
Aku
pun kemudian pergi untuk mencari si fulan tersebut. Ternyata benar si fulan itu
terluka parah, lalu ia ingin segera mati, maka ia letakkan mata pedangnya di
tanah dan ujungnya yang tajam di dadanya. Lalu ia tekankan ke dirinya sehingga
ia MEMBUNUH DIRINYA SENDIRI”.
Kemudian
Rasulullah bersabda ketika itu: “Sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan
perbuatan ahli surga yang tampak pada pandangan manusia, padahal ia sebenarnya
adalah ahli neraka. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan perbuatan
ahli neraka yang tampak di pandangan manusia, padahal ia termasuk ahli
surga". (HR. Bukhory No. 2898).
===***==
IBADAH KAUM KHAWARIJ LUAR BIASA, SESUAI DALIL, TAPI
PERCUMA.
MAKA JANGAN MUDAH TERPUKAU! LIHAT DULU EFEK NEGATIF MANHAJNYA!
Rosulullah
ﷺ
menggambarkan semangat dan ketekunan kaum khawarij dalam ibadah dengan
kata-kata yang simple. Beliau ﷺ tidak
menyalahkan cara ibadah mereka, akan tetapi beliau ﷺ menyalahkan
dampak negatif manhajnya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim
(1066):
Dari
Zaid bin Wahb Al-Juhany: Ketika dia bersama pasukan Ali radhiyallaahu ‘anhu
yang berangkat untuk memerangi Khawarij. Maka Ali radhiyallaahu ‘anhu berkata:
“Wahai manusia, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
(يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ ، لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا
صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ
بِشَيْءٍ ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
، لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا
يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ)
“Akan
datang satu kaum dari umatku, mereka membaca Al-Quran, bacaan Al-Quran kalian
tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, shalat kalian tidak ada
apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding
puasa mereka. Mereka membaca Al-Quran dan mengira bahwa itu dalil membenarkan
mereka padahal itu dalil menyalahkan mereka. Shalat mereka tidak melewati
kerongkongannya, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari
binatang buruannya.”
Begitu
pula gambaran yang digambarkan oleh Ibnu Abbas tentang mereka. Dia pernah
mendatangi kaum Khawarij dan sempat berdebat dengan mereka dengan sebuah
perdebatan yang masyhur dalam sejarah. Setelah Ibnu Abbas kembali maka dia
bercerita. di antaranya dia bercerita:
فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ
أَرَ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا ثِفَنُ الْإِبِلِ [أيْ
غَلِيْظَة]، وَوُجُوهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ السُّجُودِ
Lalu
aku pun masuk ke tengah-tengah kaum yang aku tidak pernah melihat orang yang
puncak semangat dan kesungguhan dalam ibadahnya yang melebihi mereka,
tangan-tangan mereka seperti lutut unta (kasar), dan wajah-wajah mereka
terdapat tanda-tanda BEKAS SUJUD.
[Diriwayatkan
oleh Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 10/157 no. 18678 dan Baihaqi dalam al-Kubra
8/179]. Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ 6/239:
“رواه الطبراني وأحمد ببعضه ورجالهما رجال
الصحيح ".
“Diriwayatkan
oleh Al-Tabarani dan Ahmad dengan sebagiannya, dan perawi mereka adalah para
perawi kitab Ash-Shahih".
Lihat
pula: Fathul Baari 12/289, al-Bahr al-Muhith ats-Tsajjaaj 20/228 dan
Masyaariqul Anwaar al-Wahhaajah 3/492.
Dan
dari Jundub radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
“لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ عَلِيًّا
خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، وَخَرَجْنَا مَعَهُ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ الْقَوْمِ،
وَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ،
وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ".
Ketika
kaum Khawarij memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu 'anhu), maka
beliau pergi mengejar mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga kami tiba di
tempat pasukan kaum Khawarij, tiba-tiba terdengar dari mereka suara seperti
suara dengung lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an, ternyata tangan-tangan
mereka kasar seperti dengkul unta dan memakai baju burnus (baju luar panjang
bertutup kepala). [Al-Haytsami dalam al-Majma' 6/242 no. 10451]
YAKNI: mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh
dalam ibadah, mereka mengira bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah murni
untuk beribadah, menghabiskan waktunya dan mengorbankan segalanya untuk Allah,
karena begitu besar semangatnya dalam beribadah, terutama ibadah shalat dan
banyak bersujud sehingga membuat telapak tangan dan lututnya menjadi kasar seperti
dengkul unta.
Dan
tanpa mereka sadari bahwa doktrin-doktrin mereka membawa kehancuran pada umat
manusia pada umumnya dan umat Islam pada khsususnya. Jadi, kaum Khawarij ini
menggabungkan antara kebaikan lahiriah dan kerusakan batiniyiah.
Kebaikan
yang nampak dalam ibadah yakni dalam hal apa yang ada antara dia dan Allah.
Adapun apa yang ada di antara dia dan manusia adalah membuat kehancuran.
Dan
apa yang ada antara dia dan Allah adalah 'aqidah ghuluww [keyakinan ekstrem],
meskipun ada unsur ibadah di dalamnya, namun itu ghuluww [berlebihan].
Itulah
sebabnya Rasulullah ﷺ berkata tentang mereka: Mereka adalah makhluk yang paling
buruk.
Syekh
al-Islam Ibnu Taimiyah berkata:
"وَلِهَذَا يَحْتَاجُ الْمُتَدَيِّنُ
الْمُتَوَرِّعُ إلَى عِلْمٍ كَثِيرٍ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْفِقْهِ فِي
الدِّينِ وَإِلَّا فَقَدَ يُفْسِدُ تَوَرُّعُهُ الْفَاسِدَ أَكْثَرَ مِمَّا
يُصْلِحُهُ كَمَا فَعَلَهُ الْكُفَّارُ وَأَهْلُ الْبِدَعِ مِنْ الْخَوَارِجِ
وَالرَّوَافِضِ وَغَيْرِهِمْ".
“Untuk
itu, bagi orang yang bertaqwa [Waroo'] perlu memiliki banyak pengetahuan
tentang Kitab, Sunnah, dan fikih dalam agama. Jika tidak, maka keshalehannya
yang rusak dapat merusak lebih parah dari pada yang memperbaikinya, seperti
yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan para ahli bid'ah dari Khawarij,
Rawafidh dan lainnya. [Majmu al-Fataawaa 20/141-142]
===***==
LANGKAH PREVENTIF [سَدُّ
الذَّرِيْعَةِ] GUNA
MELINDUNGI UMAT ISLAM DARI BAHAYA FAHAM KHAWARIJ, PERPECAHAN DAN PERTUMPAHAN
DARAH
***
LANGKAH PERTAMA: MEMERANGI FAHAM KHAWARIJ DAN PENGANUTNYA.
Manhaj
khawarij ini manhaj pemecah belah persatuan umat dan penumpah darah kaum
mulimin. Dan perpecahan itu akan membuat umat Islam menjadi lemah dimata
musuh-musuhnya sehingga kalimat Allah menjadi rendah di bawah kalimat orang
kafir.
Oleh
karena umat Islam diwajibkan memerangi faham khawarij dengan cara menjelaskan
pada umat tentang kesesatan dan bahayanya faham Khwarij, terutama kepada
orang-orang yang sudah terjerumus masuk menjadi pengikut sekte khawaarij.
Adapun
terhadap para pengikut faham Khawarij dan yang mirip denganya, maka sebaiknya
bekerja sama dengan penguasa muslim untuk mendakwahi nya dan meluruskan faham
tersebut.
Jika
dengan cara mendakwahinya tetap tidak berhasil, maka sebaiknya pemerintah
mengambil sikap tegas terhadapnya. Meskipun para pengikutnya ini nampak rajin
ibadah, hingga ibadahnya itu mengalahkan ibadah seluruh umat Islam, bahkan
mengalahkan ibadah seluruh Sahabat Nabi ﷺ. Dan meskipun mereka rajin baca al-Qur'an
hingga bibirnya basah. Dan meskipun rajin shalat, ruku' dan sujud, hingga
jidatnya hitam, serta telapak tangannya, kakinya dan dengkulnya menjadi tebal
dan kasar karena kapalan.
Dan
meskipun mereka mengklaim bahwa manhaj-nya: "Tidak Ada Hukum, Kecuali
Hukum Allah ". [Yakni al-Qur'an, karena pada masa dahulu belum ada
kitab-kitab hadits].
Berikut
ini di antara hadits-hadits perintah memerangi orang-orang yang bermanhaj
khawarij dan yabg semisalnya:
Dalam
hadits Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhuma Bahwa
Rasulullah ﷺ
merintahkan agar umatnya memerangi kelompok bermanhaj semisal tersebut, beliau
bersabda:
«سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي اخْتِلَافٌ
وَفُرْقَةٌ، قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ... هُمْ شَرُّ
الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ، طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ، يَدْعُونَ إِلَى
كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ، مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى
بِاللَّهِ مِنْهُمْ»
"Akan
terjadi perbedaan dan perpecahan di antara umatku, ada sebagian kaum yang
memperbagus dalam berbicara namun buruk dalam perbuatan... Mereka adalah
seburuk-buruk makhluk dan ciptaan.
Maka
beruntunglah orang yang bisa membunuh mereka atau mereka membunuhnya. Mereka
mengajak kepada Al-Qur'an, tetapi yang mereka amalkan itu sama sekali bukan
dari al-Qur'an. Siapa memerangi mereka, maka ia lebih mulia di sisi
Allah."
[HR.
Abu Daud no. 4765. Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Syu'aib
al-Arnauth dalam Takhrij Hadits Sunan Abi Daud].
Dalam
lafadz lain dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
«يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، لَا يُجَاوِزُ
تَرَاقِيَهُمْ، يُحْسِنُونَ الْقَوْلَ، وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ، فَمَنْ لَقِيَهُمْ
فَلْيُقَاتِلْهُمْ، فَمَنْ قَتَلَهُمْ فَلَهُ أَفْضَلُ الْأَجْرِ، وَمَنْ
قَتَلُوهُ فَلَهُ أَفْضَلُ الشَّهَادَةِ، هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ، بَرِيءٌ
اللَّهُ مِنْهُمْ، يَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ»
“Mereka
rajin membaca Al-Quran, namun bacaan mereka tidak melewati tenggorokan mereka.
Mereka pandai memperbagus perkataannya, namun perbuatan mereka buruk.
Maka
siapa saja yang menjumpai mereka, hendaklah dia memerangi mereka. Dan siapa
yang membunuh mereka, maka dia akan mendapatkan pahala yang terbaik. Dan siapa
yang dibunuh oleh mereka, maka dia akan mendapatkan mati syahid yang terbaik.
Mereka
adalah seburuk-seburuk makluk di muka bumi. Allah terbebas dari [manhaj]
mereka. Orang yang membunuh mereka adalah salah satu dari dua golongan yang
lebih dekat dengan kebenaran ".
(HR.
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/167, no. 2659 dan Abu Daud no. 4667).
Dan
al-Hakim berkata: "Hadits ini shahih, dan keduanya [Bukhori dan Muslim]
tidak mengeluarkannya dengan sanad ini". Dan di setujui oleh Adz-Dzahabi.
Dan di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud.
Begitu
pula dalam hadits Ali bin Abu Tholib radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"Apabila
aku menceritakan suatu hadits dari Rasulullah ﷺ, maka demi Allah, lebih baik aku terjatuh
dari langit daripada aku berdusta atas namanya. Karena itu, apabila aku
ceritakan kepada kalian sesuatu yang terjadi antara aku dan kalian, karena
sesungguhnya perang adalah tipu daya. Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah
ﷺ bersabda:
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِيْ آخِرِ
الزَّمَانِ حُدَّاثُ اْلاَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلاَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ
خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ اِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ
يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ،
فَاَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ، فَاِنَّ فِيْ قَتْلِهِمْ اَجْرًا
لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Di akhir
jaman nanti akan muncul suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan akal
merekapun masih bodoh. Mereka mengatakan (yang kelihatannya) dari sebaik-baik
perkataan manusia, (namun yang benar sebaliknya), iman mereka tidak sampai melewati
kerongkongan. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah dicabut dari
buruannya.
Maka
dimanapun kalian menemui mereka, bunuhlah, karena barangsiapa yang membunuh
mereka akan mendapat pahala bagi pelakunya pada hari qiyamat”. [HR.Bukhari 8/52
dan Muslim no. 154]
Dan
dari Abu Said al-Khudri dalam riwayat lain bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إنَّه سَيَخْرُجُ مِن ضِئْضِئِ
هذا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ لَيِّنًا رَطْبًا... لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ
لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُودَ.
Sesungguhnya
akan muncul dari orang ini, suatu kaum yang membaca Kitab Allah dengan lembut
hingga basah bibirnya. 'Jika saya menemui mereka, saya akan membunuh mereka
seperti pembunuhan kaum Tsamud.' [HR. Bukhori no. 7432 dan Muslim no. 1064]
Dan
dalam riwayat lain:
“إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ
هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ
مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ
الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ
لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ".
"Sesungguhnya
dari asal orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum
yang mereka membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka
keluar dari agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan mereka
membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku
bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum 'Aad
dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
UJI NYALI:
Uji
nyali antara Abu Bukar, Umar dan Ali diperintah untuk membunuh seorang Khawarij
yang sedang shalat. Namun sebenarnya Rasulullah ﷺ sudah
diberi tahu oleh Allah bahwa Abu Bakar dan Umar tidak akan tega membunuhnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib siap membunuhnya namun dia tidak menemukannya untuk
saat itu, akan tetapi nanti.
Ada
sebuah riwayat disebutkan oleh al-Mawardi:
أَنَّ رَجُلًا مَرَّ بِرَسُولِ
اللَّهِ ﴿ﷺ﴾ فَقَالَ: اعْدِلْ يَا مُحَمَّدُ فَإِنَّكَ لَمْ تَعْدِلْ ، فَقَالَ:
“إِذَا لَمْ أَعْدِلْ أَنَا فَمَنْ يَعْدِلُ ؟ وَبَعَثَ أَبَا بَكْرٍ ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَرَاءَهُ لِيَقْتُلَهُ ، فَوَجَدَهُ
يُصَلِّي فَرَجَعَ ، وَقَالَ: مَا قَتَلْتُهُ لِأَنِّي رَأَيْتُهُ يُصَلِّي
وَقَدْ نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ ، فَبَعَثَ عُمَرَ ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ ، وَرَاءَهُ لِيَقْتُلَهُ ، فَرَجَعَ كَذَلِكَ ، فَبَعَثَ
بِعَلِيٍّ وَرَاءَهُ وَقَالَ: إِنَّكَ لَنْ تُدْرِكَهُ.فَذَهَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ ، فَلَمْ يَجِدْهُ"
Bahwa
seorang laki-laki melewati Rasulullah ﷺ dan berkata: "Berlaku adil, wahai
Muhammad, karena engkau tidak berlaku adil."
Rasulullah
ﷺ
menjawab, "Jika saya tidak berlaku adil, maka siapa yang akan berlaku
adil?".
Kemudian
Rasulullah ﷺ mengutus
Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu untuk mengejar laki-laki tersebut dan
membunuhnya. Namun, ketika Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu menemukannya, dia
dalam keadaan sedang shalat, dia membatalkan niatnya. Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu
berkata: "Aku tidak membunuhnya karena aku melihatnya sedang shalat, dan
aku dilarang membunuh orang yang sedang shalat."
Kemudian
Umar radhiyallaahu ‘anhu diutus untuk mengejar laki-laki tersebut untuk
membunuhnya, namun dia juga mengalami hal yang sama.
Kemudian
Ali radhiyallaahu ‘anhu diutus dan dikatakan kepadanya: "Engkau tidak akan
dapat menemukannya." Maka Ali radhiyallaahu ‘anhu pergi tetapi tidak
menemukannya. [Dari al-Haawi al-Kabiir karya al-Maawardi 2/334. Secara sanad
Hadits ini tidak shahih]
Sejak
dulu hingga sekarang target dan sasaran kaum Khawarij adalah umat Islam dengan
cara memecah belah, menganggapnya sesat dan kafir dan mengecapnya belum hijrah
serta menghalalkan kehormtan dan darah kaum muslimin yang tidak semanhaj dengan
kelompoknya atau belum membaiat imamnya.
Akan
tetapi mereka diam dan tidak memerangi orang-orang yang jelas kafirnya. Mereka
persis seperti yang di sebutkan dalam hadits Ibnu 'Abbas (radliallahu 'anhuma)
bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
"يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ
وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ
قَتْلَ عَادٍ ".
Mereka
membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku
bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum 'Aad
dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Makanya
kelompok ini dalam sejarah belum pernah mengislamkan satu negara kafir pun,
apalagi mengislamkan satu benua, seperti benua Asia, Afrika dan Eropa. Kelompok
ini disibukkan dengan mengadu domba antar umat Islam dengan penguasa muslim,
menciptakan citra buruk tentang Islam pada mata dunia serta melumpuhkan
kekuatan kaum muslimin dengan menciptakan perpecahan, permusuhan dan
mengobarkan api pemberontakan.
****
LANGKAH KEDUA: JANGAN SALING MENCACI DAN MELEMPAR GELAR BUSUK.
Tidak
boleh saling mencaci dan melempar gelar busuk sesama kaum muslimin, meski
terhadap kaum Khawarij, bahkan terhadap kaum kafir dan sesembahannya. Walaupun
cacian tersebut mengandung kemaslahatan, namun hal demikian dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih besar dibanding maslahatnya, di antaranya adalah untuk
mencegah terjadinya perpecahan antar umat Islam yang membuat Islam menjadi
lemah di hadapan musuhnya dan mencegah terjadinya pertumpahan darah sesama kaum
muslimin.
Sikap
dan tindakan Para sahabat Nabi ﷺ, termasuk Ali bin Thalib – radhiyallahu
'anhum – terhadap kelompok Khawarij. Mereka hanya menyebutkan ciri dan karakter
manhaj khawarij seacra umum dan muthlak, namun mereka tidak mencaci mereka
dengan menyebut nama-namanya. Bahkan mereka melarang kaum muslimin mencaci
orang-orang tertentu dari kaum khawarij.
Berbeda
dengan kelompok Khawarij, sudah menjadi ciri khas mereka dan manhajnya adalah
mencaci bahkan mengkafirkan sebagian para sahabat Nabi ﷺ dengan
terang-terangan menyebut nama-nama mereka. Mereka mentahdzirnya dan
menghajernya, bahkan berusaha membunuhnya serta menghasut orang-orang untuk
melakukan pemberontakan terhadap Utsman, Ali, Mu'awiyah dan lainya yang sedang
berkuasa pada saat itu.
Ibnu
Abi Syaybah berkata: Wakii'' memberi tahu kami, dia berkata: Al-A'mash memberi
tahu kami, dari Amr bin Murrah, dari Abdullah bin Al-Harits, dari seorang pria
dari Banu Nadhr bin Muawiyah, dia berkata:
"كُنَّا عِنْدَ عَلِيٍّ فَذَكَرُوا
أَهْلَ النَّهْرِ فَسَبَّهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ عَلِيٌّ: لَا تَسُبُّوهُمْ ،
وَلَكِنْ إِنْ خَرَجُوا عَلَى إِمَامٍ عَادِلٍ فَقَاتِلُوهُمْ ، وَإِنْ خَرَجُوا
عَلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَلَا تُقَاتِلُوهُمْ ، فَإِنَّ لَهُمْ بِذَلِكَ
مَقَالًا".
Kami
bersama Ali, dan mereka menyebut-nyebut kejadian yang pernah terjadi dengan
penduduk an-Nahr [khawarij], lalu ada seorang pria mencaci mereka, maka Ali
berkata: Jangan mencerca mereka, tetapi jika mereka memberontak terhadap
seorang imam yang adil, maka kalian perangilah mereka, dan jika mereka
memberontak terhadap imam yang tidak adil, maka kalian jangan ikut-ikutan
melawan mereka, karena mereka memiliki argument di dalamnya. [al-Mushonnaf no. 7/559
(37916)]
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 12/301
berkata:
وَقَدْ أَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ
بِسَنَدٍ صَحِيحٍ
"Diriwayatkan
ath-Thabari dengan sanad yang Shahih”
Terhadap
orang kafir pun Allah SWT melarang kaum muslimin mencaci maki mereka, apalagi
sesama kaum muslimin yang berbeda pendapat. Allh SWT berfirman:
“وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ
دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ".
“Dan
janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”
(QS. Al An’aam (6): 108).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 3/314-315 berkata:
“Allah
SWT melarang Rasul-Nya dan orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan
orang-orang musyrik, padahal dalam makian itu mengandung maslahat, hanya saja
akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dari itu.
Kerusakan
yang dimaksud ialah balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik
terhadap Tuhan kaum mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia.
(Al-Baqarah: 255)
Seperti
yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
asbabun nuzul ayat ini. Disebutkan bahwa orang-orang musyrik berkata:
يَا مُحَمَّدُ، لَتَنْتَهِيَنَّ
عَنْ سَبِّكَ آلِهَتَنَا، أَوْ لَنَهْجُوَنَّ رَبَّكَ
"Hai
Muhammad, berhentilah kamu dari mencaci tuhan-tuhan kami; atau kalau tidak
berhenti, kami akan balas mencaci maki Tuhanmu."
Maka
Allah melarang kaum mukmin mencaci berhala-berhala sembahan kaum musyrik.
﴿ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ
عِلْمٍ﴾
"Karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan".
(Al-An'am: 108)
Abdur
Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah:
“كَانَ الْمُسْلِمُونَ يَسُبُّونَ أَصْنَامَ
الْكُفَّارِ، فَيَسُبُّ الْكُفَّارُ اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ: ﴿وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾".
Bahwa
dahulu orang-orang muslim sering mencaci maki berhala-berhala orang-orang
kafir, maka orang-orang kafir balas mencaci maki Allah dengan melampaui batas
tanpa pengetahuan. Oleh sebab itu, turunlah ayat ini.".
Lalu
Ibnu Katsir 3/315 berkata:
"Dari
pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meninggalkan suatu maslahat demi
mencegah terjadinya mafsadat (kerusakan) yang jauh lebih parah daripada
maslahat adalah hal yang diperintahkan.
Di
dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ. pernah bersabda:
"مَلْعُونٌ مِنْ سَبِّ
وَالِدَيْهِ". قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسُبُّ الرَّجُلُ
وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: "يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ
أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ".
“Terlaknatlah
seseorang yang memaki kedua orang tuanya".
Mereka
(para sahabat) bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimanakah seseorang dapat
mencaci kedua orang tuanya sendiri?"
Rosululloh
ﷺ menjawab: “Dia mencaci ayah seseorang, lalu orang
yang mencacinya itu membalas mencaci ayahnya. Dan dia mencela ibu seseorang,
lalu orang yang mencelanya itu balas mencela ibunya". [HR. Al-Bukhari
(5973), Muslim (90) dan Ahmad 11/195].
****
LANGKAH KE TIGA: BERPRASANGKA BAIK DAN JANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN:
Dari
Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata:
قَامَ رَجُلٌ غَائِرُ
العَيْنَيْنِ، مُشْرِفُ الوَجْنَتَيْنِ، نَاشِزُ الجَبْهَةِ، كَثُّ اللِّحْيَةِ،
مَحْلُوقُ الرَّأْسِ، مُشَمَّرُ الإِزَارِ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ
اللَّهَ، قَالَ: «وَيْلَكَ، أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ
اللَّهَ» قَالَ: ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ، قَالَ خَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ أَضْرِبُ عُنُقَهُ؟ قَالَ: «لاَ، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ
يُصَلِّي» فَقَالَ خَالِدٌ: وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ
فِي قَلْبِهِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ
قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ»
Tiba-tiba
seorang laki-laki dengan mata cekung, tulang pipi cembung, dahi
menonjol, berjanggut tipis, berkepala gundul dan menyingsingkan sarungnya
(cingkrang), berdiri dan berkata:
'Ya
Rasulullah! Takutlah kepada Allah.'
Nabi
ﷺ
bersabda: 'Celaka kamu.' Bukankah di muka bumi ini akulah yang paling takut
kepada Allah? '
Orang
itu beranjak dari tempat duduknya. Khalid bin Walid berkata; 'Ya Rasulullah!
Izinkan aku menebasnya.
Nabi
ﷺ
bersabda: Jangan, bisa jadi ia mengerjakan shalat.
Khalid
berkata: Berapa banyak orang yang shalat berkata dengan lisannya yang tidak
sesuai dengan hatinya.
Rasulullah
ﷺ
bersabda: Aku tidak diperintah untuk menyelidiki hati seseorang atau mengetahui
isi perutnya". [HR. Bukhori no. 7432 dan Muslim no. 1064].
Makna
: مُشَمَّرُ الإِزَارِ :
(مُشَمِّر الإِزَار) إِزَارُهُ مَرْفُوع عَنْ
كَعْبِهِ
(Menyingsingkan
sarung) Artinya kain sarungnya diangkat atau diikat lebih tinggi dari mata
kakinya [ Baca : Ta'liq Shahih al-Bukhori oleh Mustafa al-Baghoo 4/163 no. 4351
Cet. as-Sulthaniyyah]
===
SLOGAN
KAUM KHAWARIJ:
( لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ) "Tidak Ada Hukum Kecuali Hukum Allah"
Dulu:
yang dimaksud dengan hukum Allah adalah al-Qur'an saja karena belum ada kitab
hadits. Tapi kalau sekarang yang dimaksud: adalah al-Quran dan Hadits sesuai
pemahaman mereka, namun bertentangan dengan pemahaman para sahabat radhiyallahu
'anhum dan Salafush-Sholeh.
Sebuah
slogan yang nampak benar tapi tujuannya untuk kebathilan, yaitu memecah belah,
mengkafirkan serta menghalalkan kehormatan dan darah kaum muslimin.
Dari
Katsiir bin Namr, dia berkata:
"بَيْنَا أَنَا فِي الْجُمُعَةِ ،
وَعَلِيُّ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ, إِذْ قَامَ رَجُلٌ فَقَالَ:
لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ: لَا حُكْمَ إِلَّا
لِلَّهِ، ثُمَّ قَامُوا مِنْ نَوَاحِي الْمَسْجِدِ ، فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ عَلِيٌّ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِيَدِهِ اجْلِسُوا: نَعَمْ ، لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ،
كَلِمَةٌ يُبْتَغَى بِهَا بَاطِلٌ ، حُكْمُ اللَّهِ نَنْتظُرُ فِيكُمْ ، أَلَا
إِنَّ لَكُمْ عِنْدِي ثَلَاثَ خِصَالٍ: مَا كُنْتُمْ مَعَنَا لَا نَمْنَعُكُمْ
مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ تَذْكُرُوا فِيهَا اسْمَ اللَّهِ ، وَلَا
نَمْنَعُكُمْ فَيْئًا مَا كَانَتْ أَيْدِيكُمْ مَعَ أَيْدِينَا ، وَلَا
نُقَاتِلُكُمْ حَتَّى تُقَاتِلُوا ، ثُمَّ أَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ".
"Saat
saya berada di dalam masjid pada hari Jumat, dan Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu
‘anhu sedang di atas mimbar, tiba-tiba seorang pria berdiri dan berkata:
'Tidak
ada hukum kecuali hukum milik Allah.'
Kemudian
pria lain juga berdiri dan mengatakan hal yang sama. Kemudian mereka bergerak
dari berbagai sudut masjid. Lalu Ali radhiyallaahu ‘anhu mengisyaratkan kepada
mereka dengan tangannya untuk duduk. Mereka pun duduk.
Ali
radhiyallaahu ‘anhu berkata:
'Ya,
tidak ada hukum kecuali milik Allah. Namun Itu hanya kalimat yang kalian
cari-cari untuk mengaburkan kebenaran [untuk kebathilan]. Mari kita tunggu apa
yang Allah putuskan terhadap kalian. Ketahuilah, kalian memiliki tiga hak pada
diriku:
Pertama:
kalian tidak akan dihalangi untuk berdzikir menyebut nama Allah di
masjid-masjid-Nya.
Kedua:
kami tidak akan menghalangi harta Fei pada kalian yang dihasilkan oleh tangan
kalian dan tangan kami.
Ketiga:
kami tidak akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami.'
Kemudian
Ali melanjutkan khutbahnya."
[Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah no. 38296 dan al-Baihaqi dalam al-Kubra no. 16843]. Di
dhaifkan al-Albaani dalam al-Irwaa' no. 2467.
"Dari
Ashim bin Dhamrah, dia berkata:
“سَمِعَ عَلِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَوْمًا يَقُولُونَ: لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، قَالَ: نَعَمْ ، لَا حُكْمَ
إِلَّا لِلَّهِ ، وَلَكِنْ لَا بُدَّ لِلنَّاسِ مِنْ أَمِيرٍ ، بَرٍّ
أَوْ فَاجِرٍ، يَعْمَلُ فِيهِ الْمُؤْمِنُ ، وَيَسْتَمْتِعُ فِيهِ الْكَافِرُ
، وَيُبْلِغُ اللَّهُ فِيهَا الْأَجَلَ".
Ali
radhiyallaahu ‘anhu mendengar sekelompok orang yang mengatakan:
'Tidak
ada hukum kecuali hukum milik Allah.'
Ali
berkata: 'Ya, tidak ada hukum kecuali hukum milik Allah, tetapi manusia
membutuhkan seorang pemimpin, baik dia itu seorang yang shaleh atau seorang
yang fasik. Yang dengan pemimpin tersebut seorang mukmin bebas beramal
[beraktifitas] dan orang kafir pun bisa menikmatinya. Nanti Allah yang akan
menentukan keputusan dalam hal ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.'"
[Diriwayatkan
oleh Abdurrozzaq dalam al-Mushonnaf no. 18654, Ibnu Abi Syaibah no. 38903 dan
Al-Baihaqi dalam al-Kubro no. 16844]. Di shahihkan oleh Abu Hatim asy-Syarif
dalam Tamaamul Minnah Fii Bayaani Aqidah an-Nawaashib. Lihat: al-Maktabah
asy-Syaamilah al-Haditsah 30/217]
Dari
Busru bin Sa'id dari Ubaidullah bin Abu Rafi' Maula Rasulullah ﷺ
bahwasanya:
“أَنَّ الْحَرُورِيَّةَ لَمَّا خَرَجَتْ
وَهُوَ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالُوا لَا حُكْمَ
إِلَّا لِلَّهِ قَالَ عَلِيٌّ كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ وَصَفَ نَاسًا إِنِّي لَأَعْرِفُ صِفَتَهُمْ فِي هَؤُلَاءِ يَقُولُونَ
الْحَقَّ بِأَلْسِنَتِهِمْ لَا يَجُوزُ هَذَا مِنْهُمْ وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ
مِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللَّهِ إِلَيْهِ مِنْهُمْ أَسْوَدُ إِحْدَى يَدَيْهِ طُبْيُ
شَاةٍ أَوْ حَلَمَةُ ثَدْيٍ فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ انْظُرُوا فَنَظَرُوا فَلَمْ يَجِدُوا شَيْئًا
فَقَالَ ارْجِعُوا فَوَاللَّهِ مَا كَذَبْتُ وَلَا كُذِبْتُ مَرَّتَيْنِ أَوْ
ثَلَاثًا ثُمَّ وَجَدُوهُ فِي خَرِبَةٍ فَأَتَوْا بِهِ حَتَّى وَضَعُوهُ بَيْنَ
يَدَيْهِ ".
“Ketika
orang-orang Haruriyah keluar [yakni: tidak mengakui Ali radhiyallaahu ‘anhu
sebagai khalifah] -dan saat itu ia [Ubaidillah] bersama Ali bin Abu Thalib -
mereka berkata:
"Tidak
ada hukum, kecuali kepunyaan Allah."
Maka
Ali berkata: "Itu adalah kalimat yang haq, namun dimaksudkan untuk
kebatilan. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah menshifati suatu kelompok manusia,
dan saya benar-benar tahu bahwa sifat itu terdapat pada diri mereka. Mereka
mengatakan kebenaran dengan lisan-lisan mereka, namun ucapan mereka itu tidak
sampai melewati ini (ia sambil memberi isyarat pada kerongkongannya). Makhluk
yang paling dibenci Allah di antara mereka adalah seorang yang salah satu
tangannya hitam seperti puting susu kambing."
Maka
ketika Ali memerangi mereka, ia pun berkata, "Carilah [orang itu]!."
Mereka
pun mecarinya, namun mereka tidak mendapatkannya sama sekali.
Ali
berkata lagi: "Kembalilah (mencarinya), demi Allah, saya tidaklah berdusta
dan tidak pula dibohongi [oleh Nabi SAW]." Ia mengatakannya hingga dua
atau tiga kali.
Dan
akhirnya mereka pun mendapatkannya di tempat reruntuhan. Lalu mereka
mendatanginya kemudian meletakkannya di hadapan Ali. [HR. Muslim no. 1066]
Dalam
beberapa riwayat di sebutkan: “Ketika 'Ali radhiyallaahu ‘anhu dan orang-orang
beriman yang bersamanya usai perang melawan mereka, beliau radhiyallaahu ‘anhu
meminta mereka untuk mencari orang ini di antara orang-orang yang terbunuh, dan
mereka menemukannya [sesuai dengan apa yang Rosulullah ﷺ gambarkan]
maka 'Ali radhiyallaahu ‘anhu dan orang-orang yang bersamanya sangat
bersukacita karenanya, dan 'Ali bersujud kepada Allah sebagai tanda terima
kasih".
[Lihat:
Irwa al-Ghalil 2/231 oleh Al-Albaani, beliau berkata: “hadits ini kuat dengan
adanya tiga jalur sanad"]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata:
“وَالْخَوَارِجُ الْمَارِقُونَ الَّذِينَ
أَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِقِتَالِهِمْ قَاتَلَهُمْ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ عَلِيُّ
بْنُ أَبِي طَالِبٍ أَحَدُ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ ، وَاتَّفَقَ عَلَى
قِتَالِهِمْ أَئِمَّةُ الدِّينِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ
، وَلَمْ يُكَفِّرْهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ
وَغَيْرُهُمَا مِنْ الصَّحَابَةِ ، بَلْ جَعَلُوهُمْ مُسْلِمِينَ مَعَ
قِتَالِهِمْ. وَلَمْ يُقَاتِلْهُمْ عَلِيٌّ حَتَّى سَفَكُوا الدَّمَ الْحَرَامَ ،
وَأَغَارُوا عَلَى أَمْوَالِ الْمُسْلِمِينَ ، فَقَاتَلَهُمْ لِدَفْعِ ظُلْمِهِمْ
وَبَغْيِهِمْ ، لَا لِأَنَّهُمْ كُفَّارٌ. وَلِهَذَا لَمْ يَسْبِ حَرِيمَهُمْ
وَلَمْ يَغْنَمْ أَمْوَالَهُمْ ".
“Kaum
khawarij pembangkang yang telah Nabi ﷺ perintahkan untuk memerangi mereka dan benar-benar
diperangi oleh Ali bin Abi Thalib, salah seorang Khulafaurrasyidin, begitupula
para ulama pemuka agama sepakat untuk memerangi mereka, baik dari kalangan
sahabat maupun tabiin sesudah mereka.
Akan
tetapi Ali bin Abi Thalib TIDAK MENGKAFIRKAN mereka, begitu juga Saad bin Abi
Waqash dan sahabat selain keduanya. Mereka tetap dianggap sebagai kaum muslimin
walaupun diperangi. Dan Ali radhiyallaahu ‘anhu tidak memerangi mereka hingga
mereka telah mulai menumpahkan darah yang diharamkan serta merampas harta kaum
muslimin.
Ali
radhiyallaahu ‘anhu memerangi mereka demi untuk mencegah kedzaliman dan
perpecahan yang ditimbulkan oleh mereka, bukan karena mereka dianggap sebagai
orang-orang kafir. Karena itu, wanita-wanita mereka dan harta-harta mereka
tidak dijadikan ghanimah.” [(Majmu Fatawa, 3/282)]
Ucapan
IBNU MULJAM saat menebas leher yang mulia Ali Bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu:
“لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، لَيْسَ لَكَ
يَا عَلِيُّ وَلَا لِأَصْحَابِكَ ، وَجَعَلَ يَتْلُو قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ
بِالْعِبَادِ) ".
“Tidak
ada hukum kecuali hukum Allah, bukan hukum-mu dan bukan hukum teman-temanmu,
hai Ali! ”. Lalu Ia membaca firman Allah:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي
نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
[Referensi:
Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan Ibnu Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham,
5/172-173, al- Kamil, 3/388-389, Tarikh Islam juz Khulafaur Rasyidin hal.
607-608 dan al-Bidayah wa'n Nihayah karya Ibnu Katsir 11/5-16]
====
KEMUNCULAN KHAWARIJ BERAWAL DARI PEMAHAMAN DALIL
YANG SALAH:
Syekhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata:
وَكَانَتِ الْبِدَعُ الْأُولَى
مِثْلَ بِدْعَةِ الْخَوَارِجِ إِنَّمَا هِيَ مِنْ سُوءِ فَهْمِ الْقُرْآنِ لَمْ
يَقْصِدُوا مُعَارَضَتَهُ، لَكِنْ فَهَمُوا مِنْهُ مَا لَمْ يُدِلُّ عَلَيْهِ.
فَظَنُّوا أَنَّهُ يُوجِبُ تَكْفِيرَ أَرْبَابِ الذُّنُوبِ؛ إِذَا كَانَ الْمُؤْمِنُ
هُوَ الْبَرُّ الْتَّقِيُّ.
"Bid'ah
pertama muncul adalah seperti bid'ah kaum Khawarij, awal munculnya berasal dari
kesalahpahaman terhadap Al-Qur'an. Mereka tidak bermaksud untuk mengingkarinya,
akn tetapi mereka memahami darinya tidak sesuai dengan apa yang ditunjukkannya.
Lalu mereka mengira bahwa ayat itu mewajibkan untuk menganggap kafir pelaku
dosa besar. Jadi orang beriman itu adalah orang yang senantiasa beramal
kebajikan dan menjaga dirinya dari dosa ". [Majmu' al-Fataawaa: 13/30].
Pemahaman yang salah dalam memahami dalil, terutama
al-Qur'an:
Mereka
luar biasa dalam beribadah dan mereka rajin membaca dalil terutama Al-Qur'an
namun tanpa ilmu yang benar, sehingga salah memahami dalil maka mereka
menempatkan makna ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabawi di tempat yang
salah, sehingga pemahamannya itu menjadi bumerang bagi umat Islam dan
menyenangkan kaum kuffar melihat umat Islam pecah belah.
Langkah
awal mereka adalah memecah belah umat dengan memisahkan diri dari jemaah kaum
muslimin karena mereka berkeyakinan bahwa hanya kelompok merekalah yang suci
tiada lain. Mereka kemas dengan istilah Hajer [pengucilan], Tshfiyah
ash-Shufuuf [Pemurnian golongan dari kotoran manusia sesat, kafir dan ahli
bid'ah] dan Tahdzir [kewaspadaan] atau Nahyi Munkar.
Oleh
karena itu telah ada penjelasan tentang sifat-sifat mereka dalam hadits-hadits
shahih di antaranya:
Hadits
Ali radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: “Wahai manusia, aku mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda:
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ ، لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ ،
وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى
صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ
عَلَيْهِمْ ، لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ
الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ)
“Akan
datang satu kaum dari umatku, mereka membaca Al-Quran, bacaan Al-Quran kalian
tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, shalat kalian tidak ada
apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding
puasa mereka.
Mereka
membaca Al-Quran dan mengira bahwa itu dalil membenarkan mereka padahal itu
adalah dalil menyalahkan mereka.”
[HR. Muslim: 1066]
Dan
dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhuma Bahwa
Rasulullah ﷺ
bersabda:
«سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي اخْتِلَافٌ
وَفُرْقَةٌ، قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ... هُمْ شَرُّ
الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ، طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ، يَدْعُونَ إِلَى
كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ، مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى
بِاللَّهِ مِنْهُمْ»
"Akan
terjadi perbedaan dan perpecahan di antara umatku, ada sebagian kaum yang
memperbagus dalam berbicara namun buruk dalam perbuatan... Mereka adalah
seburuk-buruk makhluk dan ciptaan. Maka beruntunglah orang yang bisa membunuh
mereka atau mereka membunuhnya.
Mereka
mengajak manusia kepada Al-Qur'an, akan tetapi apa yang mereka amalkan itu sama
sekali bukan dari al-Qur'an.
Siapa memerangi mereka, maka ia lebih mulia di sisi Allah."
[HR.
Abu Daud no. 4765. Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Syu'aib
al-Arnauth dalam Takhrij Hadits Sunan Abi Daud].
Dan
berikut ini ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma tentang cara berdalil
orang-orang khawarij sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq
[tanpa sanad]:
“وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ
خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ: إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي
الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ”
“Ibnu
Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata: ‘Mereka
mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka
timpakan kepada orang-orang beriman.” (Shahih al-Bukhori 9/16, Bab: Qotlil
Khawarij wa'l Mulhidiin)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ
مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ بن عُمَرَ فِي
الْحَرُورِيَّةِ قَالَ كَانَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ انْطَلَقُوا إِلَى
آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ قُلْتُ وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
“Ath-Thabary
menyambungkan sanadnya dalam " Musnad Ali min Tahdzib Al-Atsar" dari
jalur Bukair bin Abdillah bin Al-Asyajj, bahwa dia bertanya kepada Nafi,
tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain
untuk kelompok Khawarij)?
Dia
menjawab: “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk Allah,
mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu mereka timpakan
kepada orang-orang beriman.”
Saya
katakan: ‘Sanadnya shahih’”. (Fathul Bari, 12/286)
Mereka
kaum Khawarij tidak komprehensif dalam memahami dalil dan memahaminya
disesuaikan dengan keinginan mereka. Oleh karena itu, ketika mereka menentang
Ali -radhiyallahu 'anhu- dan mengkafirkannya, mereka mengkafirkannya dengan
ayat:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
"Tidak
ada hukum kecuali hukum milik Allah" [QS. Al-An'aam]
Dan
ayat:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا
أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Dan
barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir". [Al-Maidah: 44].
Mereka
bilang kepada Ali radhiyallaahu ‘anhu pasca perdamaian dengan pasukan Mu'awiyah
pada perang Shiffiin: "Anda kafir ; karena tidak berhukum dengan hukum
Allah".
Padahal
apa yang Ali radhiyallahu 'anhu lakukan itu berdasarkan ayat Al-Quran, yang di
dalam nya terdapat perintah mendamaikan antara umat Islam.
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ
إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ
إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ
وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya!
Tapi
kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kalau
dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil". [QS. al-Hujuroot: 8]
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu [QS. al-Hujuroot: 9]
Mereka
kaum khawarij berkata kepada Ali:
“لَا ، أَنْتَ مَا حَكَمْتَ الرِّجَالَ فِي
دِينِ اللَّهِ ، فَأَنْتَ كَافِرٌ، وَجِهَادُكَ وَاجِبٌ.
“Tidak,
Anda tidak berhukum dengan hukum agama Allah dalam berdamai dengan Mu'awiyah
dan pasukannya, maka Anda adalah seorang kafir, dan jihad memerangi Anda adalah
wajib".
Mereka
bergembira ria akan masuk surga jika mereka memerangi Ali.
Imam Al-Nawawi rahimahullah berkata:
“مَعْنَاهُ أَنَّ قَوْمًا لَيْسَ حَظُّهُمْ
مِنَ الْقُرْآنِ إِلَّا مُرُورُهُ عَلَى اللِّسَانِ فَلَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ
لِيَصِلَ قُلُوبَهُمْ وليس ذلك هو المطلوب بل المطلوب تعقله وَتَدَبُّرُهُ
بِوُقُوعِهِ فِي الْقَلْبِ ".
“Artinya:
suatu kaum yang tidak ada bagian untuknya dari Al-Qur'an kecuali hanya sebatas
melewati lidah. Jadi tidak melampaui kerongkongan mereka untuk mencapai hati
mereka, dan itu bukanlah yang dicari dalam membaca al-Qur'an, melainkan yang
dicari adalah kelekatannya dan renungannya yang masuk ke dalam lubuk hati.”
[Syarah Sahih Muslim: 15/209].
Nabi
ﷺ bersabda:
“يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا لَا
يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ".
“Mereka
membaca Kitabullah hingga bibirnya senantiasa basah dan lembab akan tetapi
hanya sampai tenggorokannya saja" [HR. Bukhori no. 4351 dan Muslim no.
1064].
Ibnu
al-Jauzy berkata:
فِيهِ ثَلَاثَة أَقْوَال:
أَحدهَا: أَنه الحذق بالتلاوة، وَالْمعْنَى أَنهم يأْتونَ بِهِ على أحسن
أَحْوَاله: وَالثَّانِي: يواظبون على التِّلَاوَة فَلَا تزَال ألسنتهم رطبَة
بِهِ. وَالثَّالِث: أَن يكون من حسن الصَّوْت بِالْقِرَاءَةِ
“Di
dalamnya ada tiga pendapat: yang pertama: bahwa itu adalah kepandaian dalam
mengaji, dan artinya adalah mereka membawakannya dengan cara yang terbaik. Dan
yang kedua: mereka tekun dalam mengaji, sehingga lidah mereka masih basah dan
lembab olehnya. Dan yang ketiga: memiliki suara yang bagus saat mengaji".
[Kasyfu'l Musykil 3/121 no. 1433].
Jadi,
mereka bukanlah orang-orang yang berilmu, berakal, ahli fikih, atau memiliki
akidah yang benar, meskipun mereka menghafal Al-Qur'an, shalat malam, dan
berpuasa di siang hari. Dan nash-nash menggambarkan mereka dengan jelas dan
gamblang bahwa pengetahuan mereka terhadap hukum-hukum syar'i yang dangkal,
kekurangan fikih dan pemahaman. Bahkan mereka mengharamkan membaca kitab-kitab
fiqih, kitab-kitab tafsir, syarah-syarah hadits dan lainnya dengan alasan bahwa
itu semua karya manusia dan semuanya menyimpang dari al-Quran dan as-Sunnah.
Maka mereka dalam memahami agama hanya membolehkan baca al-Quran dan
kitab-kitab hadits yang pemahamannya berdasarkan pemahaman kelompok mereka
saja.
Maka
sebaiknya kita jangan mudah tertipu dengan tampilan kata-kata, dan jangan hanya
mengetahui kebenaran fikih satu golongan saja agar kita tidak jatuh pada
kebinasaan ; Karena tidak semua orang yang berhujjah dan berdalil dengan sebuah
ayat atau hadits itu adalah benar, karena para ahli bid'ah pun berhujjah dengan
ayat-ayat dan hadits-hadits.
Contohnya
ada orang yang menghalalkan riba berdalil dengan firman Allah SWT:
وَاِذَا حُيِّيْتُمْ
بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ
كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا
“Dan
apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan
itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (yang sepadan) dengannya.
Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu. [QS. an-Nisaa: 86].
Atau
menghalalkan melihat aurat wanita saat Ta'aaruf atau melamar, berdalil dengan
hadits dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
“إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ
اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا
مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا".
"Apabila
salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk
melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia
melakukannya."
Jabir
berkata: kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk
melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya,
lalu aku pun menikahinya. [HR. Abu Dawud (2082) dan Ahmad (14626). Di Hasankan
oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud].
Yang
di fahami oleh para ulam Ahli Fiqih adalah melihat wajah dan telapak tangannya,
Karena para wanita pada masa Nabi ﷺ kebanyakan
bercadar. Namun Madzhab Dzohiri berpendapat boleh melihat semuanya saja
berdasarkan dzohir lafadz hadits.
Orang
Mu'tazilah berdalil dengan al-Quran bahwa Nabi Ibrahim adalah Mu'tazilah.
Mereka berkata:
“أبونا إبراهيم جد المعتزلة ليه؟ قال: إنه
قال: وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ ". [مريم: 48]
"Bapak
kami Ibrahim adalah kakek moyang Mu'tazilah, mengapa? Dia berkata: Karena Allah
SWT berfirman: [Ibrahim berkata]: Dan aku akan menjauhkan diri [ber-i'tizaal]
dari kalian dan dari apa yang kalian seru pada selain Allah”. [Maryam: 48]
===****===
DALIL KHAWARIJ YANG MEWAJIBKAN MEREKA MEMISAHKAN DIRI DARI KAUM MUSLIMIN:
Kaum
Khawarij atau sekte yang berfaham semisalnya setelah mereka menghukumi
orang-orang yang bukan dalam golongannya itu kafir, musyrik atau sesat. Maka
mereka mewajibkan jemaahnya untuk menjauhi orang-orang yang bukan dari
golongannya. Mereka mengharamkan bergaul dan duduk dengan selain golongannya.
Mereka berdalil dengan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits nabawi yang
difahami sesuai keinginan mereka. di antaranya:
***
DALIL PERTAMA:
Doktrin
dan keyakinan khawarij bahwa kaum muslimin yang bukan golongannya adalah sesat
dan kafir ; karena dianggap tidak berhukum kepada hukum Allah SWT, yaitu
al-Qur'an dan Hadits. Itu berdasrkan Firman Allah SWT:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا
أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barang
siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44].
BANTAHAN:
Yang
benar makna ayat ini adalah sebagaimana yang dikatakan Ibnu 'Abbaas:
إِنَّهُ لَيْسَ بِالْكُفْرِ الَّذِي
تَذْهَبُونَ إِلَيْهِ، إِنَّهُ لَيْسَ كُفْرًا يَنْقِلُ عَنِ الْمِلَّةِ،
كُفْرٌ دُونَ كُفْرٍ ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ
هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ [المائدة:44]
Bukan
kekafiran sebagaimana yang kalian katakan, yaitu bukan kekafiran yang
mengeluarkan seseorang dari agama. Adapun ayat: ﴿Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang
diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir﴾ maka maknanya adala Kufur dibawah
kekafiran". [QS. Al-Maidah : 44]
[HR. al
-Hakim dalam al-Mustadrak 2/336 no. 3219. Al-Hakim menshahihkannya dan di
setujui oleh adz-Dahabi].
Al-Imam
Ibnu Abdil Barr (wafat tahun 463H), beliau berkata dalam At Tamhid (5/74):
وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى
أَنَّ الْجَوْرَ فِي الْحُكْمِ مِنَ الْكَبَائِرِ لِمَنْ تَعَمَّدَ ذَلِكَ
عَالِمًا بِهِ ، رُوِيَتْ فِي ذَلِكَ آثَارٌ شَدِيدَةٌ عَنِ السَّلَفِ. وَقَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ
هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾،﴿ الظَّالِمُونَ ﴾،﴿ الْفَاسِقُونَ ﴾ نَزَلَتْ فِي أَهْلِ
الْكِتَابِ.
قَالَ حُذَيْفَةُ وَابْنُ
عَبَّاسٍ: وَهِيَ عَامَّةٌ فِينَا قَالُوا لَيْسَ بِكُفْرٍ يَنْقُلُ عَنِ
الْمِلَّةِ إِذَا فَعَلَ ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ هَذِهِ الْأُمَّةِ حَتَّى
يَكْفُرَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ.
رُوِيَ هَذَا الْمَعْنَى عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ بِتَأْوِيلِ الْقُرْآنِ
مِنْهُمُ ابْنُ عَبَّاسٍ وَطَاوُسٌ وَعَطَاءٌ".
“Ulama
sepakat bahwa penyimpangan dari hukum Allah termasuk dosa-dosa besar bagi orang
yang sengaja melakukannya sedang dia mengetahui kewajiban untuk berhukum kepada
hukum Allah, sebagaimana telah diriwayatkan akan hal itu atsar dari
para salaf.
Allah
telah berfirman yang artinya: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir.” Di ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang
zalim” dan ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Ayat
ini diturunkan terkait dengan Ahli Kitab. Hudzaifah dan Ibnu Abbas berkata:
“Ayat ini umum dan mencakup umat kita”. Mereka mengatakan: “Akan tetapi hal itu
tidak mengeluarkan pelakunya dari agama apabila seseorang dari umat ini
melakukannya hingga dia mengkufuri Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para
rasul-Nya dan hari kiamat. Penjelasan semisal diriwayatkan dari para ulama’ di
antara mereka adalah Ibnu Abbas, Thawus dan Atho'". [Selesai]
Dan
Imam Al-Qurthubi dalam “Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an” (6/190) berkata:
“قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ
بِما أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولئِكَ هُمُ الْكافِرُونَ﴾ و ﴿الظَّالِمُونَ﴾ و ﴿الْفاسِقُونَ﴾
نَزَلَتْ كُلُّهَا فِي الْكُفَّارِ، ثَبَتَ ذَلِكَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ مِنْ
حَدِيثِ الْبَرَاءِ، وَقَدْ تَقَدَّمَ. وَعَلَى هَذَا الْمُعْظَمِ. فَأَمَّا الْمُسْلِمُ
فَلَا يَكْفُرُ وَإِنِ ارْتَكَبَ كَبِيرَةً. وَقِيلَ: فِيهِ إِضْمَارٌ،
أَيْ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ رَدًّا لِلْقُرْآنِ، وَجَحْدًا
لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فَهُوَ كَافِرٌ، قَالَهُ
ابْنُ عَبَّاسٍ وَمُجَاهِدٌ، فَالْآيَةُ عَامَّةٌ عَلَى هَذَا.
قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ
وَالْحَسَنُ: هِيَ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْيَهُودِ وَالْكُفَّارِ أَيْ مُعْتَقِدًا ذَلِكَ
وَمُسْتَحِلًّا لَهُ، فَأَمَّا مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ وَهُوَ مُعْتَقِدٌ أَنَّهُ
رَاكِبُ مُحَرَّمٍ فَهُوَ مِنْ فُسَّاقِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
تَعَالَى إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فِي
رِوَايَةٍ: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَقَدْ فَعَلَ فِعْلًا
يُضَاهِي أَفْعَالَ الْكُفَّارِ".
“Firman-Nya:
(Dan barang siapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka
adalah Al-Kaafiruun), (adz-Dzoolimun) dan (al-Faasiquun), semuanya diturunkan
berkaitan dengan orang-orang kafir. Hal ini dibuktikan dalam Shahih Muslim dari
hadits Al-Bara. Dan ini yang paling banyak.
Adapun
seorang muslim, maka ia tidak dianggap kafir meskipun ia melakukan dosa besar.
Dan ada yang mengatakan: bahwa di dalamnya ada implikasi, yaitu: siapa yang
tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena menolak kebenaran
Al-Qur'an, dan karena mengingkari kebenaran perkataan Rasul ﷺ, maka
dia kafir. Ini adalah perkataan Ibnu Abbas dan Mujahid, jadi ayat ini bersifat
umum.
Ibnu
Mas'ud dan Al-Hassan mengatakan:
Ini
adalah umum pada semua orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan,
baik dari kalangan umat Islam, Yahudi dan kafir, yaitu, jika meyakini nya dan
menganggap halal berhukum dengan selain hukum Allah. Adapun orang yang
melakukan itu disertai keyakinan bahwa itu perbuatan haram, maka dia termasuk
orang-orang faasiq dari kaum muslimin, dan urusannya terserah kepada Allah SWT,
jika Dia menghendaki, Dia akan meng'adzabnya, dan jika Dia menghendaki, Dia
akan memaafkannya.
Dan
Ibn Abbas berkata dalam sebuah riwayat: Dan barangsiapa tidak berhukum dengan
apa yang telah Allah turunkan ; maka dia telah melakukan tindakan yang
sebanding dengan tindakan orang-orang kafir...». [Selesai]
Al-Qurthubi
menyebutkan perbedaan pendapat para ulama dalam menafsirkannya seperti yang
disebutkan oleh Ath-Thabari. Namun pada umumya sebagian besar berpendapat bahwa
itu maknanya adalah kufur yang bukan kekafiran, atau ayat ini turun pada
orang-orang Yahudi".
***
DALIL KHAWARIJ KEDUA:
Penguasa
yang menerapkan hukum dengan selain hukum Allah SWT adalah Thoghut dan kafir;
maka kaum muslimin wajib keluar dari ketaatan terhadapnya dan wajib
memeranginya.
Ini
berdasarkan firman Allah SWT:
﴿ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ
أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا
بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً﴾
“Tidakkah
engkau (Muhammad) memperhatikan kepada orang-orang yang mengaku bahwa mereka
telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan
sebelum kamu? akan tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada
Taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Taghut itu. Dan
syetan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.” [QS.
an-Nisaa: 60]
JAWABANNYA:
Silahkan baca penjelasan berikut ini!
Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya 2/346 berkata:
“Ayat
ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari kalangan Anshar dan seorang
lelaki dari kalangan Yahudi, yang keduanya terlibat dalam suatu persengketaan.
Lalu
si lelaki Yahudi mengatakan: "Antara aku dan kamu adalah Muhammad sebagai
hakimnya."
Sedangkan
si Lelaki Anshar mengatakan: "Antara aku dan kamu adalah Ka'b ibnul Asyraf
[pemimpin Yahudi] sebagai hakimnya."
Menurut
pendapat yang lain: ayat
ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang munafik dari kalangan
orang-orang yang hanya lahiriahnya saja Islam, lalu mereka bermaksud mencari
keputusan perkara kepada para hakim Jahiliah. Dan menurut pendapat yang
lainnya, ayat ini diturunkan bukan karena penyebab tersebut.
Pada
kesimpulannya makna ayat lebih umum daripada semuanya itu, yang garis besarnya
mengatakan celaan terhadap orang yang menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya, karena ia menyerahkan keputusan perkaranya kepada selain Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya, yaitu kepada kebatilan.
Hal
inilah yang dimaksud dengan istilah thagut dalam ayat ini. Seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Mereka hendak berhakim kepada thagut.
(An-Nisa: 60), hingga akhir ayat". [Kutipan Selesai]
Syeikh
Kholid Mushlih dalam Kitabnya Syarah Taslatsah al-Ushuul 9/13 mengutip
perkataan Muhammad bin Abdul Wahhaab:
فَكُلُّ مَنْ حَكَمَ بِغَيْرِ
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَهُوَ طَاغُوتٌ، لَكِنْ هَلْ هَذَا الطَّاغُوتُ كُفْرٌ أَوْ
لَيْسَ بِكُفْرٍ؟ هَذِهِ مَسْأَلَةٌ أُخْرَى، فَالْإِنْسَانُ الَّذِي تَعَرَّضَ
عَلَيْهِ قَضِيَّةٌ وَيَعْلَمُ أَنَّ حُكْمَ اللَّهِ فِيهَا كَذَا وَيَعْرُضُ
عَنْهَا وَيَحْكُمُ بِغَيْرِهِ لِأَجْلِ هَوَاهُ فَهَذَا حَكَمَ بِغَيْرِ مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ، وَمِثْلُ هَذَا إِذَا كَانَ حُكْمًا لِأَجْلِ الْهَوَى
فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ كَافِرًا، وَبِهَذَا نَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ كُلُّ حُكْمٍ
بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ كُفْرًا، بَلْ يَجِبُ التَّفْصِيلُ كَمَا فَصَّلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْحُكْمِ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ، فَفِي مَوْضِعٍ
قَالَ: "﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ﴾" [المائدة: 44] ، وَفِي مَوْضِعٍ قَالَ: "﴿وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾" [المائدة:
45] ، وَفِي مَوْضِعٍ قَالَ: "﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾" [المائدة: 47].
وَهَذِهِ مَرَاتِبُ فِي
أَحْوَالِ مَنْ يَحْكُمُ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ، وَاعْلَمْ أَنَّ الْحُكْمَ
بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَا يَكُونُ كُفْرًا إِلَّا إِذَا اسْتَحَلَّهُ
مَنْ حَكَمَ بِهِ، وَلَوْ فِي قَضِيَّةٍ وَاحِدَةٍ، بَلْ وَلَوْ لَمْ يَحْكُمْ فِي
أَيِّ قَضِيَّةٍ مِنَ الْقَضَايَا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ، فَإِنَّهُ
يَكُونُ كَافِرًا إِذَا كَانَ يَعْتَقِدُ أَنَّهُ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَحْكُمَ
بِغَيْرِ الشَّرِيعَةِ، فَلَا يَلْزَمُ أَنْ يُبَاشِرَ ذَلِكَ بِالْعَمَلِ، كَمَا
هِيَ الْحَالُ فِي مَنْ أَنْكَرَ وُجُوبَ الصَّلَاةِ وَهُوَ فِي الصَّفِّ
الْأَوَّلِ فِي الرَّوْضَةِ وَرَاءَ الْإِمَامِ، فَإِنَّهُ يَكُونُ كَافِرًا إِذَا
أَنْكَرَ الْوَجْوَبَ؛ لِأَنَّهُ أَنْكَرَ مَا هُوَ مَعْلُومٌ مِنَ الدِّينِ
بِالضَّرُورَةِ، فَمَنِ اسْتَحَلَّ الْحُكْمَ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
فَإِنَّهُ كَافِرٌ، وَكَذَلِكَ مَنْ اعْتَقَدَ أَنَّ حُكْمَ غَيْرِ اللَّهِ خَيْرٌ
مِنْ حُكْمِ اللَّهِ فَهُوَ كَافِرٌ، أَمَّا مَنْ حَكَمَ لِأَجْلِ الْهَوَى
فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ كَافِرًا، وَلِذَلِكَ يَنْبَغِي التَّفْصِيلُ فِي هَذِهِ
الْمَسْأَلَةِ الْكَبِيرَةِ.
"Setiap
orang yang menghukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah, maka dia
adalah thaghut. Namun, apakah taghut ini kafir atau tidak kafir? Ini adalah
masalah lain.
Seseorang
yang dihadapkan pada kasus hukum kepadanya dan dia mengetahui bahwa hukum Allah
dalam kasus tersebut adalah seperti ini, namun dia berpaling darinya dan
berhukum dengan yang lain karena hawa nafsunya, maka dia ini berhukum dengan
selain apa yang diturunkan oleh Allah. Dan jika seperti ini adanya - yakni
hukumnya didasarkan pada hawa nafsu - maka dia tidak akan dianggap kafir.
Dengan
ini kita mengetahui bahwa tidak setiap orang yang berhukum dengan selain apa
yang diturunkan oleh Allah dianggap kafir. Melainkan harus ada klasifikasi
sesuai dengan yang Allah rincikan dalam hal berhukum dengan apa yang diturunkan
oleh Allah. Yaitu sbb:
Dalam
satu ayat Allah berfirman:
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾.
"Dan
siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka
itulah orang-orang kafir" (Surah Al-Ma'idah: 44).
Dan
dalam ayat lain Allah berfirman:
﴿ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴾
"Dan
siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim" (Surah Al-Ma'idah: 45).
Dan
dalam ayat lain Allah berfirman:
﴿ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴾
"Dan
siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik" (Surah Al-Ma'idah: 47).
Ini
adalah tingkatan-tingkatan kondisi orang yang berhukum dengan selain apa yang
diturunkan oleh Allah.
Ketahuilah
bahwa berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah tidak dianggap
kafir kecuali jika dia menghalalkannya dengan hukum tersebut, walaupun dalam
satu kasus saja.
Bahkan
jika dia tidak pernah berhukum dalam kasus apa pun dengan selain apa yang
diturunkan oleh Allah, dia akan dianggap kafir jika dia yakin bahwa dia
diperbolehkan untuk berhukum dengan selain syariat. Tidak perlu dia
melakukannya secara nyata.
Ini
seperti orang yang menolak kewajiban shalat sementara dia berdiri di barisan
depan di dalam Masjid Nabawi di belakang imam. Dia akan dianggap kafir jika dia
mengingkari kewajiban tersebut karena dia mengingkari hal yang sudah maklum
dalam agama secara pasti.
Maka
orang yang menganggap halal berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh
Allah akan dianggap kafir. Demikian juga orang yang meyakini bahwa hukum selain
hukum Allah lebih baik daripada hukum Allah, maka dia juga dianggap kafir
Adapun
orang yang berhukum karena hawa nafsu, maka dia tidak dianggap kafir. Oleh
karena itu, perlu ada penjelasan rinci dalam masalah besar ini.
Lalu
Syeikh Kholid Muslih berkata:
فَدَلِيلُهُ قَوْلُهُ تَعَالَى:
﴿يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ﴾ [النِّسَاءُ:٦٠] ، فَجَعَلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْإِعْرَاضَ عَنْ حُكْمِهِ إِلَى حُكْمِ غَيْرِهِ مِنَ
التَّحَاكُمِ إِلَى الطَّاغُوتِ، وَهَذِهِ الْآيَةُ قَدْ وُرِدَتْ فِي سَبَبِ
نُزُولِهَا أَثَرٌ صَحِيحٌ هُوَ أَنَّ مُنَافِقًا اخْتَصَمَ مَعَ يَهُودِيٍّ،
فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: نَتَحَاكَمُ إِلَى مُحَمَّدٍ؛ لِأَنَّهُ عَلِمَ أَنَّ
النَّبِيَّ ﷺ لَا يَأْخُذُ الرِّشْوَةَ، وَقَالَ الْمُنَافِقُ: نَتَحَاكَمُ إِلَى
الْيَهُودِ؛ لِأَنَّهُ كَانَ يَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَأْخُذُونَ الرِّشْوَةَ،
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذِهِ الْآيَاتِ فِي فَضْحِ الْمُنَافِقِينَ: ﴿أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ﴾ ، فَجَعَلَ طَلَبَ الْحُكْمِ مِنْ غَيْرِ
الشَّرِيعَةِ مِنَ التَّحَاكُمِ إِلَى الطَّاغُوتِ.
Dalilnya
adalah firman Allah Ta'ala:
﴿ يُرِيدُونَ أَنْ
يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ ﴾
"Mereka
menginginkan untuk memutuskan hukum perkara kepada taghut". (Surah
An-Nisa: 60).
Allah
Azza wa Jalla menjadikan orang-orang yang berpaling dari hukum-Nya sebagai
orang yang mencari keputusan hukum kepada thaghut.
Ayat
ini disebutkan dalam konteks kejadian yang terjadi, yaitu seorang munafik
berselisih dengan seorang Yahudi. Yahudi tersebut berkata: "Kita akan
mengadu kepada Muhammad karena dia diketahui tidak menerima suap."
Sementara munafik tersebut berkata: "Kita akan mengadu kepada orang-orang
Yahudi karena dia tahu bahwa mereka menerima suap." Maka Allah Azza wa
Jalla menurunkan ayat-ayat ini untuk mengungkapkan kedustaan orang-orang
munafik:
﴿ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ
أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا
بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً ﴾
"Tidakkah
kamu melihat orang-orang yang mengaku telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka ingin mengadukan
hukum kepada taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir
kepadanya." (Surah An-Nisa: 60).
Dalam
hal ini, permintaan untuk memutuskan sebuah hukum dengan cara selain syariat
Allah adalah bagian dari mengadukan putusan hukum kepada taghut. [Lihat: Syarah
Taslatsah al-Ushuul 9/13 (al-Maktabah asy-Syaamilah)].
****
DALIL KHAWARIJ KETIGA:
Doktrin
dan keyakinan kaum khawarij bahwa umat Islam selain golongannya adalah Najis ;
karena dianggap Musyrik. Mereka berdalil dengan ayat berikut ini:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا
الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ
هَذَا... ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka
janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini". [QS. At-Taubah:
28].
Berdasarkan
ayat ini mereka berkeyakinan bahwa umat Islam yang bukan golongannya dianggap
kafir dan musyrik. Jika musyrik, maka najis.
BANTAHAN:
Ini
adalah pemahaman yang keliru dan sesat. Adapun tentang umat Islam yang
menyelisihi mereka maka pemahaman yang benar adalah bukan musyrik dan kafir.
Dan
adapun tentang najisnya orang musyrik dalam ayat al-Quran di atas maka yang
benar adalah Najis Maknawi bukan Najis Jasmani sebagaimana yang difahami oleh
mayoritas para ulama.
Berikut
ini penulis jelaskan:
Sebelum
ayat itu turun, Nabi ﷺ menunda
ibadah hajinya, padahal ibadah haji telah di wajibkan. Itu disebabkan karena
beliau ﷺ tidak mau melakukan ibadah bersama kaum musyrikin
dan thawaf di Ka'bah bersama orang-orang yang bertelanjang bulat.
Setelah
ayat itu turun yang isinya menyatakan bahwa orang musyrik itu najis dan tidak
boleh memasuki tanah haram, maka Nabi ﷺ pun
berangkat melaksanakan ibadah haji, yang dikenal dengan Haji Wadaa'.
Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya berkata:
Ayat
ini diturunkan pada tahun sembilan Hijriah. Karena itulah maka Rasulullah ﷺ.
mengutus Ali untuk menemani Abu Bakar r.a. di tahun itu. Dan Nabi ﷺ.
memerintahkan kepadanya untuk mengumumkan di kalangan orang-orang musyrik:
أَلَّا يَحُجَّ بَعْدَ العَامِ
مُشْرِكٌ، وَلَا يَطُوفَ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ.
“Bahwa
sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik berhaji dan tidak boleh
lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang".
Dengan
demikian, maka Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan menetapkan hal ini
sebagai syariat dan keputusan-Nya".
Abdur
Razzaq mengatakan: …. Jabir ibnu Abdullah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah
mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah: 28):
“إِلَّا أَنْ يَكُونَ عَبْدًا، أَوْ أَحَدًا
مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ".
Kecuali
jika orang musyrik tersebut seorang budak atau seorang musyrik dari kalangan
ahli dzimmah (kafir dzimmi). [HR. Abdurrozaaq dalam Tafsirnya 1/245.
PEN]
Telah
diriwayatkan pula secara marfu' dari jalur lain. Imam Ahmad
mengatakan: …. dari Jabir bahwa Rasulullah ﷺ. bersabda:
"لَا يَدْخُلُ مَسْجِدَنَا بَعْدَ
عَامِنَا هَذَا مُشْرِكٌ، إِلَّا أَهْلُ الْعَهْدِ وَخَدَمُهُمْ”
“Tidak
boleh lagi memasuki masjid kita ini [Masjidil Haram Makkah] sesudah tahun ini
seorang musyrik pun terkecuali orang musyrik dari kafir dzimmi dan
pelayan-pelayan (budak-budak musyrik) milik mereka".
[Al-Musnad
(3/392) dan Al-Haythami menyebutkan dalam Al-Majma' (4/10): "Di dalamnya
terdapat Asy'ats bin Suwar, ada kelemahan dalam dirinya, namun dia tetap
dianggap tsiqah (terpercaya)". PEN]
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid dengan
predikat marfu'. tetapi yang lebih sahih sanadnya
berpredikat mauquf". [Tafsir Ibnu Katsir 4/131].
Mayoritas
para ulama berpendapat bahwa najisnya kafir dan musyrik dalam ayat tersebut
bersifat maknawi dan bukan jasadi, oleh karena itu mereka menyatakan bahwa
orang kafir tetap suci bahkan setelah ia meninggal dunia.
Ibnu
Katsir berkata:
وَأَمَّا نَجَاسَةُ بَدَنِهِ
فَالْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ بِنَجِسِ الْبَدَنِ وَالذَّاتِ؛ لِأَنَّ
اللَّهَ تَعَالَى أَحَلَّ طَعَامَ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَذَهَبَ بَعْضُ
الظَّاهِرِيَّةِ إِلَى نَجَاسَةِ أَبْدَانِهِمْ. وَقَالَ أَشْعَثُ، عَنِ
الْحَسَنِ: مَنْ صَافَحَهُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ.
Adapun
kenajisan tubuh orang musyrik, menurut pendapat jumhur ulama sebenarnya tubuh
dan diri orang musyrik tidaklah najis, karena Allah Swt. telah menghalalkan
sembelihan Ahli Kitab. Tetapi sebagian kalangan mazhab Dzohiri mengatakan bahwa
tubuh orang musyrik najis. Asy'ats telah meriwayatkan dari Al-Hasan,
"Barang siapa yang berjabat tangan dengan mereka (orang musyrik),
hendaklah ia berwudu." [Tafsir Ibnu Katsir 4/131]
Yang
dimaksud dengan sebagian madzhab Dzohiri adalah Ibnu Hazm adz-Dzohiri. Lihat:
Kitab Atsar al-Ikhtilaaf Fii al-Qawaid al-Ushuliyyah karya Muhammad Hasan Abdul
Ghoffar 5/3 (al-Maktabah asy-Syamilah)]
Pemilik
kitab Asna al-Mathalib Zakariya al-Anshari asy-Syaafi'i berkata:
وَأَمَّا الْآدَمِيُّ
فَلِقَوْلِهِ تَعَالَى ﴿وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ﴾ [الإسراء: 70] ، وَقَضِيَّةُ
التَّكْرِيمِ أَنْ لَا يَحْكُمَ بِنَجَاسَتِهِمْ بِالْمَوْتِ، وَسَوَاءٌ
الْمُسْلِمُ، وَالْكَافِرُ، وَأَمَّا قَوْله تَعَالَى ﴿إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ
نَجَسٌ﴾ [التوبة: 28] فَالْمُرَادُ بِهِ نَجَاسَةُ الِاعْتِقَادِ أَوْ
اجْتِنَابِهِمْ كَالنَّجَسِ لَا نَجَاسَةُ الْأَبْدَانِ
"Adapun
manusia, maka berdasarkan firman Allah Ta'ala: ' Dan sungguh, Kami telah
memuliakan anak cucu Adam.' [al-Isra: 70]
Konsekwensi
pemuliaan adalah bahwa mereka tidak dihukumi najis dengan kematian. Hal ini
berlaku sama bagi muslim dan kafir.
Adapun
firman Allah Ta'ala: 'Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis,' [at-Taubah:
28] yang dimaksud adalah najisnya keyakinan [Aqidah] atau menjauhinya seperti
najis, bukan najis jasmani." [Asna al-Mathalib 1/10]
Dalam
kitab Al-Inshaf 2/338, al-Mardaweih berkata:
"وَلَا يَنْجُسُ الْآدَمِيُّ بِالْمَوْتِ.
هَذَا الْمَذْهَبُ، وَعَلَيْهِ جُمْهُورُ الْأَصْحَابِ، مُسْلِمًا كَانَ أَوْ كَافِرًا،
وَسَوَاءٌ جُمْلَتُهُ وَأَطْرَافُهُ...".
"Kematian
tidak menjadikan seseorang menjadi najis." Ini adalah pendapat Madzhab
[Hanbali], dan mayoritas ulama Madzhab, baik yang muslim maupun kafir, baik
secara keseluruhan jasad maupun bagian-bagiannya.
DALIL:
bahwa bahwa orang kafir atau musyrik tidak najis jasadi adalah sbb:
Allah
SWT telah menghalalkan bagi kaum muslimin menikah dengan wanita Ahlul Kitab
(Yahudi dan Kristen). Dan tentunya jika seorang mukmin yang menikahinya maka
dia akan sering menyentuhnya dengan tangannya. Jika seandainya wanita tersebut
najis maka setiap kali dia mencium, bersalaman, atau merangkulnya, wajib bagi
suami yang muslim ini untuk mencucinya, maka itu akan menimbulkan kesulitan
yang tidak dapat ditoleransi.
Kebolehan
menikahi wanita Ahlul Kitab menunjukkan bahwa dalam syariat Islam seorang kafir
dan musyrik tidak najis secara jasmani.
Demikian
pula, Nabi Muhammad ﷺ pernah
diundang oleh seorang wanita Yahudi, dan beliau makan domba yahudi yang
disajikan dan dimasak oleh wanita tersebut dengan tangannya sendiri. Jika
wanita tersebut najis, Nabi Muhammad ﷺ dan
orang-orang yang bersamanya tidak akan memakan daging tersebut.
Dan
juga, Nabi Muhammad ﷺ pernah
berwudhu dengan air yang dimiliki oleh seorang kafir Ahlul Kitab. Semua
tindakan tersebut dari Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan
bahwa seorang kafir tidak najis secara jasmani. [Baca: Kitab Atsar al-Ikhtilaaf
Fii al-Qawaid al-Ushuliyyah karya Muhammad Hasan Abdul Ghoffar 5/3 (al-Maktabah
asy-Syamilah)]
'Ali
bin Abu Thalib radhiyallaahu ‘anhu memandikan mayat ayahnya Abu Thalib serta
menguburkannya.
Dari
'Ali bin Abu Thalib radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata:
لما تُوُفِّيَ أبو طالِبٍ ،
أَتَيْتُ النبيَّ ﷺ فقُلْتُ: إِنَّ عمَّكَ الشيخَ الضالَّ قدْ ماتَ فمَنْ يوارِيهِ
، قال: اذهَبْ فوارِهِ ، ثُمَّ لا تُحْدِثْ شيئًا حتَّى تأتِيَنِي ، فقال: إِنَّه
ماتَ مشرِكًا ، فقالَ: اذهبْ فوارِهِ قال: فوارَيْتُهُ ثُمَّ أتَيْتُه [وعليّ أثر
التراب والغبار] قال: اذهبْ فاغتسِلْ ثُمَّ لَا تُحْدِثْ شيئًا حتى تأتِيَنِي ،
قال: فاغتسلْتُ ، ثُمَّ أتيتُهُ ، قال: فدَعا لي بدعَوَاتٍ ما يسرُّنِي أنَّ لي
بها حُمْرَ النَّعَمِ وسودَها. قال: وكان علِيٌّ إذا غسَّلَ الميتَ اغتسلَ.
Ketika
Abu Thalib meninggal dunia, aku mendatangi Nabi Muhammad ﷺ dan aku berkata, "Sesungguhnya pamanku, yaitu
orang tua yang sesat, telah meninggal. Siapa yang akan mengurus
pemakamannya?"
Beliau
ﷺ menjawab: "Pergilah dan uruslah pemakamannya.
Kemudian, janganlah melakukan sesuatu apapun sampai kamu datang padaku."
Aku
kemudian berkata lagi: "Dia meninggal dalam keadaan musyrik." Beliau ﷺ berkata: "Pergilah dan uruslah
pemakamannya."
Saya
mengurus pemakamannya dan kemudian kembali datang kepada beliau ﷺ. Dan
tubuh ku penuh dengan tanah dan debu. Maka Beliau berkata: "Pergilah dan
mandilah, kemudian jangan melakukan sesuatu apapun sampai kamu datang
padaku."
Maka
aku mandi dan kemudian datang kepada beliau. Beliau ﷺ berdoa
untukku dengan doa-doa yang menyenangkan hatiku, melebihi rasa senang ku
memiliki unta merah dan unta hitam.
Setelah
itu Ali bin Abi Thalib selalu mandi setiap kali usai memandikan jenazah.
[Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (3124), An-Nasa'i (1/282-283), Ibnu Sa'd dalam “Al-Thabaqaat”
(1/123), Ibn Abi Shaybah dalam “Al-Musannaf” (4/95 dan 142 – Cet. Al-Hind), dan
Ibnu Al-Jarud dalam “Al-Muntaqa (hal. 269), Ath-Thayalisi (120), Al-Bayhaqi
(3/398), dan Ahmad (1/97 dan 131)].
[Dishahihkan
al-Albaani dalam Ahkaam al-Janaa'iz hal 169, Shahih Abu daud no. 3214 dan
As-Silsilah ash-Shahihah (Duror Malihah no. 161)]
Dari
Ali radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata:
أَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
بِمَوْتِ أَبِي طَالِبٍ فَبَكَى ثُمَّ قَالَ: «اذْهَبْ فَاغْسِلْهُ وَكَفِّنْهُ
وَوَارِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وَرَحِمَهُ» قَالَ: فَفَعَلْتُ مَا قَالَ،
وَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَغْفِرُ لَهُ أَيَّامًا وَلَا يَخْرُجُ مِنْ
بَيْتِهِ حَتَّى نَزَلَ عَلَيْهِ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ بِهَذِهِ الْآيَةِ
﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى﴾ [التوبة: 113] قَالَ عَلِيٌّ وَأَمَرَنِي رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ فَاغْتَسَلْتُ
"Aku
memberitahu Rasulullah ﷺ tentang
kematian Abu Thalib, maka beliau menangis dan berkata, 'Pergilah, mandikan dan
kafanilah dia, semoga Allah mengampuninya dan memberinya rahmat.'
Aku
melakukan apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ, dan Rasulullah ﷺ terus
memohon ampunan untuknya selama beberapa hari, dan beliau tidak keluar dari
rumahnya sampai Jibril AS turun kepadanya dengan ayat ini:
﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا
أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى﴾
'Tidaklah
sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohon ampunan bagi
orang-orang musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dekat' (QS. At-Tawbah:
113).
Ali
berkata: 'Rasulullah ﷺ memerintahkanku
untuk mandi. Lalu akupun mandi'". [HR, Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat
al-Kubraa 1/123 (Cet. Dar Shadir)
Abu
al-Fadhel ash-Shan'ani berkata dalam Nuzhah al-Albaab 3/1608:
“وَالرَّاوِي عَنْ مُعَاوِيَّةَ هُوَ
الْوَاقِدِيُّ كَذَّابٌ كَمَا قَالَ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ ".
“Dan
perawi dari Muawiyah adalah Al-Waqidi, dia pembohong, seperti yang dikatakan
Ahmad dan lainnya".
Ibnu
Abbas berkata:
عَارَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
جِنَازَةَ أَبِي طَالِبٍ وَقَالَ: «وَصَلْتَ رَحِمَكَ، جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا يا
عَمّ»
"Rasulullah
ﷺ menghadang jenazah Abu Thalib dan beliau bersabda:
'Dan semoga rahmatmu dicurahkan, semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu,
wahai paman.'"
[Lihat:
al-Bidaayah wa an-Nihayah 3/125, dan Dalaail an-Nubuwwah 2/349 dan al-Muntadzim
3/10]
****
DALIL KHAWARIJ KE EMPAT:
Yaitu:
Dalil yang melarang duduk-duduk bersama orang kafir dan musyrik. Dan menurut
mereka bahwa kaum muslimin selain golongannya sama hukumnya dengan orang kafir
dan musyrik ; maka tidak boleh duduk-duduk pula bersama nya. Mereka berdalil
dengan firman Allah SWT:
﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي
آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا
يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ﴾
Dan
apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka
tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan
jika tidak, maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), oleh
karena itu janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah
teringat (akan larangan itu). [QS. al-An'am: 68].
Bantahan
terhadap pemahaman khawarij tentang ayat ini adalah sbb:
Pertama:
ayat tersebut di tujukan pada orang kafir yang mengolok-olokkan agama dan
melecehkannya. Sebagaimana dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ
أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا
تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً
مِثْلُهُمْ ﴾.
Dan
sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila
kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri (diingkari) dan diperolok-olokkan
(oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga
mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian
berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)
Dan
adapun firman-Nya: “Sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah
kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)", maka Muqatil ibnu Hayyan
mengatakan:
نَسَخَت هَذِهِ الْآيَةُ
الَّتِي فِي الْأَنْعَامِ. يَعْنِي نُسخَ قَوْلُهُ: ﴿إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ﴾
لِقَوْلِهِ ﴿وَمَا عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ
وَلَكِنْ ذِكْرَى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ﴾.
“Bahwa
ayat surat Al-An'am ini menasakh firman-Nya: “tentulah kalian serupa
dengan mereka”. (An-Nisa: 140). Karena ada dalil firman Allah yang mengatakan:
وَما عَلَى الَّذِينَ
يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dan
tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang memelihara
dirinya terhadap dosa mereka (yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah); tetapi
(kewajibannya ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (Al-An'am: 69). [Tafsir
Ibnu Katsir: 2/435].
Kedua:
larangan duduk-duduk bersama dengan orang-orang kafir itu terbatas pada saat
pembicaraannya mengolok-olok ayat-ayat Allah dan menistakannya, namun jika
mereka telah merubah pembicaraannya ke arah yang lain, maka larangn tersebut
tidak berlaku.
Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya berkata:
قَالَ: ﴿وَإِذَا رَأَيْتَ
الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا﴾ أَيْ: بِالتَّكْذِيبِ وَالِاسْتِهْزَاءِ
﴿فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ﴾ أَيْ: حَتَّى
يَأْخُذُوا فِي كَلَامٍ آخَرَ غَيْرِ مَا كَانُوا فِيهِ مِنَ التَّكْذِيبِ،
﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ وَالْمُرَادُ بِهَذَا كُلُّ فَرْدٍ، فَرْدٌ
مِنْ آحَادِ الْأُمَّةِ، أَلَّا يَجْلِسَ مَعَ الْمُكَذِّبِينَ الَّذِينَ
يُحَرِّفُونَ آيَاتِ اللَّهِ وَيَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا، فَإِنْ
جَلَسَ أَحَدٌ مَعَهُمْ نَاسِيًا ﴿فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى﴾ بَعْدَ
التَّذَكُّرِ ﴿مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾
وَلِهَذَا وَرَدَ فِي
الْحَدِيثِ: "رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا
اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.
وَقَالَ السُّدِّي، عَنْ أَبِي
مَالِكٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْر فِي قَوْلِهِ: ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ
الشَّيْطَانُ﴾ قَالَ: إِنْ نَسِيتَ فَذَكَرْتَ، فَلَا تَجْلِسْ مَعَهُمْ. وَكَذَا
قَالَ مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ.
Ibnu
Abbas berkata, "Allah berfirman, 'Dan apabila kamu melihat orang-orang
yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami...' yaitu dengan mendustakan dan
mencemoohnya. 'Maka berpalinglah dari mereka hingga mereka merubah
pembicaraanya dan masuk ke dalam pembicaraan selain itu yang ada pendustaan '. “
Dan jika tidak, maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)”.
Dan
yang dimaksud dengan ini adalah setiap individu, individu dari umat yang tidak
duduk bersama para penista yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan
menempatkannya di tempat-tempat yang salah. Jika kamu duduk bersama mereka
karena lupa, 'maka setelah teringat janganlah kamu duduk bersama orang-orang
yang dzalim'."
Dan
oleh karena itu telah ada dalam hadis: "Kesalahan tanpa sengaja dan
kelupaan dari umatku diampuni dan apa yang mereka lakukan karena dipaksa
padanya."
[HR.
Ibnu Majah no.(2043), Al-Tabarani dalam ((al-Mu'jam al-Kabir)) (8273), dan
Al-Bayhaqi (11787) dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallaahu ‘anhu. Di shahihkan
al-Albani dalam Sahih al-Jami' no. 1836].
Dan
al-Suddi mengatakan, dari Abu Malik dan Sa'id bin Jubair tentang firman Allah: “
Dan jika tidak, maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)”,
dia berkata: "Jika kamu lupa, lalu kamu ingat, maka janganlah duduk
bersama mereka." Demikian pula Mukatil bin Hayyan mengatakan. [Tafsir Ibnu
Katsir 3/278]
Dalam
sebuah hadis di katakan:
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ، فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ»
"Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia
duduk-duduk di meja makan di mana minuman keras disajikan [diedarkan]".
[HR.
At-Tirmidzi (2801) dan redaksi ini miliknya, Al-Nasa'i (401) dengan singkat,
dan Ahmad (14651) dengan sedikit perbedaan]. Di Hasankan Ibnu Katsir dalam
Musnad al-Faaruq 1/411 dan dishahihkan al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no. 4403].
====
CARA KHAWARIJ BERDALIL ITU TERBALIK:
Nabi
ﷺ bersabda:
“يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ
لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ ".
Mereka
[kaum khawarij] membaca Al-Qur'an dan menyangka bahwa ayat itu dalil untuk
membenarkan mereka, padahal yang benar ayat itu dalil atas kesalahan mereka. [HR.
Muslim no. 1066 dan Abu Dawud (4768)].
Dan
dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhuma
Rasulullah ﷺ
bersabda:
« يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ
وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ، مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ
مِنْهُمْ»
"Mereka
mengajak manusia kepada Al-Qur'an, akan tetapi apa yang mereka amalkan itu sama
sekali bukan dari al-Qur'an. Siapa yang memerangi mereka, maka ia lebih
mulia di sisi Allah."
[HR. Abu
Daud no. 4765. Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Syu'aib
al-Arnauth dalam Takhrij Hadits Sunan Abi Daud].
Abdullah
bin Umar radhiallahu anhu berkata tentang orang-orang khawarij sebagaimana
disebutkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq [tanpa sanad] adalah sebagai
berikut:
“وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ
خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ: إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي
الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ”
“Ibnu
Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata: ‘Mereka
mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka timpakan
kepada orang-orang beriman.” (Shahih al-Bukhori 9/16, Bab: Qotlil Khawarij wa'l
Mulhidiin)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ
مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ بن عُمَرَ فِي
الْحَرُورِيَّةِ قَالَ كَانَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ انْطَلَقُوا إِلَى
آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ قُلْتُ وَسَنَدُهُ
صَحِيحٌ".
“Ath-Thabary
menyambungkan sanadnya dalam " Musnad Ali min Tahdzib Al-Atsar" dari
jalur Bukair bin Abdillah bin Al-Asyajj, bahwa dia bertanya kepada Nafi,
tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain
untuk kelompok Khawarij)?
Dia
menjawab: “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk Allah,
mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu mereka timpakan
kepada orang-orang beriman.”
Saya
katakan: ‘Sanadnya shahih’”. (Fathul Bari, 12/286)
===****===
KAFIR DZIMMI BAGI KHAWARIJ LEBIH MULIA DARI PADA MUSLIM SELAINNYA
Pada
zaman Sahabat, kaum khawarij lebih memuliakan orang kafir dzimmy dari pada
sahabat Nabi ﷺ. Mereka mengharamkan darah Kafir Dzimmi bahkan wajib melindungi
jiwa, harta, kehormatan dan agama kafir dzimmi. Sementara mereka menghalalkan
darah, harta dan kehormtan kaum muslimin, termasuk para sahabat Nabi ﷺ yang dianggap kafir oleh mereka karena tidak
sejalan dengan manhaj khawarij. Bahkan doktrin khawarij mewajibkan untuk
membunuh kaum muslimin yang tidak sefaham, merampas hartanya dan
menginjak-injak kehormatannya, serta berkewajiban melenyapkan semua manhaj
selain khawarij.
Kalau
khawarij sekarang mengatakan: bahwa Fir'aun, orang yahudi dan kristen bahkan
Abu Jahal lebih bertauhid dan lebih sesuai dengan petunjuk [أَهْدَى] dari
pada kaum muslimin yang tidak semanhaj dengan mereka.
Sebagai
contoh yang pernah terjadi pada masa sahabat adalah: kisah pembunuhan seorang
sahabat yang bernama Abdullah bin Khabbab dan Ummu Waladnya atau Surriyyah yang
sedang hamil. [Ummu walad: adalah budak wanita yang telah melahirkan anak
majikan. Surriyyah: adalah budak wanita yang sedang hamil anak majikan].
Dari
Humaid bin Bilal dari seorang lelaki Abdul Qais ia pernah bergabung dengan kaum
Khawarij kemudian memisahkan diri dari mereka, ia berkata:
دَخَلُوا قَرْيَةً، فَخَرَجَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَبَّابٍ ذَعِرًا يَجُرُّ رِدَاءَهُ، فَقَالُوا: لِمَ تُرَعُ؟
فَقَالَ: وَاللَّهِ لَقَدْ رُعْتُمُونِي. قَالُوا: أَنْتَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
خَبَّابٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ -؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَهَلْ سَمِعْتَ
مِنْ أَبِيكَ حَدِيثًا يُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ - تُحَدِّثُنَاهُ؟
قَالَ: نَعَمْ، «سَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ - أَنَّهُ ذَكَرَ
فِتْنَةً الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ
مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي ". قَالَ: “فَإِنْ
أَدْرَكْتَ ذَلِكَ فَكُنْ عَبْدَ اللَّهِ الْمَقْتُولَ - أَحْسَبُهُ قَالَ - وَلَا
تَكُنْ عَبْدَ اللَّهِ الْقَاتِلَ». قَالُوا: أَنْتَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ أَبِيكَ
يُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ -؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَقَدَّمُوهُ
عَلَى ضَفَّةِ النَّهْرِ، فَضَرَبُوا عُنُقَهُ فَسَالَ دَمُهُ كَأَنَّهُ شِرَاكُ
نَعْلٍ امْدَقَرَّ، وَبَقَرُوا أُمَّ وَلَدِهِ عَمَّا فِي بَطْنِهَا.
"Orang-orang
Khawarij memasuki sebuah kampung, kemudian Abdullah bin Khabab keluar dengan
ketakutan sambil menjulurkan kain selendangnya, mereka pun bertanya:
"Kenapa
kamu ketakutan?"
Abdullah
menjawab: "Demi Allah, sungguh kalian telah membuatku ketakutan."
Mereka
bertanya lagi: "Apakah kamu Abdullah bin Khabab sahabat Rasulullah ﷺ?"
Abdullah
menjawab: "Ya."
Kemudian
ada yang bertanya kepadanya: "Lalu apakah kamu telah mendengar dari
[bapakmu] sebuah hadits yang dia ceritakan dari Rasulullah ﷺ untuk
kamu ceritakan kepada kami?".
Abdullah
menjawab: "Ya, aku telah mendengarnya bercerita dari Rasulullah ﷺ, beliau
menyebutkan tentang fitnah: "Orang yang duduk ketika terjadi fitnah adalah
lebih baik dari orang yang berdiri, dan orang yang berdiri adalah lebih baik
dari orang yang berjalan, sedangkan orang yang berjalan adalah lebih baik dari
orang yang berlari."
Kemudian
Nabi melanjutkan: "Jika kamu mendapati masa itu maka jadilah kamu hamba
Allah yang terbunuh."
[Perawi
yang bernama Ayyub] menyebutkan: "Dan aku tidak mengetahuinya kecuali
beliau bersabda: 'Dan janganlah menjadi hamba Allah yang membunuh'."
Kemudian
orang-orang Khawarij itu bertanya lagi: "Apakah kamu mendengar ini dari
bapakmu yang telah bercerita dari Rasulullah ﷺ?"
Abdullah
menjawab: "Ya."
Perawi
(lelaki dari Abdu Qais) Berkata: "Kemudian mereka membawanya ke tepian
sungai dan memenggal lehernya, sehingga mengalirlah darahnya seakan-akan tali
sandal yang tidak terputus. Dan mereka juga membelah janin yang ada di perut
Ummul waladnya (budak wanita yang melahirkan anak majikan)."
[HR.
Ahmad no. 21064, Abu Ya'laa 13/177 dan Ath-Thabaraani no. 3630, 3631].
Al-Haytsami
berkata dalam “Majma' Az-Zawa’id” 7/303 No. (12336):
"وَلَمْ أَعْرِفِ الرَّجُلَ الَّذِي
مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ رِجَالُ الصَّحِيحِ".
"Saya
tidak mengenal orang yang berasal dari Abd al-Qais dan para perawi lainnya
adalah orang-orang Kitab Hadist Shahih".
Al-Mubarrad
menyebutkan hadits ini dalam Al-Kamil hal. 564, namun ada tambahan:
إِنَّ الْخَوَارِجَ قَالُوا
لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ خُبَابٍ: مَا تَقُولُ فِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ؟
فَأَثْنَىٰ خَيْرًا. فَقَالُوا لَهُ: فَمَا تَقُولُ فِي عَلِيٍّ قَبْلَ
التَّحْكِيمِ؟ وَفِي عُثْمَانَ سِتَّ سَنِينَ؟ فَأَثْنَىٰ خَيْرًا. وَقَالُوا:
فَمَا تَقُولُ فِي الْحُكُومَةِ وَالتَّحْكِيمِ؟ قَالَ: أَقُولُ: إِنَّ عَلِيًّا
أَعْلَمُ بِاللَّهِ مِنْكُمْ وَأَشَدُّ تَوَقِّيًا لِدِينِهِ، وَأَنْفَذُ
بِصَيِّرَةٍ. قَالُوا: إِنَّكَ لَسْتَ تَتَّبِعُ الْهُدَىٰ، إِنَّمَا تَتَّبِعُ
الرِّجَالَ عَلَىٰ أَسْمَائِهَا. ثُمَّ قَرَّبُوهُ إِلَىٰ شَاطِئِ النَّهْرِ
فَذَبَحُوهُ، فَامْذَفَرَ دَمَهُ، أَيْ جَرَّىٰ مُسْتَطِيلًا عَلَىٰ ذَقْنِهِ.
وَسَامُوا رَجُلاً
نَصْرَانِيًّا بِنَخْلَةٍ، فَقَالَ: هِيَ لَكُمْ. فَقَالُوا: مَا كُنَّا
لِنَأْخُذَهَا إِلَّا بِثَمَنٍ. فَقَالَ: مَا أَعْجَبَ هَذَا! تَقْتُلُونَ مِثْلَ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خُبَابٍ، وَلَا تَقْبَلُونَ مِنَّا نَخْلَةً إِلَّا بِثَمَنٍ؟
وَكَانَ قَتْلُ عَبْدِ اللَّهِ بِقَرِيَّةٍ يُقَالُ لَهَا "كَسْكَر"
فَبِهَذَا السَّبَبِ اسْتَحَلَّ عَلِيٌّ قِتَالَهُمْ، وَاسْتِئْصَالَهُمْ
بِالْقَتْلِ.
"Para
Khawarij berkata kepada Abdullah bin Khabbab: 'Apa pendapatmu tentang Abu Bakr
dan Umar?' Maka dia memuji keduanya dengan pujian yang baik.
Lalu
mereka berkata kepadanya: 'Bagaimana pendapatmu tentang Ali sebelum peristiwa
Tahkim [perdamaian antara Ali dan Mu'wiyah setelah perang Shiffiin]? Dan
tentang Utsman selama enam tahun?' Maka dia memuji keduanya dengan pujian yang
baik.
Mereka
berkata: 'Bagaimana pendapatmu tentang pemerintahan dan Tahkiim?' Dia menjawab:
'Aku katakan bahwa Ali lebih mengetahui tentang Allah daripada kalian, lebih
kokoh dalam menjaga agamanya, dan memiliki wawasan yang lebih mendalam.'
Mereka
berkata: 'Engkau tidak mengikuti petunjuk, engkau hanya mengikuti manusia
berdasarkan namanya.' Kemudian mereka mendekatkan dia ke tepi sungai dan
membunuhnya, dan darahnya mengalir, yaitu mengalir panjang hingga ke bawah
dagunya."
Mereka
[orang-orang khawarij setelah membunuh Abdullah bin Khabbab] melakukan tawar
menawar harga pohon kurma dengan seorang Nasrani. Lalu dia [Nasrani] berkata:
"Ini saya kasih untuk kalian secara cuma-cuma ".
Mereka
berkata: Kami tidak akan mengambilnya kecuali dengan pembayaran sesuai
harganya.
Dia
berkata: Betapa anehnya ini? Apakah kalian tega membunuh orang seperti Abdullah
bin Khabab, sementara kalian tidak mau menerima pohon kurma dari kami kecuali
dengan pembayaran sesuai harganya?
Pembunuhan
Abdullah terjadi di sebuah desa yang disebut "Kaskar". Oleh karena
itu, Ali menghalalkan untuk memerangi mereka dan menghabisi mereka dengan
pembantaian.
[Lihat
pula: al-Qur'aaniyyuun karya Ali Muhammad Zainu hal. 31 dan al-Jauharah Fii
Nasabin Nabi karya Muhmmad at-Timisaani 2/263].
Dari
Abu Mijlaz, ia berkata:
بَيْنَمَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
خَبَّابٍ فِي يَدِ الْخَوَارِجِ إِذْ أَتَوْا عَلَى نَخْلٍ ، فَتَنَاوَلَ
رَجُلٌ مِنْهُمْ تَمْرَةً فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا لَهُ:
أَخَذْتُ تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ أَهْلِ الْعَهْدِ ، وَأَتَوْا عَلَى خِنْزِيرٍ
فَنَفَخَهُ رَجُلٌ مِنْهُمْ بِالسَّيْفِ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ
فَقَالُوا لَهُ: قَتَلْتَ خِنْزِيرًا مِنْ خَنَازِيرِ أَهْلِ الْعَهْدِ ، قَالَ:
فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ مَنْ هُوَ أَعْظَمُ عَلَيْكُمْ
حَقًّا مِنْ هَذَا؟ قَالُوا: مَنْ؟ قَالَ: أَنَا ، مَا تَرَكْتُ صَلَاةً وَلَا
تَرَكْتُ كَذَا وَلَا تَرَكْتُ كَذَا ; قَالَ: فَقَتَلُوهُ ، قَالَ: فَلَمَّا
جَاءَهُمْ عَلِيٌّ قَالَ: أَقِيدُونَا بِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ قَالُوا:
كَيْفَ نُقِيدُكَ بِهِ وَكُلُّنَا قَدْ شَرَكَ فِي دَمِهِ ، فَاسْتَحَلَّ
قِتَالَهُمْ ".
ketika
Abdullah bin Khabbab ditawan oleh kaum Khawarij. Ketika mereka mendapati sebuah
pohon kurma, maka salah seorang dari mereka mengambil kurma (yang jatuh) dari
pohon tersebut. Maka teman-temannya (sesama Khawarij) menemuinya dan berkata:
“engkau telah mengambil kurmanya ahlul ‘ahdi (kafir mu’ahhad)”.
Kemudian
ia mendapati seekor babi, lalu salah seorang dari mereka membunuh babi tersebut
dengan pedang. Lalu orang-orang khawarij menemuinya dan berkata: “kamu telah
membunuh babinya ahlul ‘ahdi (kafir mu’ahhad / dalam perjanjian)”.
Maka
melihat itu, Abdullah bin Khabbab berkata: “Maukah aku kabarkan kepada kalian
sesuatu yang lebih besar haknya dari itu semua (kurma dan babi)?”.
Mereka
berkata: “Apa itu?”.
Abdullah
menjawab: “Itu adalah aku, aku tidak meninggalkan shalat dan tidak meninggalkan
ibadah ini dan itu”.
Mendengar
itu lantas kaum Khawarij membunuh Abddullah bin Khabbab.
Ketika
mereka menemui Ali bin Abi Thalib, beliau bertanya: “Mengapa kalian tidak
menyerahkan Abdullah bin Khabbab kepada kami?”.
Mereka
menjawab: “Bagaimana mungkin kami serahkan ia kepadamu? Sedangkan kesyirikan
dalam darahnya lebih memberatkan kami (untuk tidak membunuhnya)”.
Mereka
menganggap halal darahnya Abdullah bin Khabbab.
(HR.
Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 7/560 no. 37923)
===***===
DIALOG SEBELUM PERANG BERKECAMUK ANTARA JUBIR ALI (RA) DENGAN KHAWARIJ
Ada
beberapa faktor yang mendorong Ali bin Abu Thalib bersama pasukannya mendatangi
tempat berkumpulnya golongan Khawarij [di Nahrawan] untuk memeranginya:
Faktor
Pertama: karena adanya perintah dari
Nabi ﷺ untuk
memerangi kaum Khawarij.
Faktor
Kedua: di dalam kaum khawarij tersebut
terdapat seseorang yang telah digambarkan oleh Nabi ﷺ, yaitu
dalam sabdanya:
"... آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى
عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ
وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ".
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ:
“فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَأَشْهَدُ
أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ
الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ
النَّبِيِّ ﷺ الَّذِي نَعَتَهُ ".
Ciri-ciri
mereka adalah adanya seorang laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua
lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang
bergerak-gerak.
Mereka
akan muncul pada zaman timbulnya firqah/golongan".
Abu
Sa'id berkata: Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah ﷺ dan aku
bersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya
saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yang bersembunyi lalu
orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti
yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi ﷺ". [HR. Bukhori no. 3610 dan Muslim
no. 1064]
Faktor
ketiga: mereka mulai membunuh kaum
muslimin yang tidak sefaham dengan mereka, di antaranya membunuh beberapa
sahabat Nabi ﷺ.
Al
Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:
“فَاسْتَعْرَضُوا النَّاسَ فَقَتَلُوا مَنِ
اجْتَازَ بِهِمْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَمَرَّ بِهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَبَّابِ
بْنِ الْأَرَتِّ وَكَانَ وَالِيًا لِعَلِيٍّ عَلَى بَعْضِ تِلْكَ الْبِلَادِ
وَمَعَهُ سُرِّيَّةٌ وَهِيَ حَامِلٌ فَقَتَلُوهُ وبقروا بطن سُرِّيَّتِهِ عَنْ
وَلَدٍ فَبَلَغَ عَلِيًّا فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فِي الْجَيْشِ الَّذِي كَانَ
هَيَّأَهُ لِلْخُرُوجِ إِلَى الشَّامِ فَأَوْقَعَ بِهِمْ بِالنَّهْرَوَانِ وَلَمْ
يَنْجُ مِنْهُمْ إِلَّا دُونَ الْعَشَرَةِ وَلَا قُتِلَ مِمَّنْ مَعَهُ إِلَّا
نَحْوُ الْعَشَرَةِ".
Kaum
Khawarij menguji orang-orang dengan pertanyaan-pertanyaan, lalu mereka pun
membunuh orang dari kaum Muslimin yang jawabannya tidak sesuai dengan keinginan
mereka.
Abdullah
bin Khabbab bin Al Art melewati mereka. Ketika itu ia adalah gubernur di sebagian
daerah di pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Dan ia memiliki surriyyah [budak
wanita] yang sedang hamil [anak majikan]. Mereka pun membunuh Abdullah bin
Khabbab dan merobek perut budaknya untuk mengeluarkan anaknya (untuk dibunuh
juga).
Berita
itu sampai kepada Ali. Lalu beliau menemui kaum khawarij bersama pasukan yang
sedianya dipersiapkan untuk berangkat ke Syam (dalam rangka menghadapi pasukan
Mu’awiyah -red). Maka Ali memerangi mereka (kaum khawarij) di Nahrawan. Tidak
ada yang selamat dari mereka kecuali sekitar 10 orang saja. Dan tidak ada yang
tewas dari pasukan Ali kecuali sekitar 10 orang saja” (Fathul Baari, 12/284)
Meskipun
faktor-faktor dan alsannya sangat kuat dan mendukung untuk memerangi kaum
khawarij, namun Ali bin Abi Thalib masih terus berusaha melakukan dialog,
membujuk dan mendakwahi mereka agar kembali ke jalan yang lurus.
Berikut
ini langkah-langkah dialog yang dilakukan Ali radhiyallaahu ‘anhu dengan kaum
khawarij sebelum perang:
===
PERTAMA:
DIALOG ANTARA IBNU ABBAS DENGAN KAUM KHAWARIJ:
Abdullah
bin ‘Abbas radhiallahu’anhuma, seorang ulama yang faqih di kalangan para
sahabat Nabi, merasa perlu untuk berbicara dengan mereka dalam rangka mendebat
mereka dan mematahkan argumen mereka supaya mereka kembali ke jalan yang benar.
Berikut ini dialog antara Abdullah bin ‘Abbas dengan kaum Khawarij.
Abdullah
bin ‘Abbas berkata:
«لَمَّا خَرَجَتِ الْحَرُورِيَّةُ اعْتَزَلُوا
فِي دَارٍ، وَكَانُوا سِتَّةَ آلَافٍ « فَقُلْتُ لِعَلِيٍّ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ»
أَبْرِدْ بِالصَّلَاةِ، لَعَلِّي أُكَلِّمُ هَؤُلَاءِ الْقَوْمَ» قَالَ: «إِنِّي
أَخَافُهُمْ عَلَيْكَ» قُلْتُ: كَلَّا، فَلَبِسْتُ، وَتَرَجَّلْتُ، وَدَخَلْتُ
عَلَيْهِمْ فِي دَارِ نِصْفِ النَّهَارِ، وَهُمْ يَأْكُلُونَ فَقَالُوا:
«مَرْحَبًا بِكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، فَمَا جَاءَ بِكَ؟» قُلْتُ لَهُمْ:
أَتَيْتُكُمْ مِنْ عِنْدِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ الْمُهَاجِرِينَ،
وَالْأَنْصَارِ، وَمِنْ عِنْدِ ابْنِ عَمِّ النَّبِيِّ ﷺ وَصِهْرِهِ، وَعَلَيْهِمْ
نُزِّلَ الْقُرْآنُ، فَهُمْ أَعْلَمُ بِتَأْوِيلِهِ مِنْكُمْ، وَلَيْسَ فِيكُمْ
مِنْهُمْ أَحَدٌ، لَأُبَلِّغَكُمْ مَا يَقُولُونَ، وَأُبَلِّغَهُمْ مَا
تَقُولُونَ، فَانتَحَى لِي نَفَرٌ مِنْهُمْ قُلْتُ: هَاتُوا مَا نَقِمْتُمْ عَلَى
أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَابْنِ عَمِّهِ قَالُوا: «ثَلَاثٌ» قُلْتُ: مَا هُنَّ؟
قَالَ: «أَمَّا إِحْدَاهُنَّ، فَإِنَّهُ حُكْمُ الرِّجَالِ فِي أَمْرِ اللهِ»
وَقَالَ اللهُ: ﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾ [الأنعام: 57] مَا شَأْنُ
الرِّجَالِ وَالْحُكْمِ؟ قُلْتُ: هَذِهِ وَاحِدَةٌ قالوا: وَأَمَّا الثَّانِيَةُ، فَإِنَّهُ
قَاتَلَ، وَلَمْ يَسْبِ، وَلَمْ يَغْنَمْ، إِنْ كَانُوا كُفَّارًا لَقَدْ حَلَّ
سِبَاهُمْ، وَلَئِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ مَا حَلَّ سِبَاهُمْ وَلَا قِتَالُهُمْ
قُلْتُ: هَذِهِ ثِنْتَانِ، فَمَا الثَّالِثَةُ؟ " وَذَكَرَ كَلِمَةً
مَعْنَاهَا قَالُوا: مَحَى نَفْسَهُ مِنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَهُوَ أَمِيرُ الْكَافِرِينَ " قُلْتُ: هَلْ
عِنْدَكُمْ شَيْءٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالُوا: «حَسْبُنَا هَذَا» قُلْتُ: لَهُمْ
أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ قَرَأْتُ عَلَيْكُمْ مِنْ كِتَابِ اللهِ جَلَّ ثَنَاؤُهُ
وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ مَا يَرُدُّ قَوْلَكُمْ أَتَرْجِعُونَ؟ قَالُوا: «نَعَمْ»
قُلْتُ: أَمَّا قَوْلُكُمْ: «حُكْمُ الرِّجَالِ فِي أَمْرِ اللهِ، فَإِنِّي
أَقْرَأُ عَلَيْكُمْ فِي كِتَابِ اللهِ أَنْ قَدْ صَيَّرَ اللهُ حُكْمَهُ إِلَى
الرِّجَالِ فِي ثَمَنِ رُبْعِ دِرْهَمٍ ، فَأَمَرَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
أَنْ يَحْكُمُوا فِيهِ» أَرَأَيْتَ قَوْلَ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: ﴿يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ، وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، وَمَنْ
قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ
يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ﴾ [المائدة: 95] وَكَانَ مِنْ حُكْمِ اللهِ
أَنَّهُ صَيَّرَهُ إِلَى الرِّجَالِ يَحْكُمُونَ فِيهِ، وَلَوْ شَاءَ لحكم فِيهِ،
فَجَازَ مِنْ حُكْمِ الرِّجَالِ، أَنْشُدُكُمْ بِاللهِ أَحُكْمُ الرِّجَالِ فِي
صَلَاحِ ذَاتِ الْبَيِّنِ، وَحَقْنِ دِمَائِهِمْ أَفْضَلُ أَوْ فِي أَرْنَبٍ؟
قَالُوا: بَلَى، هَذَا أَفْضَلُ وَفِي الْمَرْأَةِ وَزَوْجِهَا: ﴿وَإِنْ خِفْتُمْ
شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا﴾
[النساء: 35] فَنَشَدْتُكُمْ بِاللهِ حُكْمَ الرِّجَالِ فِي صَلَاحِ ذَاتِ
بَيْنِهِمْ، وَحَقْنِ دِمَائِهِمْ أَفْضَلُ مِنْ حُكْمِهِمْ فِي بُضْعِ امْرَأَةٍ؟
خَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟ " قَالُوا: نَعَمْ قُلْتُ: وَأَمَّا قَوْلُكُمْ
قَاتَلَ وَلَمْ يَسْبِ، وَلَمْ يَغْنَمْ، أَفَتَسْبُونَ أُمَّكُمْ عَائِشَةَ،
تَسْتَحِلُّونَ مِنْهَا مَا تَسْتَحِلُّونَ مِنْ غَيْرِهَا وَهِيَ أُمُّكُمْ؟
فَإِنْ قُلْتُمْ: إِنَّا نَسْتَحِلُّ مِنْهَا مَا نَسْتَحِلُّ مِنْ غَيْرِهَا
فَقَدْ كَفَرْتُمْ، وَإِنْ قُلْتُمْ: لَيْسَتْ بِأُمِّنَا فَقَدْ كَفَرْتُمْ: ﴿النَّبِيُّ
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ﴾
[الأحزاب: 6] فَأَنْتُمْ بَيْنَ ضَلَالَتَيْنِ، فَأْتُوا مِنْهَا بِمَخْرَجٍ،
أَفَخَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ، وَأَمَّا مَحْيُ نَفْسِهِ مِنْ
أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَنَا آتِيكُمْ بِمَا تَرْضَوْنَ. إن نَبِيَّ اللهِ ﷺ
يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ صَالَحَ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ لِعَلِيٍّ: «اكْتُبْ يَا
عَلِيُّ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولَ اللهِ» قَالُوا: لَوْ
نَعْلَمُ أَنَّكَ رَسُولُ اللهِ مَا قَاتَلْنَاكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «امْحُ
يَا عَلِيُّ اللهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي رَسُولُ اللهِ، امْحُ يَا عَلِيُّ،
وَاكْتُبْ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ» وَاللهِ
لَرَسُولُ اللهِ ﷺ خَيْرٌ مِنْ عَلِيٍّ، وَقَدْ مَحَى نَفْسَهُ، وَلَمْ يَكُنْ
مَحْوُهُ نَفْسَهُ ذَلِكَ مَحَاهُ مِنَ النُّبُوَّةِ، أَخْرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟
" قَالُوا: «نَعَمْ، فَرَجَعَ مِنْهُمْ أَلْفَانِ، وَخَرَجَ سَائِرُهُمْ،
فَقُتِلُوا عَلَى ضَلَالَتِهِمْ، فَقَتَلَهُمُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ»
Ketika
kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul menyendiri di suatu
daerah. Ketika itu mereka ada sekitar 6000 orang. Maka aku pun berkata kepada
‘Ali bin Abi Thalib: “wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga
matahari tidak terlalu panas, mungkin aku bisa berbicara dengan mereka kaum
Khawarij”.
Ali
berkata: “aku mengkhawatirkan keselamatanmu”.
Aku
berkata: “tidak perlu khawatir”
Aku
lalu memakai pakaian yang bagus dan berdandan. Aku sampai di daerah mereka pada
waktu tengah hari, ketika itu kebanyakan mereka sedang makan. Mereka berkata:
“marhaban bik (selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, apa yang membuatmu
datang ke sini?”.
Aku
berkata: “Aku datang mewakili para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar
dan mewakili anak dari paman Nabi (Ali bin Abi Thalib). Merekalah yang
membersamai Nabi, Al Qur’an di turunkan di tengah-tengah mereka, dan mereka lah
yang paling memahami makna Al Qur’an. Dan tidak ada salah seorang pun dari
kalian yang termasuk sahabat Nabi. Akan aku sampaikan perkataan mereka yang
lebih benar dari perkataan kalian”.
Lalu
sebagian dari mereka mencoba menahanku untuk bicara.
Aku
berkata lagi: “sampaikan kepada saya apa alasan kalian memerangi para sahabat
Rasulullah dan anak dari pamannya (Ali bin Abi Thalib)?”.
Mereka
menjawab: “ada 3 hal”. Aku berkata: “apa saja?”.
Mereka
menjawab: “Pertama: ia telah menjadi hakim dalam urusan Allah, padahal Allah
Ta’ala berfirman:
﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾
“Sesungguhnya
hukum itu hanyalah milik Allah” (QS. Al An’am: 57, Yusuf: 40).
Betapa
beraninya seseorang menetapkan hukum selain hukum Allah!”.
Aku
[Ibnu Abbas] berkata: “Ini yang pertama, lalu?”.
Mereka
menjawab: “Kedua: ia memimpin perang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak
menawan tawanan dan tidak mengambil ghanimah. Padahal jika memang ia memerangi
orang kafir maka halal tawanannya. Namun jika yang diperangi adalah orang
mukmin maka tidak halal tawanannya dan tidak boleh diperangi”.
Aku
berkata: “ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”.
(Ketiga)
Mereka menyampaikan perkataan yang intinya kaum Khawarij berpendapat bahwa Ali
bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, dengan
demikian ia adalah Amirul Kafirin [pemimpin orang kafir].
Aku
lalu berkata: “apakah masih ada lagi alasan kalian?”.
Mereka
menjawab: “itu sudah cukup”.
Aku
berkata: “Bagaimana menurut kalian jika aku membacakan Kitabullah dan sunnah
Nabi-Nya yang akan membantah pendapat kalian? apakah kalian akan rujuk
(taubat)?”.
Mereka
berkata: “ya”.
Aku
katakan: “adapun perkataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib telah menetapkan
hukum dalam perkara Allah, aku akan membacakan Kitabullah kepada kalian bahwa
Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam masalah seperdelapan
seperempat dirham. Allah tabaraka wa ta’ala memerintahkan untuk berhukum kepada
manusia dalam hal ini. tidakkah kalian membaca firman Allah tabaraka wa ta’ala:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَقْتُلُوا الصَّيْدَ، وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا
فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ﴾
‘Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam
keadaan ber-ihram. Barang siapa yang membunuhnya di antara kamu secara
sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang
dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil di antara kamu‘ (QS.
Al Maidah: 95)”
Ini
di antara hukum Allah yang Allah serahkan putusannya kepada manusia.
Andaikan Allah mau, tentu Allah bisa memutuskan saja hukumnya. Namun Allah
membolehkan berhukum kepada manusia. Demi Allah aku bertanya kepada kalian,
apakah putusan hukum seseorang dalam mendamaikan suami-istri yang bertikai atau
dalam menjaga darah kaum muslimin atau dalam masalah daging kelinci itu afdhal?
Mereka
menjawab: “iya, tentu itu lebih utama ”.
Dalam
masalah pertikaian suami istri:
﴿وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا
فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا﴾
“Dan
bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam (penengah yang memberi putusan) dari keluarga laki-laki dan seorang
penengah dari keluarga wanita” (QS. An Nisaa: 35).
Demi
Allah telah aku bacakan kepada kalian diperintahkannya berhukum kepada manusia
dalam mendamaikan suami-istri yang bertikai dan dalam menjaga darah mereka, dan
itu lebih utama dari pada hukum yang diputuskan pada sebagian wanita. Apakah
alasanmu sudah terjawab dengan ini?
Mereka
menjawab: “Ya”.
Aku
berkata: “adapun perkataan kalian bahwa Ali berperang (melawan pihak
‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, saya bertanya,
apakah kalian akan menawan ibu kalian ‘Aisyah? Apakah ia halal bagi kalian
sebagaimana tawanan lain halal bagi kalian? Jika kalian katakan bahwa ia halal
bagi kalian sebagaimana halalnya tawanan yang lain, maka kalian telah kufur.
Atau jika kalian katakan ia bukan ibumu, kalian kafir.
﴿النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ
أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ﴾
‘Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri
dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin)‘ (QS. Al Ahdzab: 6).
Maka
kalian berada di antara dua kesesatan, coba kalian pilih salah satu? Apakah ini
sudah menjawab alasan kalian?”.
Mereka
menjawab: “ya”.
Ibnu
Abbas berkata: “Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus gelar Amirul
Mu’minin darinya, maka aku akan sampaikan hal yang kalian ridhai. Bukankah
Nabi ﷺ pada
Hudaibiyah membuat perjanjian dengan kaum Musyrikin.
Rasulullah
berkata kepada Ali:
«اكْتُبْ يَا عَلِيُّ هَذَا مَا صَالَحَ
عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولَ اللهِ»
“tulislah
wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad
Rasulullah”.
Namun
kaum musyrikin berkata: “tidak! andai kami percaya bahwa engkau Rasulullah,
tentu kami tidak akan memerangimu”.
Maka
Rasulullah ﷺ bersabda:
«امْحُ يَا عَلِيُّ اللهُمَّ إِنَّكَ
تَعْلَمُ أَنِّي رَسُولُ اللهِ، امْحُ يَا عَلِيُّ، وَاكْتُبْ هَذَا مَا صَالَحَ
عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ»
“Kalau
begitu hilangkan tulisan “Rasulullah” wahai Ali. Ya Allah, sungguh Engkau Maha
Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Hapus saja, wahai Ali. Dan
tulislah, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin
Abdillah”.
Padahal
demi Allah, Rasulullah ﷺ tentu lebih utama dari pada Ali. Namun beliau sendiri
pernah menghapus gelar “Rasulullah”. Namun penghapus gelar tersebut ketika itu
tidak menghapus kenabian beliau. Apakah alasan kalian sudah terjawab dengan
ini?”.
Mereka
berkata: “ya”.
Ibnu
Abbas berkata: “Maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang di antara mereka, dan
sisanya tetap memberontak. Mereka akhirnya terbunuh dalam kesesatan mereka.
Kaum Muhajirin dan Anshar lah yang membunuh mereka”. [selesai].
[Diriwayatkan
oleh Imam An Nasa-i dalam as-Sunan al-Kubroo, kitab Al
Khasha-ish Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (190) dan al-Baihaqi
dalam al-Kubroo 7/480 no. 8522].
Al-Hakim
mengatakan 2/150: “Shahih sesuai syarat Shahih Muslim, dan mereka berdua tidak
memasukkannya dalam kitabnya ".
Ibnu
Hajar berkata dalam Al-Diraayah 2/138: “Sanadnya Shahih”
Dalam
riwayat lain:
Muhammad At-Tilmisani yang dikenal dengan al-Burri (w. 645) berkata:
وَخَرَجَ إِلَيْهِمْ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ بِمَنْ مَعَهُ، وَرَامَ رُجُوعَتَهُمْ، فَأَبَوْا إِلَّا
الْقِتَالَ. وَكَانَ عَلِيٌّ أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ،
فَاجْتَمَعَ مَعَهُمْ وَاحْتَجَّ عَلَيْهِمْ بِحُجُوجٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ، وَمِنْ فِعْلِ النَّبِيِّ ﷺ وَفِعْلِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ حَتَّى
قَطَعَهُمْ: وَلَمْ يَجِدُوا جَوَابًا لِمَا قَالَ. فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ:
"دَعُوهُ عَنْكُمْ وَلَا تَجِيبُوهُ، فَلَنْ تُطِيقُوا مُخَاصَمَةَ ابْنِ
عَبَّاسٍ، فَإِنَّهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِمْ: ﴿بَلْ
هُمْ خَصِمُونَ﴾ وَقَالَ جَلَّ ثَنَاؤُهُ: ﴿وَتُنْذِرُ بِهِ قَوْمًا لُدًّا﴾".
وَكَانَ فِيهِمْ مَنْ تَبَيَّنَ
لَهُ الْحَقُّ. فَرَجَعَ مَعَهُ مِنْهُمْ مِنْ "حَرُورَاءَ" أَلْفَانِ
إِلَى الْحَقِّ. وَصَدَّقُوا ابْنَ عَبَّاسٍ فِيمَا قَالَ، وَلَزِمُوا عَلِيٌّا.
وَأَمَّا الْبَاقُونَ فَمَكَثُوا عَلَى ضَلَالِهِمْ وَعُنُودِهِمْ، وَهُمْ أَهْلُ
النَّهْرَوَانِ، وَكَانُوا سِتَّةَ آلَافٍ. فَقَتَلَ مِنْهُمْ عَلِيٌّ فِي النَّهْرَوَانِ
أَلْفَيْنِ وَثَمَانِي مِئَةٍ فِي أَصْحَّ الْأَقَاوِيلِ. وَقُتِلَ مَعَهُمْ
رَئِيسُهُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْب ذُو التَّفَنَاتِ الرَّاسِبِيُّ
الْأَزْدِيُّ مِنْ بَنِي رَاسِبِ بْنِ مَالِكِ بْنِ مَيْدَعَانَ بْنِ مَالِكِ بْنِ
نَضْرِ ابْنِ الْأَزْدِ بْنِ الْغَوْثِ.
ثُمَّ جَمَعُوا لِعَلِيٍّ
بَعْدَ ذَلِكَ بِالنُّخَيْلَةِ، فَقَتَلَهُمْ أَجْمَعِينَ، وَلَمْ يُفَلِّتْ
مِنْهُمْ إِلَّا ثَمَانِيَّةٌ، وَلَمْ يُقْتَلْ مِنْ عَسْكَرِ عَلِيٍّ غَيْرَ
تِسْعَةٍ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَخْبَرَ عَلِيًّا خَبَرَهُمْ، وَأَنَّهُ
يَقْتُلُهُمْ. وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِحْدَى عَضَدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ
الْمَرْأَةِ. فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيٌّ أَمَرَ بِتَفْتِيشِ الْمُخْدَجِ
الْيَدِ. فَلَمْ يُوَجَّدْ، فَتَغَيَّرَ وَجْهُ عَلِيٍّ، وَقَالَ: "وَاللَّهِ
مَا كَذِبْتُ وَلَا كُذِّبْتَ، فَتَشُوهْ". فَفَتَشُوهُ فَوَجَدُوهُ فِي
وَهْدَةٍ مِنَ الْأَرْضِ بَيْنَ الْقَتْلَى. فَلَمَّا رَآهُ عَلِيٌّ كَبَّرَ
وَحَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى.
Ali
keluar kepada mereka [Kaum Khawarij] dengan pasukan yang mendampinginya, dan
dia berusaha untuk menyelesaikan masalah secara damai, namun mereka menolak
kecuali pertempuran.
Ali
mengutus Abdullah bin Abbas untuk berbicara dengan mereka, dan dia menjumpai
mereka dan menyampaikan argumentasi berdasarkan Al-Quran, tindakan Nabi Muhammad
ﷺ, serta
tindakan Abu Bakar dan Umar.
Namun
mereka tidak dapat memberikan jawaban atas apa yang dia katakan. Sebagian dari
mereka berkata kepada yang lain:
"Biarkan
dia dan jangan menjawabnya, karena kalian tidak akan mampu menghadapi perdebatan
dengan Abdullah bin Abbas, dia adalah salah satu dari orang-orang yang Allah
SWT menyebutkan tentang mereka:
﴿بَلْ هُمْ خَصِمُونَ﴾
“Sebenarnya
mereka adalah kaum yang suka bertengkar". (QS. Az-Zukhruf: 58)
Dan
Allah SWT juga berfirman:
﴿ وَتُنذِرَ بِهِ قَوْمًا لُّدًّا﴾
“Dan
agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang". [QS.
Maryam: 97]
Di
antara mereka ada yang mendapatkan kebenaran, maka mereka dua ribu orang rujuk
[kembali] bersama Abdullah bin Abbas dari "Harura" (sebuah tempat)
pada yang hak dan benar. Mereka mempercayai apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas
dan mereka bergabung dengan Ali.
Adapun
yang lainnya, mereka tetap tinggal dalam kesesatan dan kekeraskepalaan mereka,
mereka adalah orang-orang Nahrawan, jumlah mereka adalah enam ribu.
Ali
membunuh dua ribu delapan ratus dari mereka di Nahrawan, menurut riwayat yang
sahih.
Dan
terbunuh bersamanya pemimpin mereka, Abdullah bin Wahb Dzu ats-Tsafanat, dari
suku Rasyab, keturunan Malik bin Maidan bin Malik bin Nadar, keturunan Azd bin
Al-Ghawts.
Kemudian
mereka berkumpul di Nakhilah dan Ali membunuh mereka semua, hanya delapan orang
yang berhasil melarikan diri, dan tidak ada yang terbunuh dari pasukan Ali
kecuali sembilan orang.
Rasulullah
ﷺ telah
memberi Ali kabar tentang mereka dan bahwa dia akan membunuh mereka. Tanda
bahwa mereka itu golongan Khawarij adalah salah seorang dari mereka ada yang
salah satu tangannya seperti payudara wanita.
Ketika
Ali telah selesai membunuh mereka, maka dia memerintahkan untuk mencari
al-Mukhdaj [seorang laki-laki yang tangannya cacat seperti puting payudara].
Namun tidak ditemukan, maka wajah Ali nampak berubah, dan dia berkata:
"Demi
Allah, aku tidak berbohong dan tidak pula dibohongi [oleh Nabi ﷺ], maka
tolong tolong terus kalian cari lagi!".
Lalu
mereka mencarinya lagi, hingga menemukannya di dalam semak di antara tumpukan
para mayat. Ketika Ali melihatnya, maka dia mengucapkan takbir dan memuji Allah
SWT.
[Sumber:
Al-Jawharah fi Nasab An-Nabi wa Ashabih al-Asharah oleh Muhammad At-Tilmisani,
2/263-264]
====
KEDUA: DIALOG PEMUDA DARI BANI 'AMIR DENGAN KHAWARIJ:
Al-Haytsami
dalam al-Majma' 6/242 no. 10451] Dia berkata: Dari Jundub, dia berkata:
لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ
عَلِيًّا خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، وَخَرَجْنَا مَعَهُ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ
الْقَوْمِ، وَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ،
وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ، فَلَمَّا
رَأَيْتُهُمْ دَخَلَنِي مِنْ ذَلِكَ شِدَّةٌ، فَتَنَحَّيْتُ فَرَكَزْتُ رُمْحِي،
وَنَزَلْتُ عَنْ فَرَسِي، وَوَضَعْتُ بُرْنُسِي، فَنَثَرْتُ عَلَيْهِ دِرْعِي،
وَأَخَذْتُ بِمِقْوَدِ فَرَسِي، فَقُمْتُ أُصَلِّي إِلَى رُمْحِي، وَأَنَا أَقُولُ
فِي صَلَاتِي: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ قِتَالُ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَكَ طَاعَةً
فَأْذَنْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كَانَ مَعْصِيَةً فَأَرِنِي بَرَاءَتَكَ. قَالَ:
فَإِنَّا كَذَلِكَ إِذْ أَقْبَلَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ عَلَى بَغْلَةِ
رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ - فَلَمَّا حَاذَانِي، قَالَ: تَعَوَّذْ بِاللَّهِ، تَعَوَّذْ
بِاللَّهِ يَا جُنْدَبُ مِنْ شَرِّ الشَّكِّ، فَجِئْتُ أَسْعَى إِلَيْهِ، وَنَزَلَ
فَقَامَ يُصَلِّي، إِذْ أَقْبَلَ رَجُلٌ عَلَى بِرْذَوْنٍ يَقْرُبُ بِهِ، فَقَالَ:
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: مَا شَأْنُكَ؟ قَالَ: أَلَكَ حَاجَةٌ فِي
الْقَوْمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَدْ قَطَعُوا النَّهْرَ. قَالَ: مَا
قَطَعُوهُ؟ قُلْتُ: سُبْحَانَ اللَّهِ. ثُمَّ جَاءَ آخَرُ أَرْفَعُ مِنْهُ فِي
الْجَرْيِ، فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: مَا تَشَاءُ؟ قَالَ:
أَلَكَ حَاجَةٌ فِي الْقَوْمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَدْ قَطَعُوا
النَّهْرَ، فَذَهَبُوا، قُلْتُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، قَالَ عَلِيٌّ: مَا قَطَعُوهُ.
ثُمَّ جَاءَ آخَرُ يَسْتَحْضِرُ
بِفَرَسِهِ، فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: مَا تَشَاءُ؟ قَالَ:
أَلَكَ حَاجَةٌ فِي الْقَوْمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَدْ قَطَعُوا
النَّهْرَ، قَالَ: مَا قَطَعُوهُ وَلَا يَقْطَعُوهُ، وَلَيُقْتَلُنَّ دُونَهُ،
عَهْدٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ.
قُلْتُ: اللَّهُ أَكْبَرُ،
ثُمَّ قُمْتُ فَأَمْسَكْتُ لَهُ بِالرِّكَابِ، فَرَكِبَ فَرَسَهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ
إِلَى دِرْعِي فَلَبِسْتُهَا، وَإِلَى قَوْسِي فَعَلَّقْتُهَا، وَخَرَجْتُ
أُسَايِرُهُ. فَقَالَ لِي: يَا جُنْدَبُ، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ،
قَالَ: أَمَّا أَنَا، فَأَبْعَثُ إِلَيْهِمْ رَجُلًا يَقْرَأُ الْمُصْحَفَ،
يَدْعُو إِلَى كِتَابِ اللَّهِ رَبِّهِمْ، وَسُنَّةِ نَبِيِّهِمْ، فَلَا يُقْبِلُ
عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ حَتَّى يَرْشُقُوهُ بِالنَّبْلِ، يَا جُنْدَبُ، أَمَا
إِنَّهُ لَا يُقْتَلُ مِنَّا عَشَرَةٌ، وَلَا يَنْجُو مِنْهُمْ عَشَرَةٌ.
فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَوْمِ
وَهُمْ فِي مُعَسْكَرِهِمُ الَّذِي كَانُوا فِيهِ لَمْ يَبْرَحُوا، فَنَادَى
عَلِيٌّ فِي أَصْحَابِهِ فَصَفَّهُمْ، ثُمَّ أَتَى الصَّفَّ مِنْ رَأْسِهِ ذَا
إِلَى رَأْسِهِ ذَا مَرَّتَيْنِ، وَهُوَ يَقُولُ: مَنْ يَأْخُذُ هَذَا
الْمُصْحَفَ، فَيَمْشِي بِهِ إِلَى هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ فَيَدْعُوهُمْ إِلَى
كِتَابِ اللَّهِ رَبِّهِمْ، وَسُنَّةِ نَبِيِّهِمْ، وَهُوَ مَقْتُولٌ وَلَهُ
الْجَنَّةُ؟ فَلَمْ يُجِبْهُ إِلَّا شَابٌّ مِنْ بَنِي عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ،
فَلَمَّا رَأَى عَلِيٌّ حَدَاثَةَ سِنِّهِ، قَالَ لَهُ: ارْجِعْ إِلَى مَوْقِفِكَ.
ثُمَّ نَادَى الثَّانِيَةَ
فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِ إِلَّا ذَلِكَ الشَّابُّ.
ثُمَّ نَادَى الثَّالِثَةَ
فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِ إِلَّا ذَلِكَ الشَّابُّ، فَقَالَ لَهُ عَلِيٌّ: خُذْ،
فَأَخَذَ الْمُصْحَفَ، فَقَالَ لَهُ: أَمَا إِنَّكَ مَقْتُولٌ، وَلَسْتَ مُقْبِلًا
عَلَيْنَا بِوَجْهِكَ حَتَّى يَرْشُقُوكَ بِالنَّبْلِ.
فَخَرَجَ الشَّابُّ
بِالْمُصْحَفِ إِلَى الْقَوْمِ، فَلَمَّا دَنَا مِنْهُمْ حَيْثُ يَسْمَعُونَ
قَامُوا وَنَشَّبُوا الْفَتَى قَبْلَ أَنْ يَرْجِعَ، قَالَ: فَرَمَاهُ إِنْسَانٌ،
فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَعَدَ، فَقَالَ عَلِيٌّ: دُونَكُمُ الْقَوْمُ،
قَالَ جُنْدَبٌ: فَقَتَلْتُ بِكَفِّي هَذِهِ بَعْدَ مَا دَخَلَنِي مَا كَانَ
دَخَلَنِي ثَمَانِيَةً، قَبْلَ أَنْ أُصَلِّيَ الظُّهْرَ، وَمَا قُتِلَ مِنَّا
عَشَرَةٌ، وَلَا نَجَا مِنْهُمْ عَشَرَةٌ كَمَا قَالَ..
Ketika
kaum Khawarij memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu 'anhu), maka dia
pergi mencari mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga kami tiba di tempat pasukan
kaum Khawarij, tiba-tiba terdengar dari mereka suara seperti suara dengung
lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an, ternyata tangan-tangan mereka
kasar seperti dengkul unta dan memakai baju burnus [baju luar panjang bertutup
kepala].
Ketika
saya melihat mereka, rasa keberatan yang amat sangat memasuki jiwa saya.....
(hingga
dia berkata): ketika saya dalam keadaan sperti itu, tiba-tiba Ali bin Abi
Thalib (radhiyallahu 'anhu) mendekati bighal Rasulullah ﷺ, dan
ketika dia berpapasan dengan saya, dia berkata: Saya berlindung kepada Allah,
hai Jundub, saya berlindung kepada Allah dari kejahatan keraguan, maka saya
segera berlari mengikutinya. Dia turun lalu shalat tiba-tiba-seorang pria
diatas Birdzaun [kuda penarik beban] mendekatinya.
Dia
berkata: Wahai Amirul Mukminin. Dia berkata: Apa urusanmu? Dia berkata: Apakah
Anda ada hajat terhadap kaum itu? Dia berkata: Apa itu? Dia berkata: Mereka
telah pergi menyeberangi sungai. Dia berkata: Mereka belum menyeberanginya...
(hingga
dia berkata): Dan mereka tidak akan menyeberanginya dan sungguh mereka akan
terbunuh sebelumnya, ini adalah perjanjian dari Allah dan Rasul-Nya.
Aku
berkata: Allahu Akbar, lalu aku bangkit dan memegang sanggurdi [pijakan]
untuknya hingga dia menaiki kudanya. Kemudian aku mengambil baju besiku lalu
memakainya dan ke busurku lalu mengalungkannya dan aku keluar berjalan
bersamanya.
Dia
berkata kepadaku: "Wahai Jundub!". Aku jawab: “Labbaik [Siap], wahai
Amirul Mukminin".
Dia
berkata: “Adapun aku, aku nanti akan mengutus kepada mereka seorang yang rajin
baca Al-Qur'an untuk menyeru mereka agar kembali kepada Kitab Tuhan mereka dan
Sunnah Nabi mereka. Maka orang itu jangan dulu menghadapkan wajahnya ke arah
kami hingga mereka mulai menghujani ke arahnya dengan anak-anak panah".
Lalu Ali berkata: “Wahai Jundub, dari kita tidak terbunuh kecuali sepuluh orang
sementara dari mereka tidak akan selamat kecuali sepuluh orang ".
Lalu
kami pun tiba di tempat kaum [Khawarij] saat mereka berada di kemah mereka, di
mana mereka berada, dan mereka belum beranjak pergi, maka Ali memanggil para
sahabatnya dan membariskan mereka, dan kemudian dia memeriksa barisan dari
ujung ke ujung dua kali, sambil berkata:
“Barangsiapa
mengambil Al-Qur'an ini dan membawanya kepada kaum [Khawarij] ini dan menyeru
mereka kembali ke Kitab Allah, Tuhan mereka, dan Sunnah Nabi mereka, lalu orang
ini terbunuh maka dia akan mendapat surga?”
Hanya
seorang anak muda dari Bani Amir bin Sho'sho'ah yang menjawabnya. Ketika Ali
melihat usianya yang masih terlalu muda, maka dia berkata kepadanya:
"Kembalilah ke posisimu".
Kemudian
dia menyampaikan lagi tawaran tadi untuk kedua kalinya, dan hanya pemuda itu
yang datang kepadanya.
Kemudian
dia menyampaikan lagi untuk ketiga kalinya, dan hanya pemuda itu juga yang
keluar kepadanya.
Maka
Ali berkata kepadanya: "Ambillah!", maka dia mengambil Al-Qur'an, dan
Ali berkata kepadanya: Bisa jadi kamu akan terbunuh, maka kamu jangan dulu
menghadapkan wajahmu kepada kami [berbalik badan] hingga mereka memulai
menghujanimu dengan anak-anak panah".
Maka
pemuda itu membawa Al-Qur'an kepada kaum [Khawarij], dan ketika dia mendekati
mereka, di mana mereka bisa mendengar, maka mereka bangkit dan meneriaki anak
laki-laki itu sebelum dia kembali.
Dia
berkata: Orang-orang melemparinya [dengan anak panah], maka dia segera
menghadapkan wajahnya ke arah kami, lalu dia duduk merunduk [menghindari
sambaran anak panah].
Ali
berkata: “Pasukan kaum [khawarij] di hadapan kalian! ".
Jundab
berkata: Maka aku membunuh dengan telapak tanganku ini setelah ia masuk
kepadaku, sementara yang tidak memasukiku delapan orang, sebelum aku shalat
Zuhur, dan tidak sampai sepuluh dari kami yang terbunuh, sementara dari mereka
sepuluh orang yang selamat, seperti yang dia katakan.
Al-Haitsami
berkata:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي
الْأَوْسَطِ مِنْ طَرِيقِ أَبِي السابِعَةِ، عَنْ جُنْدَبٍ، وَلَمْ أَعْرِفْ أَبَا
السَّابِعَةِ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ
Al-Tabarani
meriwayatkannya dalam al-Mu'jam Al-Awsath melalui Abu Aa-Saabi'ah, dari Jundub,
dan saya tidak mengenal Abu as-Saabi'ah, dan para perawi lainnya dapat
dipercaya".
Saya
katakan: Dan Al-Daraqutni meriwayatkan dalam Sunan-nya di Kitab al-Huduud (hal.
343) sebuah hadits tentang Khawarij, dia juga mengatakan di akhir:
وَقَالَ: "وَاللَّهِ لَا
يَقْتُلُ مِنْكُمْ عَشَرَةً وَلَا يَنْفِلُّتُ مِنْهُمْ عَشَرَةً"
(الحَدِيثُ)
Dan
dia berkata - yakni Ali - dari kalian tidak terbunuh kecuali sepuluh, dan
sepuluh orang dari mereka tidak akan lolos (al-Hadis)
Muhammad
al-Burriy (W. 645 H) dalam al-Jauharah Fii Nasabin-Nabi 2/265 menyebutkan:
فَقَتَلَهُمْ أَجْمَعِينَ
وَلَمْ يُفْلِتْ مِنْهُمْ إِلَّا ثَمَانِيَةً، وَلَمْ يُقْتَلْ مِنْ عَسْكَرِ
عَلِيٍّ غَيْرَ تِسْعَةٍ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُخْبِرُ عَلِيًّا
خَبَرَهُمْ، وَأَنَّهُ يَقْتُلُهُمْ. وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِحْدَى
عَضَدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ. فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيٌّ أَمَرَ
بِتَفْتِيشِ الْمُخْدَجِ الْيَدِ. فَلَمْ يُوَجِّدْ، فَتَغَيَّرَ وَجْهُ عَلِيٍّ،
وَقَالَ: وَاللَّهِ مَا كَذَبْتُ وَلَا كُذِّبْتَ، فَتَشُوهُ!"، فَفَتَشُوهُ
فَوَجَدُوهُ فِي وَهْدَةٍ مِنَ الْأَرْضِ بَيْنَ الْقَتْلَى. فَلَمَّا رَأَاهُ
عَلِيٌّ كَبَّرَ وَحَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى.
Maka
dia [Ali] membunuh mereka semua, dan hanya delapan dari mereka yang lolos, dan
hanya sembilan tentara Ali yang terbunuh. Dan Rasulullah ﷺ memberi
tahu Ali tentang mereka, dan bahwa dia akan membunuh mereka. Tandanya bahwa
salah seorang dari mereka salah satu lengannya seperti payudara wanita. Ketika
Ali membunuh mereka, dia memerintahkan untuk mencari pemilik lengan yang cacat
tsb.
Namun
tidak ditemukan, maka wajah Ali berubah, dan dia berkata: "Demi Allah,
saya tidak berbohong, juga tidak dibohongi, kalian cari lah!". Maka mereka
terus menggeledahnya dan akhirnya menemukannya di sebuah lembah di antara
orang-orang yang mati terbunuh. Ketika Ali melihatnya, maka dia bertakbir,
"Allahu Akbar" dan memuji Allah SWT".
===***===
KISAH
PEMBUNUHAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB OLEH KAUM KHAWRIJ
Ibnu
Jarir dan pakar-pakar sejarah lainnya menyebutkan:
Bahwa
tiga orang Khawarij berkumpul, mereka adalah Abdurrahman bin Amru yang dikenal
dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari al-Kindi sekutu Bani Jabalah dari suku
Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah at-Tamimi dan Amru bin Bakr
at-Tamimi.
Mereka
mengenang kembali perbuatan Ali bin Abi Thalib yang membunuh teman-teman mereka
di Nahrawan, mereka memohon rahmat buat teman-teman mereka itu.
Mereka
berkata: “Apa yang kita lakukan sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik
manusia dan yang paling banyak shalatnya, mereka adalah penyeru manusia kepada
Allah. Mereka tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan
agama Allah. Bagaimana kalau kita tebus diri kita lalu kita datangi pemimpin-pemimpin
yang sesat itu kemudian kita bunuh mereka sehingga kita membebaskan negara dari
kejahatan mereka dan kita dapat membalas dendam atas kematian teman-teman
kita.”
Ibnu
Muljam berkata: “Biar aku yang akan menghabisi Ali bin Abi Thalib!”
Al-Burak
bin Abdillah berkata: “Aku akan menghabisi Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Amru
bin Bakr berkata: “Aku akan menghabisi Amru bin al-Ash.”
Merekapun
berikrar dan mengikat perjanjian untuk tidak mundur dari niat semula hingga
masing-masing berhasil membunuh targetnya atau terbunuh. Merekapun mengambil
pedang masing-masing sambil menyebut nama sahabat yang menjadi targetnya.
Mereka sepakat melakukannya serempak pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.
Kemudian ketiganya berangkat menuju tempat target masing-masing.
Adapun
Ibnu Muljam berangkat ke Kufah. Setibanya di sana ia menyembunyikan identitas,
hingga terhadap teman-temannya dari kalangan Khawarij yang dahulu bersamanya.
Ketika
ia sedang duduk-duduk bersama beberapa orang dari Bani Taim ar-Ribab, mereka
mengenang teman-teman mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiba-tiba
datanglah seorang wanita bernama Qatham binti Asy-Syijnah, yang mana ayah dan
abangnya dibunuh oleh Ali pada peperangan Nahrawan.
Ia
adalah wanita yang sangat cantik dan populer. Dan ia telah mengkhususkan diri
beribadah dalam masjid jami’. Demi melihatnya Ibnu Muljam mabuk kepayang. Ia
lupa tujuannya datang ke Kufah. Ia meminang wanita itu.
Qatham
binti Asy-Syijnah mensyaratkan mahar:
1]-
tiga ribu dirham.
2]-
Seorang khadim [pembantu].
3]-
Budak wanita.
4]
dan membunuh Ali bin Abi Thalib untuk dirinya.
Ibnu
Muljam berkata: “Engkau pasti mendapatkannya, demi Allah tidaklah aku datang ke
kota ini melainkan untuk membunuh Ali.”
Lalu
Ibnu Muljam menikahinya dan berkumpul dengannya. Kemudian Qathami mulai
mendorongnya untuk melaksanakan tugasnya itu. Ia mengutus seorang lelaki dari
kaumnya bernama Wardan, dari Taim Ar-Ribab, untuk menyertainya dan
melindunginya. Lalu Ibnu Muljam juga menggaet seorang lelaki lain bernama
Syabib bin Bajrah al-Asyja’i al-Haruri.
Ibnu
Muljam berkata kepadanya: “Maukah kamu memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?”
“Apa
itu?” Tanyanya.
“Membunuh
Ali!” Jawab Ibnu Muljam.
Ia
berkata, “Celaka engkau, engkau telah mengatakan perkara yang sangat besar!
Bagaimana mungkin engkau mampu membunuhnya?”
Ibnu
Muljam berkata, “Aku mengintainya di masjid, apabila ia keluar untuk
mengerjakan shalat subuh, kita mengepungnya dan kita membunuhnya. Apabila
berhasil maka kita merasa puas dan kita telah membalas dendam. Dan bila kita
terbunuh maka apa yang tersedia di sisi Allah lebih baik dari-pada dunia.”
Ia
berkata, “Celaka engkau, kalaulah orang itu bukan Ali tentu aku tidak keberatan
melakukannya, engkau tentu tahu senioritas beliau dalam Islam dan kekerabatan
beliau dengan Rasulullah ﷺ. Hatiku tidak terbuka untuk membunuhnya.”
Ibnu
Muljam berkata, “Bukankah ia telah membunuh teman-teman kita di Nahrawan?”
“Benar!”
jawabnya.
“Marilah
kita bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata
Ibnu Muljam.
Beberapa
saat kemudian Syabib menyambutnya.
Masuklah
bulan Ramadhan. Ibnu Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada
malam Jum’at 17 Ramadhan.
Ibnu
Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku
untuk membunuh target masing-masing".
Lalu
mulailah ketiga orang ini bergerak, yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib,
dengan menghunus pedang masing-masing. Mereka duduk di hadapan pintu yang
mana Ali biasa keluar dari-nya.
Ketika
Ali keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk shalat sembari berkata,
“Shalat….shalat!”
Dengan
cepat Syabib menyerang dengan pedang-nya dan memukulnya tepat mengenai leher
beliau. Kemudian Ibnu Muljam menebaskan pedangnya ke atas kepala
beliau. Darah beliau mengalir membasahi jenggot beliau radhiyallahu 'anhu.
Ketika
Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata: “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan
milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca firman Allah:
﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ
ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ﴾
“Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ali
berteriak, “Tangkap mereka!”
Adapun
Wardan melarikan diri namun berhasil dikejar oleh seorang lelaki dari
Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menyelamatkan diri dan
selamat dari kejaran manusia. Sementara Ibnu Muljam berhasil ditangkap.
Ali
menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahab untuk mengimami Shalat Fajar.
Ali pun dibopong ke rumahnya. Lalu digiring pula Ibnu Muljam kepada beliau dan
dibawa kehadapan beliau dalam keadaan dibelenggu tangannya ke belakang pundak,
semoga Allah memburukkan rupanya.
Ali
berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu melakukan ini?”
Ibnu
Muljam berkata, “Aku telah mengasah pedang ini selama empat puluh hari. Aku
memohon kepada Allah agar aku dapat membunuh dengan pedang ini makhlukNya yang
paling buruk!”
Ali
berkata kepadanya, “Menurutku engkau harus terbunuh dengan pedang itu. Dan
menurutku engkau adalah orang yang paling buruk.”
Kemudian
beliau berkata, “Jika aku mati maka bunuhlah orang ini, dan jika aku selamat
maka aku lebih tahu bagaimana aku harus memperlakukan orang ini!”
* Pemakaman Jenazah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
'anhu
Setelah
Ali radhiyallahu 'anhu wafat, kedua puteranya yakni al-Hasan dan al-Husein
memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdullah bin Ja’far. Kemudian jenazahnya
dishalatkan oleh putera tertua beliau, yakni al-Hasan. Al-Hasan bertakbir
sebanyak sembilan kali.
Jenazah
beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah, karena kekhawatiran kaum Khawarij
akan membongkar makam beliau. Itulah yang masyhur.
[Referensi.
Silahkan lihat: Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan Ibnu
Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham, 5/172-173, al- Kamil, 3/388-389, Tarikh Islam juz
Khulafaur Rasyidin hal. 607-608 dan al-Bidayah wa'n Nihayah karya Ibnu Katsir
11/5-16]
===***===
KAUM KHAWARIJ AKAN SELALU ADA HINGGA MUNCUL DAJJAL.
Imam
Ahmad meriwayatkan (6952) dan Hakim (8558) dari Abdullah bin Amr, dia berkata,
“يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ،
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا قُطِعَ قَرْنٌ
نَشَأَ قَرْنٌ ، حَتَّى يَخْرُجَ فِي بَقِيَّتِهِمُ الدَّجَّالُ ".
“Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan muncul satu kaum dari arah timur, mereka
membaca Al-Quran namun bacaaannya tidak sampai melewati kerongkongan mereka.
Setiap kali tanduknya dipotong, tumbuh lagi tanduknya, hingga di akhir sisa
mereka muncullah Dajal.” (Dinyatakan shahih oleh Ahmad Syakir)
Syaikkhul
Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata:
"قَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ أَنَّهُمْ
لَا يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ إلَى زَمَنِ الدَّجَّالِ. وَقَدْ اتَّفَقَ
الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ لَيْسُوا مُخْتَصِّينَ بِذَلِكَ
الْعَسْكَرِ [يعني: الذين قاتلوا عليا رضي الله عنه] " انتهى
“Nabi
ﷺ telah
mengabarkan bahwa mereka (kaum Khawarij) akan terus bermunculan hingga datang
masa keluarya Dajal. Kaum muslimin telah sepakat bahwa kaum khawarij bukan
hanya gerombolan tersebut (yaitu yang membunuh Ali radhiallahu anhu).” (Majmu
Fatawa, 28/495-496)
Hadits
ini memberikan pelajaran bahwa kaum Khawarij merupakan salah satu kelompok di
tengah umat ini, dan bahwa keberadaannya akan selalu berlanjut hingga akhir
zaman, akan tetapi kemunculan berselang dari waktu ke waktu. Setiap kali muncul
kelompok dari mereka, maka akan dipotong dan berakhir perkaranya, lalu muncul
lagi kelompok yang lain, begitulah seterusnya hingga akhirnya keluarlah Dajal
di akhir mereka.
Banyak
riwayat dan atsar dari kalangan salaf yang berbicara tentang khawarij serta
ciri-ciri mereka.
Kesimpulannya:
mereka adalah orang-orang yang berusia muda, otaknya cetek, membaca Al-Quran
tapi tak sampai melewati kerongkongan mereka, maksudnya adalah tidak
memahaminya hingga sampai ke hati mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana
keluarnya anak panah dari busurnya dan tidak kembali lagi, mereka membunuh
orang beriman dan membiarkan penyembah berhala, menuduh para pemimpin mereka
dan memvonis mereka dengan kesesatan.
Mereka
menyeru kepada Kitabullah, namun mereka tidak sedikitpun merupakan Ahli
Al-Quran. Mereka tidak menganggap para ulama dan tokoh terhormat.
Mereka
mengira bahwa mereka lebih mengetahui terhadap Allah, RasulNya dan kitabNya
dibanding orang-orang mulia tersebut.
Mereka
sangat keras beribadah dan sangat bersungguh-sungguh, akan tetapi dengan
kejahilan dan minimnya fiqih. Mereka mengkafirkan siapa saja yang melakukan
dosa besar dari kaum muslimin. Demikianlah ciri-ciri mereka sebagaimana
disebutkan beberapa hadits dan disebutkan para ulama.
Namun
tidak boleh seseorang menuduh orang lain sebagai khawarij semata karena dia
berbeda pendapat dengannya atau semata karena dia memandang bahwa orang
tersebut cenderung punya sifat keras.
Tidak
semua yang dianggap keras lantas disebut khawarij jika sejalan dengan pemahaman
salafush shaleh.
Golongan
khawarij terpecah menjadi beberapa golongan kecil, yang masing-masing mempunyai
prinsip mereka sendiri-sendiri, selain prinsip itu mereka terpecah belah
kedalam beberapa aliran yang saling bertentangan. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya perbedaan pendapat di antara mereka, yang kadang-kadang hanya masalah
sepele, dan masing-masing mempertahankan pendapatnya.
Mengenai
jumlah sekte khawarij, ulama berbeda pendapat, Abu Musa Al-Asy’ary mengatakan
lebih dari 20 sekte, Al-Baghdady berpendapat ada 20 sekte, Al-Syahrastani
menyebutkan 18 sekte, Musthafa al-Syak’ah berpendapat ada 8 sekte utama
Sekte-sekte
Khawarij di masa sekarang ini ada yang super keras dan extreme, ada yang
menengah dan ada juga yang sedikit moderat.
===***===
LIMA CIRI UTAMA DAN KHAS YANG MELEKAT PADA KAUM KHAWARIJ.
Yang pertama : semangat ibadah kaum khawarij sangat luar biasa,
mengalahkan ibadah seluruh para sahabat Nabi ﷺ, namun ibadah mereka berdampak pada
kesombongan dan kecongkakan pada diri mereka. Mereka merasa suci dan memastikan
diri mereka sebagai ahli syurga. (Ada kemiripan dengan Iblis. Dulu dia
adalah hamba Allah yang paling dahsyat ibadahnya, bahkan mengalahkan ibadah
seluruh para malaikat, tapi dia sombong dan merasa suci).
Sudah begitu, mereka juga dalam waktu yang sama memastikan bahwa
seluruh kaum muslimin yang menyelisihi mereka adalah sesat dan ahli neraka,
walaupun hanya dalam masalah ijtihadiyah yang layak diperselisihkan. Karena
mereka mengatakan bahwa pendapat yang benar itu hanya satu, yaitu pendapat
mereka.
Lalu salah satu cara mereka memecah belah persatuan umat adalah dengan
mengharamkan ucapan salam, bicara (كَلام) dan duduk-duduk (جُلُوس) bersama dengan selain kelompok mereka; karena menurut mereka,
semua itu termasuk kerja sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Dan dosa perbuatan-perbuatan tersebut menurut mereka jauh lebih besar
dari pada dosa pembunuhan, zina, mencuri dan minum minum keras. Alasannya ;
karena dosa menyelisihi pendapat mereka dampak buruknya pada seluruh umat,
sementara dosa pembunahan, zina .... hanya berdampak pada diri pelaku saja.
Hanya saja mereka tidak pernah mengatakan:
﴿أَنَا خَيْرٌ
مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ﴾
"Aku lebih baik daripada-nya: Engkau ciptakan aku dari api,
sedang dia, Engkau ciptakan dari tanah". [QS. al-A'raf: 12]
Dan hampir saja mereka mengatakan :
﴿نَحْنُ
أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ﴾
"Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya" [QS.
Al-Maidah : 18]
Namun mereka hanya mengklaim sebagai kekasih-kekasih Allah, tetapi tidak
mengklaim sebagai anak-anak Allah.
Kedua : Kaum khawarij senantiasa memecah belah
persatuan umat, memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin, serta melecehkan kehormatan
mereka, bahkan menghalalkan darah mereka. Semua itu mereka kemas dengan slogan
nahyi munkar.
Dan yang lebih jahat lagi, mereka dengan dusta mengklaim bahwa semua itu
berdasarkan perintah Allah dan Rasu-Nya. Mereka berdalil dengan al-Qur'an dan
as-Sunnah yang disesuaikan dengan pemahaman hawa nafsu mereka.
Ketiga : Kaum khawarij selalu menyibukkan diri
mereka dengan su'udzon dan menyerang sesama kaum muslimin yang berbeda, akan
tetapi anehnya mereka diam terhadap para non muslim alias kaum kafir.
Keempat : berslogan kembali kepada al-Qur'an dan as-Sunnah
dengan pemahaman terbalik.
Khawarij angkatan pertama sebelum ada kitab-kitab hadits, mereka
senantiasa meneriakan slogan firman Allah SWT:
﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾
“Sesungguhnya keputusan hukum itu hanyalah milik Allah.” (QS. Yusuf: 40)
Ungkapan ini pada dasarnya adalah kalimat yang benar, namun oleh mereka
digunakan untuk tujuan yang batil dan salah. Hal ini telah dijelaskan oleh Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
Perlu dicatat, mengapa Khawarij pada masa itu tidak mengusung slogan
“as-Sunnah”?
Karena pada periode tersebut kitab-kitab hadits belum dibukukan.
Kodifikasi hadits baru dimulai pada akhir abad ke-2 Hijriah, misalnya
al-Muwaththa’ karya Imam Malik (w. 179 H) dan al-Umm karya Imam Syafi’i (w. 204
H). Adapun kitab Shahih al-Bukhari (w. 256 H) dan Shahih Muslim (w. 261 H) baru
lahir pada abad ke-3 Hijriah.
Rasulullah ﷺ telah
mengisyaratkan akan muncul-nya slogan "As-Sunnah" dari kelompok ini,
yaitu dalam sabda-nya:
"يَقُولُونَ
مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ".
"Mereka berbicara dengan mengatas namakan perkataan sebaik-baik
manusia”[HR. Bukhori no. 6930 dan Muslim no. 1066].
Syeikh Mustofa al-Baghoo dalam Ta'liiq Shahih al-Bukhori 4/200 berkata:
(مِن قَوْل
خَيْر الْبَرِيَّة) أَي مِن خَيْر مَا تَقُولُهُ الْبَرِيَّة أَوْ هُوَ الْقُرْآن
وَالسُّنَّة وَالْبَرِيَّة الْخَلْق.
(Dari perkataan sebaik-baik makhluk) yaitu dari yang terbaik dari apa
yang dikatakan oleh makhluk [pandai bicara], atau itu adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah
[pandai berdalil dengan-nya]. dan makna al-Bariyyah adalah makhluk.
Mereka kaum khawarij salah dan terbalik dalam memahami kandungan
al-Qur’an dan hadits, sebagaimana yang dikabarkan Nabi ﷺ tentang kesalah kaprahan mereka:
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ
أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
"Mereka membaca Al-Qur'an, lalu mereka mengira bahwa itu dalil untuk
membenarkan pendapat mereka, padahal yang benar itu adalah dalil yang
menyalahkan mereka" [HR. Muslim: 1066].
Dan Imam Bukhari secara mu'allaq [tanpa sanad] meriwayat dari Abdullah
bin Umar radhiallahu anhuma:
" وَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ، يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ، وَقَالَ: «إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا
إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ»
“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dan dia
berkata : ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir
lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” (Shahih al-Bukhori 9/16 , Bab
: Qotlil Khawarij wa'l Mulhidiin )
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
" وَصَلَهُ
الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بُكَيْرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ
رَأْيُ بن عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ كَانَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ
اللَّهِ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ
قُلْتُ وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
" Ath-Thabary menyambungkan sanadnya dalam " Musnad Ali min
Tahdzib Al-Atsar" dari jalur Bukair bin Abdillah bin Al-Asyajj, bahwa dia
bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok
Haruriyah (nama lain untuk kelompok Khawarij)?
Dia menjawab : “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk
makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu
mereka timpakan kepada orang-orang beriman.”
Saya katakan : ‘Sanadnya shahih’”. (Fathul Bari, 12/286).
Kelima : berpenampilan dan berpakain syuhroh, yakni
berbeda dengan pakaian masyarakat setempat yang syar'i, sehingga nampak
exlusive dan menjadi pusat perhatian saat muncul.
*****
CIRI MANHAJ KHAWARIJ KONTEMPORER:
- Mereka mengklaim berhukum kepada hukum Allah
[al-Qur'an dan Hadits], namun disesuaikan dengan pemahaman kelompoknya.
Dan sejatinya berbeda dengan faham para sahabat dan salafush-Sholeh.
- Hijrah ke golongan mereka dengan cara wajib
ber-Bai'at pada imam mereka.
- Menganggap sesat, kafir dan musyrik orang yang
selain golongannya.
- Menganggap kafir orang yang tidak mengkafirkan
orang yang selain golongannya.
- Memisahkan dari dari jemaah kaum muslimin yang
tidak semanhaj dengannya.
- Memurnikan barisan dari orang-orang yang tidak
semanhaj dengannya.
DAMPAK NEGATIF MANHAJNYA:
- Memecah belah persatuan kaum muslim.
- Pertumpahan darah kaum muslimin.
- Menghalalkan darah kaum muslimin yang tidak
bai'at pada imamnya ; karena dianggap murtad keluar dari agama Islam atau
kafir harbi.
- Menghalalkan kehormatan kaum muslimin dengan
mengghibahnya dikemas dengan nahyi munkar dan Tahdzir.
- Menghalalkan harta kaum muslimin karena
dianggap sebagai ghonimah / harta rampasan perang.
- Memisahkan diri dari kaum muslim karena harus
menghajer orang yang belum hijrah dan baiat.
0 Komentar